Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86851 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Donanta Dhaneswara
"Material SBA-15 merupakan salah satu material mesopori dengan ukuran pori antara 2-50 nm. Material ini dapat diaplikasikan dalam berbagai penggunaan seperti dalam proses adsorpsi, katalis, filtrasi dan membran. Proses sintesis material SBA-15 dilakukan melalui jalur sol-gel. Bahan dasar yang digunakan ialah tetraethylorthosilicate (TEOS, Si(OC2H5)4) sebagai prekursor (sumber atom Si), surfaktan kopolimer triblok Pluronik P123 (EO20PO20EO20) sabagai cetakan/template dan air yang nanti akan bereaksi dengan TEOS. Kemudian ditambahkan juga bahan aditif yaitu etanol sebagi pelarut antara air dan TEOS dan HCI sebagai katalis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi surfaktan terhadap karakteristik pori material mesopori SBA-15, serta memprediksi luas spesifik permukaan material SBA-15 sehlngga bisa diketahui nilai optimum penambahan konsentrasi sulfaktan terhadap luas spesifik permukaan. Variasi peningkatan konsentrasi surfaktan mulai dari 0,007 M hingga 0,066 M, sedangkan konsentrasi TEOS, air, etanol dan HCI dibuat tetap. Proses sintesis material SBA-15 terjadi dalam dua tahap yaitu proses pembentukan gel dan kemudian dilanjutkan dengan proses kalsinasi (400°C). Material SBA-15 kemudian dikarakterisasi dengan particle size; picnometer; SAXD, Adsorpsi-Desorpsi N2, SEM EDS, AFM, FESEM dan TEM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi surfaktan tidak mempengaruhi struktur Kristal SBA-15, tetapi semakin tinggi konsentrasi surfaktan akan menurunkan derajat kristalisasi dari struktur heksagonal seperti terlihat dari hasil SAXD. Hasil pengujian luas spesifk permukan dengan adsorpsi-desorpsi N2 memperlihatkan peningkatan luas spesifik permukaan dari 482,20 m²/g menjadi 746,70 m²/g, dengan persentase kenaikan sebesar 54%. Peningkatan luas spesifik permukaan tersebut secara umum disebabkan oleh terbentuknya pori utama.
Dengan metode perhitungan luas spesifik permukaan teoritis, diprediksi bahwa konsentrasi surfaktan optimum adalah sebesar 0,054 M, dimana nilai eksperimental luas spesifik permukaannya memiliki kesesuaian dengan nilai teoritis. Pada konsentrasi ini diperkirakan sebagai kontribusi maksimum dari pori utama. Pada konsentrasi surfaktan sebesar 0, 060 M dan 0,066 M dengan persentase kenaikan 11,11% dan 22,20% dari konsentrasi surfaktan 0,054 M akan lerjadi peningkatan luas spesifik permukaan dari 598,50 m²/g menjadi 702,10 m²/g dan 746,70 m²/g dengan persentase kenaikan 17,30% dan 24, 76%. Peningkatan luas spesifik permukaan ini bukan Iagi disebabkan oleh terbentuknya pori utama, melainkan pori antar dinding (intrawall pores). Pori intrawall tersebut terbentuk akibat kecenderungan kemampuan self assembly dari surfaktan pada daerah di antara pori-pori utama.

SBA-15 belongs to mesoporous material having pore size ranging from 2 to 50 nm. This material can be applied in many application such as in adsoption process, catalist, filtration and membrane. SBA-15 was synthesized via sol-gel technique from tetraethylorthosilicate (TEOS, Si(OC2H5)4) as Si source/precursor surfactant triblok copolimer Pluronik P123 (EO20PO70EO20) and water which will react with TEOS. To enhance dissolution of TEOS in water; ethanol and HCl catalyst were added.
This study was focused on the effect of surfactant concentration on the pore characteristics and optimization of the specific surface area of SBA-15. Surfactant concentration was varied from 0.007 to 0.066 M while TEOS, water, ethanol and HCl concentration were held constant. The synthesis was divided into two stage i.e gel formation and calcination at 400°C. Characterization of the product was performed using particle sizer; picnometer, SAXD, N2 adsorption-desorption, SEM, EDS, AFM, FESEM and TEM.
The SAXD result shows that surfactant concentration can not effect crystal formation, but it will decrease the degree of hexagonal crystal formation. Measurement of specific surface area using N2 adsorption-desorption technique indicates an increase from 482.20 m²/g became 746.70 m²/g which in percentage was 54%. This increasing of specific surface area were mainly caused by main pore formation.
It was theoritically calculated that optimum surfactant concentration was 0,054 M where the experimental value of specific surface area was close to its theoritical one. This concentration is considered the maximum specific surface area which is contributed by the main pores. In surfactant concentration 0.060 M and 0.066 M where in percentage are 11.11% and 22.20% from surfactant concentration 0.064 M, the specific surface area from 598.50 m²/g will increase became 702.10 m²/g and 746.70 m²/g, which are 17.30% and 24, 76% respectively. This increasing of specific surface area are not caused by main pore formation, but it was contribution of intrawall pores. These intrawall pores were formed as a result of surfactant tendency for self assembly in areas between the main pores.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
D1223
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aminah Soediredja
"Sejalan dengan meningkatnya harga BBM di Indonesia sejak tiga tahun terakhir tezjadi peningkatan penggunaan bahan bakar batubara sebagai pengganti solar dan residu dengan alasan ekonomi. Di Kabupaten Bandung penggunaan bahan bakar batubara yang berisi air, uapan hasil pemanasan ini dialirkan ke tiap ruangan unmk pmses indusui. Penggunaan batubara kakan berdampak terhadap kesehatan berupa keluhan sistem pernafasan, gangguan faal paru bersifat obtruktif restriktif dan campuran. Desain penelitian adalah Studi Cross Sectional lmtuk mengetahui hubungan dampak penggunaan bahau bakar batubara dengm keluhan sistem pemafasan dan gangguan faal pada pekerja pada industri di kecamatau Majalaya Kabupamen Bandung Tahun 2007. Dilakukan pengujian antara faktor dependen (keluhan sistem pernafasan dan gangguan faal paru) dengan independen (Radar NO2, SO; CO, CO;, PMN dan debu respirabel), dan faktor confouding ( kebiasan mkok, lama kerja, APD), karakteristik pekerja (status sizi, riwayat penyakit, umur.
Hasil telitian menunjukkan bahwa kadar NO; SO; CO, dan CO2 semuanya (l00%) kurang atau sama dengan NAB sedangkan PM", semuanya (I00%) melebihi NAB, debu respirabel sebesar 97,l% melebihi NAB, nanmn di semna industli NAB gabungan melebihi angka l. Prevalensi keluhan sistem pemaihsan sebesar 7I,4%, gangguan hal pam l6,2%.Gangguan faal paru bC¥hl1b\lD@l1 bermakna dengan penggunaan APD. Sehinga dapat dibuat model yaitu logit gngguan faal paru=-1,946 + 5,266*APD. Dari model di atas dapat dijelaskan bahwa pekerja yang bekerja di ruangan boiler batubara yang tidak menggunakan APD akan mempunyai risiko terjadinya gangguan faal pam sebesar 5 kali dibanding pekerja yang bekezja di ruangan boiler batubara yang menggunakan APD. Untuk mengetahui lebil mendalam perlu di1akukan penelitian kohon minimal selama 10 tahm; yang mencakup debu respirabel, komposisi batubara, dan faktor genetika yang berpengaruh terhadap gangguan faal Pam Pekerja boiler mempnmyai gizi kurang sebesar 24,8%._ kebiasaan memkok 8l,9% dan tergolong perokok berat, perusahaan perlu menyediakan makanan tambahan dan penyuluhan tentang bahaya merokok terhadap kmehatan. Pemerintah perlu mempertimbangkan lebih lanjut tentang penggunaan batubara dan apabila penggunaannya dilanjutkan dengan syarat adanya minimasi kadar debu dan komitmen penggunaan APD yang benar.

Align with the BBM price increase in Indonesia since the last three years,there has been an increase of coal use as a diesel substitute and residue due to economic reason. In Kabupaten Bandung this coal use is aimed to heat a boiler which contain of water, and the vapor which is released by the water is flowed to each chamber for the industry PTOCBSS. This industry has been using coal from 2003 until now. This coal use will give a negative impact on our health, especially on our respiratory system and could cause pulmonary disorders which are obstructive, restrictive, or mix of both. This research is using Cross Sectional design to know the relation of coal use and respiratory complaints and pulmonary disorders at Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung in year 2007. Atesting was done on dependant factors (respiratory complain and pulmonary disorder) and independent factors (NO;, SOI, CO, CO; PMN level and repairable dust), and confounding lirctor (Smoking habit, service year , PPE), worlrfome characteristic (nutrition status, medical history, age).
The result of this research shows that NO; SO; CO, and C02 level, all (l00%) less or equal with the NAB, for PMN all 100% exceeds the NAB, repairable dust is 97,l% exceeds the NAB, but 100% of NAB combine industry exceeds 1. The prevalence of respiratory complaint is l,4%, pulmonary disordas l5,2%. Pulmonary disorders related significantly with the PPE use. We can formulate a model, The Model explain that worker who work in coal boiler room who do not use PPE will have lung function disorder risk S time greater thanworker who use PPE. To know this problem comprehensively, another cohort research will need to be married forward for next 10 years, which includes respirable dust, coal composition, and genetics factors which influence the pulmonary disorders. Boiler workers have several supporting factors, such as lack of nutrition 24,8%, smoking habit 8l,9% and categorized as heavy smokers, therefore the company will need to provide extra nutrients and health education on the danger of smoking on our health. Guidance and observation on the industry will need to bc done from cross programs and related sectors continuously!! still can be used if only there is a dust volume minimization and PPE usage commitment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumarjanto
"ABSTRAK
Saat ini minyak bumi masih merupakan sumber energi utama. Sebagai sumber energi yang tidak dapat diperbaharui maka minyak bumi yang dihasilkan semakin berkurang pada masa, yang akan datang. Proses pengurasan minyak bumi dengan cara. cc primer" dan "sekunder" memberikan hasil yang terbatas (± 35%), sedangkan minyak bumi yang tersisa pada reservoar masih cukup banyak *(± 65%). Nlinyak bumi yang tersisa, tedebak di dalam pori-pori batuan reservoar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kemampuan. suatu surfaktan untuk menarik beberapa jenis minyak bumi dari pori-pori beberapa jenis batuan reservoar ke dalam. fasa air formasi buatan dengan melihat perubahan sudut kontak yang terjadi dari sistem air fonnasi/minyak bumi/batuan reservoar. Surfaktan yang dipakai mempunyai gugus a-olefin sulfonat. Dengan memvafiasikan konsentrasi surfaktan di dalam air formasi buatan dilihat pengaruh surfaktan terhadap sudut kontak yang terbentuk pada sistem air formasi/minyak bumi/batuan reservoar. Temperatur yang dipakai disesuaikan dengan keadaan reservoar pada umumnya yaltu 50'C dan 60'C. Alat yang digunakan untuk mellhat sudut kontak adalah Goinonieter. Digunakan tiga jenis minyak butni yaltu A, B dan C serta dua jenis batuan reservoar yaltu batuan pasir dan batuan kapur. Sifat fisika darl batuan reservoar yaltu porositas, permeabilitas dan ukuran pori-porinya ditentukan dengan dengan porosimeter, permeameter dan scanning mikroskop elektron. Hasil darl penguk-uran sudut kontak sistern air formasi/minyak bumi/batuan reservoar mernberikan hasil yang baik pada konsentrasi surfak-tan 10 mg/100ml balk pada temperatur 50'C dan 60T. Sudut kontak pada subu 50'C ada'iah 25,50' dan pada suhu 60'C adalah 59,17' untuk minyak burni A dengan batuan. pasir,- minyak bumi A dengan batuan kapur pada suhu 50'C adalah 42,91' dan pada subu 60'C adalah 46,45'; minyak bumi B dengan batuan pasir pada suhu 50T adalah 54,40' dan pada suhu 60T adalah 65,500; minyak bumi B dengan *batuan kapur pada suhu 50'C adalah 40,57' dan pada suhu 60'C adalah 47,71', minyak bumi C dengan batuan. pasir pada suhu SOT adalah 70,44' dan pada suhu 60*C adalah 78,40'; minyak bumi C dengan batuan kapur pada suhu 50T adalah 43,50' dan pada suhu 60'C adalah 49,66'. Surfaktan yang mempunyai gugus cc-olefin sulfonat dapat memberikan peningkatan sudut kontak. Batuan dengan pori-pori yang lebih besar dan. n^nyak burni yang bersifat lebih polar memberikan peningkatan sudut kontak yang lebih besar."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danar Permana
"Penelitian ini memanfaatkan kemampuan zeolit alam Lampung sebagai bonding agent (bahan pengikat) melalui proses flotasi untuk mengangkat limbah amonia ke permukaan. Pada penelitian ini ditambahkan beberapa bahan-bahan kimia berupa koagulan Polyaluminium chloride (PAC) dan surfaktan Sodium Lauril Sulfat (SLS) . Penelitian ini dilakukan dengan variasi pH 6, 10 dan 11, dosis PAC (0 g/L dan 0,13 g/L), dosis SLS (0,2 g/L, 0,4 g/L, 0,6 g/L, dan 0,8 g/L). Berdasarkan hasil penelitian, persentase pemisahan amonia tertinggi adalah 95,33 % pada kondisi pH 6, dosis SLS 0,8 g/L dan dosis PAC 0,13 g/L. Pengaruh penambahan SLS terbukti dapat meningkatkan persentase pemisahan yang dihasilkan.

This research uses Zeolit Alam Lampung as a bonding agent through flotation process to lift ammonia to the surface. Surfactant Sodium Lauril Sulfat (SLS) and coagulant Polyaluminium chloride (PAC) was added to this process. Flotation process was variated in pH (6, 10 and 11), PAC (0 g/L; 0,13 g/L) and SLS (0,2 g/L; 0,4 g/L; 0,6 g/L, and 0,8 g/L). Based on this research, the highest ammonia separation presentation is 95,33%. This result was reached in pH 6 when SLS concentration 0,8 g/L and PAC concentration 0,13 g/L. The effect of addition SLS has made the ammonia separation presentation increased."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S52227
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Natural-based surfactant such as methyl esther sulfonate, which is derived from palm oil, has increasingly become the focus of study for the last decade to improve oil recovery due to the abundant raw materials availability and the need for oil as a source of energy. Surfactant MES development with the targeted fluid reservoir characteristics has been conducted in the laboratory scale as well as in the field scale. In this study, the addition of polyethylene glycol mono-oleate as co-surfactant to enhanced oil recovery in the "L" oillfield in Central Java was investigated in the laboratory scale through compatibility observation, IFT measurement, thermal stability and core flooding tests. The result showed that the presence of PMO improved the solubility of surfactant mixture in the water which formed one phase milky solution. Decreasing IFT as the crucial factor for surfactant flooding was also achieved until 10-3 dyne/cm and thermally stable for two months. Furthermore, core flooding experiments to study the performance of surfactant to recover oil production showed that the mixture of MES and PMO are able to enhance oil recovery until 55.35%S and have potential to be used as chemicals for chemical flooding in the targeted oilfield."
Jakarta: LEMIGAS Research and Development Centre for Oil and Gas Techonolgy Afilliation and Publication Divison, 2017
620 SCI 40:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Romy Lesmana
"Metalurgi serbuk men1pakan tekttologi pengerjaan logam yang banyak digunakan dalam proses pembuatan material berpori seperii filter. Kelebihan metalurgi serbuk dibandingkan teknologi pembuatan filter lain adalah kemampuannya membuat material dengan kualitas yang tinggi dan kemampuannya membuat produk dengan parositas terkendali. Dibandingkan dengan filter yang terbuat dari gelas, keramik dan metarial selulosa, filter yang dibuat dengan metalurgi serbuk memiliki beberapa keunggulan yaifu kekuatan yang tinggi, tahan panas dan korosi serta tahan tekanan yang tinggi. Dalam penelitian ini digunakan filter hasil proses metalurgi serbuk. Filter yang digunakan merupakan hasil pencampuran antara serbuk besi dan serbuk kayu dengm1 komposisi 94% Fe dan 5% serbuk kayu, yang kemudian dikompaksi pada tekanan 30 dan 50 lsi (467,92 dan 771,7 MN/m2) serta temperatur sinter 1000, 11OO dan 1200'C. Selanjutnya dilakukan pengujian kekerasan, parositas terbuka, distribusi pori (fraksi volume pori total) serta pengamatan bentuk pori untuk mengetahui karakterislik pori dari filter tersebut. Hasil pengujian memmjukkan bahwa kekerasan filter akan meningkat dengan semakin tingginya teknik kompaksi dan temperatur sinter. Peningkatan tekanan kompaksi dan temperatur sinter aktor menunmkan porositas terbuka dari filter sedangkan fraksi volume pori total cendenmg mengalami penurunan dengan peningkatan tekanan kompaksi. Peningkatan temperatur sinter cenderung menurunkan fraksi volume pori total filter hasil kompaksi 30 tsi sedangkan pada hasil kompaksi 50 isi fraksi volume pori total cendenmg mengalami peningkatan. Pori yang dihasilkan cenderung berbentuk tidak teratur (irregullar)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S47843
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ibadurrahman
"Material mesopori SBA-15 adalah material nanopori yang memiliki luas permukaan dan volume pori yang tinggi serta susunan pori yang teratur dengan pola heksagonal dalam skala 2.0?10 nm. Material tersebut disintesis dengan menggunakan prekursor tetraethylorthosilicate (TEOS), surfaktan Pluronik 123, hidrogen klorida (HCl) sebagai katalis asam dan air dengan metode sol?gel. Perubahan variabel proses dan perlakuan yang diberikan dapat mempengaruhi struktur SBA-15 dan kristalinitas yang dihasilkan, yang selanjutnya mempengaruhi performa material tersebut. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi HCl dan lama waktu hidrotermal terhadap kristalinitas SBA-15.
Pada penelitian ini, sampel mesopori SBA-15 dibuat dengan menggunakan HCl dengan konsentrasi 0.5, 1, 2 dan 4 M. Sedangkan konsentrasi TEOS, Pluronik 123 dan air dibuat tetap, yaitu 4.25 gr, 2 gr dan 15 ml. Proses sintesis dilakukan pada suhu 35-45°C selama 24 jam. Kemudian dilakukan proses pengeringan selama 24 jam pada suhu 80°C dan hidrotermal selama 2, 6 dan 12 jam pada suhu 100°C. Sampel tersebut lalu dikarakterisasi dengan menggunakan XRD untuk mengetahui ukuran kristalnya, pengujian BET untuk mengetahui luas pori dan pengujian FTIR untuk mengetahui intensitas ikatan Si?OH dan Si?O?Si yang terjadi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penambahan konsentrasi HCl dan waktu hidrotermal maka tingkat kristalinitas SBA-15 akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya ikatan Si?O?Si melalui proses pemutusan Si?OH oleh uap air. Kenaikan konsentrasi HCl dari 0.5 M sampai 2 M pada kondisi hidrotermal 100°C selama 2 jam menyebabkan ukuran kristal meningkat dari 8.92 nm menjadi 9.54 nm. Namun demikian, hal tersebut tidak diikuti pada kondisi hidrotermal selama 6 jam yang disebabkan oleh durasi waktu yang belum cukup untuk proses pemutusan Si?OH dan pembentukan ikatan Si?O?Si. Pada konsentrasi HCl 4 M di bawah kondisi hidrotermal selama 12 jam ukuran Kristal menunjukkan nilai terbesar, yaitu 10.2 nm. Akan tetapi peningkatan ukuran Kristal paling ekstrem diperlihatkan pada sampel dengan konsentrasi HCl 2 M dimana ukuran kristal meningkat dari 9.45 nm menjadi 9.96 nm ketika durasi hidrotermal diperpanjang dari 2 jam menjadi 12 jam.

Mesoporous material SBA-15 is a nanoporous material which has high surface area, high porous volume and an arranged porous structure with hexagonal pattern in 2?10 nm scale. Those materials were synthesized with tetraethylorthosilicate (TEOS), Pluronic 123 surfactant, HCl as acid catalyst and water with sol?gel method. Changes in process variable and the treatment given could affect SBA-15 structure and crystalline produced, which in turn influence material performance. The subject of this research is to study the effect of HCl concentration and hydrothermal treatment time on crystallinity of SBA-15.
On this research, mesoporous SBA-15 sample were produced with HCl 0.5, 1, 2 and 4 M concentration, while TEOS, Pluronic 123 and water concentration were 4.25 gr, 2 gr and 15 ml. The synthesis processes were performed at 35-45°C for 24 hours. The drying process was conducted for 24 hours at 80°C and hydrothermal treatment for 2, 6 and 12 hours at 100°C temperature. These samples were then characterized with XRD to measure the crystallite size, BET to measure the pore size and FTIR test to observe the intensity of Si?OH and Si?O?Si bonding.
The experiment result shows that with the addition of HCl concentration and increase in hydrothermal treatment duration increased the crystallinity level of SBA-15. This is due to formation of Si?O?Si bonding from the breakdown of Si?OH bond by water vapor. An increase in the HCl concentration from 0.5 to 2 M at 100°C for 2 hours increases the crystallite size from 8.92 nm to 9.54 nm. This condition was not followed by the hydrothermal treatment for 6 hours, which is caused by the insufficient time for Si?OH breakdown and Si?O?Si formation. The higest crystallite size was obtained by the hydrothermal treatment for 12 hours on sample derived from 4 M HCl concentration, i.e. 10.2 nm. The most obvious increase in crystallite size was observed on the samples with 2 M HCl concentration, where the crystallite size increased from 9.45 nm to 9.96 nm when the duration of hydrothermal treatment increased from 2 hours to 12 hours."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41727
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hilmy Alfaruqi
"Material mesopori silika SBA-15 adalah material yang memiliki pori berukuran nanometer dalam jumlah yang besar sehingga dapat dicirikan dengan luas permukaannya yang tinggi. Material SBA-15 yang diharapkan adalah memiliki karakteristik pori yang baik (tingginya luas pemukaan pori, diameter pori, dan volume permukaan pori) dan juga sifat mekanik serta stabilitas kimia, tekanan, dan termal yang baik. Sifat mekanik, stabilitas kimia, tekanan, dan termal yang baik dipengaruhi oleh tingkat kristalinitas pada material mesopori tersebut. Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari pengaruh perbedaan konsentrasi katalis asam HCl dan pengaruh temperatur hidrotermal terhadap tingkat kristalinitas material mesopori silika SBA-15.
Pada penelitian ini dilakukan sintesis material mesopori SBA-15 dengan proses sol?gel yang menggunakan HCl sebagai katalis asam dengan konsentrasi 0.5, 1, 2, dan 4 M yang kemudian diikuti dengan perlakuan hidrotermal pada temperature 100°C, 125°C, 150°C dalam waktu 6 jam. Untuk mengkarakterisasi sampel penelitian dilakukan pengujian BET, XRD, dan spektroskopi FTIR. Pengujian BET bertujuan untuk mengidentifikasi material mesopori silika SBA-15. Pengujian XRD bertujuan untuk menentukan tingkat kristalinitas material tersebut sedangkan pengujian FTIR digunakan untuk melihat tingkat intensitas ikatan Si?OH dan Si?O?Si yang mempengaruhi tingkat kristalinitas material mesopori tersebut.
Meningkatnya kristalinitas SBA-15 disebabkan oleh peningkatan ikatan Si?O?Si pada SBA-15. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi HCl 2 M memberikan nilai optimum terhadap pertumbuhan kristal sebesar 10.60 nm. Untuk konsentrasi 1 dan 4 M terjadi penurunan ukuran kristal menjadi 9.13 nm dan 9.68 nm. Kondisi tersebut terjadi pada setiap temperatur hidrotermal 100, 125, dan 150°C. Peningkatan temperatur hidrotermal dari 100°C menjadi 125°C terjadi peningkatan ukuran kristal dari 9.40 nm menjadi 10.60 nm. Akan tetapi pada saat peningkatan temperatur dari 125°C menjadi 150°C ternyata kristalinitas material tersebut menurun menjadi 10.02 nm. Hal ini disebabkan waktu proses (6 jam) yang belum cukup efektif untuk konversi Si?OH menjadi Si?O?Si sebagai ikatan pembentuk kristal. Semua kondisi tersebut terjadi pada setiap konsentrasi HCl yang digunakan, yaitu 0.5, 1, 2 dan 4 M.

Mesoporous silica material SBA-15 is a material which has pore in nanometer size and high surface area number. An expected SBA-15 is the one which has a good pore characteristics such as high surface area number, high pore diameter size, and high pore volume number. In addition, it should posses good mechanical properties, chemical, pressure, and thermal stabilities. The mechanical properties, chemical, pressure, and thermal stabilities of SBA-15 are affected by its crystallinity level. Therefore, the purpose of this research project was aimed at studying the effects of hydrogen chloride (HCl) concentration as acid catalyst and hydrothermal treatment temperature on crystallinity of mesoporous silica material SBA-15.
In this research project, SBA-15 has been successfully synthesized using sol?gel process. The hydrogen chloride (HCl) was varied into different concentrations, i.e. : 0.5, 1, 2, and 4 M followed by hydrothermal treatment within different temperatures, i.e. : 100, 125, and 150°C for 6 hours. The samples were characterized by BET, XRD, and FTIR spectroscopy. BET was used to measure the surface area and average pore diameter size of the synthesized SBA-15, while XRD was used to determine the level of crystallinity. In addition, FTIR spectroscopy was perform to analyze the intensity of Si?OH and Si?O?Si bond which are responsible for the level of SBA-15 crystallinity.
Based on the investigation, it is known that SBA-15 crystallinity depends on the increase of Si?O?Si bond in the material. The experiment result shows that using 2 M HCl as acid catalyst gave the optimum number for crystal growth, i.e. : 10.60 nm, while in contrast crystallite size was decreased to 9.13 nm and 9.68 nm when the HCl concentration of 1 and 4 M were used, respectively. These apply to all hydrothermal condition with temperature variation from 100?150°C. The increased of hydrothermal temperature from 100°C to 125°C increased the
crystallite size from 9.40 nm to 10.60 nm. However, further increasing hydrothermal temperature to 150°C the crystallite size decreased back to 10.02 nm. This is due to hydrothermal duration of 6 hours which was not sufficiently effective to convert Si?OH bond into Si?O?Si as the crystallite former. The same trend occurred for every condition with HCl concentration variation from 0.5 to 4 M."
2008
S41726
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Indah Hermanto
"Apoteker memiliki peran sebagai tenaga yang bekerja di bidang kefarmasian. Seorang mahasiswa apoteker harus menempuh pendidikan profesi untuk dapat bisa memiliki gelar Apoteker dan harus telah memenuhi persyaratan dan standar kompetensi untuk dapat melakukan praktek profesi. Selama masa pendidikan, dalam hal untuk mewujudkan Apoteker yang kompeten, maka dilaksanakan sebuah kegiatan yaitu Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA), kegiatan ini merupakan kegiatan yang dapat menunjang dan mendukung mahasiswa apoteker untuk dapat memahami pekerjaanya. Kegiatan PKPA ini dilakukan di Industri Farmasi yaitu PT Paragon Technology and Innovation pada periode January-Maret 2021 dan di Apotek Roxy Pondok Labu pada bulan Mei 2021. Kegiatan PKPA ini menjadi wadah bagi mahasiswa apoteker untuk dapat memahami lingkup kerja dan pekerjaan kefarmasian secara mendalam dan rinci, memberikan gambaran dan pembelajaran mengenai tempat praktek profesi yang kelak akan dilakukan oleh Apoteker setelah menyelesaikan pendidikan profesi.

Pharmacists have a role as personnel who work in the pharmaceutical sector. A pharmacist student must take professional education to be able to have a Pharmacist degree and must meet the requirements and competency standards to be able to practice profession. During the education period, in terms of realizing competent pharmacists, an activity is carried out, namely the Pharmacist Professional Work Practice (PKPA), this activity is an activity that can support and support pharmacist students to be able to understand their work. This PKPA activity is carried out in the Pharmaceutical Industry, namely PT Paragon Technology and Innovation in the period January-March 2021 and at Apotek Roxy Pondok Labu in May 2021. This PKPA activity is a forum for pharmacist students to be able to understand the scope of work and pharmaceutical work in depth and detail, provide an overview and learn about the place of professional practice that will later be carried out by pharmacists after completing professional education."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Andika Putri
"Polimer emulsi banyak digunakan sebagai coating, yang dapat memberikan efek warna. Efek warna opal diperoleh dengan membuat polimer core-shell yang berukuran 200 ? 300 nm. Pada penelitian ini dilakukan polimerisasi core stirena menggunakan teknik seeding. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh konsentrasi monomer stirena dan konsentrasi surfaktan SLS pada seeding. Variasi konsentrasi monomer dan konsentrasi surfaktan di seeding dilakukan agar dapat dihasilkan polimer core stirena yang berukuran optimal atau lebih dari 100 nm. Polimer core stirena dianalisis menggunakan beberapa variabel, diantaranya persen konversi, ukuran partikel, distribusi ukuran partikel, berat molekul, viskositas dan pH. Karakterisasi polimer core stirena yang dihasilkan, dilakukan dengan menggunakan IR dan DSC. Pada konsentrasi monomer di seeding sebesar 6 % dan konsentrasi surfaktan di seeding sebesar 15% memberikan hasil optimum yaitu polimer emulsi core stirena dengan ukuran partikel 112,6 nm, persen konversi sebesar 82,64 %, dan PDI sebesar 0,089 serta pada konsentrasi monomer di seeding sebesar 12% dan konsentrasi surfaktan di seeding sebesar 25 % memberikan hasil optimum polimer emulsi core stirena dengan ukuran partikel 103,8 nm, persen konversi sebesar 82,17%, dan PDI sebesar 0,089."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30400
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>