Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152658 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhadjir
"ABSTRAK
Sejak awal perturnbuhannya tahun 1930-an hingga 1990-an, bahasa Indonesia telah mengalami perkembangan yang amat cepat. Bahasa yang awalnya hanya dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuk, sebagai bahasa lingua franka, kini telah sanggup menjadi bahasa nasional yang menjadi wadah aspirasi nasional dan internasional sejajar dengan perkembangan bangsa pemakainya. Bahasa I donesia telah sanggup rnenjadi bukan saja bahasa pergaualn antar bangsa di Asia, tetapi juga sudah tidak memperoleh kesulitan yang berarti sebagai bahasa pengantar politik, pemerintahan, pendidikan, dan ilmu pengetahuan. Hasil penelitian terhadap yakni perkembangan kosa kata dan jumlah penutur bahasa ini merupakan laporan utama penelitian ini.
Dalam pengembangan kebutuhan akan kosa kata ragam formal bahasa Indonesia menggunakan sumber-sumber asing seperti bahasa Belland dan Bahasa Inggris, sementaa kebutuhannya akan perbendaharaan kata yang akrab seperti dalam pertemuan nonformal, sumber acuan untuk memperkaya kosa kata bahasa Indonesia adalah bahasa-bahasa daerah, termasuk bahasa Melayu lokal, dan lebih khsusus lagi yang dipergunakan di kota-kota besar di Indonesia.
Penutur bahasa Indonesia Kalau kita lihat daftar penutur bahasa Indonesia ternyata yang paling besar adalag di Jakarta dan Jawa Barat, serta di Indonesia belahan Timur, khususnya Sulawesi"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Jahronah
"Skripsi berjudul Perilaku Fonem /e/ dan /?/ dalam Kosa Kata Kamus Besar Bahasa Indonesia dari huruf A sampai dengan F ini adalah sebuah upaya sederhana untuk menegaskan /e/ dan /?/ sebagai dua buah fonem yang berbeda. Dalam skripsi ini saya berusaha untuk membuktikan bahwa /e/ dan /?/ adalah dua buah fonem yang mampu membedakan makna, menemukan pola perilaku kedua fonem itu dalam membentuk suku kata serta menghitung beban fungsi kedua fonem tersebut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dari huruf A sampai dengan F. Dengan menggunakan metode pasangan minimal seperti yang dikemukakan oleh Gleason (1961:16), saya rnempertentangkan kata-kata yang hanya memiliki satu perbedaan bunyi, yaitu /e/ dan /?/ serta memiliki perbedaan makna. Contoh pasangan minimal itu ialah kata bengkok dan b?ngkok. Kedua kata tersebut hanya memiliki satu perbedaan bunyi, yaitu /e/ dan /?/. Kata bengkok mengandung arti 'menyimpang dari garis lurus, berkeluk; tidak lurus; 2. ki. Tidak jujur; curang. Adapun kata b?ngkok mengandung arti tanah milik desa yang dipinjamkan kepada pamong desa untuk digarap dan dipetik hasilnya sebagai pengganti gaji. Berdasarkan contoh tersebut, dapat dibuktikan bahwa perbedaan bunyi /e/ dan /?/ dalam kedua kata tersebut menyebabkan adanya perbedaan rnakna. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa /e/ dan /?/ adalah fonem yang berbeda. Seluruh kosa kata yang mengandung fonem /?/ adalah 1560 kosa kata sedangkan kosa kata yang mengandung fonem /e/ berjumlah 1413 kosa kata. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa beban fungsi /?/ lebih besar daripada /e/ sehingga grafem yang seharusnya dipakai untuk kedua fonem itu adalah ?."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S10918
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pamela Magdalena H.
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari kosa kata dalam KBBI yang umum dipakai sebagai Kosa Kata Defi_nisi (defining vocabulary). Metode yang dipakai adalah metode deskriptif dengan memberi gambaran bagaimana Kosa Kata Definisi tersebut di_susun dan dasar-dasar serta teori-teori yang dipakai dalam penelusuran kata-kata tersebut. Data didapat dari penelusuran kepustakaan yang berupa KUDI dan beberapa tulisan yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Dari hasil penelitian, didapat sejumlah 1926 kata yang berupa morfem dasar yang dapat dimasukkan dalam Kosa Kata Definisi. Kosa kata tersebut mengalami 3 proses yaitu: Demorfologisasi; Penentuan berdasarkan frekuensi kemunculan; penentuan berdasarkan munculnya dalam pola frase de_finisi. Sebagai kesimpulan ditemukan bahwa 1926 kata yang berupa morfem dasar, dipakai untuk mendefinisikan 1875 lema dalam KUBI."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S11179
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Yogo Rahardja
"Di dalam bahasa yang berbeda seperti bahasa Jerman dan bahasa Indonesia dapat kita temukan kosa kata serapan yang seasal, seperti Aspekt = aspek, Favorit = favorit dan Imitation = imitasi. Kosa kata serapan seasal itu sebenarnya sudah ada padanan atau sinonimnya dalam bahasa Jerman maupun bahasa Indonesia. Sinonim kata serapan seasal itu membentuk pola sinonim yang dapat dirumuskan. Walaupun kata serapan itu seasal ternyata pola sinonim yang dimilikinya tidaklah selalu sama, seperti menurut jumlah anggota perangkatnya kata Jerman Aspekt mengikuti pola dua yaitu Aspekt, Gesichtspunkt sedangkan kata Indonesia aspek mengikuti pola empat yaitu aspek, faset, segi, sudut. Berdasarkan hal ini maka dilakukan penelitian untuk melihat sejauh mana persamaan dan perbedaan semantis pola sinonim kosa kata serapan seasal yang terdapat dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Kosa kata serapan dan sinonimnya diperoleh dari dua buah kamus yang menjadi sumber utama penelitian ini, yaitu: kamus Duden Jilid 8 Die sinn-und sachverwandten Worter untuk bahasa Jerman dan Kamus Sinonim Bahasa Indonesia untuk bahasa Indonesia. Kosa kata serapan seasal tersebut masing-masing dianalisis pola sinonimnya menurut jumlah anggota perangkat, asal-usul dan perbedaan makna anggota perangkatnya. Kemudian dari hasil analisis itu dilakukan analisis kontarstif, yang menghasilkan kesimpulan bahwa menurut jumlah anggota perangkat sinonimnya kosa kata serapan bahasa Jerman lebih banyak mengikuti pola dua sedangkan kosa kata serapan bahasa Indonesia lebih banyak mengikuti pola tiga; menurut asal-usul anggota perangkat sinonimnya kosa kata serapan bahasa Jerman lebih banyak memiliki anggota yang berasal dari bahasa Jerman sendiri. Sedangkan kosa kata serapan bahasa Indonesia lebih banyak memiliki sinonim yang berasal dari bahasa Indonesia sendiri dan juga dari kata serapan bahasa asing. Menurut perbedaan makna anggota perangkatnya kosa kata serapan bahasa Jerman lebih banyak memiliki makna yang lebih luas dibanding dengan kosa kata serapan bahasa Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S14614
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhadjir
Jakarta: UI-Press, 1994
PGB 0456
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Makassar: Ditbasas, 1968
499.2 SUM (2);499.2 SUM (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhadjir
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Aike Rahayu Wirahadi
"Studi Kasus Alih Kode dan Campur Kode dalam Sebuah Keluarga Bilingual Indonesia-Jerman: Suatu Analisis dari Segi Kosa Kata. (Di bawah bimbingan Dr. Setiawati Darmojuwono, M.A.). Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Penelitian mengenai alih kode dan campur kode telah dilakukan dalam sebuah keluarga bilingual Indonesia-Jerman. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empiris yang berbentuk studi kasus. Data yang digunakan pada penelitian ini diambil dari sebuah keluarga bilingual Indonesia-Jerman yang terdiri dari bapak, ibu dan kedua anaknya. Sebagai landasan teori yang terutama diterapkan adalah teori dari Janet Holmes dan Joshua Fishman. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kosa kata bahasa Indonesia/Jerman dari ranah mana yang muncul dalam alih kode/campur kode, jika dikaitkan dengan teori unsur-unsur penyebab terjadinya alih kode/campur kode tersebut. Pola alih kode mana yang muncul jika dikaitkan dengan repertorium bahasa dan latar belakang pemerolehan bahasanya.
Hasilnya menunjukkan bahwa kosa kata yang muncul dalam alih kode/campur kode berkaitan erat dengan budaya. Selain karena faktor budaya, kosa kata yang muncul dalam campur kode juga banyak yang berupa adjektif dan partikel. Unsur-unsur penyebab terjadinya alih kode/campur kode dalam penelitian ini sesuai dengan yang ada pada teori, yaitu situasi, tempat, mitra bicara, peran sosial, fungsi/tujuan, topik dan repertorium bahasa penutur. Selain unsur-unsur penyebab terjadinya alih kode/campur kode diatas, alih kode/campur kode itu juga dapat terjadi karena seorang penutur sudah terbiasa atau cenderung memfavoritkan suatu kosa kata dalam bahasa Indonesia atau bahasa Jerman."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
S14581
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theya Wulan Primasari
"Sesuai dengan Permendikbud Nomor 27 tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) BIPA, pengajaran BIPA untuk keterampilan membaca tingkat mahir
diimplementasikan dalam bentuk genre teks yang terdapat dalam buku BIPA. Hal ini
sejalan dengan indikator lulusan yang menyatakan bahwa pemelajar diharapkan mampu mengidentifikasi tujuan dari berbagai teks baik fiksi maupun nonfiksi. Namun penelitian tentang analisis genre teks dalam buku BIPA tingkat mahir masih sangat minim. Dengan demikian, makalah ini memilih fokus penelitian pada aspek teks yang menginvestigasi genre dan kesesuaiannya dengan SKL BIPA serta tingkat keterbacaan teks pada buku
BIPA untuk pemelajar BIPA tingkat mahir. Analisis genre teks menggunakan kerangka
teori yang dikembangkan oleh Rose & Martin (2012) dan Rose (2019). Rumus penghitungan tingkat keterbacaan teks menggunakan grafik Raygor (1977). Hasil analisis
pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemetaan genre telah sesuai dengan SKL BIPA.
Hasil penghitungan juga menunjukkan bahwa tingkat keterbacaan teks telah sesuai untuk pemelajar BIPA tingkat mahir. Namun ditemukan bahwa tidak semua teks di dalam buku ini dapat digolongkan sebagai teks yang baik. Beberapa teks memilliki struktur generik tumpang tindih dan mengindikasikan beberapa tujuan sosial dalam satu bacaan. Implikasi
dari ditemukannya beberapa teks tersebut adalah meskipun keterbacaan teks dan SKL
telah sesuai, pemelajar dapat berpotensi mengalami kesulitan jika genre teks cenderung tidak teratur. Hal ini dapat berdampak pada sulit tercapainya indikator kelulusan yang ditetapkan.

In line with the Regulation of Minister of Education and Culture of Indonesia Number 27 in 2017 concerning BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing or Indonesian Language for Foreign Speakers) Graduate Competency Standard (Standar Kompetensi Lulusan/SKL), BIPA teaching materials for advanced level reading skills are implemented in a form of text types in textbooks. This is in accordance with the SKL which states that students are expected to be able to identify the purpose of various types
of texts, including fiction and non-fiction. Studies focusing on analysis of text genres in advanced level BIPA books however are scarce. This study aims to examine BIPA SKL suitability and the genre of the reading texts. The analysis of genre is conducted based on a theoretical framework developed by Rose & Martin (2012) and Rose (2019). In addition
to this, the readability of the text is measured by using the Raygor chart (1977). Results indicate that the genres found in the book follow the expected BIPA SKL and the readability of all texts is appropriate for advanced level BIPA learners. However, not all
the reading texts can be categorized to meet the appropriate generic structures. Several complex texts with unclear generic structures, or indicated with more than one genre, are found in several reading texts. The implication of the finding is that despite meeting the appropriate SKL and the readability level, students can still potentially face difficulties in
accessing the unstructured texts. This can lead to difficulties in achieving the SKL
indicators.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alma Mandjusri
"Kata-kata onomatope cukup banyak digunakan dalam kegiatan bahasa di Indonesia, baik dalam langgam bahasa sehari-hari maupun dalam langgam bahasa sastra, dan pembahasan mengenai kata-kata onomatope kebanyakan berkisar pada masalah fonologis dan semantik, sementara gejala-gejala lain di luar bidang tersebut kurang mendapat perhatian. Pembahasan mengenai kata-kata onomatope dalam skripsi ini ditujukan untuk melengkapi deskripsi kata-kata onomatope bahasa Indonesia dalam bidang morfologi dan sintaksis. Analisis dalam bidang morfglogi ditujukan untuk mencari kaidah-kaidah morfologis yang berlaku pada onomatope, khususnya proses pemhentukan onomatope sebagai kata, disertai dengan analisis morfofonemik yang timbul akibat proses tersebut, sedang analisis dalam bidang sintaksis ditujukan untuk menempatkan kata-kata onomatope dalam penggolongan kelas kata bahasa Indonesia. 1. Onomatope sebagai kata terbentuk melalui proses morfologis, berupa (1) afiksas&; (2) reduplikasi; (3) terdapatnya bentuk-bentuk lain yang memiliki arti berulang-ulang atau jamak, tetapi secara morfologis tidak bisa digolongkan sebagai reduplikasi. 2. Prefiks pada onomatope mempunyai fungsi tertentu sebagai unsur pembentuk akar onomatope menjadi sebuah kata yang terdiri dari dua suku kata atau lebih. 3.Dalam proses pembentukan kata, khususnya proses afiksasi, terjadi perubahan morfofonemik berupa proses asimilasi yang tidak bersifat mutlak tetapi manasuka. 4. Reduplikasi pada onomatope terdiri atas tiga tips: (1) reduplikasi penuh berupa gabungan antara prefiks dengan morfem dasar; (2) reduplikasi penuh dengan perubahan fonem; (3) bentuk-bentuk lain. 5. Onomatope sebagai kata tidak bisa dimasukkan ke kelas interjeksi, tetapi bisa digolongkan ke (1) kelas nomina; dan (2) kelas ajektiva"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S10805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>