Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142828 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Iskandar
"ABSTRAK
Sebagai dampak diiperkenalkannya sistem pendidikan barat, serta masuknya ide-ide pembaruan Islam dari Timur Tengah. Masyarakat Islam Indenesia, khususnya di daerah pedesaan sedikit banyak mengalami keguncangan. Keguncangan yang langsung menyentuh
kehidupan mereka adalah ketika dasar-daéar hukum dalam Berpraktek agama mendapat gugatan dari ide-ide pembaruan Islam tersebut. Sedangkan keguncangan kedua makala mereka mulai mengenal harga dirinya sebagei satu bangsa yang terjajah, dan mulai merancang adanya satu negara merdeka bagi mereka.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Tangerang Selatan: Center for The Study of the Religion and Culture, 2018
297.959 8 KAU
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Budya Pradipta
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Murni
"Agama Islam masuk ke Pulau Lombok diperkirakan pada abad ke-16. Dugaan ini diperkuat dengan adanya peninggalan Mesjid Kuno Sayan Beleq yang terletak di Dusan Karang Baja, Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Barat Keberadaan dan fungsi mesjid tua ini masih tetap dipertahankan seperti semula. Mesjid Kuno Bayan Beleq bukan hanya merupakan bangunan peninggalan sejarah dalam syiar agama Islam, tetapi juga menjadi idenlitas kekhasan Islam Wetu Telu yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan asli Sasak, agama Hindu yang dibawa dari Bali, dan agama Islam yang datangnya kemudian.
Penelitian di Desa Bayan didasarkan atas pertimbangan bahwa saksi sejarah yakni mesjid keno yang masih berfungsi dalam berbagai kegiatan keagamaam Islam Wetu Telu. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan, wawancara, dan studi pustaka. Perjalanan yang cukup panjang dalam proses syiar agama Islam dimulai dengan kedatangan Pangeran Prapen, putera Sunan Giri dari Jawa. Mulanya orang Sasak mengenal agama Baru ini sebagai agama kerajaan yang kemudian mengharuskan rakyat taklukannnya untuk memeluk agama Islam. Selanjutnya, datanglah Pangeran Pengging atau lebih dikenal dengan Pangeran Mangkubumi yang juga menyiarkan agama Islam dengan beberapa penyimpangan. Ia menetap di Bayan dan menyebarkan agama Islam Wetu TeIu. Orang Bayan sendiri percaya pada mitologi tentang kebenaran Islam Wetu Telu.
Selanjutnya, masuknya pengaruh asing yang dibawa oleh Belanda membuat antipati dari golongan yang ingin mempertahankan adat Sasak dan membentuk gerakan Dewi Anjani, sehingga agama Islam Wetu Telu kelak menolak segala bentuk pembaharuan. Namun, syiar agama Islam terus berupaya untuk menyempurnakan ibadah umatnya di negeri Putri Mandalika hingga saat ini. Tak dapat dipungkiri pula bahwa keberadaan Islam Wetu Telu masih bertahan. Hal ini dapat diamati dengan masih berfungsinya mesjid kuno untuk shalat para kyai dan peringatan-peringatan hari-hari besar Islam yang berbaur dengan adat Sasak. Keberadaan Islam Wetu Telu ini justru menjadi aset pariwisata Palau Lombok yang mampu menarik wisatawan domestik maupun mancanegara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Fitriati Nurlambang
"ABSTRAK
Kehidupan beragama pada masa Jawa Kuna amat penting sifatnya. Hal ini dapat terlihat dari bekas-bekas penghidupan yang mereka tinggalkan pada saat ini seperti candi-candi yang didirikan sejaka abad 8 Masehi sampai dengan abad 14 Masehi sebagai rumah-rumah peribadatan yang sakral dimana pengelolaannya tertulis dengan jelas di dalam kitab-kitab agama. Selain itu, pentingnya agama di dalam kehidupan mereka juga tampak jelas di dalam relief-relief maupun data tertulis seperti prasasti maupun karya-karya sastra.
Penelitian ini bermaksud mengungkapkan bagaimana wanita pada masa Jawa Kuna ikut aktif di dalam kehidupan beragama dan sampai dimana peran mereka di dalam menjalankan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting tersebut. Adapun masalah pokok yang dikaji adalah sebagai berikut: (1) Di dalam kegiatan keagamaan seperti apa saja kaum waita dapat ikut berperan, dan (2) sampai seberapa jauh peran mereka dapat diperhitungkan di dalam kegiatan-kegiatan tersebut? Masalah ini cukup menarik mengingat sampai saat ini seakan-akan masih berlaku dalam pemikiran masyarakat bahwa kehidupan agama masih menomorsatukan pria, oleh karena itu jika dapat ditengok jauh ke belakang bahwa wanita dapat atau tidak ikut berperan di dalam aspek tersebut, maka diharapkan pemikiran tersebut dapat diperbaharui. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini disesuaikan dengan jenis data yang digunakan, yaitu metode analisa deskriptif.
Berdasarkan analisa yang dilakukan dapat dirumuskan beberapa kesimpulan: Pertama, peran wanita di dalam kehidupan beragama baik berdasarkan data prasasti, karya sastra, maupun relief dapat dianggap cukup penting mengingat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh kaum pria juga dapat dilakukan oleh para wanita. Kedua, Kaum wanita pada masa Jawa Kuna juga dapat berstatus sebagai pendeta, pertapa, ataupun murid-murid pertapaan yang hidupnya menyepi seperti halnya kaum pria. Ketiga, Lebih jauh dari itu semua, kaum wanita masa Jawa Kuna juga dapat didudukkan sebagai Yang Didewakan, yaitu dalam bentuk arca-arca pendharmaan. Secara umum memang dapat dikatakan kaum wanita sama halnya seperti kaum pria yang dapat aktif dalam kehidupan beragama, namun demikian masih perlu kiranya diteliti lebih lanjut sampai seberapa jauh keikutsertaan ini dapat dianggap sebagai kesetaraan, mengingat sampai saat ini data arkeologi menampilkan jauh lebih banyak jumlah pria yang aktif di dalam kegiatan-kegiatan kehidupan secara umum, dan kehidupan beragama secara khusus. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Buku Antar Bangsa, 2002
915.98 IND IX
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Devany
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan religiusitas dan spiritualitas antara dewasa muda dengan orangtua berbeda agama dan dewasa muda dengan orangtua seagama. Data diperoleh dari 536 partisipan yang berada pada tahap dewasa muda 18-25 tahun dan dianalisis menggunakan teknik perbandingan independent sample t-test. Religiusitas diukur menggunakan Religious Commitment Inventory-10 p=0,905 dari Worthington dkk. 2003 . Spiritualitas diukur menggunakan Spiritual Attitude Involvement Inventory ?=0,867 dari Meezenbroek 2012. Hasil analisis komparatif menunjukkan bahwa terdapat perbedaan religiusitas yang signifikan p=0,000, p0,05.

This study aims to determine the difference of religiosity and spirituality between emerging adult with religious heterogamous parents and emerging adults with religious homogamous parents. The data was collected from 536 participants in emerging adulthood stage and was analyzed using independent sample t test. Religious Commitment Inventory 10 by Worthington dkk. 2003 was used to measure religiosity with 0,905. Spiritual Attitude Involvement Inventory by Meezenbroek dkk. 2012 was used to measure spirituality with 0,867. The results showed that there is a significant difference between these groups p=0,000, p0,05 . Theoretical and practical implications were discussed.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Etika religius mempersiapkan sarana yang diperlukan bagi dialog antar agama yang berbeda namun menganut ajaran tentang Tuhan yang satu dan yang sama. Etika religius adalah landasan kokoh untuk mendorong kerja sama antara umat berbeda agama mencapai pemahaman yang sama tentang tujuan akhir hidup manusia adalah pemenuhan hakikat kodratinya sebagai ciptaan rasional. Sebagai ciptaan manusia itu rapuh dan karenanya melawan kehendak Tuhan dengan berbuat dosa dan sebagaimana dinyatakannya dalam peran dan pemelaratan harapan hidup. Konflik antar agama muncul dari pandangan yang picik orang beriman yang tampak saleh tetapi sesungguhnya munafik dan ingat diri. Melalui etika religius orang beragama diusahakan menjadi sadar akan kerentanannya sebagai ciptaan sehingga perlu belajar, berpikir, dan berkerja sama membuka ruang bagi hadirnya terang di tengah-tengah panggilan Tuhan bagi semua orang untuk nerjalan "bareng" menuju Tuhan sang awal dan akhir pemenuhan hidup manusia."
300 RJES 19:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Subagya
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1981
297 RAC a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Dwi Prasetyo
"Ziarah merupakan sebuah ritual masyarakat archaic yang masih dilangsungkan hingga sekarang; hampir diseluruh bentuk dan variasi agama serta kepercayaan. Hal ini menandakan sebuah pengetahuan mendasar yang diproduksi melalui ritual tersebut. Ziarah Wali adalah subjek kajian dalam tulisan saya ini. Saya membahas ziarah Wali dalam kerangka ritual sebagai bentuk performatif dari sebuah Celestial Archetype dan bagaimana konfigurasi ritual ziarah Wali ini merujuk pada pengetahuan mendasar dalam satu kebudayaan. Hal penting yang tidak dapat ditinggalkan dalam ziarah Wali adalah posisi Wali dalam masyarakatnya, sehingga kemudian ketika ia telah meninggal, makam Wali tersebut tetap dikunjungi, dan melaluinya berbagai doa dan permohonan dipanjatkan. Hal ini berkaitan dengan konsep wasilah yang dimiliki Sang Wali sebagai perantara berbagai doa, permohonan, berkah, dan karomah. Ziarah Wali sebagai kekhususan dari kajian mengenai ritual ziarah ini membahas juga salah satu isu mendasar dari filsafat mengenai manusia, yaitu tentang ̳ada‘ atau lebih tepatnya saya turunkan kedalam kehadiran/presence dalam social being. Bagaimana kerja (seorang Wali) dan jalinan kerja antar manusia dalam ruang waktu tertentu membuat posisi kehadiran manusia itu signifikan bagi manusia lain atau mungkin lebih besar lagi sebuah kebudayaan dalam rentang waktu panjang (long duree).

Pilgrimage is a ritual archaic society that still held to this day; nearly in all forms and variations of religion and belief. This indicates a fundamental knowledge that is produced through the ritual. Pilgrimage Wali is subject in my writing this review. I discussed within the framework of pilgrimage mayor as a form of performative ritual of a Celestial archetype and how this mayor pilgrimage rituals configuration refers fundamental knowledge in one culture. The important thing that can not be left in is the position of Wali on society, so that later when he had died, Wali tomb is still visited, and through the prayers and requests were offered. This relates to the concept wasilah owned by the Wali as an intermediary for various prayer, requests, blessing, and karama. Pilgrimage Wali as the specificity of the study of ritual pilgrimage also discuss one of the fundamental issues of human philosophy, that of 'being' or rather I was sent down into the presence in a social being. How does the work (Wali) and alliances between people in the space and time makes the position of human presence was significant for another human being or may be even greater in the span of a culture (long durée)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44737
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>