Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111259 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Donny Gahral Adian
"Disertasi ini membahas kemungkinan kerjasama dalam situasi konflik seperti dimodelkan dalam dilema narapidana. Dilema narapidana memuat asumsi rasionalitas yang membuat absennya komitmen etis yang memungkinkan sebuah kerjasama. Asumsi kognitif dilema narapidana adalah rasionalitas instrumental. Rasionalitas instrumental membuat agen tertutup dari dua hal: pertama, skrutinisasi rasional tujuan, orientasi nilai atau prinsip tindakan; kedua, identitas orang lain sebagai yang konkret dan menyejarah. Rasionalitas instrumental, bertumpu pada prinsip maksimalisasi keuntungan, prinsip yang merupakan bentukan dilema narapidana dan bukan basil deliberasi rasional agen selaku subyek retlektif. Syarat kemungkinan kerjasama terletak pada kerja rasionalitas yang terbuka. Syarat kemungkinan tersebut adalah rasionalitas kerjasama yang merefleksikan prinsip, orientasi nilai dan tujuan di hadapan orang lain selaku identitas naratif. Narativitas identitas orang lain membuat agen merefleksikan kernbali prinsip maksimalisasi keuntungan yang berakibat pada perilaku nonkerjasama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
D1594
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iqrak Sulhin
"Part of this article were input material for academic paper in renewing the Indonesian Correctional Law. This efford was conducted in 2009. The main idea of the article is stressing social reintegration as the philosophy of Indonesian corrections (Pemasyarakatan). As a philosophy, Pemasyarakatan first established in 1963-1964 period. The idea of social reintegration in Pemasyarakatan, which is influenced by Bentham and Mills utilitarianism, is not fully mean as a theory for offender treatment in prisons. In practice, the idea of community based correction is compatible with social reintegration. In order to renew the correctional law, some clause in correctional administration are important. In order to achieve the main purpose of social reintegration, whether institutionalized in prison or community based, Pemasyarakatan need appropriate fascilitative support, as well as human resource. The future law need to state the correctional administration explicitly."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Zein
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1977
S5973
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samsun
"As a treatment method for the law offenders, the correctional systems are functional to re-construct the inmates before they re-integrated in to society in acceptable manners. In achieving the correctional system's goal for inmates has involved all aspects and existence in handling the inmates which includes their rights, as the offender of the law, as individually, and social being.
The universal designs of such correctional system are not easily to be achieved, as it is interconnected to the complexity of the inmate's life inside the Cipinang Correctional. The separation of the inmates housing accommodation has also accelerated the occurrence 1 formation of inmate's ethnical group, with identifies by their state of origin. They are Javanese group (arek), Korea Group (Medan), Ambonesse group, Aceh group and others smaller ethnical group.
The purpose of this research is to get the view; how the Cipinang Correctional applies their policy and management in order to prevent and settle the conflict between the inmates ethnical group. The approach that used in the research is a qualitative approach which includes the interview techniques to the respondent, such as inmate, ex-inmate and the correctional officers.
Although the dilemma has continues to evade the innovative effort, this research has able to examine the conflicts, the implementation of the policy and the management in preventing and setting the conflict among the inmates ethnical group and the causing factor of the conflict, such as :
A. Conflict factors in Correctional
1. The conflict among the Javanese group (arek) and Medan group
2. The conflict among the Javanese group (arek) and Ambonesse group
3. The conflict between cell (housing) units
4. The conflict between inmates and the security officers
B. the Causing factors of the conflict
C. The formation of the inmate's ethinical group
D. Structure, task and rights in the group"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tubagus Insan Kamil
"Penelitian ini mengevaluasi proses pendampingan narapidana teroris dalam Program Aksi Damai oleh Yayasan Ruang Damai Indonesia. Evaluasi ini penting karena narapidana teroris memiliki hak dan kebutuhan sebagai manusia, dan peran pekerja sosial koreksional sangat krusial untuk reintegrasi mereka ke masyarakat. Dalam konteks ilmu kesejahteraan sosial, memahami efektivitas program ini dapat membantu pengembangan kebijakan dan praktik yang lebih manusiawi dan efektif. Penelitian dilakukan pada tahun 2023-2024 di Jakarta, melibatkan narapidana teroris dan staf Yayasan Ruang Damai. Menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi partisipatif, data dianalisis secara tematik untuk mengidentifikasi proses dan hambatan. Penelitian ini bersifat applied research untuk memberikan solusi praktis bagi masalah yang dihadapi napiter. Hasil penelitian menunjukkan beberapa hambatan dalam pelaksanaan program, seperti kualitas asesor, kurangnya alat ukur asesmen, dan minimnya kerja sama dengan NGO serta lembaga pemerintah. Hal ini memengaruhi kemampuan Ruang Damai dalam mencapai tujuan pendampingan, penurunan dukungan kekerasan, dan deradikalisasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan kebijakan dan praktik pendampingan napiter di Indonesia.

This research evaluates the assistance process of terrorist convicts in the Peaceful Action Program by Yayasan Ruang Damai Indonesia. This evaluation is important because terrorist prisoners have rights and needs as human beings, and the role of corrections social workers is crucial for their reintegration into society. In the context of social welfare science, understanding the effectiveness of this program can help develop more humane and effective policies and practices. The research was conducted in 2023-2024 in Jakarta, involving terrorist convicts and staff of Yayasan Ruang Damai. Using qualitative methods with in-depth interviews and participatory observation, the data was analyzed thematically to identify processes and barriers. This research is applied research to provide practical solutions to the problems faced by terrorist convicts. The results showed several barriers in the implementation of the program, such as the quality of assessors, the lack of assessment measurement tools, and the lack of cooperation with NGOs and government agencies. This affects Ruang Damai's ability to achieve its goals of mentoring, reducing violence support and deradicalization. The findings are expected to contribute to the development of policies and practices of assisting convicts in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Mira Sari
"Perlakuan narapidana sejak tahun 1964 telah mengalami perubahan dari Sistem Kepenjaraan berdasarkan Reglemen Penjara 1917 No.708 kepada Sistem Pemasyarakatan. Untuk mengimplementasikan Sistem Pemasyarakatan tersebut, maka pemerintah pada tanggal 30 Desember 1995 mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan serta Peraturan Pelaksananya. Sejak berlakunya Sistem Pemasyarakatan, Narapidana sebagai warga negara yang telah melakukan suatu perbuatan tercela (dalam hal ini tindak pidana), namun hak-haknya sebagai warga negara tidaklah hapus atau hilang. Di dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan secara tegas disebutkan sejumlah hak yang dimiliki oleh narapidana, salah satunya hak untuk menyampaikan keluhan. Mengenai hak menyampaikan keluhan ini, merupakan salah satu wujud dari asas Good Governance yang bertujuan untuk memenuhi rasa keadilan dari tindakan sewenang-wenang dan juga sebagai sarana peningkatan kinerja bagi aparat penegak hukum (khususnya Lembaga Pemasyarakatan) apabila hak-haknya sebagai narapidana ada yang tidak terpenuhi.
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaturan Tata Cara Penyampaian Keluhan oleh Narapidana dalam Peraturan Perundang-Undangan; Mengetahui peranan Tim Pengamat Pemasyarakatan dan Kepala Lembaga Pemasyarakatan dalam tata cara penyampaian keluhan oleh narapidana; Mengetahui penyampaian keluhan oleh narapidana baik secara intern maupun ekstern; Untuk mengetahui kontribusi Hakim Pengawas dan Pengamat dan Jaksa sebagai eksekutor dalam hal menanggulangi keluhan narapidana; Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja Lembaga Pemasyarakatan dalam rangka menangani keluhan narapidana.
Berdasarkan hasil penelitian sampai saat ini belum ada Keputusan Menteri yang mengatur mengenai tata cara penyampaian dan penyelesaian keluhan tersebut. Akan tetapi tata cara penyampaian keluhan oleh narapidana ini diatur secara implisit dalam Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E.22.PR.08.03 tahun 2001 tentang Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan. Dalam prakteknya narapidana dapat menyampaikan keluhannya pada pihak Lembaga Pemasyarakatan maupun pihak luar Lembaga Pemasyarakatan seperti Keluarga, Kerabat, Pengacara maupun Hakim Pengawas dan Pengamat.
Belum adanya peningkatan terhadap kinerja Lembaga Pemasyarakatan yang mampu menanggulangi keluhan-keluhan narapidana secara menyeluruh. Hal ini disebabkan karena adanya kendala-kendala yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan dalam penyampaian maupun penanggulangan keluhan narapidana yaitu: Kesejahteraan pegawai yang masih minim; Kuantitas pegawai yang tidak sebanding dengan jumlah narapidana yang sangat besar dan kualitas pegawai yang rendah; Sarana prasarana dan anggaran yang sangat minim sehingga keluhan narapidana tidak dapat terselesaikan dengan tuntas.
Dalam penanggulangan keterlambatan eksekusi oleh Jaksa sebagai eksekutor, pihak Lembaga Pemasyarakatan mengalami kendala dalam melakukan koordinasi dengan sub sistem Kejaksaan (Jaksa), Pengadilan maupun Hakim Pengawas dan Pengamat. Hal ini terjadi karena Hakim Pengawas dan Pengamat tidak pernah melakukan kontrol langsung terhadap pelaksanaan putusan oleh jaksa sebagai eksekutor, sehingga Hakim Pengawas dan Pengamat tidak pernah mengetahui apakah jaksa sudah melakukan eksekusi tepat pada waktunya atau tidak.
Pengawasan dan Pengamatan terhadap Lembaga Pemasyarakatan memang dilakukan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat dengan melakukan kunjungan ke Lembaga Pemasyarakatan akan tetapi tidak dilakukan secara rutin 3 (tiga) bulan sekali. Salah satu hal yang dilakukannya pada saat kunjungan ini adalah melakukan wawancara dengan narapidana. Dalam wawancara tersebut narapidana berhak menyampaikan keluhannya pada Hakim Pengawas dan Pengamat. Atas keluhan narapidana tersebut, selama ini Hakim Pengawas dan Pengamat tidak pernah memberikan saran atau pendapat kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan untuk bahan pertimbangannya dalam menyelesaikan keluhan-keluhan narapidana, karena Hakim Pengawas dan Pengamat tidak ingin mencampuri urusan intern Lembaga Pemasyarakatan (Hands Off Doctrine).
Dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, tidak mengatur mengenai tugas dan wewenang Hakim Pengawas dan Pengamat untuk melakukan Pengawasan dan Pengamatan terhadap pelaksanaan Hak asasi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Namun dalam prakteknya selama ini Hakim Pengawas dan Pengamat tetap dapat diterima oleh Lembaga Pemasyarakatan dengan prosedur yang sama seperti sebelum berlakunya Undang-Undang nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, akan tetapi keberadaannya belum dapat diandalkan sebagai salah satu sarana penyampaian keluhan narapidana secara ekstern."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Fansuri
"ABSTRAK
Kehidupan bermasyarakat dapat berjalan dengan baik apabila norma-norma yang menjadi pedoman tindakan warganya dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dalam masyarakat dikenal adanya suatu bentuk kearifan yang berdasarkan kebiasaan (conventional wisdom}, yang menyatakan bahwa ada dua prinsip mengenai mengapa norma-norma budaya akan selalu dijadikan pedoman. Pertama, nilai tentang baik dan buruk telah ditanamkan pada seseorang pada saat proses sosialisasi. Kedua, adanya rasa saling hormat menghormati antar sesama (Edgerton, 1978:455). Namun, dalam kenyataan akan selalu terdapat orang-orang tertentu yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Jika akan ditelusuri penyebabnya akan sangat banyak dan bervariasi, tetapi secara garis besar perilaku menyimpang dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dari diri orang yang bersangkutan, dan faktor eksternal yang berasal dari masyarakat di sekitar dirinya.
Terlepas dari faktor mana yang menyebabkannya, penyimpangan terhadap norma-norma kehidupan masyarakat akan dapat berpengaruh terhadap keseimbangan masyarakat serta dapat menimbulkan kekacauan yang serius. Di antara sekian banyak penyimpangan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, yang paling potensial untuk menimbulkan ketidak-seimbangan dan kekacauan yang serius ialah bentuk penyimpangan yang melanggar hukum yang berlaku. Perilaku tersebut biasanya disebut tindak pidana dan pelakunya disebut penjahat atau pelanggar hukum. Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan sebuah definisi tindak pidana dari Hugh D. Barlow, yang berbunyi sebagai berikut:
Tindak pidana merupakan tindakan manusia yang melanggar hukum kriminal, kejahatan terdiri dari dua komponen: (1) melibatkan tingkah laku tertentu; (2) tingkah laku tersebut dapat diidentifikasikan dalam sistem hukum yang berlaku (Barlow, 1984:5).
Hukum kriminal pada hakekatnya merupakan suatu mekanisme yang sengaja diciptakan manusia untuk menanggulangi dan melindungi masyarakat dari tindak pidana.
Pada dasarnya tindak pidana akan ada karena adanya batasan-batasan yang disahkan oleh kelompok masyarakat tertentu mengenai perilaku mana yang dianggap baik dan mana yang buruk. Masyarakat pula yang menentukan sanksi apa yang akan diberikan pada suatu bentuk tindak pidana tertentu. Pada kebudayaan dan masyarakat di seluruh dunia banyak dikenal bentuk-bentuk sanksi bagi pelaku tindak pidana. Dalam penelitian ini perhatian akan dipusatkan pada suatu bentuk pidana hilang kemerdekaan di Indonesia, dengan lembaga pemasyarakatan sebagai unit pelaksananya, khususnya LP Cipinang, Jakarta."
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pahrudin Saputra
"ABSTRAK
Penelitian ini berjudul "PEMENUIIAN HAK ATAS RASA AMAN DAN BEBAS DART KETAKUTAN DALAM PELAKSANAAN ADMISI DAN ORIENTASI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KLAS IIA JAKARTA". Latar belakang pemilihan judul ini didasarkan pada kajian empiris dan teoritis, bahwa tahap admisi dan orientasi narapidana merupakan fase kritis yang menentukan keberhasilan pembinaan narapidana sehingga diperlukan pemenuhan hak-hak asasi narapidana.
Lokasi penelitian dilakukan pada Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas HA Jakarta dengan metode penelitian kualitatif. Beranjak dari latar belakang di alas, rumusan masalah yang mengemuka adalah : (1) Apakah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika Jakarta merasa terpenuhi hak atas rasa aman dan bebas dari ketakutan selama masa admisi dan orientasi; (2) Faktor apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pemenuhan hak alas rasa aman dan bebas dari ketakutan selama masa admisi dan orientasi narapidana. Untuk mencari jawaban atas pertanyaan penelitian tersebut, metoda pengolahan data yang dilakukan mengarah pada metode deskriptif eksplanatory.
Hasil penelitian menunjukan bahwa selama dalam pelaksanaan admisi dan orientasi, hak narapidana atas rasa aman dan bebas dari ketakutan belum terpenuhi. Adapun faktor yang menghambat pemenuhan hak atas rasa aman itu adalah kondisi over crowded, emosi narapidana yang labil, tidak memadainya kualitas pengetahuan dan pemahaman petugas terhadap hak asasi manusia, punish and reward yang kurang ditegakan, dan prosedur pengaduan yang panjang.
Memperhatikan hasil penelitian tentang kondisi aktual pemenuhan hak atas rasa aman dan bebas dari ketakutan dalam pelaksanaan admisi dan orientasi narapidana maka perlu dilakukan pengurangan isi lembaga pemasyarakatan, pendidikan dan pelatihan tentang hak asasi manusia terhadap petugas lembaga pemasyarakatan, penerapan sanksi yang tegas dan terukur, menyederhanakan prosedur penyampaian keluhan

ABSTRACT
The title of this research is THE FULFILLMENT OF SECURE AND FREE FROM FEAR RIGHTS OF INMATES ON THE ADMISSION AND ORIENTATION STAGE IN CLASS IIA NARCOTICS CORRECTION INSTITUTION - JAKARTA". The background reason why author decide to choose this title is based on empirical and theoretical studies, that the stage of admission and orientation of inmates is a critical phase in which decides the success of inmates' treatments. In this stage, the fulfillment of human rights for inmates is a necessity.
The locus of research is taken in Class HA Narcotics Correction Institution by using qualitative research method. Based on the background above, the construction of problems which developed are: (1) Do the inmates in Class IIA Narcotics Correction Institution feel that the rights of secure and free from fear has been fulfilled in the admission and orientation stage?. (2) Define the factors that become obstacles in order to fulfill the rights of secure and free from fear on the admission and orientation stage. In case of finding the answer of those research questions, the data processing method directed to explanatory descriptive method.
The result of research shows that during the admission and orientation stage the rights of secure and free from fear of inmates have not fulfilled yet. However, some factors which become obstacles in fulfillment of the rights of secure are: over crowding condition, instability of inmates emotions, the limitation of human rights knowledge and understanding of officers, punishment and reward norms are not promoted in every aspect of admission and orientation stage, and a long complain procedure.
Focusing on the research result about the actual situation in rights secure and free from fear fulfillment of inmates on the admission and orientation stage, several methods shall be taken such as: decreasing the amount of inmates in correction institution, training and education of human rights for officers, implementation of strict and reliable punishment, and simplify the complain procedure.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Burhanuddin Salam
Jakarta: Rineka Cipta, 1997
170 BUR e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>