Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182115 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Dysmenorrhea adalah nyeri menstruasi yang ditandai dengan nyeri yang terjadi sesaat sebelum permulaan atau saat perdarahan menstruasi, menetap sampai 1 sampai beberapa hari menstruasi (Reeder, 1997). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri menstruasi tersebut. Nyeri adalah pengalaman yang personal dan subyektif. Pengalaman nyeri menstruasi wanita dan ekspresinya terhadap ketidaknyamanan dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan psikososial (Sherwen, Scoloveno dan Weingarten, 1999). Faktor-faktor psikososial tersebut diantaranya usia, pendidikan, pendapatan, peran serta terhadap menstruasi (Brown et al., 1984). Faktor lain seperti status pekerjaan dan status perkawinan diungkapkan oleh Reeder, 1992.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor psikososial dengan dismenorrhea. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif dengan uji statistik Chi Square Multitabel dengan populasi mahasiswa bekerja dan tidak bekerja di Akper Royhan dan FIK UI dengan jumlah sampel 30 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan suatu kuesioner yang diuji validitas dan reliabilitasnya.
Dari penelitian ini terbukti bahwa hubungan usia dengan dismenorrhea tidak ditentukan oleh status pekerjaan. Hubungan nilai-nilai terhadap menstruasi dengan dismenorrhea primer juga tidak ditentukan apakah individu bekerja atau tidak bekerja."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
TA5160
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Dysmenorrhea adalah nyeri menstruasi yang ditandai dengan nyeri yang terjadi sesaat sebelum permulaan atau saat perdarahan menstruasi, menetap sampai l sampai beberapa hari menstruasi (Reeder, 1997). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri menstruasi tersebut. Nyeri adalah pengalaman yang personal dan subyektii Pengalaman nyeri menstruasi wanita dan ekspresinya terhadap ketidaknyamanan dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan psikososial (Sherwen, Scoloveno dan Weingarten, 1999). Faktor-faktor psikososial lersebut diantaranya usia pendidikan, pendapatan, peran Serta nilai-nilai terhadap menstruasi (Brown el al., 1984). Faktor lain seperti status pekerjaan dan status perkawinan diungkapkan oleh Reeder, 1992.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor psikososial dengan dismenon-hea. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif dengan uji statistik Chi Square Multitabel dengan populasi mahasiswa bekerja dan tidak bekerja di Akper Royhan dan FIK UI denganjumlah sampel 30 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan suatu kuesioner yang diuji validitas dan reliabilitasnya.
Dari penelitian ini terbukti bahwa hubungan usia dengan dismenorrhea tidak ditentukan oleh selama pekerjaan. Hubungan nilai-nilai terhadap menstruasi dengan dismenorrhea primer juga tidak ditentukan apakah individu bekerja atau tidak bekerja."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S6784
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Siti Erinna
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S3692
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiana Budiarti
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1991
S2009
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Menur Karen K.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T38019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Limbong, Mesta
"Dalam era globalisasi yang semakin berkembang saat ini, peran sebagai "ibu" tetap dituntut berfungsi secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan anaknya, khususnya anak prasekolah sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Secara teoretis masa usia prasekolah adalah masa terpenting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada usia ini, bisa saja timbul stagnasi dalam usaha memenuhi tugas-tugas perkembangannya jika tidak diberi dukungan dan kesempatan.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan perkembangan kemampuan sosialisasi anak usia prasekolah; apakah ada hubungan pola komunikasi keluarga dengan perkembangan kemampuan komunikasi anak usia prasekolah; apakah ada hubungan perkembangan kemampuan sosialisasi dengan perkembangan kemampuan komunikasi anak usia prasekolah, serta untuk mengetahui apakah ada perbedaan: perkembangan kemampuan sosialisasi, perkembangan kemampuan komunikasi dan pola komunikasi keluarga pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.
Penelitian ini dilakukan di Jakarta, melibatkan 142 anak usia prasekolah dari 8 Taman Kanak-kanak. Dengan rincian 71 anak mewakili kelompok ibu bekerja dan 71 anak lainnya mewakili kelompok ibu tidak bekerja. Untuk melihat hubungan pola komunikasi keluarga dengan perkembangan kemampuan sosialisasi anak usia prasekolah, hubungan pola komunikasi dengan perkembangan kemampuan komunikasi anak usia prasekolah, serta hubungan perkembangan kemampuan sosialisasi dan perkembangan kemampuan komunikasi dari anak usia prasekolah digunakan analisa korelasi. Sedangkan teknik untuk menguji perbedaan perkembangan kemampuan sosialisasi anak usia prasekolah, perkembangan kemampuan komunikasi anak usia prasekolah, pola komunikasi keluarga ibu bekerja dan ibu tidak bekerja digunakan uji beda rata-rata.
Temuan-temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positip dan bermakna antara pola komunikasi keluarga dengan perkembangan kemampuan sosialisasi anak usia prasekolah. Di peroleh hasi l 0,201 dan signifikan pada taraf 5 %. Berarti antara pola komunikasi keluarga dan perkembangan kemampuan sosialisasi ada korelasi positip. Selanjutnya ada hubungan yang positip dan signifikan antara perkembangan kemampuan komunikasi anak dan pola komunikasi keluarga. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pola komunikasi keluarga yang digunakan, berarti akan meningkatkan perkembangan kemampuan komunikasi anak usia prasekolah.
Hubungan antara perkembangan kemampuan komunikasi anak dan perkembangan kemampuan sosialisasi anak diperoleh sebesar 0,446 dan signifikan pada taraf 5 %. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat perkembangan komunikasi akan semakin meningkat pula perkembangan kemampuan sosialisasinya.
Untuk pola komunkasi keluarga dari Ibu bekerja dan Ibu tidak bekerja, tidak terbukti ada perbedaan. Ibu bekerja dan Ibu tidak bekerja dalam sampel penelitian ini cenderung menggunakan pola komunikasi keluarga protektif, yaitu komunikasi orientasi sosialnya tinggi, sedangkan komunikasi orientasi konsepnya rendah, hasilnya sebanyak 77 sampel (54 %). Untuk pola komunikasi keluarga Laisser-faire dengan komunikasi yang orientasi sosial maupun komunikasi orientasi konsepnya rendah sebanyak 26 sampel (18 %). Pola komunikasi keluarga pluralistik yaitu dengan komunikasi yang berorientasi sosial rendah dan komunikasi berorientasi konsepnya tinggi sebanyak 7 sampel (5 %). Sedangkan Pola Komunikasi Konsensual dimana komunikasi yang berorientasi sosialnya maupun komunikasi orientasi konsepnya tinggi sebanyak 32 sampel (23 %).
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara perkembangan kemampuan komunikasi anak, dari kelompok Ibu bekerja maupun Ibu tidak bekerja. Ini menunjukkan bahwa perkembangan kemampuan komunikasi anak pada usia prasekolah tidak hanya dipengaruhi oleh faktor bekerja/tak bekerja Ibu. Apapun aktivitas dan tanggung jawab Ibu, nampaknya tetap memperhatikan perkembangan kemampuan komunikasi anak-anaknya. Ada perbedaan yang signifikan antara perkembangan kemampuan sosialisasi anak usia prasekolah pada Ibu bekerja dan tidak bekerja. Dibuktikan dari uji coba peluang rata-rata sebesar 0, 0166 pada tabel 4.10."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
T-3911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emy Susanty
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1983
S6538
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Wihandini
"Kegiatan belajar di perguruan tinggi tentu berbeda dengan jenjang pendidikan sebelumnya. Pada tingkatan ini, seorang individu dituntut untuk mandiri baik secara finansial maupun emosional (Papalia & Olds, 1992). Inilah yang tak sedikit memotivasi mahasiswa untuk kuliah sekaligus bekerja, apalagi untuk mereka yang sudah berkeluarga. Mahasiswa yang kuliah sekaligus bekerja mempunyai waktu yang lebih singkat untuk belajar dan menyeimbangkan aspek-aspek dalam kehidupannya. Karena ketika ia kuliah sekaligus bekerja ada sisi positif dan negatif yang akan ia alami.
Menurut Santrock (1990), ketika seorang mahasiswa sekaligus bekerja, sisi negatif yang akan ia alami adalah bahwa ia akan mengalami kesulitan dalam menyeimbangkan tuntutan kuliah dan kerja. Namun sisi positifnya menurut Greenberger dan Steinberg (dalam Santrock, 1990) ketika seorang mahasiswa kuliah sekaligus bekerja ia akan mempunyai pemahaman lebih mengenai dunia kerja, cara memperoleh dan mempertahankan pekerjaan dan cara mengatur uang. Selain itu juga membantu mengalokasikan waktu dan kebanggaan terhadap hasil dan evaluasi.
Mahasiswa yang dapat mengelola waktu dengan baik menurut penelitian Macan, dkk (1990) memiliki perfoma yang lebih baik hasilnya, dan kepuasan kerja, tidak bingung dalam menjalankan peran dan dapat mengurangi beban kerja, sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan termasuk dalam penyelesaian tugas kuliah.
Menurut Macan, dkk (1990) , ketika seorang mahasiswa tidak dapat mengatur waktu, hal itu adalah penyebab rendahnya prestasi belajar karena ia sulit membagi waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas kuliah, istirahat, olah raga dan mengerjakan tugas kantor. Jadi terlihat manajemen waktu punya peran penting dalam hal ini. Dengan adanya manajemen waktu yang baik diharapkan seorang mahasiswa bekerja menjadi lebih baik terhadap komitmen tugasnya (Task Involved).
Penelitian ini berusaha mengungkap hubungan antara manajemen waktu beserta keempat aspeknya yaitu perencanaan, prioritas, delegasi dan disiplin diri dengan lamanya waktu digunakan untuk bekerja dan hubungan antara manajemen waktu beserta keempat aspeknya dengan komitmen terhadap tugas. Alat pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) Time Problems Inventory yang diadaptasi dari alat ukur pemanfaatan waktu Albert. A. Canfield (1987), 2) sedangkan untuk mengukur orientasi gol digunakan alat ukur orientasi belajar dari teori Ames & Archer (1988). Jenis pemilihan sampel dalam penelitian ini purposive sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. Pengambilan data dilakukan secara massal dengan sampel sejumlah 51 orang bertempat di Gedung D lantai 2 mang 201-202 pada saat ujian Diagnostik IV sekitar pukul 18.30 WIB.
Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah 1) tidak ada hubungan yang signifikan antara manajemen waktu dengan perencanaan, prioritas, disiplin diri dan manajemen waktu dengan lamanya waktu digunakan untuk bekerja, 2) ada hubungan negatif dan signifikan antara aspek delegasi dengan lamanya waktu digunakan untuk bekerja, 3) ada hubungan yang negatif dan signifikan antara aspek perencanaan, prioritas dalam manajemen waktu dan manajemen waktu itu sendiri dengan komitmen terhadap tugas, 4 ) tidak ada hubungan yang signifikan antara aspek delegasi dan disiplin diri dalam manajemen waktu dengan komitmen terhadap tugas 5) tidak ada hubungan yang signifikan antara manajemen waktu dengan keempat aspeknya dengan komitmen terhadap ego. Sebagai hasil tambahan, dari penelitian ini ternyata didapat 1) tidak ada perbedaan dalam manajemen waktu beserta keempat aspeknya dengan tingkat semester, 2) tidak ada perbedaan dalam aspek perencanaan dan prioritas dalam manajamen waktu antara pria dan wanita.
Penulis beralasan bahwa dalam penelitian ini ada variabel-variabel ternyata tidak berhubungan dikarenakan, 1) jumlah sampel yang kurang variatif sehingga penelitian kurang tajam mengungkap perbedaan yang ada, 2) jumlah item yang kurang banyak sehingga kurang dalam mengungkap variabel yang hendak diukur, 3) adanya variabel tertentu dalam hal ini panjang waktu bekeija yang tidak dikontrol.
Saran-saran yang diajukan dalam penelitian ini berkenaan dengan 1) jumlah sampel yang harus diperbanyak, 2) jumlah item yang juga harus diperbanyak, menghindari uji coba terpakai, 3) ada batas waktu kritis dalam kemampuan manajemen waktu dalam hal ini 20 jam per minggu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3029
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>