Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185437 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Fungsi keluarga merupakan tanggung jawab dalam menjaga dan menumbuh kembangkan anggota-anggotanya, termasuk dalam perkembangan motorik kasar dan motorik halus pada anak usia toddler. Penelitian ini bertujuan mengetahui seberapa erat hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua tentang fungsi keluarga dengan perkembangan motorik kasar dan motorik halus pada soak usia toddler, dengan menggunakan desain korelasi. Penelitian ini mengukur tingkat pengetahuan orang tua dengan menggunakan kuisioner dan motorik halus balita dengan kuisioner yang dibuat berdasarkan DDST (Denver Developmental Screening Test) dengan sample sebanyak 80 orang, yang terdiri dari 40 ibu dan 40 anak usia toddler. Data diperoleh secara komputerisasi dengan menggunakan uji hipotesis che-square. Hasil menunjukkan bahwa hubungan pengetahuan orang tua tentang fungsi keluarga dengan perkembangan motorik kasar dengan p = 0,005 dan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua tentang fungsi keluarga dengan perkembangan motorik halus dengan p = 0,212."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5715
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Wahyudhy
"ABSTRAK
Cakupan kunjungan aktif balita ke posyandu masih rendah. Perbaikan
pelayanan di Posyandu dilakukan dengan mengintegrasikan layanan sosial dasar,
salah satunya dengan pelayanan SDIDTK (Stimulasi Deteksi Intervensi Dini
Tumbuh Kembang) di mana setiap balita yang berkunjung ke Posyandu
dipantau pertumbuhan dan perkembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan pelayanan SDIDTK dengan kunjungan balita ke Posyandu.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data primer
diambil dari wawancara terhadap 100 responden, di empat Posyandu di Kelurahan
Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 84% responden melakukan kunjungan
posyandu secara aktif dan 77% mendapat pelayanan SDIDTK. Kunjungan balita
berhubungan dengan umur anak (p= ,006), jumlah anak (p=0,023) dan pelayanan
SDIDTK (p = 0,049).
Rata-rata balita hanya mendapat pelayanan SDIDTK satu kali dalam setahun.
Tidak semua posyandu memberikan pelayanan SDIDTK karena kurang aktifnya
kader yang sudah terlatih, masih kurangnya penyuluhan dari petugas kesehatan,
terbatasnya media KIE tentang SDIDTK, dan kurangnya penggunaan Buku KIA
oleh orangtua balita. Disarankan agar jadwal pemberian pelayanan SDIDTK di
posyandu sesuai dengan buku panduan, selain itu Puskesmas disarankan
memberikan pelatihan berkala kepada kader.

ABSTRACT
The coverage of active toddler visits to Posyandu are still low. Integration of
basic social services including SDIDTK (Stimulation Detection of Early
Intervention Developmental) to posyandu activities have been done. Through
SDIDTK toddlers who visit posyandu receive services to monitor their growth
and development. This study aims to analyze relationship between SDIDTK
services with toddler visit to posyandu.
This study used quantitative and qualitative approaches. Primary data were
collected by interviewing 100 respondents, in four poyandu in Kebon Baru
Village, Tebet, South Jakarta.
The results showed that 84% of respondents visited posyandu actively and
77% of those who visited posyandu received SDIDTK services. The study
revealed that toddlers visit signifantly related with child's age (p=0.006), number
of childrenin family (p= 0.023) and SDIDTK service (p=0.049).
On average, toddler obtained only one SDIDTK service annually and not all
posyandu provide SDIDTK services. This was caused by inactive cadres to
support the program although they have already been trained. Other reasons were
lack of information dissemination by health workers and lack of IEC on SDIDTK
media, as well as reluctance of the parents to utilize MCH Handbook. It is
suggested that posyandu comply with planned schedule of SDIDTK services as
written in the guideline. Puskesmas is suggested to provide training to the cadres."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T43363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syilga Cahya Gemily
"

Protein hewani merupakan salah satu zat gizi yang dapat berhubungan dengan kejadian stunting. Namun, saat ini asupan protein hewani masyarakat masih belum mencapai angka ideal yang disarankan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan asupan protein hewani anak usia 25-30 bulan di Jakarta Pusat tahun 2019. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian case control yang berjudul Perbedaan Asupan Susu dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 25-30 Bulan di Jakarta Pusat Tahun 2019. Total sampel sebanyak 121 anak. Analisis data menggunakan uji chi square, uji T dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan ibu dan Minimum Dietary Diversity (MDD) berhubungan signifikan dengan asupan protein hewani, dimana asupan protein hewani yang baik lebih banyak terdapat pada anak yang berasal dari pendidikan ibu tinggi dan MDD yang tercapai. Faktor dominan yang berhubungan dengan asupan protein hewani adalah pendidikan ibu (OR: 3,8) setelah dikontrol oleh MDD, Minimum Meal Frequency (MMF), Minimum Acceptable Diet (MAD), status pekerjaan ibu dan pendapatan keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein hewani dengan kejadian stunting (OR:7,8). Anak yang asupan protein hewaninya kurang memiliki peluang sebesar 7,8 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara literasi gizi ibu/pengasuh dengan MMF dan MAD, dimana MMF dan MAD yang tercapai lebih banyak terdapat pada anak yang berasal dari ibu/pengasuh dengan literasi gizi yang tinggi. Kesimpulan penelitian ini adalah faktor dominan yang berhubungan dengan asupan protein hewani anak usia 25-30 bulan di Jakarta Pusat tahun 2019 adalah pendidikan ibu. Anak yang berasal dari ibu dengan pendidikan rendah berpeluang 3,8 kali lebih tinggi memiliki asupan protein hewani yang kurang.


Animal protein is one of the nutrients that can be associated with stunting. However, at present, the communitys animal protein intake has not yet reached the recommended ideal number. This study aims to determine the dominant factors associated with animal protein intake for children aged 25-30 months in Central Jakarta in 2019. This study used secondary data from a case-control study with entitled The Difference between Milk Intake with Stunting on Children aged 25-30 Months in Central Jakarta in 2019. The total sample of 121 children. Data analysis used chi-square test, T-test and multiple logistic regression. The results showed that maternal education and Minimum Dietary Diversity (MDD) were significantly related to animal protein intake, where adequate animal protein intake was common in children from higher maternal education and MDD was achieved. Dominant factors related to animal protein intake are maternal education (OR: 3.8) after being controlled by MDD, Minimum Meal Frequency (MMF), Minimum Acceptable Diet (MAD), mothers employment status, and family income. The results showed that there was a significant relationship between animal protein intake and stunting (OR: 7.8). Children whose animal protein intake is less have a 7.8 times higher chance to be stunting. The results also showed that there was a significant relationship between nutritional literacy with MMF and MAD, where MMF and MAD were achieved more in children who came from mothers with high nutritional literacy. The conclusion of this study is that the dominant factor associated with animal protein intake for children aged 25-30 months in Central Jakarta in 2019 is maternal education. Children who come from mothers with low education are 3.8 times more likely to have less animal protein intake.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sando Pranata
"ABSTRAK
Nama : Sando PranataProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Hubungan Riwayat Penyakit Dengan Kejadian Stunting PadaAnak Berumur Dibawah Lima Tahun 0 - 59 Bulan DiIndonesia Tahun 2013 Analisis Data Riskesdas 2013 Latar Belakang : Prevalensi kejadian stunting di Indonesia masih cukup tinggi,begitu juga dengan prevalensi frekuensi penyakit ISPA, Pneumonia, TB Paru danMalaria. Semakin buruk status gizi balita akan meningkatkan frekuensi terjadinyapenyakit. Dan sebaliknya semakin sering balita menderita penyakit maka statusgizi semakin buruk dalam jangka waktu lama .Tujuan dan Metode : penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan riwayatpenyakit dengan kejadian stunting pada anak berusia dibawah 5 tahun 0 ndash; 59bulan di Indonesia pada Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan data sekunderRiskesdas Tahun 2013 dengan sampel sebanyak 68.909 balita. Variabel yangdigunakan adalah stunting, riwayat penyakit, berat lahir, umur balita, jenis kelaminbalita, imunisasi, umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, umur ayah, pendidikanayah, pekerjaan ayah, jumlah anggota keluarga dan sosial ekonomi.Hasil : Balita yang mengalami ge; 3 riwayat penyakit, sebanyak 47,4 menderitastunting. Model regresi logistik ganda memperlihatkan bahwa setelah dikontrol olehberat lahir, umur balita, jenis kelamin, pendidikan ibu, pendidikan ayah,pekerjaan ayah, anggota keluarga dan sosial ekonomi, balita yang menderita ge; 3 riwayat penyakit mempunyai resiko untuk menderita stunting 1,6 kali lebihtinggi dibandingkan dengan balita yang tidak menderita penyakit, dan 1,1 Kalidengan balita yang menderita 1 riwayat penyakit serta 1,2 kali dengan balitayang menderita 2 riwayat penyakit.Simpulan : Masalah stunting pada balita tidak sekedar masalah riwayat penyakitsaja saja melainkan berkaitan erat dengan masalah asupan gizi, lingkungan danpelayanan kesehatan sehingga dalam penanganannya memerlukan upaya lintassektor.Kata kunci : Stunting, Balita, Riwayat penyakit

ABSTRACT
Nama Sando PranataProgram Studi Public Health SciencesJudul Relationship between Medical History with Stunting Diseasein Children Aged Under Five Year 0 ndash 59 months inIndonesia in 2013 Data Analysis Riskesdas 2013 Background The prevalence of stunting incidence in Indonesia is still quite high,likewise the frequency of the prevalence of respiratory disease, pneumonia,pulmonary TB and Malaria. The worse the nutritional status of children willincrease the frequency of occurrence of the disease. And conversely the oftentoddler suffer from the disease getting worse nutritional status in the long term .Objective and Methods This study aims to analyze the relationship betweenmedical history with the incidence of stunting in children under 5 years 0 59months in Indonesia in 2013. This study uses secondary data Riskesdas in 2013with a sample of 68 909 children under five. The variables used were stunting,medical history, birth weight, age, gender toddler, immunization, maternal age,maternal education, maternal occupation, age, father, father 39 s education, father 39 soccupation, number of family members and social economy.Results Toddlers who have one history of the disease, as many as 35.9 sufferfrom stunting. Multiple logistic regression model showed that after controlled bybirth weight, age, sex, mother 39 s education, father 39 s education, father 39 s occupation,family members and social economy, children who suffering from ge 3 history ofthe disease were at risk to suffer from stunting 1,6 times higher compared withinfants who did not suffer from the disease, and 1,1 times with a toddler whosuffered first history of the disease and 1,2 times with a toddler who suffered 2history of diseaseConclusion The problem of stunting in toddler is not about disease history, butstrongly associated with the intake of nutrition, environment and health care sothat handling and requires efforts across sectors.Keywords Stunting, Toddler, medical hystory"
2017
T47235
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Agus Ainur Rosyid
"Diare merupakan penyakit berbasis lingkungan dan masih berpotensi untuk menjadi KLB di Kota Bogor. kejadian yang tergolong paling parah terjadi di Bogor tepatnya di Kecamatan Bogor Timur, menunjukkan bahwa peningkatan kasus dari 1617 di tahun 2011 menjadi 3272 pada tahun 2012, data tersebut merupakan kejadian yang serius karena peningkatan tersebut sangat signifikan yaitu 100% peningkatan kasus.
Penilitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan menganalisis kejadian daire yang terjadi di Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Disain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol, kasus merupakan balita yang didiagnosa positif menderita diare serta tercatat dalam registrasi puskesmas dari 1 januari hingga 30 april 2014. Kontrol adalah balita yang tidak menderita diare, dan merupakan tetangga kasus. Jumlah sampel kasus 46 responden dan kontrol 46 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung meggunakan kuesioner. Kuesioner berisikan faktor risiko (sosiodemografi, faktor perilaku, dan sarana sanitasi lingkungan). Analisa data dilakukan hingga model multivariate.
Kesimpulan dari penelitian adalah diketahui faktor risiko kejadian diare pada balita di Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor adalah pengetahuan (p=0,017) dan nilai Odds Ratio 3,245 pada Convident Interval (1,364-15,258). Serta Perilaku cuci tangan responden juga memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai p = 0,014 dengan nilai Odds Ratio 4,562 dengan Convident Interval (1,364-15,258).

Diarrhea is an environmentally based disease and still has the potential to be an extraordinary event in the city of Bogor. Belonging to the most severe events occurred in the city of Bogor precisely in District East Bogor, suggesting that the increase in cases form 1617 in 2011 to 3272 in 2012, the data is a serious incident because the increase is very significant, which is 100% increase in cases.
The research aims to provide an overview and analysis of cases that occurred in the District Daire East Bogor,bogor. The design of the study is a case-control, case was diagnosed as a toddler with diarrhea positive and health cebters listed in the registration of 1 january to 30 April 2014. Controls is a toddler who is not suffering from diarrhea, and is a neighbor of cases. The number of sample cases 46 respondents and controls 46 respondents. Data collected by direst interview questionnaire receipst. The questionnaire contains risk factors (sociodemographic, behavioral factors, and environmental sanitation). Data analysis to multivariate models.
The conclusions of the study are known risk factors foar the incidence of diarrhea in infants in the eastern District of Bogor, Bogor is knowledge (p=0.017) and the odds ratio value of 3.245 at the confidence interval (1.364 to 15.258). the behavior of the respondents as behavior hand washing also has a significant relationship with (p=0.014) with a value Odds Ratio 4.562 with confidence interval (1.364 to 15.258).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56121
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Balqis Nila Estasya
"Pneumonia menjadi penyebab kematian terbesar pada anak di Indonesia termasuk di Kota Depok salah satu kota di Provinsi Jawa Barat. Cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita di Kota Depok meningkat hingga mencapai 52.88% di tahun 2022. Faktor risiko dari penjamu, lingkungan, dan agen mempengaruhi peningkatan cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita di Kota Depok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara cakupan pemberian ASI eksklusif, cakupan BBLR, cakupan rumah sehat, dan kepadatan penduduk terhadap kejadian pneumonia pada balita di Kota Depok tahun 2013-2022. Desain studi yang digunakan yaitu desain studi ekologi dan populasinya yaitu seluruh balita terdiagnosis pneumonia di Kota Depok. Hasil penelitian menghasilkan variabel- variabel yang menunjukkan hubungan signifikan antara lain cakupan pemberian ASI eksklusif (p = 0.000, r = -0.497), cakupan BBLR (p = 0.011, r = 0.242), dan cakupan rumah sehat (p = 0,026, r = 0.212). Sementara, variabel kepadatan penduduk tidak menunjukkan hubungan terhadap kejadian pneumonia pada balita (p = 0.099, r = 0.158). Adanya hubungan antara cakupan pemberian ASI eksklusif, BBLR, dan rumah sehat terhadap kejadian pneumonia pada balita di Kota Depok diharapkan dapat menjadi masukan untuk merencanakan program pencegahan dan pengedalian pneumonia di Kota Depok kedepannya.

Pneumonia is the biggest cause of death in children in Indonesia, including in Depok City, one of the cities in West Java. The coverage of pneumonia case detection in toddlers in Depok City increased up to 52.88% in 2022. Risk factors from hosts, environment, and agents affect the increase in the coverage of pneumonia case detection in toddlers in Depok City. This study aims to determine the relationship between the coverage of exclusive breastfeeding, LBW coverage, healthy household coverage, and population density on the incidence of pneumonia in toddlers in Depok City in 2013-2022. The study design used was an ecological study design and the population was all toddlers diagnosed with pneumonia in Depok City. The results of the study produced variables that showed a significant relationship including the coverage of exclusive breastfeeding (p=0.000, r=-0.497), the coverage of LBW (p=0.011, r=0.242), and the coverage of healthy household (p=0.026, r=0.212). Meanwhile, the population density variable showed no relationship to the incidence of pneumonia (p=0.099, r=0.158). The existence of a relationship between the coverage of exclusive breastfeeding, LBW, and healthy household to the incidence of pneumonia in toddlers in Depok City is expected to be an input for planning pneumonia prevention and control programs in Depok City in the future."
Depok: 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mundzir Kamiluddin
"Di negara-negara berkembang hampir 1 dari 5 Balita meninggal disebabkan oleh pneumonia. Balita merupakan kelompok umur yang rentan terhadap terserang pneumonia. Period prevalence pneumonia pada anak Balita di DKI Jakarta berdasarkan data Riskesdas 2013 mencapai 19,6 permil.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor lingkungan fisik rumah dan faktor lainnya yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada Balita di DKI Jakarta dengan menggunakan data Riskesdas 2013.
Desain penelitian ini adalah cross sectional. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti dan analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia Balita di DKI Jakarta sebesar 4%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian pneumonia Balita adalah usia Balita.

In development countries nearly 1 in 5 children under five years old died due to pneumonia. Children under five years old are the age group that susceptible to pneumonia. Period prevalence of pneumonia in children under five years old in Jakarta based on National Basic Health Research 2013 has reached 19.6 per mil.
The objective of this study is to determine the physical environment of house and other factors associated to the incidence of pneumonia children under five years old in Jakarta using National Basic Health Research 2013 data.
This study design is cross-sectional study. Univariate analysis is used to describe each variable studied and bivariate analysis is used to determine the relationship between the dependent and independent variables.
The results showed that the prevalence of pneumonia children under five years old in Jakarta at 4%. Results of bivariate analysis showed that the variables associated with the incidence of pneumonia is age of children under five.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64691
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Stimulasi perkembangan motorik halus merupakan salah satu upaya merangsang pertumbuhan dan perkembangan sel-sel saraf di otak. Peran orangtua penting dalam menstimulasi perkembangan motorik halus. Penelitian ini bertujuan mengetahui seberapa erat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang stimulasi perkembangan motorik halus dengan kernampuan motorik halus balitanya dengan menggunakan desain korelasi. Penelitian ini mengukur tingkat pengetahuan ibu dengan menggunakan kuisoner dan kemampuan motorik halus balita dengan tes DDST (Denver Developmental Screening Test) dengan sampel sebanyak 88 orang, yang terdiri dari 44 ibu dan 44 balitanya. Data diolah secara komputerisasi. Hasil menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel lemah r = 0,252 dengan uji hipotesis somers'd. Penelitian ini akan lebih bermakna jika meneliti sikap ibu terkait stimulasi perkernbangan terhadap perkembangan anaknya."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2007
TA5588
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Motorik halus merupakan gerakan yang dilakukan oleh bagian-bagian tubuh tertentu yang kurang memerlukan tenaga, namun lebih memerlukan koordinasi dan kerjasama pada gerakan jari kaki dan tangan serta anggota tubuh yang lain. Penguasaan kemampuan motorik halus 80% tercapai pada usia toddler (0 — 3 tahun) dan mencapai perkembangan yang optimal pada usia balita (0 — 5 tahun). Penguasaan kemampuan motorik halus ini akan lebih cepat dicapai, bila anak balita mendapat stimulasi. Stimulasi dini yang tepat dan diberikan sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak, mampu mengoptimalkan kemampuan motorik halus yang dimiliki. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan tingkat perkembangan anak usia balita terhadap kemampuan motorik halus . Penelitian ini dilakukan di tempat penitipan anak (TPA) Wahana Bina Balita RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat. Responden yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 33 orang. Usia responden berkisar antara 0 — 5 tahun. Jenis kelamin terbanyak adalah perempuan yaitu 57,6% sedangkan untuk laki-lakinya berjumlah 42,4%. Kuesioner dikembangkan mengacu pada Denver Development Screening Test (DDST), Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita yang diterbitkan oIeh Depkessos RI. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan bahwa dari 33 responden yang memiliki kategori balita awal (0 — 3 tanun) dan balita akhir (4 — 5 tahun), terdapat sejumiah 22,2% kategori balita awal tidak mampu untuk menguasai ketrampilan motorik halus, sedangkan pada balita akhir 100% mampu menguasainya. Kemudian dari responden yang sama, peneliti mengkatagorikan kedalam jenis kelaminnya, laki-laki dan perempuan, ditemukan 14,3% balita laki-laki tidak mampu menguasai motorik halus, sedangkan balita perempuan 10,5% yang tidak mampu menguasainya. Namun demikian, berdasarkan uji statistik, perbedaan hasil yang diperoleh terkait dengan usia balita dan jenis kelamin tersebut, kurang memiliki nilai yang bermakna bagi penelitian ini. "
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
TA5334
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ommy Ariansih
"ABSTRAK
Tujuan. 1. mengetahui hubungan antara FA yang lebar dengan perkembangan motorik
kasar dan bahasa pada anak usia 6-24 bulan, 2. mengetahui hubungan antara fontanel
anterior yang lebar dengan perkembangan otak yang abnormal dari pemeriksaan USG kepala,
3. mengetahui faktor-faktor risiko yang berperan dalam perkembangan motorik kasar dan
bahasa pada anak dengan FA lebar.
Metode. Desain penelitian adalah kasus kontrol untuk menilai perkembangan motorik
kasar dan bahasa menggunakan pemeriksaan Denver II dan perkembangan otak dinilai
dengan pemeriksaan USG kepala, pada anak usia 6-24 bulan dengan ukuran FA lebar (≥ 1 SD)
sesuai kelompok usia. Kelompok kasus jika perkembangan motorik kasar dan bahasanya
terlambat sedangkan kelompok kontrol jika perkembangan motorik kasar dan bahasanya
normal yang dipasangkan sesuai kelompok usianya, yang berobat ke RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo antara bulan Desember 2017 sampai dengan Mei 2018. Faktor-faktor risiko
dianalisis secara bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian. Dari 127 anak dengan FA lebar, 9 anak dieksklusi, sehingga ada 118 anak
sebagai subyek penelitian. Pada kelompok kasus maupun kontrol ada 59 subyek, terdiri dari
18 anak (usia 6-<9 bulan), 16 anak (usia 9-<12 bulan), 17 anak (usia 12-<18 bulan) dan 8
anak (usia 18-<24 bulan). Pada kelompok anak dengan FA lebar (>2SD) lebih banyak
ditemukan pada kelompok kasus, sebaliknya pada anak dengan FA ≥1 SD ≤ 2SD lebih
banyak ditemukan pada kelompok kontrol. Pada analisis bivariat didapatkan faktor
risiko yang bermakna adalah status gizi kurang, kelahiran prematur, LK abnormal dan
hasil USG kepala abnormal. Pada analisis multivariat didapatkan anak dengan FA lebar
berhubungan bermakna dengan riwayat kelahiran prematur (OR 7,5; IK 95% 1,585-35,913)
dan abnormalitas USG kepala (OR 29; IK 95% 3,82-225,37).
Simpulan. Anak dengan FA lebar >2 SD lebih banyak ditemukan perkembangan motorik
kasar dan bahasa yang terlambat, dan berhubungan bermakna dengan kelahiran prematur
dan abnormalitas USG kepala.

ABSTRACT
Background. Abnormalities in head circumference (HC) and anterior fontanel (AF) size in children may reveal clues to assessment of intrauterine brain growth disorders. Brain growth disorders may lead to clinical manifestations of impaired growth and development of children. Objectives. (1) to determine the relationship between large AF with gross motor and language developmental in children aged 6-24 months, (2) to determine the relationship between large AF with abnormalities of brain growth by cerebral ultrasound, (3) to find the association of risk factors of gross motor and language developmental in children with large AF. Methodes. A case control study was to assess gross motor and language development by using Denver II and brain growth by cerebral ultrasound in children aged 6-24 months with large AF (≥ 1 SD) visiting dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital between December 2017 and May 2018. Case group consisted of gross motor and language developmental delay, control group consisted of similar children but who were normal of gross motor and language development. Both groups were matched according to gender and aged. Bivariate and multivariate analysis were done to identify significant risk factors. Results. Out of 127 large AF children, 9 child who meet exclusion criteria, subject in the study was 118 children. Case groups and control groups were 59 subject; 18 subject (6-<9 months), 16 subject (9-<12 months), 17 subject (12-<18 months) and 8 subject (18-<24 months). Most children of AF >2 SD with gross motor and language development delay were compared to children of AF ≥1 SD- ≤2 SD with normal of gross motor and language development. Bivariate analysis showed that significantly of risk factors were under nutrition, premature, abnormality HC and abnormality cerebral ultrasound. Multivariate analysis showed that significantly prematurity (OR 7,5; IK 95% 1,585-35,913) and abnormality cerebral ultrasound (OR 29; IK 95% 3,82-225,37) in children of large AF with gross motor and language development delay. Conclussions. The most of children of large AF (> 2 SD) were gross motor and language development delay, and significantly with prematurity and abnormality cerebral ultrasound."
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>