Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177450 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmat Wijaya
"Pelapisan zirkonia film pada bahan dasar aluminium alloy dibuat dengan menggunakan metoda sol-gel yang telah dimodifikasi dan teknik spinning coating. Asam asetat digunakan sebagai stabiliser pada pembuatan sol dan asam nitrat digunakan sebagai agen peptitiser dengan perbandingan terhadap alkoxide 2 dan 0,032. Penambahan yttria dilakukan dengan perbandingan berat oksidanya terhadap oksida total dalam sol sebesar 2,5; 5; ·dan 10%. Kristalisasi mulai terbentuk pada suhu sekitar 420 °C dalam bentuk kubik atau tetra~onal dan tidak mengalami perubahan phase hingga pembakaran suhu 600 C maupun akibat penambahan yttria dalam sol. Penambahan yttria tidak mempengaruhi suhu terbentuknya kristal (kristalisasi). Karakterisasi mekanis hasil dilakukan dengan uji menggunakan UMIS 2000 U/tramicrohardness Indentation System, kekerasan film tidak digunakan sebagai kekerasan baku sifat bahan karena dijumpai permasalahan pada alat UMIS (kekerasan film maksimum 1 ,59 -, GPa, jauh dari data referensi). Dari hasil analisis dengan SEM, diduga deformasi yang terjadi mengikuti proses konservasi volume. Penambahan yttria pada sol tidak memberi perubahan yang cukup berarti pada sifat kekerasan film hasil.

Zirkonia thin film coatings on aluminium alloy substrats have been made by modified sol-gel method and spin coating technique. Acetic acid is used as a stabilizer sols (as modifier) and nitric acid as peptitizer in the ratio to alkoxide of 2 and 0. 032 respectively. The addition of yttria is in the ratio 2.5, 5 and 10 % weight to total oxide in sols. Crystallization of the films began at about 420 C in cubic or tetragonal form and had no changes after firing up to 600 °C and addition of yttria in sols. The addition of yttria caused no changes in crystallization temperature. Ultramicro indentation tests were carried out using UMIS 2000 Ultramicrohardness Indentation System. The hardness analysis results can not be used as the properties of film because there was a problem with the UMIS. From SEM images, it is predicted that the stable deformation suggested a volume conserving process. The addition of yttria to sols does not change much on the hardness properties of resulting thin film.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
T40861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Fransiskus Gandamana
"Karakterisasi sifat oksidasi dilakukan pada dua jenis material pada kondisi siklik dengan temperatur 1100 C, yaitu : (i) Inconel 625 Superalloy yang dihasilkan melalui metode Selective Laser Melting, kemudian dilapisi NiCrAlY dengan metode Selective Laser Melting, yang disebut sebagai sampel SLM; (ii) Inconel 625 superalloy yang dihasilkan melalui metode Selective Laser Melting, kemudian dilapisi CoNiCrAlY dengan metode Air Plasma Spray, yang disebut sebagai sampel APS. Analisa thermogravimetri dan struktur mikro dilakukan untuk mengetahui morfologi dan sifat lapisan oksida yang tumbuh di atas permukaan bond coat, pengelupasan lapisan oksida dan bond coat dan kinetika oksidasi.
Dari analisa tersebut ditemukan bahwa kedua sampel mengalami kinetik oksidasi linier dan parabolik serta kedua jenis bond coat membentuk lapisan oksida yang sama, yaitu lapisan oksida Cr2O3 sebagai lapisan terluar, dan lapisan oksida a-Al2O3 sebagai lapisan dalam. Sebagian besar pengelupasan pada sampel SLM mungkin disebabkan oleh retak geser tekan di lapisan oksida sebagai akibat perbedaan koefisien ekspansi panas antara lapisan oksida dan bond coat, sedangkan sebagian besar pengelupasan pada sampel APS mungkin disebabkan oleh cacat porositas dan rongga udara di bond coat. Sampel SLM memiliki ketahanan oksidasi yang lebih baik daripada sampel APS dimana laju kinetik oksidasi parabolik sampel SLM sebesar 1.7053 x 10-6 g2 cm-4 s-1 , dan sampel APS sebesar 3.8969 x 10-6 g2 cm-4 s-1.

The characterization of oxidation behaviour is performed on two types of material in cyclic conditions with temperature of 1100 C i.e. (i) Inconel 625 fabricated using selective laser melting method, then is coated by NiCrAlY using selective laser melting method, called by SLM sample, and (ii) Inconel 625 fabricated using selective laser melting method, then is coated CoNiCrAlY using air plasma spray method, called APS sample. Microstructural and thermogravimetric analysis are used to know the morphology and nature of oxide scale formed on surface of bond coat, spallation of bond coat and oxide scale, oxidation kinetics.
Those analysis reveal that both types of material exhibit the linier and parabolic oxidation kinetics, furthermore both bond coats form the similar oxide scale i.e. Cr2O3 scale as outer scale and a-Al2O3 as inner scale. Most spallations of SLM sample are likely caused by the compressive shear crack in the oxide scale as a result of the bond coat-oxide thermal expansion coefficient mismatch, while most spallations of APS sample are probably caused by the porosities and voids in the bond coat. SLM sample has the better oxidation resistance than APS sample where the parabolic oxidation kinetic rate of SLM sample of 1.7053 x 10-6 g2 cm-4 s-1 , and APS sample of 3.8969 x 10-6 g2 cm-4 s-1.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T52654
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Wijaya
"Pelapisan zirkonia film pada bahan dasar aluminium alloy dibuat dengan menggunakan metoda sol-gel yang telah dimodifikasi dan teknik spinning coating. Asam asetat digunakan sebagai stabiliser pada pembuatan sal dan asam nitrat digunakan sebagai agen peptitiser dengan perbandingan terhadap alkoxide 2 dan 0,032. Penambahan yttria dilakukan dengan perbandingan berat oksidanya terhadap oksida total dalam sol sebesar 2,5; 5; dan 10%. Kristalisasi mulai terbentuk pada suhu sekitar 420°C dalam bentuk kubik atau tetragonal dan tidak mengalami perubahan phase hingga pembakaran suhu 600 C maupun akibat penambahan yttria dalam sol. Penambahan yttria tidak mempengaruhi suhu terbentuknya kristal (kristalisasi). Karakterisasi mekanis hasil dilakukan dengan uji menggunakan UMIS 2000 Ultramicrohardness Indentation System, kekerasan film tidak digunakan sebagai kekerasan baku sifat bahan karena dijumpai permasalahan pada alat UMIS (kekerasan film maksimum 1,59 GPa, jauh dari data referensi). Dari hasil analisis dengan SEM, diduga deformasi yang terjadi mengikuti proses konservasi volume. Penambahan yttria pada sal tidak memberi perubahan yang cukup berarti pada sifat kekerasan film hasil.

Zirkonia thin film coatings on aluminium alloy substrats have been made by modified sol-gel method and spin coating technique. Acetic acid is used as a stabilizer sols (as modifier) and nitric acid as peptitizer in the ratio toalkoxide of 2 and 0.032 respectively. The addition of yttria is in the ratio 2.5, 5 and 10 % weight to total oxide in sols. Crystallization of the fifms began at about 420 C in cubic or tetragonal form and had no changes after firing up to 600°C and addition of yttria in sols. The addition of yttria caused no changes in crystallization temperature. Ultramicro indentation tests were carried out using UMIS 2000 Ultramicrohardness Indentation System. The hardness analysis results can not be used as the properties of film because there was a problem with the UMIS. From SEM images, it is predicled that the stable deformation suggested a volume conserving process. The addition of yttria to sols does not change much on the hardness properties of resulting thin film."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resetiana Dwi Desiati
"Material pada sudu turbin harus memiliki sifat mekanik yang baik yang tahan terhadap pembebanan atau tekanan mekanik yang tinggi selama beroperasi. Selain itu juga harus tahan terhadap lingkungan yang ekstrim seperti oksidasi dan korosi suhu tinggi. YSZ sering digunakan sebagai lapisan topcoat pada sistem Thermal Barrier Coating (TBC) karena memiliki sifat konduktivitas termal yang rendah, daya tahan yang cukup tinggi sehingga mampu menahan beban gaya yang besar. Penambahan Fe2O3 diketahui dapat mengurangi suhu sintering YSZ. Melalui teknik pelapisan electrophoretic deposition (EPD) dengan metode gradien tegangan didapatkan lapisan yang padat apabila dibandingan dengan metode tegangan konstan. Variasi perlakuan sintering telah dilakukan untuk mengkaji guna mendapatkan lapisan dengan sifat yang sesuai sebagai lapisan topcoat pada sistem TBC. Perlakuan sintering satu langkah yaitu pada low sintering (LS) temperatur pada suhu 750 °C dan high sintering (HS) temperatur pada suhu 1200 °C telah dilakukan. Serta perlakuan sintering dua langkah yaitu low first step sintering (LFS) dan high first step sintering (HFS) temperatur juga telah dilakukan untuk perbandingan. Berdasarkan hasil karakterisasi struktur mikro, analisa fasa, sifat mekanik dan sifat termal didapatkan lapisan dengan perlakuan LFS yang terbaik yaitu dengan porositas sebesar 1,23 % dan prosentase fasa ZrO2 Tetragonal yaitu 42 %, nilai kekerasan yang diukur 1027,1 HV, termal konduktivitas pada suhu ruang terukur 4,73 W/m.K. Berdasarkan hasil XRD, perhitungan regangan kisi untuk LFS didapatkan paling besar yaitu 2 × 10-3.Hasil ini membuktikan bahwa regangan kisi berkontribusi terhadap konduktivitas termal karena adanya hamburan fonon Fe2O3 yang didoping pada YSZ. Pengujian ketahanan korosi dilakukan dengan metode hot salt corrosion menggunakan garam NaCl, KCl dan CaCl2 pada suhu 600 °C pada sampel single layer YSZ dan double layer terdiri dari bondcoat NiCo-YSZ. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa corrosion rate pada sampel LFS single layer adalah sekitar 5,99 ×10-8 mm/y setelah 40 jam pengujian dan terbentuknya lapisan oksida yang kaya akan CaCrO4. Sedangkan corrosion rate pada sampel LFS double layer adalah sekitar 2,37 ×10-9 mm/y, sehingga ketahan korosinya meningkat sebesar 25 kali lipat. Untuk pengujian polarisasi dan impedance spectroscopy dalam NaCl 3,5 % di suhu ruangan diperoleh hasil bahwa sampel single layer YSZ memiliki ketahanan korosi yang baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses deposisi lapisan YSZ dengan variasi perlakuan sintering sangat berpengaruh besar terhadap peningkatan ketahanan korosi.

A material for the turbine blades shoud possesses good mechanical properties that can withstand high mechanical loads or stresses during operation. In addition, the material should have high resistant of oxidation or corrosion in extreme environments. YSZ is commonly used as a topcoat material in Thermal Barrier Coating (TBC) systems due to low thermal conductivity, high durability, and withstand large force loads. The addition of Fe2O3 can reduce the sintering temperature of YSZ. The present study proposed the optimalization of electrophoretic deposition (EPD) coating technique with the gradient voltage and constant method. The result showed that a dense layer is obtained when sampel deposited by gradient method. In order to ienhance the compactness and phase stability of YSZ coatig, two-step sintering is carried out and denoted low sintering (LS) low step (LS), low-first step (LFS), high-first step (HFS), and high step (HS). Low and high refers to 750°C and 1200°C, respectively. Based on microstructure characterization, phase analysis, mechanical properties and thermal properties, the optimum coating performance obtained from LFS treatment with low porosity of 1.23% and the percentage of ZrO2 Tetragonal phase was 42%, the measured hardness value was 1027.1 HV, and thermal conductivity at room temperature measured 4.73 W/mK. Based on the XRD results, the calculation of the lattice strain for LFS obtained the highest value of 2 × 10-3. It could be noticed tht the lattice strain contributes to the thermal conductivity due to the phonons scattering of Fe2O3 doped on YSZ.The corrosion resistance test was carried out using the hot salt corrosion method using NaCl, KCl and CaCl2 at a temperature of 600 °C on a single layer sample of YSZ and a double layer consisting of a NiCo-YSZ bondcoat. The results showed that the corrosion rate of the single layer LFS samples was around 5.99 × 10-8 mm/y at 40 hours with the formation of an oxide layer rich in CaCrO4. Meanwhile, the corrosion rate of the double layer LFS samples is around 2.37 × 10-9 mm/y, thus the corrosion resistance is increased almost 25 times. For polarization testing and impedance spectroscopy in NaCl 3.5% at room temperature, the results showed that the YSZ single layer sample had good corrosion resistance. Therefore, it can be concluded that deposition process of YSZ coating with variations in sintering treatment has a major effect on increasing corrosion resistance."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1992
S27966
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Gunawan
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
T40024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Uswatun Hasanah
"Telah dilakukan pelapisan diamond-like carbon (DLC) dengan metode plasma enhanced chemical vapour deposition (PECVD). Variasi parameter jenis gas, temperatur, tekanan, dan architecture coating dilakukan untuk mengetahui karakteristik lapisan diamond-like carbon yang terbentuk. Diamond dan grafit adalah alotrop karbon yang paling banyak diketahui. Diamond merupakan mineral alam yang paling keras yang memiliki struktur hibridisasi sp3 dan memiliki sifat ketahanan terhadap abrasive. Sedangkan grafit memiliki sifat yang lunak dengan struktur hibridisasi sp2. Diamond-like carbon adalah bentuk karbon amorf metastabil yang memiliki hibridasi sp3 dan sp2.
Dalam penelitian ini dilakukan rekayasa lapisan diamod-like carbon di atas permukaan substrat AISI D2 dengan metode chemical vapour deposition berupa plasma lucutan pijar yang biasa disebut plasma enhanced chemical vapour deposition. Digunakan liquid petroleum gas (LPG) sebagai sumber gas hidrokarbon yang lebih murah dan mudah di dapat. Selain itu juga dilakukan variasi parameter tempespratur dan tekanan untuk mengontrol rasio sp3/sp2. Selanjutnya architecture coating dengan metode double layer dipilih sebagai upaya untuk memperbaiki lapisan single layer. Karakterisasi raman dilakukan untuk membuktikan pembentukan lapisan diamond- like carbon serta rasio ID/IG (Intensity Graphitic/Intensity Disorder). Selain itu pengujian mekanik dan keausan dilakukan untuk mengetahui hubungan rasio sp3/sp2 terhadap rekayasa yang telah dilakukan.
Penggunaan reaktan gas LPG sebagai sumber gas hidrokarbon untuk pelapisan berhasil meningkatkan nilai kekerasan lebih besar yaitu 418,08 HV dibandingkan dengan nilai kekerasan menggunakan gas C2H2 (388,58 HV). Selain itu penggunaan gas LPG menghasilkan CoF lebih kecil sebesar 5,52 x 10-3 sedangkan gas C2H2 didapatkan 7,59 x 10-3. Hal ini dikarenakan rasio H/C pada LPG yang lebih besar yaitu 2,3 sedangkan pada C2H2 yaitu 1. Daya lekat yang dimiliki lapisan dengan gas LPG maupun gas C2H2 memiliki kriteria klasifikasi yang sama yaitu 5B. Didapatkan ketebalan lapisan menggunakan gas LPG lebih besar yaitu 38,65 µm, sedangkan lapisan dengan gas C2H2 sebesar 25,7 µm. Ketebalan ini dipengaruhi oleh kandungan karbon di permukaan, didapatkan bahwa kandungan karbon LPG sebesar 50,57% sedangkan pada gas C2H2 sebesar 35,9%. Nilai rasio ID/IG penggunaan gas LPG berhasil menurunkan rasio yaitu 1.17 dibandingkan dengan gas C2H2 yaitu sebesar 1.31. Semakin kecil nilai rasio maka akan semakin bear rasio sp3/sp2 nya, hal ini akan memperbaiki sifat mekanik di permukaan.
Pengaruh parameter temperatur dan tekanan pelapisan juga telah dilakukan untuk merekayasa lapisan diamond-like carbon. Didapatkan bahwa nilai kekerasan terbesar terjadi di tekanan 1.6 mbar sebesar 445,51 HV, sedangkan pada temperatur yang lebih rendah yaitu 400 oC dihasilkan kekerasan yang lebih besar yaitu 448,06 HV dibandingkan nilai kekerasan pada temperatur yang lebih tinggi (450 oC). Kenaikan tekanan pada 1.6 mbar berhasil menurunkan CoF menjadi 1.3 x10-3. Selain itu juga pada temperatur 400oC dihasilkan nilai CoF yang lebih kecil sebesar 1,15 x10-3, sedangkan pada temperatur 450oC didapatkan 5,52 x10-3. Hal ini dikarenakan kenaikan tekanan akan menghasilkan volume gas yang meningkat dan menghasilkan deposisi yang semakin banyak di permukaan substart yang menyebabkan kekerasan dan ketahanan ausnya meningkat. Kemudian pada temperatur rendah akan menghasilkan tumbukan antar gas dengan energi yang lebih kecil untuk menghasil sp3 lebih banyak, sehingga hal ini menyebabkan peningkatan kekerasan dan ketahanan keausan pada lapisan DLC. Daya lekat yang dimiliki lapisan diamond-like carbon pada semua varisasi temperatur dan tekanan memiliki kriteria klasifikasi yang sama yaitu 5B. Peningkatan temperatur berhasil meningkatkan ketebalan yaitu 38,65 µm. Sedangkan peningkatan ketebalan lapisan didapatkan pada tekanan yang rendah yaitu 1.2 mbar sebesar 28,9 µm. Kenaikan tekanan pada 1.6 mbar berhasil menurunkan rasio ID/IG sebesar 0,84 dibandingkan pada tekanan 1.4 dan 1.2 mbar masing-masing sebesar; 0,96 dan 1,17. Penurunan temperatur terbukti berhasil menurunkan rasio ID/IG sebesar 0,78. Semakin kecil nilai rasio maka akan semakin bear rasio sp3/sp2 nya, hal ini akan memperbaiki sifat mekanik di permukaan.
Selain pelapisan single layer, architecture coating dengan metode double layer telah dilakukan untuk memperbaiki sifat lapisan single layer. Kemudian pengembangan lapisan interlayer kromium juga dilakukan sebagai metode architecture coating lainnya. Pada tahap penelitian architecture coating diperoleh dengan metode double layer Rekayasa 1 didapatkan nilai kekerasan 438,7 HV dan CoF sebesar 2.9x10-3. Hal ini dikarenakan pengaruh gas LPG pada tahap 2 di rekayasa 1 yaitu penggunaan gas LPG, tahap akhir disetiap rekayasa menentukan sifat dari lapisan DLC. Daya lekat yang dimiliki architecture coating Rekayasa 1 dan Rekayasa 2 juga memiliki kriteria klasisfikasi yang sama dengan lapisan diamond-like carbon single layer yaitu 5B. Selain itu juga ketebalan lapisan Rekayasa 1 dan Rekayasa 2 didapatkan masing masing; 30,1 µm dan 24,3 µm. Hal ini dikarenakan jumlah kandungan karbon di permukaan pada Rekayasa 1 lebih besar yaitu 48,74% dan pada Rekayasa 2 yaitu sebesar 29,08%. Architecture coating Rekayasa 1 memiliki nilai rasio ID/IG yang lebih kecil dibandingkan Rekayasa 2 yaitu masing-masing; 0,89 dan 0,96. Semakin kecil nilai rasio maka akan semakin besar rasio sp3/sp2 nya, hal ini akan memperbaiki sifat mekanik di permukaan. Lapisan interlayer chromium pada rekayasa parameter arus dan waktu pelapisan berhasil memperbaiki sifat mekanik dan ketahanan aus subtrat AISI D2. Kenaikan nilai kekerasan seiring dengan penurunan laju keausan yang mencapai 2,85 x 10-6. peningkatan arus listrik meningkatkan migrasi ion chromium dari larutan elektrolit ke katoda dan menghasilkan lebih banyak chromium di permukaan.

A diamond-like carbon coating has been carried out using the plasma enhanced chemical vapor deposition method. Variations in the parameters of gas type, temperature, pressure, and architecture coating were carried out to determine the characteristics of the diamond-like carbon layer formed. Diamond and graphite are the most widely known allotropes of carbon. Diamond is the hardest mineral with an sp3 hybridized structure and abrasive resistant properties. Meanwhile, carbon has a soft nature with an sp2 hybridization structure. Diamond-like carbon is a metastable amorphous carbon form with sp3 and sp2 hybridization.
In this study, we fabricate diamond-like carbon coatings on AISI D2 substrates using glow discharge plasma-enhanced chemical vapor deposition. LPG gas is used as a cheap and readily available source of hydrocarbon gas. In addition, we modified the temperature and pressure parameters to control the sp3/sp2 ratio. In addition, a double- layer coating structure was chosen to improve the single-layer coating. Raman characterization was performed to demonstrate the formation of diamond-like carbon layers and the sp3/sp2 ratio. Additionally, mechanical and abrasion tests were performed to determine the relationship between the sp3/sp2 ratio and the technique performed.
Using LPG gas reactants as a source of hydrocarbon gas for coatings increased the hardness value to , 418.08 HV as compared to 388.58 HV when using C2H2 gas reactants. In addition, using LPG gas resulted in a CoF of 5.52 x 10-3, whereas C2H2 gas yielded 7.59 x 10-3. This is because the ratio of hydrogen to carbon in LPG is greater than in C2H2; 2.3, 1 respectively. The adhesion of the coating with LPG gas and C2H2 gas has the same classification, 5B, as the adhesion of the coating with C2H2 gas. It was determined that the layer with LPG gas was thicker, measuring 38.65 µm, than the layer with C2H2 gas, which measured 25.7 µm. This thickness is influenced by the carbon content on the surface; it was determined that the carbon content of LPG was 50.57 % while it was 35.9% for C2H2 gas. Using LPG gas, the ID/IG ratio decreased to 1.17 from 1.31 when C2H2 gas was utilized. The greater the sp3/sp2 ratio, the better the mechanical properties of the surface, the smaller the ratio.
The influence of coating temperature and pressure parameters has also been carried out to engineer diamond-like carbon coatings. At a pressure of 1.6 mbar, the highest hardness value was 445.51 HV, while at a lower temperature of 400 oC, the hardness value was 448.06 HV, which was greater than the hardness value at a higher temperature (450 oC). The pressure increase at 1.6 mbar was able to decrease the CoF to 1.3 x 10-3. In addition, a CoF value of 1.15 x10-3 was measured at 400oC, whereas 5.52 x10-3 was measured at 450oC. This is due to the fact that an increase in pressure will result in an increase in gas volume, leading to an increase in deposition on the surface of the substrate, thereby increasing its hardness and wear resistance. Then, at low temperatures, encounters between gases with less energy produce more sp3, resulting in an increase in the DLC layer's hardness and wear resistance. The adhesion of the diamond-like carbon layer is classified as 5B regardless of variations in temperature and pressure. Temperature increase resulted in a thickness increase of 38.65 m. While the increase in layer thickness was achieved at a low pressure of 1.2 mbar and 28.9 µm, it was observed at a thickness of 28.9 µm. Increased pressure at 1.6 mbar decreased the ID/IG ratio by 0.84 compared to pressures of 1.4 and 1.2 mbar, by 0.96 and 1.17 respectively. The ID/G ratio was successfully decreased by 0.78 by lowering the temperature. The greater the sp3/sp2 ratio, the better the mechanical properties of the surface, the smaller the ratio.
In order to enhance the properties of single layer coating, architecture coating with double layer method has also been implemented. The development of the chromium interlayer layer as an additional architectural coating method followed. At the architectural coating research stage, the double layer Design 1 method yielded a coating with a hardness of 438.7 and a CoF of 2.9 x 10-6. This is due to the effect of LPG gas in stage 2 of design 1. The final stage of this design affects the characteristics of the DLC layer. The adhesive strength of Design 1 and Design 2 is also classified as 5B, the same as the single-layer diamond-like carbon coating. In addition, the thickness of Design 1 and Design 2 layers were determined to be 30,1 µm and 24,3 µm, respectively. This is because the surface carbon content of Design 1 is 48.74% higher than Design 2, which is 29.08%. Design 1's architectural coating has a lower ID/G ratio than Design 2's; 0.89 and 0.96, respectively. The surface's mechanical properties will be enhanced as the ratio decreases and the sp3/sp2 ratio increases. The mechanical properties and wear resistance of the AISI D2 substrate were enhanced by the chromium interlayer coating on the current and coating time parameter optimization. The increase in hardness value corresponded to the 2.85 x 10-6 decrease in wear rate. The increase in ecurrent increases the migration of chromium ions from the electrolyte solution to the cathode, resulting in a greater concentration of chromium on the surface.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esa Haruman
"ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengamati mekanisme pembentukan lapisan aluminida pada proses pack aluminizing, khususnya pengaruh kandungan Al di dalam pack dengan aktivator NaC1 berdasarkan aspek thermodinamika dan kinetika. Proses dapat terkendali secara difusi di dalam gas atau interdifusi pada lapisan coating. Untuk meninjau hal tersebut antara lain dibuat model difusi di da lam fasa gas yang menyangkut faktor-faktor temperatur, tekanan spesi-spesi gas Al dan aktivitas Al di permukaan sumber pelapis (source) dan di permukaan coating (spesimen) dengan bantuan program CHEMIX/REACT-CSIRO. Penambahan berat akibat pelapisan yang diperoleh pada suatu kondisi proses tertentu dapat diprediksi berdasarkan model difusi di dalam fasa gas. Percobaan yang dilakukan menyangkut pengamatan berat Al yang mengendap pada iapisan coating yang akan dibandingkan dengan hasil simulasi. Dengan menggunakan data sekunder, hasil percobaan mendekati prediksi simulasi pada kondisi temperatur 1050°C serta komposisi pack 4 % Al + 4 % NaCl. Pada kondisi 2 % Al + 4 % NaCl dan I % Al + 4 % NaCl terjadi penyimpangan bila prediksi simulasinya menggunakan faktor koreksi yang sama dengan prediksi simulasi pada kondisi 4 % Al + 4 % NaCl. Hasil percobaan pada kondisi 1% Ai + 4 % NaCl tidak menunjukkan proses yang terkendali oleh difusi di dalam fasa gas.
Untuk meninjau degradasi lapisan coating dilakukan proses oksidasi siklik masing-masing pada temperatur maksimum 950°C dan 1100°C serta temperatur minimum 30°C dengan mengamati pertambahan berat spesimen sebagai fungsi dari waktu. Data kinetika oksidasi siklik menunjukkan hubungan parabolik serta terjadi pengelupasan (spalling) kerak oksida akibat thermal stress."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Agung Nugraha
"ABSTRAK
Dye Sensitized Solar Cell DSSC berpotensi menjadi sumber energi alternatif yang menjanjikan di masa yang akan datang. Penghematan yang signifikan dalam proses produksi DSSC dapat diperoleh dengan mengintegrasikan sistem DSSC kepada material bangunan secara langsung pada bangunan karena dapat menghemat biaya berupa struktur penyangga tambahan dan proses produksi dapat dilakukan secara roll to roll pada produksi logam lembaran. Namun, penggunaan logam sebagai substrat untuk DSSC terkendala oleh proses korosi yang diakibatkan oleh larutan elektrolit berbasis iodide I- /tri-iodide I3- . Dalam penelitian ini diusulkan penggunaan komposit nano Polyaniline PANi dan Oksida Grafena Tereduksi rGO sebagai pelapis proteksi korosi dan katalis pada Katoda DSSC dengan substrat baja karbon AISI 1086. Grafena rGO disintesis dengan mengoksidasi grafit menjadi oksida grafit. Oksida grafit kemudian diultrasonikasi sehingga terkelupas menjadi Oksida Grafena GO . GO kemudian direduksi sehingga dihasilkan Oksida Grafena Tereduksi rGO . Komposit PANi/rGO disintesis dengan metode polimerisasi in situ dari monomer aniline dengan ditambahkan konsentrasi rGO sebesar 0, 1, 2, 4, 8 wt . Komposit yang dihasilkan kemudian didispersikan dalam etanol untuk kemudian dideposisi dengan cara drop casting menggunakan syringe pada substrat baja karbon AISI 1086. Karakterisasi sampel PANi/rGO yang dilakukan antara lain identifikasi ukuran kristalit bahan menggunakan XRD, gugus fungsi yang terbentuk menggunakan FTIR dan morfologi permukaan menggunakan SEM. Hasil karakterisasi sampel membuktikan bahwa sintesis material komposit nano PANi/rGO telah berhasil dilakukan. Pengujian korosi menggunakan metode polarisasi potensiodinamik dan EIS membuktikan bahwa terjadi penurunan laju korosi pada baja sebanding dengan penambahan konsentrasi rGO pada komposit nano PANi/rGO. Laju korosi paling rendah didapatkan pada konsentrasi rGO paling tinggi, yaitu PANi/rGO 8wt dengan laju korosi CR sebesar 0,2 mm/tahun dan nilai efisiensi proteksi sebesar 80,3 . Setelah itu, dilakukan fabrikasi prototipe DSSC dengan menggunakan katoda PANi/rGO yang dideposisikan pada substrat baja karbon AISI 1086 dan anoda standar menggunakan semikonduktor oksida TiO2 Degussa P25. Pengujian performa DSSC dengan menggunakan intesitas cahaya 100 mW/cm2 pada suhu 27?C membuktikan bahwa komposit PANi/rGO dapat digunakan sebagai alternatif katalis pengganti Platina untuk elektrolit redoks berbasis iodide I- /tri-iodide I3- pada aplikasi sel surya DSSC. Nilai efisiensi konversi daya ? paling tinggi dihasilkan oleh prototipe sel surya DSSC dengan material PANi/rGO 4wt sebagai katalis dengan nilai efisiensi konversi daya ? sebesar 5,38.

ABSTRACT
Dye sensitized Solar Cell DSSC would likely become a promising energy alternative source in the future. Significant cost reduction in the production process can be obtained by integrating the DSSC systems to building materials directly because it can save costs of additional support structure and the production process can be done in a roll to roll sheet metal production. However, the use of metal as a substrate is constrained by the process of corrosion caused by the electrolyte solution based used in DSSC such as iodide I tri iodide I3 . In this study, we propose utilization of Polyaniline PANi and Reduced Graphene Oxide rGO nanocomposite as protective coating and at the same time a catalyst for DSSC rsquo s counter electrode with carbon steel AISI 1086 as the substrates. Graphene rGO was synthesized by oxidizing graphite into graphite oxide. Graphite oxide was then ultrasonicated and as the result will exfoliate into Graphene Oxide GO . GO was reduced resulting in Reduced Graphene Oxide rGO . PANi RGO nanocomposite was synthesized through in situ polymerization of aniline monomer at addition of rGO with concentrations of 0, 1, 2, 4, 8 wt . The resulting composite was dispersed in ethanol and was drop casted using syringe into carbon steel plate AISI 1086. The sample was then ready for characterization including crystallite size using XRD, functional groups using FTIR and surface morphology using SEM. The result of sample characterization proves that the synthesis of PANi rGO nanocomposite has been successfully performed. Corrosion test performed using potentiodynamic polarization and EIS measurements revealed that the decreasing corrosion rates in steels was proportional to the addition of rGO concentrations to PANi rGO nanocomposites. The lowest corrosion rate was obtained at the highest rGO composition, i.e. PANi rGO 8 wt with corrosion rate CR of 0.2 mm year and the protection efficiency value of 80.3 . Thereafter, DSSC prototype fabrication was performed using PANi rGO nanocomposites deposited onto carbon steel plate AISI 1086 as counter electrode and a standard photo anode using TiO2 semiconductor oxide Degussa P25. DSSC performance tested under light intensity of 100 mW cm2 and temperature 27 C proved that PANi rGO composite could be used as an alternative catalyst for iodide I tri iodide I3 based redox electrolyte in DSSC solar cell applications, in replacement of platinum. The highest power conversion efficiency of 5.38 was obtained with PANi rGO 4 wt as catalyst."
2018
T49063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Antono
"Insulasi panas merupakan material yang penting dalam industri untuk menunjang efisiensi suatu proses sistem. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan komposit dengan menggunakan epoksi Interzinc®52 sebagai matriks dan material zirkonia sebagai penguat. Proses pembuatan komposit dengan menggunakan metode pengaduk mekanis dengan kondisi waktu pengadukan 5 menit dan 15 menit. Material substrat yang digunakan adalah baja karbon ASTM A36 dengan ukuran 50 mm x 50 mm x 5 mm. Persen berat (wt%) untuk material zirkonia digunakan dengan Persen 5% (wt%), 10% (wt%) dan 15% (wt%) pada 50 ml epoksi, ketebalan lapisan insulasi 1 mm, 3 mm dan 5 mm. Pengujian dilakukan untuk mengetahui sifat termal dan sifat mekanis dari komposit yang terbentuk terdiri dari X-ray diffraction analysis, scanning electron microscopy, heat loss, thermogravimetric analysis, hardness shore D. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan kadar ZrO2 ke dalam epoksi dan kenaikan ketebalan lapisan dapat menghasilkan lapisan insulasi panas dengan stabilitas termal yang lebih baik dan menurunkan PRH (percentage of residual heat). Selain itu nilai kekerasan permukaan naik seiring bertambahnya ZrO2 di dalam epoksi, hal ini disebabkan adanya kenaikan kerapatan dalam struktur mikro. Sementara itu, semakin lama waktu pengadukan meningkatkan nilai kekerasan dan kemampuan lapisan komposit dalam menahan panas yang hilang ke permukaan. Dari penelitian ini di peroleh PRH terendah 64% dan nilai kekerasan tertinggi 36 HD pada sampel epoksi dengan campuran 15% ZrO2 pada ketebalan 5 mm setelah pengadukan selama 15 menit.

Nowadays, Heat insulation is an important material in industry to support the efficiency of a system process. In this study, composites were made using epoxy Interzinc®52 as matrix and zirkonia material as reinforcement. The process of making composites using the mechanical stirring method with a stirring time of 5 minutes and 15 minutes. The substrate material used is ASTM A36 carbon steel with a size of 50 mm x 50 mm x 5 mm. Weight percentage (wt%) for zirkonia material used with percentages of 5% (wt%), 10% (wt%) and 15% (wt%) in 50 ml Epoxy, insulation layer thickness 1 mm, 3 mm and 5 mm. Tests were carried out to determine the thermal and mechanical properties of the composites, consisting of X-ray diffraction analysis, scanning electron microscopy, heat loss, thermogravimetric analysis, hardness shore D. The test results show that the addition of ZrO2 content into the epoxy and the increase in layer thickness can produce a heat insulation layer with better thermal stability and reduce PRH (percentage of residual heat). In addition, the surface hardness value increases with the addition of ZrO2 in the Epoxy, this is due to an increase in density in the microstructure. Meanwhile, the longer stirring time increases the hardness value and the ability of the composite layer to withstand heat loss to the surface. From this study, the lowest PRH value was 64% and the highest hardness value was 36 HD on the Epoxy sample with a mixture of 15% ZrO2 at a thickness of 5 mm after stirring for 15 minutes."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>