Ditemukan 93611 dokumen yang sesuai dengan query
Muhammad Firmansyah
"Sehubungan dengan bencana semburan lumpur Lapindo yang menyebabkan kerugian pada warga sekitar, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 14/2007 Tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo bahwa dalam rangka penanganan masalah sosial kemasyarakatan, P.T. Lapindo Brantas diperintahkan membeli tanah dan bangunan masyarakat dengan pembayaran secara bertahap, sesuai dengan peta area terdampak tanggal 22 Maret 2007 dengan akta jual beli bukti kepemilikan tanah yang mencamtumkan luas tanah dan lokasi yang disahkan oleh Pemerintah. Permasalahannya adalah bagaimanakah cara yang dilakukan oleh badan hukum dalam hal ini Perseroan Terbatas untuk dapat menguasai tanah Hak Milik atas tanah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan Cara apa yang seharusnya dilakukan oleh P.T. Lapindo Brantas untuk dapat menguasai Hak Milik atas tanah masyarakat yang terkena luapan lumpur Sidoarjo agar tidak bertentangan dengan Pasal 26 ayat (2) UUPA No. 5/1960 serta bagaimana cara ganti rugi yang dilakukan oleh P.T. Lapindo Brantas apakah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan yang berlaku.
Penelitian yang digunakan dalam penelitian pada penulisan hukum adalah penelitian hukum Normatif Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metodologi normatif yang bersifat deskriptif. Tesis ingin menjelaskan mengenai bahwa cara perolehan hak atas tanah yang dilakukan oleh suatau badan hukum dalam hal ini Perseroan Terbatas Lapindo Brantas terhadap atas Hak Milik atas tanah tidak sesuai dengan UUPA oleh karena itu cara yang seharusnya digunakan adalah dengan Pelepasan Hak atau Pemindahan Hak yang didahului dengan perubahan hak adapun cara menentukan bentuk ganti rugi perlu memperhatikan NJOP, Nilai Bangunan dan Nilai Tanaman.
In connection with the Lapindo mudflow disaster that causes harm to surrounding residents, the Government issued Presidential Regulation. 14/2007 On Sidoarjo Mud Management Agency that within the framework of the handling of social issues, PT Lapindo Brantas was ordered to purchase land and building societies with payment in stages, according to the affected area map dated March 22, 2007 with a deed of sale proof of land ownership and land showed location approved by the Government. The problem is how the way in which the legal entity in this Limited Liability Company to be able to control the land Ownership of land in accordance with existing regulations and the way what should be done by P.T. Lapindo Brantas to be able to master the Property Rights of the public lands affected by mudflow Sidoarjo not to conflict with Article 26 paragraph (2) No 5 / 1960 UUPA and how compensation is carried out by P.T. Lapindo Brantas. Research used in research on legal writing is Normative legal research method used in research is a normative methodology is descriptive. Thesis to explain about that way of acquiring land rights committed by a legal entity in this Limited Liability Lapindo Brantas to top Ownership of land is not in accordance with the BAL therefore the way it should be used is by Waiver or Transfer of Rights, which is preceded by As for the right to determine how changes in the form of compensation need to pay attention NJOP, Value Buildings and Plants."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21675
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Boedi Harsono
Jakarta: Universitas Trisakti , 2016
346.04 BOE h
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Angelina Justiani
"Latar belakang tesis ini adalah konflik pertanahan antara PT Pertamina Persero dengan Pemerintah Kota Palembang, terkait dengan bidang tanah bekas hak eigendom kotapraja, yang di atasnya terdapat bekas hak erfpacht. PT Pertamina Persero mengklaim berhak atas bidang tanah tersebut, karena telah mengusainya selama puluhan tahun. Sedangkan Pemerintah Kota Palembang mendalilkan hak berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria nomor SK.12/Ka/1963, tanggal 14 Mei 1963. Kedua klaim hak tersebut belum terdaftar di Kantor Pertanahan setempat. Mahkamah Agung memutuskan PT Pertamina Persero sebagai pengusasa tanah yang beritikad baik, sedangkan Pemerintah Kota Palembang tidak dapat membuktikan dalilnya sebagai pemegang hak atas bidang tanah tersebut. Tesis ini menganalisis putusan Mahkamah Agung tersebut berdasarkan ketentuan konversi menurut Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan terkait Hak Pengelolaan. Metode penelitian adalah yuridis normatif, dengan alat pengumpul data berupa studi dokumen, serta menggunakan bahan hukum primer berupa putusan Mahkamah Agung dan peraturan perundangan terkait konversi hak atas tanah dan terkait Hak Pengelolaan. Kesimpulannya adalah PT Pertamina Persero seharusnya memegang tanah tersebut dengan Hak Guna Bangunan yang berada di atas Hak Pengelolaan yang dipegang Pemerintah Kota Palembang.
The background of this thesis is a land dispute between PT Pertamina and Palembang Municipal related to eigendom estate with erpacht right. Each parties claim as the proprietor or at least hold the possesion of such land. PT Pertamina argue that it has retained that land for years. Meanwile Palembang Municipal urge to take possesion over that land, since it has the right pursuant to Agrarian Minister degree No. SK.12 Ka 1963 dated May 14th 1963. The Supreme Court hold decision that PT Pertamina has a good faith in possess such land. At the same time the court declare Palembang Municipal does not have any sufficient evidence to support its claim. So, the objective of this thesis is to analyze such decison, in accordance with Agrarian Law and landlord regulation. The researh methodology is legal normatif approach, with legislation and court decision as the research material. For conlude this, I am of the opinion that PT Pertamina shall occupy the estate as the holder of building rights, whilst Palembang Municipal shall have the Right to Manage on that land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49310
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Desi Martika Vitasari
"Konflik dan sengketa agraria di Indonesia terus mengalami peningkatan. Khusus berkenaan dengan konflik dan sengketa pertanahan, penyelesaian secara non litigasi yaitu mediasi sangatlah relevan. Salah satu kasus sengketa pertanahan yang diselesaikan melalui mediasi adalah sengketa tanah antara warga Desa Ponggok dan Desa Pojok dengan TNI AU Pangkalan Udara (Lanud) Abdulrachman Saleh di Kabupaten Blitar dengan mediator Komnas HAM. Pada kasus, penulis menganalisis secara normatif upaya mediasi yang dilaksanakan oleh Komnas HAM dalam menyelesaikan sengketa pertanahan, hambatanhambatannya serta solusi-solusinya baik secara empiris maupun yuridis. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipologi preskriptif dan jenis data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan upaya mediasi yang dilaksanakan oleh Komnas HAM dalam kasus tersebut tidak berhasil menyelesaikan sengketa yang terjadi. Hal ini disebabkan kurang mengikatnya hasil kesepakatan mediasi sehingga ada salah satu pihak yang tidak menjalankannya. Berbeda dengan mediasi yang dilaksanakan berdasar hukum adat yang dimana terdapat sanksi adat yang mengikat dan ditaati karena kesadaran masyarakat. Hambatan-hambatan secara empiris pada kasus diantaranya keterbatasan sumber daya manusia yang dapat menjadi mediator dan ketidakefektifan tahap pasca mediasi yang disebabkan oleh salah satu pihak tidak menjalankan hasil mediasi. Hambatan secara yuridis diantaranya lemahnya monitoring hasil kesepakatan mediasi, keterbatasan kewenangan yang dimiliki Komnas HAM dan kurang komprehensifnya pengaturan mengenai mediasi di Komnas HAM. Di samping normatifnya pelaksanaan mediasi yang berdasar hukum tertulis, perlu dikembangkan opsi penyelesaian sengketa mediasi secara hukum adat yang menjunjung nilai-nilai komunal yang didasarkan pada prinsip musyawarah, kebersamaan, keadilan, dan hasil kesepakatannya mengikat karena terdapat sanksi adat yang mengikat bagi pelanggarnya.
Agrarian conflicts and disputes in Indonesia continue to increase. Particularly with regard to land conflicts and disputes, non-litigation settlement ie mediation is highly relevant. One of the land dispute cases settled through mediation is a land dispute between Villagers in Ponggok and Pojok Village with TNI AU Abdulrachman Saleh at Blitar District conducted conducted by National Commission of Human Rights as mediator. In the case, the authors analyze normatively the mediation efforts undertaken by Komnas HAM in resolving land disputes, their obstacles and solutions both empirically and jurisdictionally. In this research, juridis normative method is taken, with prescriptive typology and secondary data type. The findings showed that the mediation effort conducted by Komnas HAM in the case failed to resolve the dispute. This is due to less binding result of mediation agreement so that there is one party that does not implementate it. In contrast to the mediation based on customary law whose social sanction is binding because there is public awareness as a form of moral obligation. Obstacles empirically in the case is limitation of human resources that can be mediator and ineffective post-mediation stage caused by one of the parties not implementate the results of mediation. The juridical barriers include weak monitoring of the results of mediation agreements, limited authority possessed by Komnas HAM and lack of comprehensive regulation on mediation at Komnas HAM. In addition to the normative implementation of mediation based on written law, it is necessary to develop customary law mediation dispute resolution options that uphold communal values based on the principles of deliberation, togetherness, justice, and the results of the agreement binding because there are adat sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49235
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fadilla Caesa
"
ABSTRAKSecara hukum, tanah belum sertipikat atau tanah berdasarkan Surat Keterangan Tanah SKT bukan merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah, tanah bekas hak milik adat tidak dapat jaminkan karena belum mempunyai alas hak. Dipraktiknya dalam perbankan ada contoh kasus yang mengikat kredit dengan agunan tanah bekas hak milik adat, dan permasalah dalam tesis ini:Bagaimanakah hak jaminan terhadap objek jaminan yang belum bersertipikat dan Bagaimanakah tanggung jawab PPAT terhadap akta-aktanya yang dibuat menurut Per Undang-undangan yang berlaku dan Bagaimanakah penyelesaian eksekusi terhadap objek jaminan hutang, kesimpulan sebagai berikut 1 hak jaminan yang terhadap objek jaminan yang belum bersertipikat.perjanjian Kredit yang dijaminkan kepada bank tersebut Proses pendaftaran tanahnya baru akan dilaksanakan. apabila terjadi kredit macet sebelum Proses pendaftaran tanahnya selesai maka akan merugikan pihak bank karena jaminan yang diterima bank belum mengikat dan tidak dapat dilakukan proses eksekusi oleh pihak Bank. 2 tanggung jawab PPAT terhadap akta-akta yang dibuat menurut perundang-undanngan yang berlaku harus segera mendaftarkan tanah yang menjadi jaminan tersebut ke kantor Badan Pertanahan Nasional. Hal ini guna menjamin pihak bank sebagai pengucur dana apabila terjadi kredit macet maka tanah tersenbut dapat di eksekusi. 3 penyelesaian eksekusi terhadap objek jaminan hutang apabila objek jaminan tersebut belum memiliki alas hak karena sertipikat sedang di proses peningkatan nya maka proses dari eksekusi sita jaminan tersebut akan terhambat menunggu sampai dengan sertipikat hak milik terbit barulah dapat dilakukan eksekusi sedangkan bunga dan denda bunga tidak dapat di hapuskan. Metode penelitian yang akan saya gunakan disini adalah metode penelitian yuridis normatif.
ABSTRACTBy law a non certified land or land based on certificate not a proof ownership of land rights the former land of customary property rights can not be on watch because it does not have a right pad. Practiced in banking there are examples of cases that bind credit with collateral former land of customary property rights. Therefore the formulation 1 of the problem how the security of the object of guarantee that has not certified. 2 how are the responsibilities of the act made in accordance with the prevailing laws and regulation 3 How to complete the execution of the debt securities object. In this paper to raise the problem accordanc with the research of the case example with the following conclusions as follows. 1 the guarantee rights to the guaranteed object which have not certified the credit agreement guaranteed to the bank the process of registration of his new land will be carried out and in case of bad credit before the land registration process is completed it will harm the bank because the collateral received by the bank has not been binding and can not be executed by the bank. 2 PPAT responsibility to the deed of act made pursuant to a statutory decree shall be immediately redisterthe land which is guarantee to the national land agency of this right to guarantee the bank as a lender if there is a bad credit the the land be executed. 3 completion of execution of the object of debt guarantee if the object of the guarantee does not have the right of the certificate of in the process of its enhancement then the proress of execution will be hampered wait until certificate of property issued then can be executed while the interest and interest penalty can not be abolished. The research method I will use is a method of juridical normative research."
2018
T49126
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Maulida Laraati
"Pemerintah melarang badan hukum, kecuali badan hukum tertentu yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan, untuk memiliki tanah dengan status hak milik yang merupakan status hak tertinggi dalam kepemilikan tanah di Indonesia . Dalam transaksi yang terkait dengan pertanahan, tidak jarang dijumpai badan hukum yang mengupayakan agar dapat memperoleh tanah dengan status Hak Milik. Mekanisme yang biasa digunakan adalah dengan cara melakukan perjanjian nominee. Perjanjian nominee ini ada kalanya menimbulkan masalah dikemudian hari.
Pada kasus yang dibahas, pihak Yayasan (Badan Hukum) bersengketa dengan individu yaitu karyawan yang namanya digunakan sebagai nominee atas pembelian tanah dan bangunan dengan pihak ketiga. Atas kasus ini Putusan Pengadilan Negeri berbeda dengan Putusan Pengadilan Tinggi.Putusan Mahkamah Agung akhirnya memenangkan Yayasan karena terdapatnya perjanjian nominee yang berkaitan/melatarbelakangi pembelian tanah dan bangunan tersebut.
Laws prohibits government agencies, unless a specifis legal entity declared by legislation to own land with the status of property which is the highest in the ownership status of land rights in Indonesia, in transaction pertaining to land, not rare entity that seeks to aquire land with the status of property rights. The mechanism commonly used is by nominee agreements. This Agreement nominee sometimes cause problems later on.In this cases discussed, the foundation (legal entity) dispute with the individual is an employee whose name is used as a nominee for the purchase of land and buildings to third parties. The decision of the Distrisct Court different from The High Court. The Foundation won in a Supreme Court decision, because there are relating in a nominee agreement of ownership of land and building."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21671
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Manullang, Lely
"Tesis ini menganalisis bagaimana hukum agraria nasional mengatur mengenai praktek jual beli dan tukar menukar hak atas tanah dan bagaimana pertimbangan hakim dalam menilai keabsahan peralihan hak atas tanah yang dilakukan secara di bawah tangan pada perkara dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 98 K/Pdt/2016, tanggal 5 Oktober 2016. Penelitian ini masuk ranah penelitian hukum normatif atau kepustakaan dengan menggunakan sumber data berupa data sekunder.
Hasil penelitian yang diperoleh menyimpulkan bahwa jual beli dan tukar menukar merupakan dua perbuatan hukum yang berbeda namun bertujuan sama yaitu untuk memindahkan hak atas tanah. Jual beli dan tukar menukar berlandaskan pada hukum adat sehingga bersifat terang dan tunai. Peralihan hak yang terjadi dengan jual beli maupun tukar menukar hanya dapat didaftarkan pada Kantor Pertanahan apabila dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Peralihan hak atas tanah yang dilakukan secara di bawah tangan adalah sah sepanjang memenuhi syarat materii, namun tidak dapat didaftarkan pada Kantor Pertanahan karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
This thesis analyzes how national agrarian law regulates the practice of sale and purchase and exchange of land rights and how were the judge considerations in assessing the legitimacy of privately-made transfer of land rights in Jurisprudence No. 98 K/Pdt/2016, dated October 5, 2016 of the Supreme Court of the Republic of Indonesia. This study includes in the domain of normative legal study or bibliography study by using secondary data sources. Results of the study concluded that sale and purchase and exchange are two different legal actions but having similar objective, transferring the rights on land. Sale and purchase and exchange of rights are based on customary law so it is clear and cash. Transfer of rights in the form of the sale and purchase or exchange of rights can only be registered with the Land Office if it is made before a Land Deed Title Officer. Privately-made transfer of land rights is legitimate providing that meeting the material requirements, it is however cannot be registered with the Land Office as it does not meet the provisions of Article 37 Paragraph (1) of Government Regulation No. 24 of 1997 on Registration of Land. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49238
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Asmoro Ambarwati Wardono
"Pewarisan merupakan suatu peristiwa hukum yang dapat menyebabkan peralihan hak atas tanah. Pasal 19 UUPA mewajibkan setiap pemegang hak atas tanah untuk mendaftarkan haknya, dengan tujuan untuk menjamin kepastian hak dan kepastian hukum, juga untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk Pemerintah. Pendaftaran Tanah diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang menyempurnakan aturan sebelumnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Pemegang Hak Atas Tanah yang mendaftarkan tanahnya akan diberikan suatu sertifikat, yang di dalamnya tercantum nama pemegang hak bersangkutan. Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, artinya selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus dianggap benar. Setiap peralihan hak atas tanah akan dicatat dalam sertifikat. Begitu pentingnya pendaftaran hak atas tanah, terutama untuk tanah bekas Hak Barat, harus didaftarkan dan dikonversi menjadi hak yang dikenal dalam UUPA. Salah satu hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pemegang tanah bekas Hak Barat adalah Hak Guna Bangunan. Hak Guna Bangunan diberikan untuk jangka waktu 30 tahun, jika tidak diperpanjang maka tanah kembali menjadi Tanah Negara. Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3640/K/PDT/2016, Penggugat merupakan penghuni tanah warisan, namun tidak pernah mendaftarkan haknya. Sedangkan Tergugat merupakan pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat. Dalam penulisan ini akan dibahas analisa mengenai siapa yang merupakan ahli waris yang berhak atas Tanah Sengketa dan bagaimana status hukum dan kepemilkan hak atas tanah tanah Sengketa. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan metode analisis menggunakan metode kualitatif. Dari hasil analisa terhadap Putusan dapat disimpulkan bahwa Putusan dan pertimbangan telah sesuai dengan Hukum Waris yang berlaku, UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, bahwa Penggugat bukan merupakan ahli waris yang berhak atas tanah dan tanah dilekati Hak Guna Bangunan atas nama Penggugat.
Inheritance is an affair that can caused transfer Land Rights. Article 19 UUPA emphasizes that it is compulsory to every Land Rights holder to register their right, in order to guarantee the right certainty and the legal certainty, also to provide information for the party in needs, including the Government. Land Registration regulated specifically on Government Regulation Number 24 the Year 1997, that complement the previous regulation, Government Regulation Number 10 the Year 1961. Land Rights holder who register their land will be given a certificate, which consists the name of the person holds the land right. Certificate is an absolute evidence, meaning as long as it cannot be proved otherwise, physical and legal data written on it shall be considered true. Every transition of land rights will be noted on the certificate. Land registration is so important, especially for the former Colonial Land Rights, that is has to be registered and converted to the rights that recognized by UUPA. One of the rights that can be given to the holder of former Colonial Land Rights is Building Rights. Building Rights can be given for as long as 30 years, and if it is not extended then the land status is returned to the State and consider as States`s Land. In a case which is written in Putusan Mahkamah Agung Republic Indonesia Number 3640 K PDT 2016, a dispute occurs because Plaintiff`s, whom lived on an Inheritance Land, does not asked for approval from Defendant when the Defendant is going to sell the land. Defendant feels they have the rights to sell the land since his her name is written on the land certificate. Research method used in this Thesis is juridical normative, data type used is secondary data and method of analysis used is qualitative method. The results of the analysis concluded that the verdict has been in accordance with Indonesia Inheritance Law, UUPA and Government Regulation Number 24 the Year 1997 about Land Registration, that Plaintiff is not the rightful heir of the land and the Inheritance Land status is under Building Rights on behalf of Defendant."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49329
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Noviana Titin Harjanti
"Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara PPATS adalah pejabat pemerintah yang diangkat di daerah yang belum cukup jumlah PPAT nya, untuk melakukan tugas pokok membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu seperti jual beli, tukar menukar, hibah dan lain-lain, terhadap hak atas tanah.Pembuatan Akta Jual Beli hak atas tanah di desa penelitian dilakukan tidak di hadapan PPATS, namun di hadapan Kepala Desa. Akta yang dibuat tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku baik mengenai bentuk, isi maupun syarat-syaratnya.Pembuatan akta yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan membuat akta tersebut menjadi akta di bawah tangan dan bisa menimbulkan potensi konflik serta berakibat pada pemecatan terhadap jabatan sebagai PPATS. PPATS bertanggung jawab baik secara pidana maupun perdata apabila merugikan orang lain dalam pembuatan akta. Negara memberikan jaminan perlindungan hukum kepada pemilik hak atas tanah yang sebenarnya, baik terhadap tanah yang belum bersertipikat maupun yang sudah bersertipikat kecuali pemilik dianggap telah melepaskan haknya oleh putusan Pengadilan. Jaminan kepastian hukum para pihak dalam rangka pendaftaran tanah belum cukup terwujud dengan baik karena: 1. belum tersedianya perangkat hukum tertulis yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten, baik oleh masyarakat, PPATS dan Kantor Pertanahan serta organisasi PPAT IPPAT; 2. penyelenggaraan pendaftaran tanah yang belum efektif.Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agraria seharusnya berkoordinasi dan bekerja sama untuk memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai hukum pertanahan dan pembuatan akta kepada PPATS.Pemerintah seharusnya melakukan pendaftaran tanah dengan baik di seluruh wilayah Indonesia terutama di daerah penelitian.
A Temporary Land Titles Registrar PPATS is a selected government officer to perform a deed of land's title issuer when in the region of the presence of Land Titles Registrars PPAT is inadequate. PPATS has a main task making an authentice of deed for the certain law transactions like Selling and purchase of land's title, exchange of land's title , giving land's title for other, etc.Making a Deed of Selling and Purchase of Land's title in this research area is done without authority of PPATS as a Government officials for it but with the authority of the Head Of Village. The deed are made not accordance wih the regulations either the forms, contains or the requirements about it. This research uses a normative yuridical method and the type of research is explanatory research. The method to analyze data is qualitative and the procedure to get data collectioan are interview with the informen and resources person. Making a deed of land's title which it is not accordance with the law can make the authentice's deed degrades to privately made deed private deed and can cause a potential conflict as well as the fired as the PPATS. PPATS responsible either in criminal law or in private law when cause loss to client. The State gives a law protection to the rightful land owner either the land has not been certified or not except the land owner considered had already discharge his right by court decision. Guarantee of legal certainty of the parties in order to land registration has not yet been materialized in a good condition, because 1. the written law has not yet been available completely and clearly and also held consistently by society, PPATS, Land Officer and PPAT's organization 2. the enforcement of the land registration's law has not yet been effective.Minister of Home Affairs and Minister of Agrarian should coordinate and work together to provide education and training about Land Law and making a deed of land to PPATS.The Government should do land registration in Indonesia well, especially in this reasearh area. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T49295
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Maria S.W. Soemardjono
Jakarta: Kompas, 2008
333 MAR t (1)
Buku Teks Universitas Indonesia Library