Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201050 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Yudi Masduky Sholihin
"Kebanyakan area proses produks minyak dan gas yang sedang beroperasi bekerja kearah pencapaian tujuan bagaimana pengoperasian plant secara aman dan ekonomis dalam atau sepanjang umur pakai desain. Sistem pemipaan adalah salah satu peralatan kritikal yang bertekanan pada area proses produksi minyak dan gas yang memerlukan minimal pinalty resiko kegagalan melalui perencanaan inspeksi dan strategy pemeliharaan pada pengelolaan sisa umur pakai guna memperbaiki kehandalan dan keberadaannnya dalam mencapai tujuan tersebut. Berbagai kondisl operasi berlebihan pada piping sistem tersebut cenderung mengakibatkan model-model deteriorasi dan kegagalan khususnya korosi erosi pada materialnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hasil pemantauan ketebalan dinding pipa terhadap kemungkinan laju korosi erosi di lapangan Yang diukur dengan alat uji ultrasonik secara periodik di lokosi dan posisi yang sama, dan pengaruhnya terhadap iaju korosi/erosi hasil percobaan di laboratorium dimana variabel tegangan geser yang paling signifikan. Dan hasil penalilian dan percoaan ini, menunjukkan kecenderungan peningkatan laju korosi terhadap fungsi waktu yang dimodelkan dengan fungsi Y= 0.0213 X? . Hal ini dilnuklikan dengan fungsi dari laju korosi (Y) yang sangat berhubungan dengan tegangan geser dinding pipa (variabel x) dimina nilai koefisien determinasi dari persamaan tersebut adalah R = .0.9964. Artinya, akan terjadi peningkatan laju korosi (Y) sebesar 99.64% berasal dari variabel x tersebut yang dipengaruni oleh faktor laju aliran fluida gas yang mengandung H2S, Co2,O2, H2O (kondensat), ion.-F++, dan HCO3, faktor desain seperti belokan, dan pada fluida minyak mentah (crude oil) dipengaruhi oleh kerapatan fluida, kandungan pasir, mikroba, dan Iain-lain. Sedangkan sisanya 0.36% adalah faktor lain separli produk korosi dan faktor degradasi Iainnya. Fungsi laju korosi erosi yang dipengaruhi oleh variabel tegangan geser tersebut membentuk persamaan laju korosi erosi C,= 0,02?l31,}"?", dan dimodelkan dengan AC; = a.r,," ,dimana nilai a adalah merupakan slope pencepatan laju korosi erosi, dan nilai b adalah sebuah faktor konstanta dari hasil percobaan yang dipengaruhi oleh faktor cacat material, cacat laminasi, terbawa arah pergerakan tanah longsor, rusak oleh pihak ke tiga. dan lain-lain. Pengaruhnya terhadap tingkat kekritisan pada ketebalan aktual minimum yang kritis sehubungan dengan sisa umur masa pakai kritis (RL,-,;) selama 4 tahun maka dampak tingkat kegagalan (COFQM) adalah 0,5.
Manfaat dari model ini adalah untuk menentukan tingkat kekritisan sistem pemipaan berdasarkan batas dampak resiko yang diijinkan dari nilai umur desain 20 tahun, yang dipengaruhi oleh pengurangan ketebalan dinding pipa yang kritis akibat kemungkinan terjadinya Iaju korosi erosi yang terus menerus pada sistem pemipaan produksi minyak dan gas. Dengan diketahuinya tingkat kekritisan dari sistem pemipaan tersebut maka perencanaan inspeksi dan strategi pemeliharaan akan sangat berperan. Sebagai prediksi semi empiris pada tingkat kekritisan dan proses penentuan tingkat keparahan karena laju korosi erosi pada sistem pemipaan. Dan untuk mengkaji laju korosi yang diakibatkan oleh faktor mekanis yang secara spesifik disebut sebagai erosi atau tergerus pada dinding ketebalan sistem pemipaan, sebagai solusi pemilihan material yang ekonomis di lapangan produksi minyak dan gas."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
D1251
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Patuan Alfon S.
"Sebagai instalasi yang sangat vital untuk mentransportasikan gas dari suatu lapangan untuk sampai kepada pengguna (End User) maka kehandalan sisstem pipa transmisi gas harus terus dijaga. Hal tersebut dilakukan dengan beberapa cara antara lain pelaksanaan inspeksi, program perawatan (maintenance) secara berkala atas sistem pipa transmisi gas tersebut. Metode inspeksi dirasakan masih memiliki beberapa kelemahan antara lain biaya tinggi, pelaksanaan inspeksi lebih ditekankan pada waktu inspeksi dan tidak mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul serta dampaknya bila terjadi kegagalan operasinya. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dalam hal keinspeksian, di industri migas telah dikenal suatu metode inspeksi yang didasari kepada pertimbangan risiko yang dikenal dengan istilah inspeksi berbasis risiko (Risk Based Inspection/RBI).
American Petroleum Institute telah mengembangkan metodologi RBI tersebut yang pada awalnya masih dikhususkan pada instalasi dan peralatan yang berada pada suatu area tertentu dan memiliki tekanan (pressurize) RBI memfokuskan pelaksanaan inspeksi pada peralatan dan instalasi yang memiliki risiko kegagalan operasi sangat tinggi dengan dampak terhadap manusia sangat berbahaya. RBI dasar dikenal dengan perkalian antara Pof x CoF, dimana PoF itu adalah faktor penyebab kegagalan dan Cof itu adalah dampak yang ditimbulkan. Perkalian Pof dengan CoF menghasilan risiko yang ada pada instalasi dan peralatan. Mengingat parameter-parameter yang digunakan untuk menghitung PoF dan CoF pada peralatan dan instalasi bersifat tetap, maka menghitung risiko yang ada mudah dilaksanakan. Sebaliknya untuk sistem pipa transmisi gas dengan material baja API 5L X52 yang digelar melintasi berbagai area dimana memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda sehingga menjadikan banyak factor ketidakpastian (uncertainity), maka RBI sulit untuk diaplikasikan. Penelitiaan ini bertujuan untuk mengembangkan dan mengaplikasikan model inspeksi berbasis risiko pada sistem pipa transmisi gas baja API 5L X52 di daratan dengan melakukan analisa permodelan terhadap faktor uncertainity sebagaimana disebutkan di atas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa korosi eksternal menjadi faktor utama penyebab terjadinya kegagalan operasi dengan catatan gas yang mengalir adalah dry gas. Seluruh faktor kondisi tanah sekitar pipa digelar dan ditanam termasuk coating dan proteksi katodik menjadi faktor uncertainity. Untuk mengetahui tingkat risiko pada sistem pipa transmisi gas, maka dilakukan permodelan kuantifikasi dengan penghitungan melalui analisa distribusi weibull, dengan demikian risiko pada setiap segmen dapat diperhitungkan. Pada sistem pipa transmisi gas yang diproteksi dengan pelindung maka coating breakdown factordan penurunan proteksi katodik menjadi parameter yang penting dalam menghitung laju korosinya. Metode pengukuran laju korosi dilakukan dengan menggunakan polarisasi dengan parameter resistivitas tanah dan pH. Hasil pengukuran resistivitasdan pH sepanjang jalur pipa dengan sampel tanah yang diambil dianalisis di laboratorium dengan prinsip mengaplikasikan arus sinyal/AC dalam sel elektrokimia dengan menggunakan sirkuit tiga elektroda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju korosi material baja API 5L X 52 meningkat dengan semakin kecilnya resistivitas tanah dan sebaliknya akan menurun dengan semakin tingginya resistivitas tanah. Laju korosi yang dihasilkan berdasarkan hasil analisis yaitu 0.7409 e –0.002(r) (pH) (CB) (CP). Besaran laju korosi untuk tiap segmen dapat diperhitungkan sehingga PoF dapat ditentukan. Permodelan kedua adalah penghitungan dampak yang diakibatkan bila pipa tersebut mengalami kegagalan operasi dan mengakibatkan kebocoran pipa maka dampak terhadap manusia menjadi hal yang harus diperhitungkan atau dikenal dengan istilah Number Of Death (NOD). Secara spesifik Jo dan Ann telah menemukan bahwa NOD dapat dihitung dan sangat tergantung pada densitas penduduk yang berada pada jarak tertentu dengan jalur pipa itu. CoF dalam hal ini diambil dari hasil perhitungan NOD dan diperhitungan untuk setiap segmen pipa. Pada tingkat fatality 90 % dengan densitas penduduk 0.00769 maka NOD adalah 1.
Permodelan inspeksi sebagai bagian dari mitigasi risiko merupakan tahapan akhir dari proses penelitian ini sebagai respon dari analisis risiko yang dibuat agar pipa transmisi gas dapat dioperasikan dengan handal dan aman.. Skema inspeksi diperoleh melalui perhitungan laju korosi dengan mengetahui tingkat kritikaliti (kekritisan) per tahun atau per segmen. Penurunan risiko secara signifikan mampu mengurangi frekuensi inspeksi dimana meningkatkan efisiensi dan menghemat biaya. Penurunan risiko adalah implementasi metode ALARP yang implementasinya dilaksanakan melalui strategi IMR sebagai keluaran dari proses permodelan inspeksi berbasis risiko pada penelitian ini.

For installations that are vital for transporting gas from a field to get to the user (End User) the reliability system gas transmission pipeline must be maintained. This is done in several ways, among others, the implementation of the inspection, maintenance program (maintenance) periodically over the gas transmission pipeline system. Perceived inspection method still has some drawbacks include high cost, the implementation of the inspection more emphasis on inspection time and do not consider the possible risks and impacts in the event of failure of the operation. In order to improve efficiency in terms of inspection, in the oil and gas industry has known an inspection method that is based on the consideration of risk is known as risk-based inspection ( Risk Based Inspection / RBI ).
The American Petroleum Institute has developed the RBI methodology which initially was devoted to the installation and equipment located in a particular area and have the pressure ( pressurize ) RBI to focus inspections on equipment and installations that have a very high risk of failure with extremely harmful effects on humans. RBI base known as the multiplication between POF x CoF, which PoF it is a factor that is a failure and Cof impact. Multiplication POF with CoF produce risk of the installation and equipment. Given the parameters used to calculate the PoF and CoF on equipment and installations are fixed, then calculate the risks that exist easily implemented. In contrast to the gas transmission pipeline system with API 5L X52 steel materials are held across a range of areas which have different properties and characteristics that make a lot of uncertainty factors ( uncertainity ), the RBI is difficult to apply. The aim of this research to develop and apply models of risk -based inspection system of gas transmission pipeline API 5L X52 steel in the mainland by analyzing uncertainity modeling of the factors mentioned above.
The results of this study indicate that external corrosion becomes a major factor causing the failure of the operation to record the flowing gas is gas cleaning. All factors of soil around the pipe was held and planted including coatings and cathodic protection uncertainity factor. To determine the level of risk in the gas transmission pipeline system, it is done by calculating the quantification modeling through analysis of weibull distribution, thus the risks on each segment can be calculated. In the gas transmission pipeline systems protected with the protective coating breakdown factordan decrease in cathodic protection becomes an important parameter in calculating the corrosion rate. The method of corrosion rate measurements done using polarization with soil resistivity and pH parameters. Results ressitivity dan pH measurements along a pipeline with soil samples taken were analyzed in the laboratory by applying the principle of signal flow / air in an electrochemical cell using a three- electrode circuit.
The results showed that the corrosion rate of the steel material API 5L X- 52 increased with the size of the soil resistivity and vice versa to decrease with increasing soil resistivity. The resulting corrosion rate based on the results of the analysis are 0.7409 e -0002 ( r ) ( pH ) ( CB ) ( CP ). The amount of corrosion rate can be calculated for each segment so that PoF can be determined. The second is the calculation modeling the impact caused when the pipe failure resulting in leakage of pipeline operations and the impact of humans into things that must be considered or known as Number Of Death ( NOD ). Specifically Jo and Ann have found that NOD can be calculated and is highly dependent on the density of the population who are at a certain distance with the pipeline. CoF in this case are taken from the calculation of NOD and reckoned for each pipe segment. At the fatality rate of 90 % with a population density of 0.00769 then NOD is 1.
Modeling inspection as part of risk mitigation is the final stages of the research process in response to the risk analysis made to the gas transmission pipeline can be operated reliably and safely. Inspection scheme is obtained by calculating the corrosion rate by knowing the level kritikaliti ( criticality ) per year or per segment. Decreased risk significantly reduced the frequency of inspections which improve efficiency and save costs. The reduction in risk is ALARP method implementation are implementation strategies implemented through IMR as the output of a risk -based inspection process modeling in this study.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
D1485
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyoweni Widanarko
"Sebagian besar bangunan prasarana sipil menggunakan tulangan beton untuk memperkuat konsruksi betonnya. Tulangan betontersebut sangat rentan terhadap pengaruh unsur kimia yang dapat menyebabkan korosi. Korosi terjadi akibat adanya unsur kimia di lingkungan asam. Unsur-unsur kimia yang mempunyai sifat korosif diantaranya sulfat, khlorida dan nitrat. Banyak lahan di wilayah Indonesia berupa rawa. Air rawa umumnya mempunyai kadar asam tinggi, dan mengandung unsur sulfat, khlorida dan nitrat yang melebihi kondisi normal air tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh unsur-unsur kimia korosif di dalam air rawa terhadap laju korosi tulangan beton. Ada dua perlakuan yang dilakukan yaitu : (1) merendam tulangan beton dari dua jenis mutu (ST 37 dan ST 60) selama 60 hari ke dalam air rawa tercemar, (2) ST 37 digerakkan naik turun secara periodik dalam rendaman air rawa tercemar. Air rawa dibuat dalam tiga variasi yaitu dengan memperbesar konsentrasi unsur korosif 1x, 5x, dan 10 x. Pengukuran laju korosi menggunakan metoda immersi.
Hasil uji immersi menunjukkan bahwa unsur khlorida memberikan pengaruh yang paling besar dalam proses korosi ST 37 maupun ST 60 dan dengan diikuti dengan unsur sulfat dan nitrat. Besarnya laju korosi ST 37 adalah 24.29 mpy sedangkan ST 60 adalah 22.76 mpy. Untuk tulangan beton ST 37 yang digerakkan naik turun, besarnya laju korosi adalah 37,59 mpy, di mana unsur khlorida paling besar pengaruhnya dalam proses korosi, dan diikuti dengan sulfat kemudian nitrat.

Most of infrastructures using steel concrete to reinforce the strength of concrete. Steel concrete is so vulnerable to chemical compounds that can cause corrosion. It can happen due to the presence of chemical compounds in acid environment in low pH level. These chemical compounds are SO4 2-, Cl-, NO3 -. There are many swamp area in Indonesia. The acid contents and the concentration of ion sulphate, chlorides, and nitrate are higher in the swamp water than in the ground water.
The objective of this research was to find out the influence of corrosive chemicals in the swamp water to the steel concrete corrosion rate. There were two treatment used: (1) emerging ST 37 and ST 60 within 60 days in the "polluted" swamp water, (2) moving the ST 37 up and down periodically in the "polluted" swamp water. Three variation of "polluted" swamp water were made by increasing the concentration of corrosive chemical up to 1X, 5X and 10X respectively. The corrosion rate was measured by using an Immersion Method.
The result of Immersion test showed that chloride had the greatest influence to corrosion rate of ST 37 and ST 60 and followed by sulphate and Nitrate. Corrosion rate value for ST 37 is 24.29 mpy and for ST 60 is 22.76 mpy. By moving the sample up and down, the corrosion rate of ST 37 increase up to 37.59 mpy, and chloride still having the greatest influence, followed by sulphate and nitrate."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Bara Mahendra Sukaton
"Proses produksi minyak dan gas lepas pantai meliputi bejana, dan sistem pipa yang rentan terhadap serangan korosi. Untuk meminimalkan kegagalan yang terjadi akibat serangan korosi dan mencegah shutdown yang tidak direncanakan dipakailah sistem pemantauan korosi. Sistem pemantauan korosi disini diterapkan terbatas yaitu hanya pada bagian fasilitas proses produksi. Bagian tersebut antara lain meliputi production separator, atmospheric separator, scrubber, compressor, dan cooler. Pada system pemantauan korosi yang diterapkan sebelumnya corrosion coupon dan probe ditempatkan sangat terbatas. Evaluasi sistem pemantauan korosi dilakukan berdasarkan NORSOK M CR 505 dan NACE RP 077599. Sistem pemantauan korosi yang baru ditempatkan pada jalur pipa yang korosif seperti pada jalur masuk fluida 3 fasa, jalur keluar air, jalur keluar gas pada separator, jalur keluar minyak pada separator, dan jalur keluar gas pada cooler. Metode yang dipakai dalam pemantauan korosi ini adalah weight loss coupon, electrical resistance, linear polarization resistance, dan weld probe. Selain itu pembahasan disini juga berisikan arah penempatan alat pemantau korosi terhadap pipa untuk mendapatkan data korosi yang benar-benar sesuai dengan keadaan di lapangan.

Oil and gas production facility comprise of vessels and piping system that prone off corrosion attack. To minimize the failure caused by corrosion attack and to prevent unplanned shutdown the corrosion monitoring system is applied. Corrosion monitoring system discussed in this paper limit only on process production facility. Process production facility consists of production separator, atmospheric separator, gas scrubber, compressor, and cooler. On previous corrosion monitoring system, corrosion probe and coupon were very limited. The evaluation this corrosion monitoring based on NORSOK M CR 505 and NACE RP 077599. Recommendations for new corrosion monitoring system are corrosion monitoring device were applied in the corrosive line, such as, the inlet of 3 phase fluids, water outlet, gas outlet of separator, oil outlet of separator, and gas outlet after cooler. This corrosion monitoring system applies three different methods, which are, weight loss coupon, electrical resistance, linear polarization resistance, and weld probe. In this paper discussion made also covers corrosion monitoring device position in pipe to obtain most representative data about corrosion occurred.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41672
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Sutan LMH
"Electrically plating or electroplating is one method used to beautify looks fine and also to improve the mechanical properties of the metal.
The teksperiment is performed by preparing specimens have been measured with different variations in time for electroplating with a current of 10 amperes at 12 Volts. The results show that the corrosion test specimen electroplating results with the arrest ofO 1889847379 mpy 40 minutes, 30 minutes ofO. 1771731918mpy, 20 minutes by 0.1417385534 mpy, and without coating 0.93298832 mpy. Judging from the results on each specimen corrossion the safest coating coalings with detention is 20 minutes and is the fastest corroded specimens without coating. Hardware test results from each specimen tested showed rising violence in the area coated by electroplating. The test results showed a thick layer on the detention of 40 minutes is the result of sed,memory layers thicker than the initial 30 minutes and 20 minutes."
Universitas HKBP Nonmensen, 2016
050 VISI 24:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rustandi
"Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengkaji besaran laju korosi baja karbon yang digunakan sebagai pipa penyalur bagian hulu mapun hilir pada produksi gas alam yang mengandung CO2. Beberapa parameter yang mewakili kondisi aktual di dalam praktek seperti tekanan parsial CO2 beserta komposisi larutan, khususnya kadar NaCl ditunjukkan pengaruhnya. Pengujian dilakukan dengan metoda polarisasi dan simulasi dengan menggunakan perangkat lunak PREDICTTM. Hasil penelitian menggambarkan laju korosi baja karbon yang biasa digunakan sebagai pipa penyalur gas alam yaitu jenis API 5L X-52 sebagai pengaruh dari gas CO2 yang terlarut. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh besaran laju korosi baja di dalam lingkungan yang mengandung CO2 tersebut berkisar antara 15-28 mils per tahun (mpy). Laju korosi baja yang diperoleh ini merupakan nilai yang relatif tinggi sehingga dapat menimbulkan kerusakan yang signifikan terhadap pipa penyalur gas pada bagian hulu maupun hilir. Hasil penelitian merupakan langkah awal terhadap upaya pencegahan terjadinya kebocoran pada pipa penyalur akibat korosi oleh gas CO2 agar umur pakai yang telah dirancang dapat dicapai.

The purpose of this research is to investigate the corrosion rate of carbon steel as flowline and pipeline in natural gas production with CO2 content. The influence of variety of conditions that represent the actual conditions in practice such as CO2 partial pressure and solution composition, particularly NaCl percentage were performed. Research conducted by polarization test and simulation methods using PREDICT TMsoftware. The result of this research is used to illustrate the level of corrosion rate of typical carbon steel i.e. API 5L X-52 occurred in natural gas pipelines due to the effect of dissolved CO2 . From the experiments obtained that corrosion rate of steel in environments containing CO2 ranged between 15-28 mpy. This high corrosion rate observed could severely damage natural gas transmission flowline and pipeline. The result of this research is the first step, as an input for prevention efforts, to prevent leakage of flowline and pipeline due to corrosion of CO2 which appropriate with the lifetime that has been designed."
Depok: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dito Iandiano
"Material baja karbon merupakan material yang umum dipakai sebagai pipa penyalur, baik flowline maupun pipeline proses produksi gas alam. Penggunaan material baja pada proses tersebut seringkali menghadapi masalah yang berkaitan dengan korosi yaitu terjadinya kebocoran akibat pengaruh adanya gas CO2 yang terlarut dalam media air dan bersifat korosif (asam). Dalam upaya mengatasi masalah tersebut di atas, perlu diketahui besaran laju korosi material baja akibat pengaruh gas CO2 terlarut.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi laju korosi material baja yang digunakan pada proses produksi gas alam yang mengandung CO2 dalam berbagai kondisi yang mewakili kondisi sesungguhnya di dalam aplikasi seperti pengaruh tekanan parsial CO2, komposisi larutan, dan temperatur. Penelitian dilakukan dengan metoda uji polarisasi.
Hasil dari penelitian ini akan merefleksikan besaran laju korosi yang terjadi pada pipa penyalur gas alam akibat pengaruh CO2 terlarut. Laju korosi baja karbon pada lingkungan yang mengandung CO2 berkisar antara 15 - 28 mpy. Laju korosi yang tinggi ini akan membahayakan flowline dan pipeline penyalur gas alam sehingga dibutuhkan suatu metode proteksi untuk mencegah terjadinya kegagalan akibat proses korosi yang terjadi.
Hasil dari penelitian ini merupakan tahap awal, sebagai bahan masukan untuk melakukan upaya penanggulangan (proteksi) agar tidak terjadi kebocoran flowline dan pipeline akibat korosi CO2 sesuai dengan umur pakai (life time) yang telah dirancang.

Carbon steel is commonly used as flowline and pipeline in natural gas production process. However, the use of this steel often face problems related to corrosion, such as leakage due to effect of dissolved CO2 in water that causes corrosive environment (acid). In order to overcome this problem, further study must be carried out about corrosion rate model of this steel in dissolved CO2 condition.
The aim of this research is to study corrosion rate of steel as flowline and pipeline in natural gas production process with CO2 content and variety of conditions that represent the actual conditions in practice such as CO2 partial pressure, solution composition, and temperature. Research conducted by polarization test.
The result of this study will illustrate the level of corrosion rate occurred in natural gas pipelines due to the effect of dissolved CO2. Corrosion rate of carbon steel in environments containing CO2 ranged between 15-28 mpy. The high corrosion rate observed would damage natural gas transmission flowline and pipeline. Consequently, a protection method is required to prevent flowline and pipeline failure due to such corrosion.
The result of this study is the first step, as an input for prevention efforts, to prevent leakage of flowline and pipeline due to corrosion of CO2 appropriate with the lifetime that has been designed.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S90
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andika Amanatillah
"Pengaruh struktur mikro terhadap efisiensi anoda korban paduan Al-Zn-In pada air laut murni dipelajari. Pengaruh ukuran butir, bentuk presipitat, dan morfologi korosi pada efisiensi dan potensial anoda korban dianalisis. Hasilnya menunjukkan bahwa ukuran dan bentuk butir memiliki pengaruh besar terhadap efisiensi anoda korban. Untuk anoda dengan ukuran butir kecil lebih rentan terserang korosi, membuat efisiensinya rendah. Bentuk presipitat juga memiliki pengaruh terhadap efisiensi anoda korban. Anoda dengan presipitat berbentuk rod-like lebih mudah terkorosi sepanjang batas butir oleh korosi intergranular dan memiliki efisiensi rendah akibat kehilangan butir yang cukup serius. Bentuk bulat memiliki efisiensi yang lebih tinggi dan morfologi korosi yang lebih bagus.

The influence of microstructure to efficiency of Al-Zn-In sacrificial anode alloys in natural seawater was studied. The influence of grain size, shape of precipitate, and corrosion morphology on efficiency and potential sacrificial anode was analyzed. The results indicate that size and shape of grain and precipitate have greater impact on efficiency of sacrificial anode. For anode with small grain size is more susceptible to attacked by corrosion, cause low efficiency. Shape of precipitate also has influence on efficiency of sacrificial anode. Anode with rod-like precipitate is easily corroded along grain boundaries by the intergranular corrosion, and has low efficiency caused by serious grain loss. Spherical shape has efficiency more high and corrosion morphology more good."
2011
S91
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>