Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90468 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP.pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrastuti A.C.
2000
S11705
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11644
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Prasetiyo
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S11714
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wirasmi Abimanyu
"ABSTRAK
Menurut Charles H. Southwick, ekologi adalah ilmu yang mempelaj ar i tentang hubungan kehi dupan makhluk hi dup dengan sesamanya dan dengan lingkungannya. Yaitu interaksi antara individu, populasinya, dan masyarakatnya. Ekologi juga mempelajari hubungan antara makhluk hidup dengan benda-benda mati yang ada di lingkungan hidupnya. C Southwi ck, 1976: XVI5
Dengan demikian seperti juga makhiuk hidup yang lain, lingkungan hidup manusia teridiri dari lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Lingkungan biotik terdiri atas tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia yang lain, sedangkan lingkungan abiotik antara lain, tanah, air, udara dan cahaya. Lingkungan hidup tldak hanya ditentukan oleh jenis dan j umlah benda hi dup dan mati, melainkan juga oleh kondisi dan kelakuan benda hidup dan mati itu, serta hubungan antara benda-benda itu. CSoerja.nl, 1987: 19OX Dengan kata lain, manusia bersama dengan seluruh unsur kehidupan yang membentuk suatu sistem ekologi CekosisteirO mempunyai hubungan timbal-balik antara keduanya. Untuk menjaga kelestarian hidup manusia, manusia harus pula menjaga kelestarian ekosistemnya dengan *Jalan menjaga keserasian hubungan dengan lingkungan hidupnya. CSoeryani, 1987: 1913
Sebagai masyarakat-agraris, masyarakat Jawa mempunyai dasar sikap persatuan dengan alam. Mereka menyebut dirinya sebagai jagad ctlib. Cdunia kecil dan lingkungan alam sebagai jagad g&dh.& Cdunia besarO. Bagian lahiriah dari diri manusia ialah badannya dengan segala hawa nafsu dan daya-daya rohani , Badan ini merupakan wilayah kerajaan rohnya, yai tu dunia yang harus dikuasainya, maka dari itu badan seringkali di sebut, jagad c i I iM, sedang alam lingkungannya disebut, Jagad gedhe. Jagctd. cili& akan berkembang secara harmonis, selaras dengan kesempurnaan batinnya. Mengembangkan jagad ciLiM merupakan suatu syarat agar perkembangan jagad g&dh, & dapat- berlangsung dengan baik. CDe Jong, 1976: 14-163
Dalam hal ini Niels Mulder menyatakan bahwa "Bagi mistik Jawa, model jagad g&dhs C kosmosS ini di anggap sebagai paradigma bagi manusia selaku jagad cilib. Cmikro kosmos^. Kuasa-kuasa kekacauan dilambangkan oleh segi 1 ahi r C segi 1 uar dan badani D yang menglkatkan manusia kepada dunia gejala-gejala, sementar a segi batlnnya menghubungkan dengan makna terdalam dari kosmos dan moralitas". CMulder, .1984: 43
Sedangkan Frans Magnis Suseno menyatakan bahwa, "dalam lingkaran pandangan dunia Jawa, ciri-ciri pandangan ini ialah penghayatan terhadap masyarakat, alam dan adikodrati sebagai kesatuan yang tak terpecah-pecah. Dari kelakuan yang tepat terhadap kesatuan itu tergantung keselamatan manusia, " CSuseno, 1984: 83
Uraian tentang alam yang terpantul dalam Sastra Kak awi n menur ut Zoetmulder C1983: 2703, adalah alam seperti di pandang oleh penyalr Jawa Kuna bi 1 a i a meli hat sekelilingnya. Cara ia melukiskan hubungan antara manusia dan alam membuktikan bahwa ia memandang dunia ini dengan cara yang bagi dia sendiri serta para pendengarnya jelas sek ali. yak nl dasarnya bersatu, Sebagai contoh, dalam semua ungkapan puitis Jawa Kuna kita jumpai kemanunggalan alam semesta dan semua makhluk dl dalamnya yang kait-mengait. Ungkapan-ungkapan seperti kadang ing asana yang arinya keluarga dengan asana Cnama bungaD dan war gem. L ng campaha, yang ar t i nya saudar a bunga campak a, apabila seorang pemuda menyapa kekasihnya, menunjukkan arah yang sama. Bila seorang wanita ingin mati. ia mohon kepada Dewa, agar kecantikannya dikembalikan kepada bulan
.**
Kartikka, keindahan rambutnya kepada awan-awan yang penuh hujan, tetes air matanya kepada embun yang bergantungan pada pucuk daun rumput dan lain sebagainya. CZoetmulder, 1985: 3693
Dengan sikap batln orang Jawa akan rasa persatuannya dengan alam yang demikian itu, dan seperti yang kita ketahui Pulau Jawa mempunyai iklim yang dipengaruhi oleh « angin musim, sehingga kesuburan tanah dan pertanian
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudha Hendra Pratama
"ABSTRAK
Eksistesi teritorial adat adalah hal penting bagi kelangsungan hidup suatu komunitas adat. Masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan memanfaatkan hutan sebagai tempat tinggal dan memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam hutan untuk kelangsungan hidup mereka. Dalam penelitian ini akan membahas mengenai strategi masyarakat adat Lindu untuk mempertahankan teritorialnya dengan melakukan reclaim wilayah adat. Permasalahan yang dihadapi masyarakat adat Lindu adalah klaim negara pada kawasan mereka. Klaim negara pada wilayah adat ditunjukkan dengan pendirian Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) serta rencana pembangunan PLTA Lindu. Praktik teritorialisasi dan developmentalisme di kawasan Lindu semakin melemahkan kuasa masyarakat adat Lindu atas teritorialnya. Berbagai strategi dilaksanakan masyarakat adat Lindu dengan didampingi oleh LSM untuk melawan negara dan mempertahankan wilayah adat mereka dan mendapat pengakuan kawasan hutan adat. Strategi perlawanan yang dianggap paling ampuh adalah menggunakan ?senjata? yang sama dengan negara untuk melakukan klaim wilayah, yaitu dengan membuat peta. Pemetaan partisipatif dipilih sebagai sebagai upaya melakukan reclaim wilayah adat. Pemetaan partisipatif dianggap cara yang paling tepat karena melibatkan banyak pihak dan bisa mengakomodir kepentingan para pihak.

ABSTRACT
The existence of adat territorial is a very important thing to maintain the life of an adat community. Masyarakat adat who lives around the forest take advantage the forest as a living space and take advantage the resources to survive. This research I will discuss masyarakat adat Lindu?s strategies to maintain their territorial by reclaiming the wilayah adat. The problem that is faced by Masyarakat Adat Lindu is the state?s claim of their territory. The state?s claim of wilayah adat is shown by the establishment of Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) and also the plan to build PLTA Lindu. These territorialisations and developmentalism in Lindu are weaken Masyarakat Adat Lindu?s powers of their territory. Various strategies are done by Masyarakat Adat Lindu with the help of NGO to fight the state and to maintain their territory and to get an acknowledgement of ?hutan adat? territorial. The most effective strategy is to utilize the same ?weapon? as the state to claim the territory which is by creating a map. Participatory mapping is chosen as an attempt to reclaim adat territorial. Participatory mapping is considered to be the most effective way because it includes many stakeholder and can be accomodated the interest of stakeholders.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61923
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996
303.482 IND d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fiona Indah Fitriana
"ABSTRAK
Pemeriksaan total plate count (TPC) dilakukan terhadap makanan penerbangan pada dua
proses yang berbeda, yakni penyimpanan dan pengemasan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh kenaikan suhu terhadap kenaikan TPC pada makanan
serta hubungannya dengan kontaminasi TPC pada tangan penjamah dan peralatan
makanan. Pengukuran suhu digunakan termometer tebakan, dan pengukuran TPC pada
makanan, tangan penjamah dan peralatan digunakan metode Total Plate Count (TPC)
dalam beberapa pengenceran. Suhu makanan mengalami kenaikan rata-rata 3 kali. Total
Plate Count (TPC) mengalami kenaikan rata-rata 16.2 kali. Suhu pada makanan
berpengaruh kuat dan signifikan terhadap signifikan terhadap TPC makanan (R= 0.824
dan p=0.000). Kenaikan suhu makanan juga berpengaruh secara kuat dan signifikan
terhadap kenaikan TPC (R= 0.776 dan p=0.000). Total Plate Count (TPC) makanan saat
pengemasan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap TPC tangan penjamah
dan TPC peralatan makanan (p=0.424) dan (p=0.444). Disarankan untuk memberikan
intervensi mengenai Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) secara
menyeluruh untuk memberikan pemahaman pengendalian suhu pada makanan pada
pihak-pihak yang terkait. Selain itu, intervensi mengenai higiene dan sanitasi juga perlu
diberikan guna mencegah terjadinya kontaminasi.

ABSTRACT
Microbial Total Plate Count (TPC) measurement carried out on airline meal in two
difference process, storage and portioning packaging. The research conducted to know
influence the increase of temperature on meal microbial total plate count (TPC) increase.
In addition, it also conducted to know the correlation of that contamination with food
handler and equipment hygiene on microbial TPC as the indicator. Temperature
measurement made with gun thermometer, in other hand simple TPC counting on several
dilutions is the method to measure microbial TPC on meal, hand swab and equipment
swab. The result showed that food temperature has increase on average of 3-fold and
16.2-fold for microbial TPC increase on meal. Temperature is significantly influence on
microbial TPC (R=0.824 and p=0.000). The increase of temperature is also significantly
influence on microbial TPC increase (R=0.776 and p=0.000). Furthermore, there is no
significantly correlation of meal microbial TPC on packaging process with hand swab
and equipment swab (p=0.424 and p=0.444). The research suggests intervention as a
whole on Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), to give understanding of
temperature control on food to related stakeholder. In addition, intervention on hygiene
and sanitation also be provided to prevent contamination.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Zein
"Di era di mana media global memegang peran penting dalam membentuk persepsi budaya, penggambaran komunitas Tionghoa di Hollywood sering menjadi subjek penelitian dan perdebatan. Selama beberapa dekade, representasi komunitas Tionghoa sering kali bergantung pada stereotip tertentu atau interpretasi dangkal terhadap nilai-nilai budaya mereka. Prinsip Konfusianisme tentang kesalehan anak (filial piety), yang menjadi dasar hubungan keluarga orang Tionghoa serta menekankan penghormatan, merupakan salah satu tema yang sering diangkat dalam film-film Hollywood yang berfokus pada keluarga Tionghoa-Amerika. Akan tetapi, filosofi yang rumit di balik prinip kesalehan anak ini sering kali terlalu disederhanakan dalam beberapa film, yang kemudian memunculkan pertanyaan mengenai sejauh mana media populer mampu menggambarkan kedalaman dari nilai budaya tersebut. Penelitian ini mengeksplorasi penggambaran kesalehan anak Konfusianisme dalam film Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings (2021), dengan meneliti apakah film ini selaras dengan ajaran inti Konfusianisme atau justru memperkuat stereotip yang biasa terlihat di media Barat. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini menekankan bahwa penggambaran kesalehan anak dalam film ini menunjukkan kompleksitas ajaran Konfusianisme, di mana penyimpangan yang dilakukan Shang-Chi bukanlah semata-mata penolakan terhadap ajaran Konfusianisme, tetapi justru mencerminkan fleksibilitas dari ajaran Konfusianisme serta sifatnya yang multifaset sebagai kerangka budaya. Meskipun beberapa stereotip masih terlihat dari narasi film ini, namun penelitian ini menemukan bahwa film Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings (2021) tetap berperan penting atas kontribusinya dalam merepresentasikan budaya Tionghoa di media Barat.

In the age where global media holds a pivotal role in shaping perceptions of culture, the portrayal of Chinese community in Hollywood remains a subject of scrutiny and debate. For decades, depictions of Chinese have often relied on certain stereotypes or surface-level interpretations of their cultural values. Confucian principle of filial piety, a cornerstone of Chinese familial relationships emphasizing respect, is one of the theme that is often explored in Hollywood films that centered around Chinese-American families. However, the intricate philosophy behind filial piety is frequently diluted in some films, raising questions about how well popular media captures the depth of this cultural value. This paper explores the portrayal of Confucian filial piety in Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings (2021), examining whether the film aligns with the core teachings of Confucianism or perpetuates stereotypes commonly seen in Western media. Using a qualitative approach, the study highlights the film's nuanced depiction of filial piety, suggesting that Shang-chi’s deviation in the film do not merely signify a rejection of Confucian teachings but rather reflect its flexibility and multifaceted nature as a cultural framework. While certain stereotypes persist in the narrative, this research finds that Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings (2021) remains notable for its contribution to representing Chinese culture in Western media."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>