Ditemukan 194132 dokumen yang sesuai dengan query
Nababan, Adetya Evi Yunita
"Skripsi ini membahas penerapan asas unus testus nullus testis dalam praktik peradilan pidana di Indonesia serta kekuatan pembuktian keterangan saksi de auditu berdasarkan KUHAP yang melekat pada keterangan penyidik dalam pertimbangan majelis hakim sebagai salah satu akibat yang ditimbulkan dari kelemahan penerapan asas unus testis nullus testis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak semua hakim yang memeriksa perkara pidana dapat menerapkan dengan tepat ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang lebih dikenal dengan asas unus testis nullus testis.
Terdapat respon yang berbeda terkait penerapan asas tersebut. Hal ini karena belum ada peraturan yang mengakomodir kelemahan dari asas tersebut, yaitu keterbatasan alat bukti yang tersedia dalam suatu tindak pidana. Selain itu, penelitian ini juga akan memperlihatkan perbandingan atas tanggapan para hakim Indonesia dan tanggapan hakim di peradilan Negara bagian dalam menilai kekuatan pembuktian saksi de auditu (hearsay evidence). Peranan aktif hakim dalam menemukan kebenaran materiil melalui perannya menentukan kekuatan pembuktian keterangan saksi yang memiliki kekuatan pembuktian bebas juga dipaparkan dalam penelitian ini.
The focus of this study is the application of the principle unus testis nullus testis in the practice of criminal justice in Indonesia as well as the strength of evidence on witness testimony de auditu based on Indonesian Criminal Procedure are attached to the description of the investigator in the judges?verdict as one of the weakness from the application of the principle 'unus testis nullus testis'. The research method used is this study is normative literature. The results of this study indicate that not all judges are examining a criminal case by applying the appropriate provisions of Article 185 paragraph (2) Indonesian Criminal Procedure Code which is better known as the principle of unus testis nullus testis. There are different responses related to the application of this principle. This is because there is no regulation that accommodate the weaknesses of this principle, namely the limitations of the available evidence in a criminal act. In addition, this study will also show the comparison of the responses of the judges of Indonesia and the responses of judges in Texas state courts in assessing the strength of evidence the witness de auditu (Hearsay evidence). The study also describes the active role of judges in finding the material truth through its role to determine the strength of statements of witnesses evidence who have the independent verification power."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S398
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Debby Naztty Pratiwi
"Skripsi ini membahas bagaimana kekuatan hukum alat bukti petunjuk yang dihasilkan dari persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti surat dalam pembuktian di persidangan pidana Indonesia, pengaruh alat bukti petunjuk bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa serta bagaimana hakim agung menyikapi alat bukti yang minim dan pengaruhnya terhadap putusan melalui studi putusan Mahkamah Agung No. 979 K/PID.SUS/2011. Penelitian ini merupakan penelitian berbentuk yuridis normatif yang menggunakan data-data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan literatur terkait serta data primer berupa hasil wawancara dengan beberapa narasumber dari kalangan akademisi maupun praktisi yang diolah dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Alat bukti petunjuk memiliki kekuatan hukum yang bebas sehingga peran aktif hakim dalam menggali persesuaian antara alat bukti lainnya sangat besar. Persesuaian tersebut terjadi apabila korelasi antara alat bukti mengaruh pada suatu kondisi tertentu bahwa benar terdakwa yang melakukan tindak pidana. (2) Hakim Agung menjalankan kewenangannya sebagai judex juris sehingga dalam menyikapi alat bukti yang minim, hakim melihat pada penerapan hukum pembuktian di tingkat judex factie (3) Majelis Hakim yang menangani perkara dalam putusan No. 979 K/PID.SUS/2011 telah menggunakan alat bukti petunjuk sebagai salah satu dasar memutus pidana terdakwa, tetapi proses diperolehnya alat bukti petunjuk kurang tepat.
The result of this research explained that (1) Judicial Evidence has free legal strength so that the judge should actively take a role in finding correspondence between other legal evidences. That correspondence occurs when there is correlation between legal evidences which leads into a certain condition telling the truth that the defendant the only one who commit a crime. (2) The court judges execute their authotity as judex juris so that in addressing the lack of evidence they will take a look at the use of law of evidence in judex factie. (3) The court judges who handle the criminal case in Supreme Court’s decision No. 979 K/PID.SUS/2011 has used judicial evidence as one basic requirement in making verdict to the defendant, but the process in obtaining that judicial evidence is not suitable with the national regulation."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58803
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sibuea, Yan Maranata
"Salah satu alat bukti dalam hukum acara perdata berdasarkan pada pasal 164 HIR adalah persangkaan Persangkaan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah khusus mengenai persangkaan hakim Dalam praktek peradilan perdata di Indonesia alat bukti persangkaan hakim ditarik dengan menyusun peristiwa peristiwa yang telah terbukti untuk membuktikan peristiwa yang belum terbukti dengan penuh kewaspadaan Skripsi ini akan membahas mengenai peraturan yang mengatur mengenai persangkaan dan pendapat para ahli hukum untuk mendapatkan pemahaman mengenai persangkaan yang relevan sebagai alat bukti Metode penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridis normatif Skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dan dipadu dengan wawancara narasumber Kesimpulan yang penulis dapatkan antara lain yang menjadi batasan batasan penggunaan persangkaan hakim agar relevan sebagai alat bukti adalah persangkaan hakim harus didasarkan pada alat bukti lain didasarkan pada peristiwa yang telah terbukti peristiwanya tidak bertentangan dan digunakan ketika tidak ada alat bukti langsung.
One of the evidences in The Civil Procedural Law based on article 164 HIR is Presumption The presumption that will be elaborated in this thesis is specialy about Presumption of Fact In the Civil Court practices in Indonesia Presumption of Fact is concluded by constructing the events that have been proven to proof the event that has not been proven yet with caution This thesis will elaborate the regulations governing The Presumption of Fact and the opinion of legal experts about it so that we can get the concept about presumption of fact that relevant as an evidence The writing method used in this thesis is literature study that using the normative juridicial approach This thesis using literature research method and combined with sources interviews The conclusion of this thesis is to use the persumption of fact that relevant as an evidence are the presumption of fact must based on the other evidences based on the fact that have been proofen the relation of the facts and used when there is no exact evidence "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55670
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aditya Putri Ayu Hermawati
"Notaris adalah pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat akta secara otentik. Dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab notaris selaku pejabat umum sering melakukan pelanggaran kode etik. Salah satu pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh notaris adalah pembuatan akta pencabutan kesaksian dalam persidangan yang bukan merupakan kewenangannya. Oleh karena itu, Notaris tersebut dapat dikenakan sanksi berdasarkan pada Kode Etik Notaris dan Undangundang Jabatan Notaris. Selain itu, akibat perbuatannya tersebut yang merupakan perbuatan melawan hukum, notaris dapat juga dikenakan sanksi pidana dan perdata.
Notary is a public official who has the authority to make the authentic deed. In the performance of duties and responsibilities, notary as a public officials often violate the code ethics. One of the ethical violation is committed by a notary deed revocation of testimony in the trial which is not an authority. Therefore, the Notary may be penalized based on the Code of Ethics and the Law of Notary. In addition, due to the actions which are against the law, notaries can also be subject to criminal sanctions and civil."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34852
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sahala David Domein
"Keterangan ahli sebagai alat bukti dalam peradilan pidana semakin mendesak dalam proses pembuktian karena sifat pembuktian yang semakin ilmiah. Namun, di Indonesia pengaturan terkait keterangan ahli sangat minim dan tidak menyeluruh. Keadaan ini berdampak pada permasalahan terkait posisi ahli terhadap pihak dalam perkara. Beberapa kasus gugatan terhadap ahli terjadi belakangan ini di Indonesia karena ketidakpastian ini. Pada praktik peradilan pidana di berbagai negara, terdapat perbedaan kebijakan mengenai perlindungan ahli dalam bentuk hak imunitas. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas mengenai pertanggungjawaban ahli terhadap para pihak dalam peradilan pidana dan hak imunitas yang secara khusus diberikan kepadanya, kemudian dikaitkan dengan posisi serta kualifikasi ahli. Penelitian ini bersifat deskriptif dan bertujuan untuk mencari permasalahan dari suatu fenomena. Penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dari berbagai bahan hukum untuk dapat menganalisis penerapannya di Indonesia pada pertimbangan hakim dalam putusan No. 47/Pdt.G/2018/PN.CBI, selain itu ditambah data hasil wawancara dari penegak hukum dan ahli sendiri. Penelitian ini menyimpulkan bahwa diperlukan kebijakan yang tegas mengenai posisi ahli terhadap para pihak supaya ada kepastian mengenai pertanggungjawaban ahli. Maka dari itu, disarankan agar dibentuk suatu pengaturan yang tegas dan komprehensif mengenai ahli dengan mempelajari perkembangan di negara dengan berbagai sistem peradilan pidana, misalnya Amerika Serikat dan Belanda.
Expert testimony as means of evidence in criminal justice system is increasingly urgent in the also increasingly scientific nature of proof. Meanwhile, in Indonesia, regulations relating to expert and expert testimony are minimal if any and are not comprehensive. This problem affects, foremost, the position of expert toward parties in the case. Several cases of claims against expert have recently arisen in Indonesia because of this problem. In criminal justice practices across countries, there are different policies regarding expert legal protection in the form of immunity rights. Therefore, this thesis will discuss the expert liability towards parties in criminal justice system and immunity that specifically given to experts, then connected with the position and qualification of experts. This research is descriptive by nature and aims to find the problem of this phenomenon. This research was conducted with a literature study of various legal materials then to analyze the application in Indonesia, particularly in decision No. 47/Pdt.G/2018/PN.CBI. with addition to the data interviews with law enforcer and expert themselves. This research concludes that a firm policy is needed regarding the position of expert toward parties in the case so that there is certainty on expert’s liability. Therefore, this research recommends that a firm and comprehensive regulation need to be established regarding expert by considering developments in countries with various criminal justice systems, for example the United States of America and Netherlands."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Irvin Sianka Thedean
"Persekongkolan tender telah menjadi sebuah fenomena yang tidak asing dalam berbagai kasus persaingan usaha. Sulitnya pembuktian kasus persekongkolan tender disebabkan tidak adanya satupun perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tertulis. Tujuan utama dari praktek persekongkolan tender tidak lain adalah mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebagai dampak nyata, praktek persekongkolan tender telah menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap keuangan negara. Pengadilan Amerika memperkenalkan suatu metode untuk menghitung besar kerugian yang timbul sebagai dampak dari pelanggaran persaingan usaha. Metode ini dikenal dengan nama Metode Yardstick dan sering dipergunakan oleh Pengadilan Amerika dalam memutus beberapa kasus persaingan usaha. Metode ini sangat mungkin diterapkan dalam kasus persekongkolan tender serta diyakini dapat dijadikan sebagai indirect evidence dalam membuktikan adanya persekongkolan tender.
Tender conspiracy has become a familiar phenomenon in many cases of business competition. The difficulty of proving tender conspiracy availibility is just because none of the agreements set forth in written form by the parties. While in common the main purpose of tender conspiracy is gaining profits as much as possible. As the impact, tender conspiracy practices would bring a great loss of state finance. US Court introduced a method to calculate the damage in antitrust law's violation. This method is know as yardstick method and has been many times used to solve some antitrust violation's cases. Yardstick Method is very possible to be implemented in case of tender conspiracy and is believed to be as indirect evidence in proving tender conspiracy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43072
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Sianturi, Roberto Bosta
"Skripsi ini membahas dua permasalahan. Pertama, pengaturan sistem koordinasi antara Penyidik POLRI dengan Jaksa Penuntut umum dalam KUHAP. Kedua, mengenai penerapan sistem koordinasi check and balance dalam kasus korban salah tangkap. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dipadu dengan wawancara narasumber, penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sistem koordinasi perseimbangan dan berimbang antara penyidik POLRI dengan Jaksa Penuntut Umum, baik secara peraturan perundang-undangan maupun dalam prakteknya. Permasalahan mengenai adanya sistem koordinasi yang dimulai oleh penyidik pada saat dimulainya penyidikan terkait dengan pemberitahuan oleh penyidik dengan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan kepada Jaksa Peneliti. Seperti yang telah ditetapkan oleh KUHAP bahwa penyidik wajib menyampaikan kepada jaksa sejak dimulainya penyidikan agar Jaksa mengikuti perkembangan kasus sejak dimulainya penyidkan, yang mana menjadi dasar penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum.
This thesis addresses two issues. First, regarding the rules and regulation concerning coordination system between National Police Investigator and Public Prosecutor in accordance with Criminal Law Procedure. Second, regarding the implementation of such coordination system in respect of check and balance system against the victim of wrongful arrest. By using the method of literature research combined with sources interviews, this thesis aims to determine the coordination system as check and balance system between National Police Investigator and Public Prosecutor, both in rule and regulation and in practice. The issue regarding coordination system must be addressed when Investigator starting the investigation in relation with the notification to Prosecutor that the investigation is formally commencing. As stipulated in Criminal Law Procedure (KUHAP) that Investigator obliged to convey the case progress to the Prosecutor as from the investigation is commencing, considering such investigation result would be determine as the basis of prosecution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57392
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Arief Hartoko
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S22594
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Stefani Christanti Hamdani
"Penelitian ini membahas mengenai kekuatan pembuktian Akta Jual Beli yang berisikan pemalsuan data dan pemalsuan tanda tangan yang tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan PPAT dan Kode Etik PPAT. PPAT bertugas untuk membuat suatu akta autentik, salah satu contohnya adalah akta jual beli. Akta autentik merupakan akta yang memiliki kekuatan pembuktian paling sempurna. Apabila dalam pembuatan akta mengalami pelanggaran dalam pembuatan akta, hal tersebut dapat mengakibatkan tidak sahnya syarat suatu akta dan tidak memiliki kekuatan pembuktian sempurna atau akta menjadi cacat. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan pembuktian akta jual beli yang berisikan pemalsuan data dan pemalsuan tanda tangan serta akibat hukum terhadap PPAT yang membuat akta jual beli tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku/Kode Etik PPAT. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan penelitian kepustakaan yang merupakan bahan data primer, bahan data sekunder dan data tersier berupa peraturan-peraturan, literatur dan buku kepustakaan. Hasil penelitian kekuatan pembuktian dari akta jual beli yang dibuat tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku adalah akta batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada. Akibat hukum dari PPAT yang melanggar seharusnya diberhentikan secara tidak terhormati karena telah beberapa kali membuat akta Autentik tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku serta terdapat pelanggaran terhadap kaedah moral dan etika dengan adanya pelanggaran kode etik.
This study discusses the strength of the proof of the Sale and Purchase Deed which contains falsification of data and forgery of signatures that are not in accordance with the provisions of the PPAT Legislation and the PPAT Code of Ethics. PPAT is tasked with making an authentic deed, one example of which is a deed of sale and purchase. An authentic deed is a deed that has the most perfect proof of power. If in the making of the deed there is a violation in the making of the deed, this can result in the invalidity of the terms of a deed and it does not have perfect proof power or the deed becomes defective. The problems raised in this study are regarding the strength of proof of the sale and purchase deed which contains falsification of data and forgery of signatures as well as the legal consequences of PPAT which make the deed of sale and purchase not based on applicable laws and regulations/PPAT Code of Ethics. To answer these problems, a juridical-normative research method is used with library research which is primary data material, secondary data material and tertiary data in the form of regulations, literature and library books. The results of the research on the strength of evidence from the deed of sale and purchase made that are not in accordance with applicable regulations are the deed null and void and are considered to have never existed. The legal consequences of violating PPATs should be dishonorably dismissed because they have several times made authentic deeds that are not in accordance with applicable regulations and there are violations of moral and ethical rules with violations of the code of ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Marpaung, Dewi Hannie Handayani Parulian
"Skripsi ini membahas hubungan antar kelembagaan Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI dalam melakukan pengawasan Hakim di Indonesia. Skripsi ini menjabarkan mengenai kewenangan dan tugas Mahkamah Agung sebagai pengawas hakim secara internal sekaligus menjabarkan kewenangan dan tugas Komisi Yudisial mengawasi hakim secara eksternal. Selain membahas kewenangan dan tugas kedua lembaga tersebut, skripsi ini juga membahas hubungan kedua lembaga tersebut melalui tiga kasus pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.
This thesis explains about institution relationship between Indoneisan Supreme Court and Indonesia Judicial Commission in controlling the judges in Indonesia. This thesis defines the authorities and duties of Indonesian Supreme Court as an internal supervisor of judges also defines about authorities and duties Indonesian Juducual Commission as an external supervisor of judges. Besides defining authorities and duties both institutions, this thesis also defines about institutional relationship in controlling through examining three violation cases of code of conduct and judges behaviour guidences,"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57383
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library