Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161465 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suliati Rachmat
"ABSTRAK
Perkembangan kegiatan wanita dalam masyarakat dewasa ini makin banyak menarik perhatian berbagai kalangan antara lain mengenai hal-hal seperti peranan wanita, peningkatan jumlah wanita pekerja, pertumbuhan industri dan masalah perburuhan (perlindungan kurang memadai).
Tujuan dalam penelitian ini adalah 1). menempatkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum dari peraturan-peraturan pelaksanaan perlin=dungan hukum wanita pekerja harian di perusahaan industri swasta. 2). Memperoleh gambaran yang jelas mengenai efektivitas pelaksanaan peraturan-peraturan perlindungan hukum wanita pekerja harian tersebut di atas mengenai kedudukan/statusnya, upah minimum serta waktu kerja dan istirahat. 3). Menyempurnakan peraturan pelaksanaan tersebut diatas agar sesuai dengan amanat Pasal 27 ayat (1) dan (2) sebagai upaya peningkatan perlindungan hukum wanita pekerja harian di perusahaan swasta umumnya dan khususnya industri.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan empiris. Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitis dengan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara analisis dokumen, sumber penelitian sebelumnya yang berkaitan, wawancara mendalam dengan responden, wawancara lisan dengan informan kunci dan pengamatan terbatas."
1995
D1116
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suliaty Rachmat
"Perkembangan kegiatan wanita dalam masyarakat dewasa ini makin banyak menarik perhatian berbagai kalangan antara lain mengenai hal-hal seperti peranan wanita, peningkatan jumlah wanita pekerja, pertumbuhan industri dan masalah perburuhan (perlindungan kurang memadai).
Tujuan dalam penelitian ini adalah 1). menempatkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum dari peraturan-peraturan pelaksanaan perlindungan hukum wanita pekerja harian di perusahaan industri swasta. 2). Memperoleh gambaran yang jelas mengenai efektivitas pelaksanaan peraturan-peraturan perlindungan hukum wanita pekerja harian tersebut di atas mengenai kedudukan/ statusnya, upah minimum serta waktu kerja dan istirahat. 3). Menyempurnakan peraturan pelaksanaan tersebut diatas agar sesuai dengan amanat Pasal 27 ayat (1) dan (2) sebagai upaya peningkatan perlindungan hukum wanita pekerja harian di perusahaan swasta umumnya dan khususnya industri.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan empiris. Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitis dengan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara analisis dokumen, sumber penelitian sebelumnya yang berkaitan, wawancara mendalam dengan responden, wawancara lisan dengan informan kunci dan pengamatan terbatas."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
D1042
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suliati Rachmat
"Perkembangan kegiatan wanita dalam masyarakat dewasa ini makin banyak menarik perhatian berbagai kalangan antara lain mengenai hal-hal berikut :
1. Peranan Wanita
Kajian dan hasil penelitian tentang peranan wanita dalam pembangunan nasional makin lama makin memperoleh pengakuan sebagai salah satu masalah mendasar yang dihadapi negara-negara berkembang. Di Perserikatan Bangsa-Bangsa khususnya Bank Dunia, peranan wanita dan sumbangannya yang nyata terhadap pembangunan di negara-negara berkembang diakui erat berhubungan dengan masalah kesejahteraan, pemerataan, dan keserasian lingkungan hidup. Lahirnya pusat-pusat studi wanita di beberapa universitas menjadi bukti pula bagi besarnya minat terhadap pengkajian peranan wanita, bahkan di sejumlah fakultas ilmu-ilmu sosial untuk jurusan-jurusan tertentu telah mulai masuk dalam kurikulum. Di Indonesia dengan Pancasila sebagai pandangan hidup serta sekaligus tujuan bangsa dan negara, dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai penjabaran hukumnya khususnya Pasal 27 ayat (1), wanita memperoleh kedudukan hukum yang sama dengan pria. Perwujudan persamaan hak dan kewajiban dalam peranannya sebagai warga negara, anggota masyarakat dan keluarga serta manusia pribadi, merupakan masalah yang penting. Kiranya patut disyukuri bahwa emansipasi wanita dalam anti sesungguhnya di Indonesia telah lama dirintis oleh kaum wanita sendiri, yang dewasa ini dengan bantuan pemerintah tengah dalam proses perkembangannya.
2. Peningkatan Jumlah Wanita Pekerja
Menyadari akan pentingnya potensi wanita di Indonesia, pemerintah secara terarah telah memacu keikutsertaan kaum wanita dalam angkatan kerja. Peningkatan wanita pekerja oleh berbagai sebab dan dorongan, selain merupakan bukti kemampuan, juga umumnya karena kebutuhan sehari-hari sebagai motivasi dasar untuk bekerja. Sekalipun keinginan semula yang mendorong wanita bekerja adalah positif, namun tidak lepas dart masalah-masalah yang timbul sebagai akibat wanita bekerja, lebih-lebih bagi mereka yang telah berkeluarga. Sejumlah pakar psikologi memberikan gambaran pengaruh wanita berkeluarga yang bekerja, baik terhadap keluarga, masyarakat maupun dirinya sendiri. Terdapat segi-segi yang menguntungkan, sekalipun umumnya mengandung beban yang berat bagi dirinya sendiri, terutama bila kurang mendapat pengertian dari suami dan anggota-anggota keluarga yang lain. Berbagai penelitian tentang wanita yang berkeluarga dan bekerja, mengungkapkan pengaruh terhadap perubahan-perubahan yang terjadi misalnya dalam pola penggunaan waktu sehari-hari, sumbangan ekonomi terhadap keluarga, dan pandangan masyarakat terhadap wanita yang bekerja di luar rumah."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
D286
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilwira Fakhrurrazi Lubis
"Perlindungan hukum terhadap pekerja adalah pemenuhan hak dasar dan dilindungi oleh konstitusi. Perlindungan pekerja bertujuan untuk menjamin kesamaan kesempatan, perlakukan tanpa diskriminasi dan mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Perlindungan hukum bagi pekerja adalah perlindungan waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan dan kesejahteraan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan jaminan sosial pekerja pada kantor Notaris di Kabupaten Merauke, untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pekerja pada kantor Notaris di Kabupaten Merauke dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh pekerja apabila perlindungan hukum baginya tidak mengikuti jaminan sosial sesuai dengan yang diperjanjikan. Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif, yaitu penelitian lapangan untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dan penelitian hukum normatif yaitu mengkaji hukum sebagai norma didasarkan penelitian kepustakaan. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian yang bersifat analisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa proses pengikatan hubungan kerja pekerja pada kantor Notaris di Kabupaten Merauke adalah dengan perjanjian secara lisan sesuai dengan Pasal 1320 KUHperdata dan pelaksanaan jaminan sosial, perlindungan hukum bagi pekerja pada kantor Notaris di Kabupaten Merauke adalah perlindungan waktu kerja, perlindungan keselamatan dan kesehatan, perlindungan upah dan perlindungan kesejahteraan dan upaya yang dilakukan oleh pekerja apabila perlindungan hukum baginya tidak sesuai dengan yang diperjanjikan adalah pekerja Notaris tidak dapat melakukan upaya hukum karena pekerja Notaris tidak membuat perjanjian kerja tertulis, sehingga tidak memiliki pegangan untuk melakukan upaya hukum.

Labour is an inseparable part of national development based on Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Legal protection for workers is the fulfillment of basic rights and is protected by the constitution. Worker protection aims to guarantee equal opportunity, treat without discrimination and realize the welfare of workers and their families. Legal protection for workers is protection of working time, occupational safety and health, wages and welfare. This study aims to determine the implementation of workers' social security In the Notary office in Merauke Regency, to find out the legal protection for workers at the Notary office in Merauke Regency and to find out the efforts made by workers if legal protection for them does not follow social security in accordance with promised. This research is normative juridical legal research, namely field research to collect related data and normative legal research, namely studying law as a norm based on literature research. The data obtained were analyzed qualitatively and then presented in the form of a descriptive description. The results of the study show that the process of binding employment relations in the Notary office in Merauke Regency is by verbal agreement in accordance with Article 1320 of the Civil Code and the implementation of social security, legal protection for workers at the Notary office in Merauke Regency is protection of working time, protection safety and health, protection of wages and protection of welfare and the efforts made by workers if the legal protection for them is not in accordance with what was agreed, namely the Notary worker cannot take legal action because the Notary worker does not make a written work agreement, so he does not have a handle on take legal action."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Satra Tjitra, 2002
362.7 REG ct
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suliati Rachmat
Jakarta: Universitas Indonesia, 1994
331.8 SUL u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zaeni Asyhadie
Jakarta: Rajawali, 2008
344.01 ZAE h (i)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Effendi, compiler
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984
344.01 SOF h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zaeni Asyhadie
Jakarta: Rajawali, 2013
344.01 ZAE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Luddin, Muchlis Rantoni
"ABSTRAK
Dimensi persoalan pekerja anak di perkebunan teh tidak hanya berkaitan dengan persoalan pendidikan, kemiskinan, ekonomi keluarga dan budaya lokal, melainkan pula berhimpitan dengan aspek lain di balik fenomena pekerja anak itu yakni perhatian perusahaan dan pemerintah daerah yang kurang, tempat tinggalnya yang di isolir dari pusat kegiatan ekonomi dan tidak ada program aksi oleh institusi yang berkompeten dalam membina kehidupan masyarakat.
Pekerja anak di perkebunan teh Ciliwung perlu diteliti karena dianggap mengalami perlakuan eksploitasi. Eksploitasi dilakukan karena pekerja anak dianggap produktif, bekerja tanpa menimbulkan masalah, menerima sedikit upah tanpa protes. mudah diatur dan penurut. Karena itu, di balik fenomena pekerja anak ada masalah eksploitasi. Pertanyaannya adalah bagaimana eksploitasi itu dilakukan?; mengapa eksploitasi dilakukan pada anak yang masih belia?; siapa saja yang melakukan tindakan eksploitasi?; apa yang menyebabkan anak-anak itu terjerumus dalam tindakan eksploitatif orang tua dan majikannya?; bagaimana pola eksploitasi dilakukan kepada anak-anak yang bekerja?; bagaimana peta, struktur dan hirarki eksploitasi pekerja anak itu?; bagaimana motif kemiskinan dijadikan sebagai alat melakukan eksploitasi pekerja anak?; bagaimana dampak tindakan eksploitasi itu terhadap perkembangan jiwa dan Fisik pekerja anak.
Bagi kaum Marxis, eksploitasi dianggap sebagai upaya menarik keuntungan yang tidak adil oleh hak-hak istimewa dari pemilikan pribadi. Menurut Wright konsep eksploitasi terkait dengan analisis kelas yakni kelas kapitalis sebagai pemilik sarana produksi dan kelas pekerja yang tidak memiliki sarana produksi. Dalam terminologi libetarian, eksploitasi sering diikuti pemaksaan. Karena itu, Best memandang eksploitasi sebagai pengambilan keuntungan secara tidak adil oleh satu pihak kepada pihak lain. Eksploitasi memiliki ciri, al.: (a) berlangsung dalam relasi antar manusia, (b) setidaknya ada dua pihak yang terlibat yakni pihak yang mengeksploitisir dan pihak yang dieksploitisir, (c) ukurannya adalah keadilan, (d) terdapat distribusi yang tidak wajar dalam hubungan itu. Ukuran ketidakadilan dalam eksploitasi juga dinyatakan oleh Calvert dan Calvert bahwa ketidakadilan sering muncul dalam pekerjaan sehingga menimbulkan masalah, termasuk masalah pekerja anak yang dieksploitasi.
Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif-analitis. Data dikumpulkan melalui berbagai sumber yaitu dari informan kunci yakni pekerja anak itu sendiri, teman sebaya dan keluarganya dan sumber tertulis. Penelitian diawali dengan pengenalan lapangan dan observasi guna beradaptasi dengan kehidupan pekerja anak. Kemudian, peneliti menggunakan teknik observasi, "quasi-partisipasi", interview mendalam dan focus group discussion agar peneliti dapat berinteraksi secara optimal dengan pekerja anak dan menyelami perangainya di tempat kerja, di rumah dan di lingkungannya. Peneliti juga menerapkan teknik dokumentasi untuk rnemperoleh data sekunder dan tertier.
Berdasarkan studi yang dilakukan, diperoleh beberapa temuan penelitian. Derajat eksploitasi yang terjadi sifatnya berjenjang. Semakin ke bawah tingkat eksploitasi akan semakin besar implikasinya, sebaliknya, semakin ke atas tingkat eksploitasi akan semakin rendah implikasinya. Eksploitasi yang dilakukan oleh majikan menghujam ke bawah kepada para pekerja, di mana dilakukan secara sistimatis, lebih terbuka dan dibarengi dengan penekanan. Pada kenyataannya, anak bekerja karena "dipaksa" oleh orang tuanya dan menjadi agen penyetor yang memberi konstribusi bagi kelangsungan hidup keluarganya dan menghidupi dirinya sendiri. Bahkan, prinsip no work, no pay dijadikan sebagai analogi bahwa jika anak mau jajan maka harus mencari uang sendiri. Temuan ini sekaligus menunjukkan bahwa asumsi selama ini mengenai anak-anak bekerja karena ingin membantu orang tuanya, tidak sepenuhnya benar. Anak yang tidak bekerja akan diberi sanksi, yakni sanksi kehilangan haknya sebagai anak untuk dipenuhi kebutuhan hidupnya yang elementer dan sanksi moral karena dianggap tidak bertanggung jawab terhadap orang tua dan keluarganya. Eksploitasi oleh pihak yang memiliki otoritas di perkebunan terhadap pekerja anak juga dibarengi dengan tindakan pelecehan, termasuk pelecehan seksual yang dilakukan oleh mandor terhadap wanita pekerja anak. Derivasi bentuk eksploitasi ini dianggap masih relatif jarang dalam kajian teoritis tentang eksploitasi. Selain itu, tindakan eksploitasi berlangsung secara formal dan informal. Bagi masyarakat miskin di perkebunan teh, ikatan sosial semakin kuat dalam kerangka membangun relasi sosial-kemasyarakatan, namun sebaliknya semakin rendah dalam relasi ekonomi, guna mempertahankan aset-aset ekonomi keluarga. Perusahaan perkebunan teh Ciliwung menempuh kebijakan bahwa setiap penduduk yang berdomisili di areal perkebunan teh wajib menjadi pekerja sehingga anak-anak yang sudah tidak bersekolah 'diminta' menjadi pekerja. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah disuruh menjadi pekerja.
Namun demikian, asumsi bahwa bekerja di perusahaan merupakan simbol kesejahteraan keluarga besar perusahaan, tidak sepenuhnya benar sebab ternyata pekerja anak dan keluarganya di Perkebunan Teh Ciliwung senantiasa dieksploitasi dan hidup dalam batas subsistensi.
Seorang pekerja anak yang datang dari keluarga miskin cenderung selalu miskin atau dimiskinkan oleh kondisi yang mendera kehidupannya. Kepentingan pekerja anak dan keluarganya untuk mempertahankan eksistensinya juga diliputi konflik, meskipun masih bersifat latent kecuali kasus Entin dengan mandor Ali, karena posisi para pekerja, terutama pekerja anak selalu diletakkan dalam relasi yang eksploitatif, di mana majikan akan selalu memperoleh keuntungan dari para pekerja anak.
Gaya hidup majikan selalu identik dengan prestise dan pola konsumsi yang merefleksikan tingkat kekayaannya. PeneIitian juga menemukan bahwa pekerja anak yang memberikan kontribusi yang cukup besar kepada perusahaan, justru tidak mempunyai akses terhadap pemanfaatan aset perusahaan. Pekerja tidak diberi kesempatan mengontrol jalannya perusahaan, termasuk mengontrol besarnya perolehan perusahaan dari hasil kerjanya. Pekerja dibatasi haknya untuk memperoleh informasi tentang perusahaan, bahkan birokrasi perusahaan sengaja dibuat berjenjang agar dapat membatasi akses pekerja kepada pimpinan perusahaan, sehingga pekerja hanya dapat berhubungan dengan petugas atau penanggungjawab lapangan. Pekerja anak juga tidak berhak untuk memiliki aset produktif. Nilai seorang pekerja di hadapan majikan ditentukan oleh seberapa banyak penghasilan yang diperoleh dan biaya transaksi upah yang disepakati. Lebih banyak nilai perolehan upah dan hasil kerja yang bisa dipotong atau dieksploitasi oleh majikan, maka pekerja akan semakin merasa dieksploitasi.

ABSTRACT
The Exploitation Of The Child Worker On The Tea Plantation In Cisarua BogorThe dimensions of child worker issue at the plantation not only deals with the education, poverty, family economic life, and local culture but also other aspects like less attention of the company and local government (PEMDA), isolated setting away from business centers, no implementation program by institutions competent in developing and sustaining the economic and social life of community.
The child worker case at Ciliwung tea plantation assumed have been exploited needs to be researched. The exploitation happens because child workers are considered productive, relatively no-causing work problem. accepting little wage without complaint easily managed, and obedient. Thus, behind this child worker phenomenon lies exploitation issue. The question is how this exploitation is carried out?: why this exploitation makes use of very young children?; what make these children arc exploited by their parents and employers?; what the exploitation pattern applied on these children are?; what the exploitation structure and hierarchy of these child workers are?; how this poverty motive is made use to exploit these child workers?; what is the impact of this exploitation on the physical and psychological development of child workers?.
For Marxists, exploitation is defined as an effort to make profit in such an unfair way by using privileged right of the private ownership. According to Wright, the exploitation concept is related to the class analysis, that is the capitalist class as the owner of the means of production and the worker class with no means of production. In Libertarian terminology, exploitation is usually followed by force. That is why, Best views exploitation as the unfair profit taking from one party by the other one. Exploitation has the following characteristics: (a) it takes place in the relationship among humans, (b) there are as least two parties involved; the exploiting and the exploited ones, (c) the parameter is justice, (d) there is an unequal-distribution in the relationship. The injustice parameter in exploitation is also stated by Calvert and Calvert that injustice often anises in work world and brings problems, including the problem of exploited child workers.
This research use qualitative-analytic approach. Data were collected from various sources. They are the key informant; the child workers themselves, their colleagues and families and also the written information. The research was initiated with the field observation in order to adapt with the child worker life. Than by using the observation technique, "quation-participation", in depth interview, and focus group discussion, the researcher interacted optimally with the child workers and learned their behavior at the work site, home, and neighbourhood. The researcher also applied the documentation technique in other to gain secondary and tertiary data.
On the basis of the study conducted, it was gained several research findings. It was found that degrees of exploitation was gradual. The lower the exploitation degrees is, the bigger its implication will be, on the contrary, the higher the degree of exploitation is the smaller its implication will be. Exploitation done by the employer is directed straight to the workers. In which it is carried out systematically, more open and with pressure. As a matter of fact, this children work because they are "forced" by they parents and economically become the contributors to the sustainability of their family and their own lives_ Even, the principle of "no work no pay" is used as an analogy that if a child needs to buy something, be alone has to earn money for that. This finding shows that the assumption that children work for helping their parents is not completely right. A child who does not work will be sanctioned, that is the loss of his right to full his elementary need and morally considered irresponsible for his parents and family. The exploitation of these child workers at the plantation by the authorized employers is also signed with the harassment, including the sexual harassment by the male supervisors to the female child workers. The derivation of the exploitation form is relatively are in the theoretical study of the exploitation. Besides, exploitation occurs formal and informal ways. For poor community at tea plantation, social cohesion is getting stronger in building their social relation, but it's getting weaker in building their economic relation in order to keep the family economic assets. The company of Ciliwung tea plantation implements the policy that at people living in the plantation are must work at the plantation including their children who no longer go to school. This finding is in line with the former research finding that children are who no longer go to school are 'asked' to work at the plantation. However, the assumption that working at the plantation is the prosperity symbol of the company big family is not completely right, because in fact the child workers and their parents are exploited and live in substantial limit.
A child worker from poor family tend to always be poor or to be 'pored' {made poor) by such life condition. The need of the child workers and their parents to survive and keep their existence is also covered with latent conflict, except the case of Entin and Supervisor that happens because the workers position, especially child workers is always placed in an exploitative relation in which the employer always take advantage from them.
The employer's life style is always identical with the prestige and consumption pattern reflecting his wealth. Research also found that even a child worker giving a significant contribution to the company, does not have access to use company asset. Workers are not given opportunity to control the operation of the company, including to control the amount of profit that they contribute. Workers' right of getting information on the company is restricted, even the company bureaucracy is composed in such a gradual way that higher the workers to have direct access to the top leader, that the workers just have the access to the supervisor or field officer. A child worker has no right to own productive asset. The value of a worker for the employer is determined by the amount of gain he earns and the cost of the wage transaction having been agreed. The more the amount of wage and the work gain that can be reduced or exploited that more exploited the worker is"
2002
D199
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>