Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72549 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ali Sadikin
"Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia adalah suatu lembaga secara struktural dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia, BPN mempunyai tugas pokok administrasi membuat dan menghasilkan produk hukum yaitu Sertifikat Hak Atas Tanah, Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun dan Hak-hak lain yang berkaitan dengan Tanah. Dalam Suatu Kepemilikan Hak Atas dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun diperlukan suatu penghubung cara perolehannya yang berupa mengalihkan, melepaskan hak, atas dasar tersebut harus ada lembaga yang bernama Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang mempunyai tugas pokok membuat akta-akta berkaitan dengan Pertanahan, PPAT tersebut diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, PPAT mempunyai wilayah kerja mengikuti Wilayah Kerja Kabupaten/Kota Kantor Pertanahan. Hal ini diterapkan di seluruh wilayah Kerja Kabupaten/Kota Kantor Pertanahan di Indonesia. Tidak halnya di Kota Surabaya Pemekaran Pembagian Wilayah Kerja Kantor Pertanahan terbagi menjadi 2 Kantor Pertanahan yaitu Kantor Pertanahan Surabaya 1 dan Kantor Pertanahan Surabaya 2 hal ini menimbulkan keresahan bagi PPAT yang sudah terbiasa dengan tidak ada di ke 2 pembagian tersebut. Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) menggugat ke BPN karena Pemekaran ke 2 Kantor Pertanahan Kota Surabaya tidak mempunyai dasar hukum yang kuat baik pada PP 37 tahun 1998, PerKBPN 1 tahun 2006 serta peraturan pelaksanaan lainnya tidak ada pasal atau kalimat yang menyatakan pembagian wilayah kerja kantor Pertanahan terjadi dari adanya ?Pemekaran Kantor Pertanahan? sebagai Dampak dari pemekaran pembagian ke 2 wilayah kerja kantor pertanahan terhadap PPAT salah satunya adalah akte-akte yang telah dibuatnya sebagai dasar perbuatan hukum menajadi diragukan keabasahannya dan menjadi Preseden buruk kedepannya, atas hal tersebutlah kemudian IPPAT sebagai organisasi yang mewakili PPAT di Kota Surabaya menggugat atas kebijakan yang dikeluarkan BPN melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sampai saat ini putusan yang telah dikeluarkan oleh PTUN berupa ?Skorsing? tidak dihiraukan oleh pihak BPN namun atas dasar tersebutlah akan menjadi dasar tambahan untuk menggugat lebih lanjut. Bagaimana akibat Pemekaran Kantor Pertanahan Kota Surabaya I dan Kantor Pertanahan Kota Surabaya II terhadap wilayah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Daerah Kerja PPAT adalah satu wilayah Kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, sedangkan Menurut Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 yaitu Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan. Bagaimana akibat Pemekaran Kantor Pertanahan Kota Surabaya I dan Kantor Pertanahan Kota Surabaya II terhadap pelantikan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) baru ? Bagi Pajabat Pembuat Akta Tanah (P.P.A.T) lama yang memilih daerah kerja yang baru sesuai dengan pemecahan, tidak perlu mengangkat sumpah dan tidak memerlukan Surat Keputusan dari Kepala Kantor Pertanahan maupun Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur (Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Pasal 15 ayat (3). Kantor Pertanahan Kota Surabaya I dan Kantor Pertanahan Kota Surabaya II terhadap penyerahan protokol bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang telah berakhir jabatannya ? PPAT yang semula daerah kerjanya berada di wilayah Kerja Kantor Pertanahan Kota Surabaya 1 kemudian memilih wilayah kerja Kantor Pertanahan Kota Surabaya 2 atau sebaliknya, wajib menyerahkan protokol Pejabat Pembuat Akta Tanahnya Pejabat Pembuat Akta Tanah lain di wilayah kerja Kantor Pertanahan semula dengan membuat Berita Acara penyerahan protokol Pejabat Pembuat Akta Tanah di hadapan Kepala Kantor Pertanahan.

The National Land Agency of the Republic of Indonesia is an institution as a structural under and responsible to the President of the Republic of Indonesia, BPN has a fundamental duty of administration to create and produce a product that is legal on Land Rights Certificates, Certificates of Unit Ownership Flats and other rights relating to the Land . In An Ownership and Human Rights Unit Ownership Flats need a liaison to the acquisition in the form of transfer, dispose of rights, on the basis that there should be an institution called the Land Deed Makers Officials (PPAT) which has a fundamental duty to make the deeds relating to the Land , PPAT is appointed and dismissed by the Head of National Land Agency of the Republic of Indonesia, PPAT has followed the work area Work Area County / City Land Office. It is applicable throughout the Working Regency / City Land Office in Indonesia. Not the case in Surabaya City Redistricting Working Areas Land Office Division is divided into 2 of the Land Office of the Land Office Land Office Surabaya 1 and 2 this caused unrest for PPAT who are used to not exist in the second division. Land Deed Makers Officials Association (IPPAT) sued the BPN because splitting into two Surabaya City Land Office has no legal basis either in PP 37 1998, PerKBPN 1 of 2006 and other implementing regulations there is no article or a sentence that states the division of work areas Land office occurs from the "Expansion of the Land Office" as the effect of splitting the division into two working areas of the land office PPAT deed, one of which is the certificate that has been made as a basis for legal actions to be legality doubtful future and become a bad precedent, for it who called then IPPAT as an organization representing the PPAT in Surabaya City sued over BPN policy issued through the State Administrative Court (Administrative Court). Until now, this decision has been issued by the administrative court in the form of "suspension" was ignored by the parties but on the basis BPN will be an additional basis for further suing. How is a result of the Land Office Expansion of Surabaya I and II of the Land Office in Surabaya on the working area of the Land Deed Makers Officials (PPAT) Work area is one area PPAT Working Land Office District / Municipality, while according to Article 5 paragraph (1) of the Head of National Land Agency No. 1 of 2006 on Implementation of the National Land Agency Regulation No. 1 Year 2006 on Implementation of Government Regulation No. 37 year PPAT 1998 the work area is a working area of the Land Office. How is a result of the Land Office Expansion of Surabaya I and II of the Land Office in Surabaya on official inauguration of the Land Deed Makers (PPAT) new For official Author Deed Land (PPAT) long that choosing a new work area in accordance with the resolution, no need to take an oath and does not require the Decree of the Head of the Land Office and the National Land Agency Regional Office of East Java Province (Government Regulation No. 37 of 1998 Section 15 subsection (3). Surabaya Land Office I and II of the Land Office in Surabaya on the protocol for submission of the Land Deed Makers Officials (PPAT) which has ended his tenure? PPAT works area which was originally located in the city of Surabaya Working the Land Office and then choose a work area Land Office in Surabaya 2 or vice versa, must submit official protocol Builder Deed land is another Land Deed Makers Acting in the working area of the Land Office originally by making the submission Minutes of the Land Deed Makers The official protocol In the presence of the Head of the Land Office."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T21702
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Nurul Fatimah
"Suhu permukaan daratan (SPD) di perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah sekitarnya, dimana fenomena tersebut merupakan indikator terjadinya pemicu pemanasan global. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spasial dan arah perubahan SPD di Kota Surabaya, serta kaitannya terhadap tutupan lahan, kerapatan vegetasi dan kerapatan bangunan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini berupa tutupan lahan, kerapatan vegetasi, kerapatan bangunan, dan suhu permukaan daratan yang didapat dari hasil pengolahan Citra Landsat pada tahun 1994, 2000 dan 2011. Pemeriksaan atau verifikasi dilakukan melalui survey lapang pada 40 lokasi sampel yang diperoleh melalui metode stratified random sampling. Analisa dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa pola spasial SPD pada tahun 1994, 2000 dan 2011 cenderung terkonsentrasi di pusat kota. SPD berkorelasi negatif terhadap kerapatan vegetasi dan berkorelasi positif terhadap kerapatan bangunan. Arah perubahan wilayah SPD tinggi pada periode 1994-2000 mengelompok di pusat kota dari arah utara sampai ke selatan. Pada periode 2000-2011, wilayah SPD tinggi semakin meluas ke arah barat sampai timur Kota Surabaya.

Land surface temperature (LST) in urban areas tends to be higher in the center of city than pheriphery area, which its phenomenon is an indicator of global warming. The purpose of this research is to explain the spatial pattern of LST and its direction changes in Surabaya city, and also to explain the correlation between LST, land cover, vegetation density and building density. The variable were acquired from 1994, 2000 and 2011 Landsat imagery and field observation was conducted in 40 locations by stratified random sampling metode. Qualitative and quantitative analysis showed that the spatial pattern of Surabaya LST in 1994, 2000 and 2011 were quite same, where the highest concentrate of LST was at the center of city. LST has a negative correlation with the vegetation density, but has a positive correlation with building density. The research found that the highest LST in periode 1994-2000 increased along north to south of Surabaya and has been clustered. In periode 2000-2011, the highest LST increase widely along west to east of Surabaya."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42159
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ilmi Zaiyin Zahreini
"Pemekaran wilayah kantor pertanahan di Indonesia, termasuk di dalamnya adalah pemecahan Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022, dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat, khususnya terkait peralihan hak atas tanah yang mesti didaftarkan di kantor pertanahan setempat. Pemekaran wilayah ini dalam kenyataannya merubah daerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sehingga meskipun PPAT dapat membuat akta akan tetapi akta tersebut tidak dapat didaftarkan karena berada di luar wilayah kantor pertanahan yang dipilihnya. Penelitian ini menganalisis implikasi hukum pemekaran wilayah kantor pertanahan terhadap daerah kerja PPAT dalam rangka peralihan hak atas tanah melalui kegiatan pendaftaran tanah di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Selain itu menganalisis pembuatan akta oleh PPAT terhadap bidang tanah yang masuk ke dalam wilayah daerah yang dimekarkan. Penelitian hukum ini berbentuk nondoktrinal dengan mengumpulkan data primer melalui wawancara terhadap beberapa narasumber yang relevan. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa implikasi pemekaran wilayah kantor pertanahan terhadap daerah kerja PPAT adalah munculnya ketidakpastian hukum karena akta autentik yang dibuat untuk mengalihkan hak atas tanah oleh PPAT menjadi tidak dapat didaftarkan ke kantor pertanahan hasil pemekaran yang bukan merupakan pilihan PPAT sebagai daerah kerjanya. Adapun terkait pembuatan akta oleh PPAT terhadap bidang tanah yang masuk ke dalam wilayah pemekaran daerah harus dilakukan secara cermat dan hati-hati melalui pengecekan sertipikat dan selanjutnya disesuaikan dengan data dan informasi terbaru. Apabila dalam kenyataanya akta tersebut tidak dapat didaftarkan oleh PPAT ke kantor pertanahan setempat karena daerah kerja PPAT tidak termasuk wilayah kantor pertanahan itu maka PPAT harus menyarankan kepada pihak yang hendak membuat akta untuk menghubungi PPAT yang berwenang sesuai dengan wilayah kantor pertanahan setelah pemekaran.

The territorial expansion of land offices in Indonesia, which includes the division of the Bogor Regency Land Office in West Java Province based on the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency of the Republic of Indonesia Regulation Number 12 of 2022, is intended to improve public services, particularly concerning the transfer of land rights that must be registered at the local land office. In practice, this territorial expansion alters the working areas of Land Deed Officials (PPAT), meaning that although a PPAT can create a deed, the deed cannot be registered if it falls outside the jurisdiction of the land office chosen by the PPAT. This study analyzes the legal implications of the territorial expansion of land offices on the working areas of PPATs in relation to the transfer of land rights through land registration activities in Bogor Regency, West Java Province. Additionally, it examines the creation of deeds by PPATs for land plots within the newly expanded regions. This legal research is non-doctrinal, collecting primary data through interviews with several relevant sources, while secondary data collection is conducted through literature studies. The collected data is then qualitatively analyzed. The analysis results indicate that the implication of the territorial expansion of land offices on the working areas of PPATs is the emergence of legal uncertainty. This is because the authentic deeds made to transfer land rights by PPATs become unregistrable at the expanded land offices that are not the PPAT's chosen working areas. Concerning the creation of deeds by PPATs for land plots within the expanded regions, this must be done carefully and meticulously by checking the certificates and aligning them with the latest data and information. If it turns out that the deed cannot be registered by the PPAT at the local land office due to the PPAT's working area not being within that land office's jurisdiction, the PPAT must advise the parties intending to create the deed to contact the PPAT authorized in accordance with the land office's jurisdiction after the territorial expansion"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tegar Dilaga Halimana
"Akhir-akhir ini sering terjadi permasalahan berupa penolakan pendaftaran peralihan hak yang obyeknya adalah sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan persepsi dalam hal aturan hukum yang mengatur peralihan sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama dengan peralihan sebagian bidang tanah antara Kantor Pertanahan dan Pejabat Pembuat Akta Tanah maupun antar Kantor Pertanahan itu sendiri. Tesis ini membahas mengenai peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum peralihan sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama yang bertujuan untuk menciptakan kepastian dan perlindungan hukum atas peralihan hak semacam itu. Penelitian ini menggunakan metode metode penelitian hukum normatif dengan menghasilkan bentuk penelitian yang bersifat preskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sesungguhnya terdapat dua aturan hukum yang berbeda yang mengatur mengenai peralihan sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama dan peralihan sebagian bidang tanah. Pasal 105 ayat 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur mengenai peralihan sebagian hak atas tanah yang menjadi kepemilikan bersama, sedangkan Pasal 54 ayat 4 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah mengatur mengenai peralihan sebagian bidang tanah.

Recently, there have been several due to objections concerning with the registration of the diversion of partial rights of land becoming joint ownership. It is caused by the differences of perception in terms of legal rules that regulates the diversion of partial right of land becoming joint ownership the diversion of partial lands between the Land Office and Pejabat Pembuat Akta Tanah also among the Land Offices themselves. This thesis discusses the legislation that became the legal basis of the diversion of partial rights of land becoming joint ownership, which aims to create legal certainty and protection of such diversion. This research uses normative legal research methods to produce a form of prescriptive analytical research.
Based on the survey results revealed that in fact there are two different legal rules that regulates the diversion of partial rights of land becoming joint ownership and the diversion of partial lands. Article 105 paragraph 3 Regulation of the State Minister of Agrarian Head of National Land Agency Number 3 of 1997 on implementation of Government Regulation No. 24 of 1997 on Land Registration regulates the diversion of partial right becoming joint ownership, while Article 54 paragraph 4 of Regulation head of National land Agency Number 1 Year 2006 on the implementation of Government Regulation No. 37 of 1998 on the Rules of land Title Deed official regulates the diversion of partial lands.
"
2017
T47321
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuni Kurniati Utami
"ABSTRAK
Pelabuhan Surabaya sudah lama menjadi bandar perdagangan (sejak abad 16). Kemudian ketika kepentingan kolonial mulai memaksa dalam rangka hegemoni ekonomi, Surabaya semakin ditonjolkan perannya. Untuk mengimbangi pesatnya ekonomi di Jawa Timur yang banyak menghasilkan komoditi ekspor perkebunan, maka dibutuhkan pelabuhan yang modern dan siap menampung produksi ekspor dari pedalaman. Karena itu diadakanlah usaha perluasan fasilitas pelabuhan oleh pemerintah kolonial.Didukung oleh letak yang strategis dan kondisi daerah belakang yang subur untuk perkebunan, Surabaya diprioritaskan menjadi pelabuhan besar di pantai utara Jawa bahkan ditetapkan menjadi titik pusat mata rantai perdagangan bagi wilayah timur kepulauan. Setelah periode perluasan fasilitas pelabuhan, aktivitas perdagangan ekspor-impor terlihat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya, meskipun kondisi itu tidak selalu berlangsung stabil, karena faktor intern dan ekstern yang mempengaruhinya. Puncak perdagangan ekspor-impor terjadi pada periode tahun 1920-1930. Depresi 1930 meninggalkan kesan yang mendalam bagi ekspor impor pelabuhan Surabaya yang masih terasa sampai lima tahun kemudian. Tanda-tanda pulihnya perekonomian baru nampak pada tahun 1937. Perkembangan pelabuhan Surabaya rupanya telah mendorong pembentukan pertumbuhan dan perkembangan kota Surabaya. Suasana pelabuhan mempengaruhi pembentukan masyarakat kota sehingga persoalan-persoalan sosial, ekonomi dan politik terbentuk dalam ciri tersendiri.

"
1996
S12741
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diovita Hernika Pramadhani
"

Good Governance merupakan salah satu bentuk implementasi keberhasilan pemerintah dalam menyajikan kemudahan sistem pemerintahan bagi publik. Surabaya sebagai kota yang menerima penghargaan cukup banyak dalam hal keterbukaan informasi pemerintah dengan menerapkan sistem Surabaya Single Window (SSW), mengembangkan praktek E-Government dalam bentuk pengelolaan situs web dan media sosial resmi pemerintah yang dikelola oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya. Pengelolaan situs web surabaya.go.id ini merupakan salah satu bentuk strategi komunikasi Pemerintah Kota Surabaya dalam mewujudkan tiga prinsip Good Governance yang dirumuskan oleh United Nations Development Programs (UNDP) yaitu transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemerintah Kota Surabaya mengimplementasikan prinsip Good Governance dalam mengelola situs web surabaya.go.id. Penelitian ini menggunakan metode summative content analysis dengan pendekatan kualitatif. Konsep yang digunakan yaitu Good Governace, Komunikasi Politik (Mc Nair, 2005) dan Reputasi Pemerintah dengan landasan penelitian oleh Local Government Association dan Ipsos MORI yang berfokus pada komunikasi oleh pemerintah pada masyarakat dengan acuan rumusan Sustainable Development Goals (SDGs) untuk menjamin pengelolaan yang berkelanjutan. Pemerintah Kota Surabaya dalam pengelolaan situs web telah memenuhi tiga prinsip Good Governance untuk mewujudkan aspek komunikasi pemerintah pada masyarakat. Namun, ditemukan adanya dominasi oleh figure Walikota Tri Rismaharini dalam sistem reputasi pemerintah Kota Surabaya.

 


Good Governance is the one of government implementation in presenting government system for public. Surabaya as a city that received quite a lot of awards in terms of Open Government by implementing the Surabaya Single Window (SSW) system, developing E-Government practices in the form of official government website which managed by Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya. The management of surabaya.go.id is one form of Surabaya Government communication strategy in realizing Good Governance principles formulated by the United Nations Development Programs (UNDP), namely Transparency, Participation and Accountability. The purpose of this research is to find out how Surabaya City Government implements Good Governance principles to manage surabaya.go.id. This research uses a summative content analysis method with a qualitative approach. The concepts that used are Good Governance, Political Communication by Mc Nair (2005), Government website as mass media and Government Reputation with a research foundation by the Local Government Association and Ipsos MORI which focuses on communication by the government to the citizen by referring to the role of Sustainable Development Goals (SDGs) to ensure sustainable management. Surabaya City Government in managing website has fulfilled the three principles of Good Governance to realize aspects of government communication to the citizen. However, there was a dominance by the figure of Mayor Tri Rismaharini in the reputation system of the Surabaya City Government.

 

"
2019
T53096
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Waluyo
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989
307.3 HAR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Achdian
"Disertasi ini membahas perkembangan politik pergerakan nasional Indonesia dan kaitannya dengan perkembangan politik kewargaan di kota kolonial Surabaya sepanjang periode 1906 sampai berakhirnya kekuasaan kolonialisme Belanda pada Maret 1942. Kiprah politik kaum pergerakan antikolonial di Indonesia tidak dapat disangkal telah menjadi tema besar dalam kajian sejarah Indonesia modern. Namun, bagaimana pandangan politik dan kiprah mereka terkait lingkungan kota tempat mereka tinggal sampai sekarang tetap menjadi pembahasan yang relatif terabaikan dalam kajian sejarah Indonesia. Disertasi ini dengan demikian memberi sumbangan dengan menunjukkan peran aktif kaum pergerakan dalam dinamika politik kota dan visi mereka tentang hak-hak kewargaan orang Indonesia di dalamnya.

This disertation is an effort to describe the engagement of Indonesian nationalist with the idea and practices of modern citizenships in the colonial city of Surabaya during the periods of 1906 until the end of Dutch colonialism. Although the study on Indonesian nationalist movement has already been an extensive study in the literature of anticolonial movement in the early twentieth century, however the nature of political engagement of nationalist activists with modern ideas and citizenships in the urban politics is still a relatively underdeveloped. By showing the nature of engagement and participation of nationalist politics in the colonial city of Surabaya, this dissertation is therefore has become an effort to fulfill this gap in the existing literatur."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
D2411
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Farida Wismayanti
"Perdagangan anak perempuan untuk tujuan pelacuran, merupakan praktek yang tidak berpihak pada anak-anak. Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan teknik wawancara mendalam bersama anak-anak perempuan korban perdagangan anak perempuan, germo, teman, serta kerabat yang diharapkan mampu mengungkap jaringan dalam perdagangan anak perempuan. Berbagai Stigma sosial, resiko penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS), bahkan HIV/AIDS sangat rentan atas anak-anak yang dilacurkan. Beberapa peraturan perlindungan anak digulirkan, namun belum mampu menekan kuatnya politik dominasi dalam perdagangan anak perempuan yang dilacurkan serta melanggengkan praktek pelacuran anak. Temuan lapangan menunjukkan bahwa aktor atau pelaku perdagangan anak, ternyata seringkali juga dilakukan oleh orang dekat bahkan oleh kerabatnya sendiri termasuk oleh perempuan itu sendiri. Praktek perdagangan yang dilakukan oleh sesama perempuan, seringkali tersembunyi dengan berbagai dalih tanpa terlihat ada paksaan, yang justru menjadikan mereka korban."
Kementerian Sosial RI, 2011
SOSKES 17:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>