Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80229 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pemi Hermilani
"Perpanjangan Hak Guna Bangunan yang telah berakhir jangka waktunya menyebabkan hak atas tanah menjadi hapus. Menurut Pasal 18 ayat (1) huruf d UUHT HakTanggungan tersebut dapat hapus dikarenakan hapus nya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.Oleh karena itu harus dilakukan pembaharuan hak dan kemudian pembebanan Hak Tanggungan baru. Adapun pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana kedudukan Hak Tanggungan terhadap pembaharuan Hak Guna Bangunan yang masih dibebani Hak Tanggungan serta bagaimana kekuatan hukum Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan terhadap pembaharuan Hak Guna Bangunan yang masih dibebani Hak Tanggungan. Penelitian ini dilakukan secara normatif.
Berdasarkan hasil analisis bahwa kedudukan Hak Tanggungan menjadi hapus dan pemegang Hak Tanggungan tidak lagi menjadi kreditur preferen melainkan kreditur konkuren. Sedangkan kekuatan hukum Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam hal pembaharuan hak atas tanah tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak dapat dipakai sebagai dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tangungan atas obyek hak atas tanah yang baru, kecuali diterbitkannya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan baru.

The lengthened of Building Function Right that have been end about its term of time make the right of the land became lost. According Article 18 point (1) letter d UUHT of such Burden Right can lost because loss of the right on the land that burdened by The Burden Right. Because of that it must be done the reformation on the right and after that be burdened new Burden Right. There is main problem in this thesis is how about the position of Burden Right to the renewal right of Building which is still burdened by the Burden Right and also how about the enforcement of law to the letter of authority in burdening of the Burden Right to the renewal right of Building which still be Burdened by burden right. This research be done formatively.
Base on the result of analyzes whereas the position of Burden Right became lost and the holder of Burden Right do not became creditor of preference but creditor of congruent. Meanwhile the Enforcement of Law of the letter of authority in burdening of the Burden Right in the matter of reformation of the right on land do not have law enforcement again and can not be used as the parameter in making the act in giving Burden Right on the object of right on new land, except its issued the Letter of Authority in burdening of the new Burden Right.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21700
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla Caesa
"ABSTRAK
Secara hukum, tanah belum sertipikat atau tanah berdasarkan Surat Keterangan Tanah SKT bukan merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah, tanah bekas hak milik adat tidak dapat jaminkan karena belum mempunyai alas hak. Dipraktiknya dalam perbankan ada contoh kasus yang mengikat kredit dengan agunan tanah bekas hak milik adat, dan permasalah dalam tesis ini:Bagaimanakah hak jaminan terhadap objek jaminan yang belum bersertipikat dan Bagaimanakah tanggung jawab PPAT terhadap akta-aktanya yang dibuat menurut Per Undang-undangan yang berlaku dan Bagaimanakah penyelesaian eksekusi terhadap objek jaminan hutang, kesimpulan sebagai berikut 1 hak jaminan yang terhadap objek jaminan yang belum bersertipikat.perjanjian Kredit yang dijaminkan kepada bank tersebut Proses pendaftaran tanahnya baru akan dilaksanakan. apabila terjadi kredit macet sebelum Proses pendaftaran tanahnya selesai maka akan merugikan pihak bank karena jaminan yang diterima bank belum mengikat dan tidak dapat dilakukan proses eksekusi oleh pihak Bank. 2 tanggung jawab PPAT terhadap akta-akta yang dibuat menurut perundang-undanngan yang berlaku harus segera mendaftarkan tanah yang menjadi jaminan tersebut ke kantor Badan Pertanahan Nasional. Hal ini guna menjamin pihak bank sebagai pengucur dana apabila terjadi kredit macet maka tanah tersenbut dapat di eksekusi. 3 penyelesaian eksekusi terhadap objek jaminan hutang apabila objek jaminan tersebut belum memiliki alas hak karena sertipikat sedang di proses peningkatan nya maka proses dari eksekusi sita jaminan tersebut akan terhambat menunggu sampai dengan sertipikat hak milik terbit barulah dapat dilakukan eksekusi sedangkan bunga dan denda bunga tidak dapat di hapuskan. Metode penelitian yang akan saya gunakan disini adalah metode penelitian yuridis normatif.

ABSTRACT
By law a non certified land or land based on certificate not a proof ownership of land rights the former land of customary property rights can not be on watch because it does not have a right pad. Practiced in banking there are examples of cases that bind credit with collateral former land of customary property rights. Therefore the formulation 1 of the problem how the security of the object of guarantee that has not certified. 2 how are the responsibilities of the act made in accordance with the prevailing laws and regulation 3 How to complete the execution of the debt securities object. In this paper to raise the problem accordanc with the research of the case example with the following conclusions as follows. 1 the guarantee rights to the guaranteed object which have not certified the credit agreement guaranteed to the bank the process of registration of his new land will be carried out and in case of bad credit before the land registration process is completed it will harm the bank because the collateral received by the bank has not been binding and can not be executed by the bank. 2 PPAT responsibility to the deed of act made pursuant to a statutory decree shall be immediately redisterthe land which is guarantee to the national land agency of this right to guarantee the bank as a lender if there is a bad credit the the land be executed. 3 completion of execution of the object of debt guarantee if the object of the guarantee does not have the right of the certificate of in the process of its enhancement then the proress of execution will be hampered wait until certificate of property issued then can be executed while the interest and interest penalty can not be abolished. The research method I will use is a method of juridical normative research."
2018
T49126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Primastika Sandi
"Jaminan Fidusia lebih dikenal sebagai lembaga jaminan untuk benda bergerak meskipun sebenarnya Jaminan Fidusia dapat pula dibebankan terhadap benda tidak bergerak. Salah satu benda tidak bergerak yang dapat dibebani dengan jaminan fidusia adalah bangunan. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tidak mengatur dengan jelas mengenai bangunan yang dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia sehingga menimbulkan ketidakpastian mengenai Jaminan Fidusia atas bangunan, terutama yang berdiri diatas tanah Right of Ownership. Permasalahan yang akan diteliti adalah bangunan milik pemilik tanah diatas tanah Right of Ownership sebagai obyek Jaminan Fidusia, kedudukan kreditur pemegang Jaminan Fidusia atas bangunan tersebut dan kedudukan kreditur pemegang Mortgage atas tanah Right of Ownership berikut bangunan diatasnya dimana bangunan tersebut kemudian juga dibebani Jaminan Fidusia.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis dengan data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan data hasil penelitian dianalisis secara kualitatif. Bangunan milik pemilik tanah diatas tanah Right of Ownership bukan merupakan obyek Jaminan Fidusia melainkan obyek Mortgage. Kedudukan kreditur pemegang Jaminan Fidusia atas bangunan tersebut adalah kreditur konkuren karena jaminan fidusianya tidak lahir disebabkan batal demi hukumnya akta jaminan fidusianya karena obyek yang dibebani bukan merupakan obyek jaminan fidusia, sedangkan kedudukan kreditur pemegang Mortgage atas tanah Right of Ownership berikut bangunan diatasnya dimana bangunan tersebut kemudian juga dibebani Jaminan Fidusia adalah sebagai kreditur preferen karena Mortgagenya telah lahir dan dalam jaminan kebendaan kreditur yang terlebih dahulu memiliki kedudukan lebih tinggi.

Fiduciary Guanrantee better known as a collateral for moving objects even though Fiduciary Guanrantee may also be a collateral for the immovable. One of immovable objects which can be secured by Fiduciary Guanrantee is a building. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 does not regulate clearly about a building that can be an object of Fiduciary Guarantee. It makes legal uncertainty about a collateral for building especially that building which on a Right of Ownership land. Issues that will be researched are landlord’s building on Right of Ownership land as Fiduciary Guanrantee object, the position of Fiduciary Guanrantee creditor of that building, and the position of Mortgage creditor of Right of Ownership land and the following building on which that bulding afterward secured by Fiduciary Guanrantee.
This research is normative legal research with descriptive analytical. The data that used in this research is secondary data which collected through library research and data from this research were analyzed qualitatively. Landlord’s building on Right of Ownership land is not an object of Fiduciary Guanrantee but an object of Mortgage. The position of Fiduciary Guanrantee creditor is a concurrent creditor because the Fiduciary Guanrantee is not existence caused the deed of Fiduciary Guanrantee is null and void because the object is not an object of Fiduciary Guanrantee. The position of Mortgage creditor of Right of Ownership land and the following building on which that bulding afterward secured by Fiduciary Guanrantee is a preference creditor because that Mortgage is exist and in collateral material first creditor has a higher position.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43980
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvianty Dwi Puspita
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai implementasi hukum perjanjian pada perjanjian
kredit antara BPR Utama Kita Mandiri dengan Debitur X beserta wanprestasi
yang dilakukan oleh Debitur X. Upaya penanganan kredit bermasalah turut
dibahas apakah sudah sesuai prosedur dan dilakukan dengan cara-cara yang baik
dan benar. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perjanjian kredit yang dilakukan antara
BPR Utama Kita Mandiri dengan Debitur X sudah sah dan Debitur X terbukti
telah melakukan wanprestasi. Pihak BPR telah melakukan upaya-upaya
penanganan kredit bermasalah sesuai prosedur baik menurut Peraturan Bank
Indonesia dan Pedoman Kebijakan Perkreditan BPR Utama Kita Mandiri.

ABSTRACT
This thesis discusses about the implementation of contract law on credit
agreement between BPR Utama Kita Mandiri and Debtor X with the breach of
contract performed by Debtor X. This thesis also discusses about the efforts on
handling the non-performing loans were based on good and right procedures and
ways. The method used in this research was qualitative with descriptive
interpretive. The results of this research revealed that credit agreement between
BPR Utama Kita Mandiri and Debtor X was valid and debtor has been proven in
doing breach of contract. The bank has made efforts to handle non-performing
loans in accordance with procedures of Regulations of Bank Indonesia and Credit
Policy Guidelines of BPR Utama Kita Mandiri."
2014
S56080
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa
"Tesis ini membahas mengenai keabsahan jaminan fidusia yang diberikan oleh PT Mandra Alila selaku pemberi fidusia kepada PT Bank CIMB Niaga Tbk selaku penerima fidusia dengan menggunakan bangunan yang didirikan diatas tanah dengan hak sewa sebagai objek jaminan fidusia, serta membahas mengenai eksekusi yang dapat dilakukan terhadap bangunan yang kepemilikannya berbeda dengan tanahnya.
Penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analitis yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan data-data yang sebenarnya kemudian disusun, diolah dan dianalisis untuk dapat memberikan gambaran mengenai masalah yang ada.
Hasil penelitian menyarankan antara Pemilik tanah dengan PT Mandra Alila selaku penyewa seharusnya membuat surat pernyataan dan kesepakatan bersama yang isinya menyatakan bahwa bangunan yang didirikan diatas tanah milik pemilik tanah adalah milik PT Mandra Alila, mengingat hal ini dimukinkan karena system hukum dinegara kita mengunagakan asas pemisahan horizontal.

This Thesis is written to discuss about the validity of ?collateral fiduciary ? that have been given by PT Mandra Alila as "Fiduciary's lender" to PT Bank CIMB Niaga Tbk as the receiver of the "Fiduciary", with a building that had been built above the ground with the rights of lending/hak sewa on it as the object of collateral fiduciary. This thesis also discussed about the execution that might be carried out to the buildings with the rights of the land and the rights of the buildings is owned by different owners.
The research methodology for this thesis is analytical- descriptive, which mean that the methods are collecting the actual data(s) and compiling them, processing the data(s) and being analyzed before get the actual picture to show the actual problem(s).
The result of the research is to give a suggestion between the owner of the land and PT Mandra Alila as the "lender" that they should have such a "statement letter and agreement letter between the parties" that the content itself must be stipulates that the construction builds above the land owned by the land?s owner should be "owns" by PT Mandra Alila, take into account that this conditions is possible to do in Indonesia referring to the Indonesian law systems that using the principles of horizontal separation."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45298
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Lela Fitriani
"ABSTRAK
Penguasaan atas tanah secara nyata dapat dilihat dari hubungan seseorang atau suatu
badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya dengan suatu bidang tanah tertentu
sebagai objeknya. Keterbatasan lahan membuat manusia mencari cara agar kebutuhan
akan lahan dapat dipenuhi. Salah satu cara yang dilakukan adalah mengadakan
perjanjian pinjam pakai tanah. Perjanjian pinjam pakai tanah memiliki jangka waktu
terbatas yang berakibat ketika jangka waktu berakhir maka tanah harus dikembalikan
kepada pemilik tanah. Lalu menjadi permasalahan adalah bagaimana dengan
perlindungan hukum terhadap pemilik bangunan yang telah mendirikan bangunan
diatas tanah tersebut. Terlebih lagi, jika tanah tempat bangunan berdiri adalah tanah
hak guna bangunan milik negara yang diberikan kepada suatu badan hukum tertentu.
Pada akhirnya perlindungan hukum kepada pemilik bangunan diberikan ketika
pemilikan bangunan tersebut dilandasi dengan kepemilikan yuridis yang sah.

ABSTRACT
Land acquisition can be seen from the relationship of person or a legal entity as the
holder of certain rights to a particular parcel of land as its object. Limited land makes
human look for ways so the land needs can be fulfilled. One of the ways is to make
the land lease agreement. Land lease agreement has a limited period of time and when
the time ends, the land must be returned to the landowner. Then the problem is how
legal protection can be given to the owner of the building that has been building on
that land. The problems can be complex when the land stands to the right of building
on the land state which is given to a particular legal entity. At the end, legal
protection can be given to the building owner when ownership of the building was
based on the legitimate juridical possession."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38959
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvin Maulani Ma`ruf
"

Tesis ini membahas perihal kedudukan pemegang sertipikat hak guna bangunan yang telah habis jangka waktu haknya dan mengenai keabsahan pengusaan tanah oleh pihak lain. Persoalan berupa bagaimana kedudukan, tanggung jawab serta hak dan kewajiban dari pemegang hak atas tanah berupa hak guna bangunan yang dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara yang belum dibalik nama dan telah habis jangka waktu haknya. Sehingga ada pihak lain yang mendaftarkan tanah tersebut ke BPN Bekasi. Namun tanah tersebut tidak bisa didaftarkan karena tanah tersebut telah terdaftar sertipikah hak guna bangunan atas nama PT Jembatan Kencana Raya yang serkarang sertipikatnya dipegang oleh PT Pertani (Persero) yang diperoleh sebagai penyertaan modal dari pemerintah. Dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor  102/PK/TUN/2018 menolak gugatan dari penggugat yitu Tuan Liyas yang memiliki Surat garap dan keterang dari desa. Tesis ini bersifat yuridis normatif. Tipe penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian deskriptif analitis, dengan hasil akhirnya akan diperoleh hasil penelitian dengan bentuk deskriptif analitis. Dalam analisa kasus ini terdapat kelalaian dari pemegang sertipikat hak guna bangunan dalam hal pertanggung jawaban, penguasaan dan pemanfaatan lahan. serta saran agar setiap asset Badan Usaha Milik Negara harus mendata seluruh asset tanah yang dimiliki dan melaksanakan kewajibannya mendaftarkan dan membalik nama asset-asset tanahnya.

 


This thesis discusses the position of the holder of the title of the building right that has expired and the validity of the acquisition of land by another party. The issue is in the form of the position, responsibilities and rights and liabilities of the holders of land rights in the form of building rights owned by a State-Owned Enterprise that have not been reversed by name and have expired. So there are other parties who register the land with the BPN Bekasi. However, the land cannot be registered because the land has been registered with a building right under the name of PT Jembatan Kencana Raya, which is now held by PT Pertani (Persero) which is obtained as capital participation from the government. In the Judicial Review Number 102 / PK / TUN / 2018 rejected the lawsuit from the plaintiff namely Mr. Liyas who has a letter of cultivation and rejection from the village. This thesis is normative juridical. This type of research used in this thesis is a descriptive analytical study, with the final result will be obtained by research results with a descriptive analytical form. In the analysis of this case there was negligence from the holder of the certificate of building use rights in terms of accountability, tenure and land use. as well as suggestions that each State-Owned Enterprise asset should list all land assets owned and carry out its liability to register and reverse the names of its land assets.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zubaidah
"Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU) adalah bukti kepemilikan hak pemakaian tempat usaha (kios) di pasar yang dimiliki oleh Pedagang pasar. SHPTU memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Oleh karenanya diharapkan SHPTU dapat dijadikan jaminan kredit sebagaimana yang dinyatakan dalam Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 tahun 2009 tentang Pengelolaan Area Pasar. Namun faktanya, meskipun Bank dapat menerima SHPTU sebagai jaminan, Bank hanya menerima SHPTU sebagai jaminan tambahan. Keberatan bank untuk menerima SHPTU sebagai jaminan kebendaan memiliki alasan yang kuat, sebab SHPTU bukanlah hak kebendaan melainkan hak perorangan. Mengingat SHPTU tidak diatur dalam B uku II KUH Perdata, SHPTU bukan merupakan bukti kepemilikikan kios serta SHPTU lahir dari perjanjian antara pedagang pasar, developer dan PD Pasar Jaya. Lebih lanjut SHPTU juga memiliki kesamaan unsur dengan sewa-menyewa sebagaimana pada pasal 1548 KUH Perdata. Karena SHPTU bukan hak kebendaan, maka SHPTU tidak dapat dijadikan jaminan dengan menggunakan pranata jaminan kebendaan. Tesis ini menggunakan metode penelitian normatif yuridis dengan menambahkan unsur empiris, dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa SHPTU bukan hak kebendaan, namun mengingat SHPTU memiliki nilai ekonomis dan dapat dialihkan, maka diharapkan pemerintah dapat segera menjawab kebutuhan masyarakat (Para Pedagang Pasar) terhadap adanya suatu pranata jaminan yang dapat mengakomodir SHPTU kios sebagai jaminan kredit.

The Certificate of Right to Use a Business Place (SHPTU) is an evidence of the proprietary of right to use a business place (stall) in the market that owned by market traders. SHPTU has a high economic value. Therefore, SHPTU is expected to be a credit guarantee as contained in the Local Regulations of Jakarta Capital City Number 3, 2009 about the Management of Market Area. Nevertheless, the Bank could accept SHPTU as the guarantee, but the fact is the Bank only accepts SHPTU as an additional guarantee. The bank's objection to accept SHPTU as a material gurantee has a strong reason, that is SHPTU is not a material right, it is an individual right. Considering, SHPTU is not contained in the Second Book of Civil Code, SHPTU is not an evidence of the proprietary of the stall, also SHPTU is created from the agreement between the market traders, developers and PD Pasar Jaya. Furthermore, SHPTU also has a similarity with leasing as contained in the article 1548 of Civil Code. SHPTU is not a material right, thus, SHPTU cannot be a guarantee by using a material guarantee instituation. This thesis uses a juridical normative research method by adding an empirical element and qualitative data analysis. Based on the analysis result, SHPTU is not a material right, yet, SHPTU has an economic value and could be diverted. Therefore, the goverment should fulfill people's need (the market traders) toward the existence of guarantee instituation that could accomodate SHPTU of the stall as a credit guarantee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianti Sundari
"Penggunaan tanah sebagai agunan kredit di Indonesia dikenal dengan Hak Tanggungan sebagaimana diatur dengan Undang-Undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda lain Yang Berkaitan Dengan Tanah. Dalam hal kredit mengalami kemacetan yang diikuti dengan masa berlakunya hak atas tanah telah berakhir, sehingga hak atas menjadi hapus dan hak tanah kembali ke Negara. Bagaimanakah upaya kreditor untuk menyelamatkan kredit macet dimana hak atas tanahnya telah berakhir dan apakah akta pelepasan dan Penyerahan hak dapat dijadikan dasar bagi Pihak Ketiga dalam mengajukan permohonan hak atas tanah yang baru. Bentuk Penelitian ini adalah Penelitian Yuridis Normatif, dengan alat pengumpulan data menggunakan studi Kepustakaan serta wawancara dengan pihak yang terkait yaitu Bank dan Notaris di Jakarta. Dari hasil penelitian bahwa upaya kreditor untuk menyelamatkan kredit macet, bilamana debitor tidak lagi kooperatif, maka Kreditor dapat mengajukan permohonan Penetapan Pengadilan, sehingga Pengadilan dapat memerintahkan Badan pertanahan nasional (BPN) agar dapat memperbarui hak atas tanah yang telah berakhir. Dan apabila Debitornya kooperatif, maka untuk memperoleh status tanah yang telah berakhir adalah melalui permohonan hak baru oleh pemiliknya atau kuasanya. Permohonan Hak Baru oleh pihak ketiga atau kuasanya dapat dilakukan dengan surat pernyataan pelepasan hak tersebut, yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah dengan sukarela, yang diatur dalam Pasal 27, Pasal 34 dan Pasal 40 UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan tata cara pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dilakukan diatas surat atau akta yang dibuat dihadapan Notaris yang menyatakan bahwa pemegang hak yang bersangkutan telah melepaskan hak atas tanahnya. Dengan adanya Akta Pelepasan dan Penyerahan Hak, maka Pihak yang menerima Hak tersebut dapat mengajukan permohonan hak atas tanah yang baru ke Kantor Pertanahan setempat sesuai ketentuan undang-undang dan sesuai dengan keperluannya.

The use of land as collateral for credit in Indonesia known as right dependents as provided by Law of 'right dependents’' No. 4 1996 On right dependents' of Land along with other objects Relating to Land. In the event that the stalled credit validity period followed by a land rights have expired, so that the right to be removed and the land rights back to the State. How creditors save the bad Credits where land rights have expired and whether the submission of the deed of release and can be used as the basis for the Third Party to apply for new land rights. This research is a form of normative juridical studies, the data collection tool using literature studies and interviews with relevant parties, namely Bank and Notary in Jakarta. From the research that the creditors attempts to rescue bad credit, if the creditor is no longer cooperative, then the creditor can apply for a court determination, so that the Court may order the National Land Agency (BPN) in order to update the land rights have expired.And when creditors cooperative, then to obtain the status of the land that has ended is through the application of new rights by their owners or their proxies. New Rights petition by third parties or their proxies can be done with the waiver statement, carried by the holders of land rights voluntarily, provided for in Article 27, Article 34 and Article 40 of Law No. 5 of 1960 on Basic Regulation Principles Agrarian and implementation procedures stipulated in Presidential Regulation. 36 Year 2005 on Land Procurement for Development Implementation for Public Interest.Waiver of rights over land was on a letter or certificate made before a Notary Public stating that the holder of the rights in question have relinquished their land rights. With the release and delivery of Rights Act, the party who receives the right to apply for new land rights to the Land Office in accordance with the law and according to its own needs."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonia Regita Irawan
"Perkawinan akan menimbulkan suatu akibat hukum terhadap hadirnya harta bersama. Harta bersama dalam hal ini tidak hanya mencakup aktiva, namun juga mencakup pasiva atau utang bersama. Tidak jarang apabila terdapat suatu objek berupa harta bersama yang dijadikan sebagai jaminan untuk suatu utang bersama berupa perjanjian kredit yang dilakukan dengan pihak bank. Apabila objek yang hendak dijadikan jaminan berupa tanah beserta dengan bangunan di atasnya, maka pembebanan jaminan dapat dilakukan dengan lembaga jaminan hak tanggungan. Suatu permasalahan akan timbul ketika perkawinan harus berakhir karena adanya perceraian. Sama halnya dengan perkawinan, perceraian pun akan menimbulkan suatu akibat hukum terhadap harta dan utang bersama. Setelah perceraian, harta dan utang bersama seharusnya dibagi dengan besaran yang sama untuk suami dan istri. Akan tetapi, dalam praktiknya bisa saja terdapat salah satu pihak yang hanya menginginkan harta bersama tanpa mengingat bahwa harta sebagaimana dimaksud masih menjadi objek jaminan atas utang bersama berupa perjanjian kredit yang pernah dilakukannya. Keadaan demikian pun sejatinya tercermin dalam Putusan Nomor 130/Pdt.G/2019/PN Kpg. Dalam menganalisis keadaan demikian, Penulis menggunakan metode penelitian doktrinal sehingga menghasilkan penulisan yang bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa pembagian harta bersama yang objeknya masih menjadi jaminan untuk utang bersama tidak selalu dibagi dengan bagian yang sama besarnya untuk suami dan istri ketika mereka bercerai. Keadaan demikian jelas berbeda dengan ketentuan pembagian harta bersama dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Marriage will have legal consequences on the presence of joint marital property. Joint marital property in this case does not only include assets but also includes liabilities or joint debts. It is not uncommon for there to be an object in the form of joint marital property that is used as guarantee for a joint debts in the form of a credit agreement with the bank. If the object to be used as a guarantee is in the form of land along with the building on it, then the guarantee can be done with the institution of mortgage rights. A problem will arise when a marriage must end due to divorce. Similar to marriage, divorce will also have legal consequences on joint assets and debts. After divorce, joint assets and debts should be divided equally for husband and wife. However, in practice, there can be one party who only wants the assets without considering that the property in question is still an object of guarantee for joint debt in the form of a credit agreement. This situation is reflected in Decision Number 130/Pdt.G/2019/PN Kpg. In analyzing this situation, the author uses a doctrinal research methods to produce analytical descriptive writing. The results of the research show that the division of joint marital property whose object is still guaranteed for joint debt is not always divided into equal parts for the husband and wife when they divorce. This situation is different from the provisions on the division of joint property in Law No. 1 of 1974 concerning Marriage and the Civil Code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>