Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48651 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sapardi Djoko Damono, 1940-2020
Jakarta: Pusat Penbinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979
899.221 SAP n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1979
I 899.232 P 439 n
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jean Tanuwibawa
"Sekitar akhir abad XIX sampai dengan sekitar awal abad XX, di Indonesia yang pada waktu itu masih dikenal sebagai Hindia-Belanda beredar cerita-rerita rekaan di masyarakat yang menampilkan topik-topik tentang masalah pernyaian dan perkawinan campuran atau perkawinan antar bangsa. Siapakah yang disebut Nyai? Kamus Umum Bahasa Indonesia II terbitan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa memberikan definisi sebagai berikut: 1. gundik arang acing (terutama Orang Eropa); 2. panggilan kepada perempuan tua: 3. k.l. [s.i.c!] adinda (1983: 1459).
Dalam skripsi ini arti nyai lebih mengarah pada definisi nyai yang pertama gundik orang asing. Dalam bahasa Jawa dan Sunda juga dikenal istilah nyai ini. S. Prawiro Atmodio (1987:285) dalam Bausastra Jawa mendefinisikan nyai sebagai sebutan untuk istri kyai atau sebutan untuk gundik arang belanda. Dalam Kamoes Soenda-Indonesia karya R. Satiadibrata (1950:237) dikatakan bahwa nyai atau nyi adalah panggilan untuk perempuan yang lazimnya di letakkan di depan nama perempuan; misalnya Nyai Misnem, atau Nyai Mas.
Menurut Satiadibrata di daerah Pasundan gundik orang asing disebut nyai-nyai. Lebih jauh lagi, tim proyek penelitian dan Pencatatan Kebudayaan daerah (1979: 143) yang meneliti adat istiadat di Jawa Barat memberikan keterangan bahwa kata atau sebutan nyai kadang-kadang dipakai oleh seorang suami untuk memanggil istrinya; kita ingat misalnya tokoh Kabayan yang memanggil istrinya, lteung, dengan sebutan nyai.
Dalam skripsi ini yang dimaksud dengan perkawinan carnpuran atau perkawinan antar bangsa adalah perkawinan yang dilakukan antara dua prang yang berbeda kebangsaan atau keturunannya; salah seorang dari pasangan tersebut adalah pribumi. Pada abad yang lampau perkawinan semacam ini yang terjadi di Hindia-Belanda, biasanya tidak disertai surat nikah. Surat nikah biasanya berlaku hanya untuk kalangan masyarakat Eropa yang tinggal di Hindia-Belanda. Sangatlah menarik jika ditelaah dengan seksama lamanya peredaran cerita-cerita perkawinan antarbangsa dan pernyaian ini; ternyata topik cerita semacam ini beredar lebih dari dua puluh tahun di Hindia-Belanda (Bacquet Siek, 1984; Salmon, 1981: 32, 38,57; Toer, 1985: 226). Lebih menarik lagi adalah kenyataan bahwa ternyata pengarang-pengarang cerita dengan topik tersebut berasal dari berbagai keturunan yang ada di Hindia-Belanda. Pengarang-pengarang tersebut ada yang berasal dari keturunan pribumi, keturunan Eropa seperti Inggris dan Belanda, ada pula yang berasal dari keturunan Tianghoa. Oleh karena itu, maka penulis merasa sangat tertarik untuk meneilitinya. Selain itu, penulis melihat bahwa belum banyak cerita-cerita ini diteliti. Umumnya penelitian yang telah dilakukan (hanya) terbatas pada satu buku saja jarang yang mengadakan studi perbandingan antara beberapa karya.
Oleh sebab itu, penulis dalam skripsi ini berusaha membuat telaah perbandingan antara dua, karya yang ditulis oleh dua pengarang yang berasal dari keturunan yang berbeda. Buku pertama merupakan karya G. Francis, seorang keturunan Inggris, berjudul Tjerita Njai Dasima. Buku yang kedua adalah karya seorang pengarang keturunan Tionghoa., Thin Tjim Boren,berjudui Tjerita Njai Soemirah. Tjerita Njai Dasima pertama kali diterbitkan tahun 1896, dan karena kepopulerannya telah beberap kali mengalami cetak ulang (antara lain pada tahun 1926 dan tahun 1930) sering dipentaskan bahkan pernah difilmkan.
Pemilihan Tjerita Njai Dasima bukan hanya karena kepopulerannya, tetapi terLitama karena cerita ini dianggap dapat mewaki1i karya-karya dari pengarang keturunan Barat. Dalam skripsi ini, Tjerita Njai Dasima yang dijadikan bahan analisis diambil dari buku Tempo Doeloe (1985) karya Pramoedya Ananta Toer. Buku ini dijadikan bahan analis karena penulis menganggap Tjerita Njai Dasima dalam karya ini masih terjaga keaslian bahasanya. Adapun cerita yang akan dijadikan pembanding adalah Tjerita Njai Soemirah Atama Peroentoengan Manoesia. Cerita ini dikarang oleh Thio Tjmn Boen dan diterbitkan pada tahun 1917. Seperti juga karya G. Francis, karya ini penulis anggap dapat mewakili karya-karya dari penulis keturunan Tionghoa. Ringkasan Tjerita Njai Dasima dan Tjerita Njai Soemirah terdapat dalam Lampiran."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996
899.224 2 ORI
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ibnu Wahyudi
"ABSTRAK
Penelitian yang berjudul "Perkembangan Novel Indonesia Sebelum Balai Pustaka" ini berusaha mengungkap khazanah novel yang pernah terbit - di Indonesia, sebelum berdirinya Balai Pustaka, tahun 1917. Sejauh kepustakaan yang dapat dirunut, terbukti belum pernah ada ahli atau -pengamat kesusastraan Indonesia yang berusaha mengungkap khazanah kesusastraan sebelum Balai Pustaka tersebut, secara menyeluruh dan khusus. Seandainya pun pernah ada yang melakukan, rata-rata terbatas pada topik-topik yang sangat spesifik. Dalam hubungan ini pantas disebut, misalnya, penelitian yang lebih dari memadai yang pernah dilakukan oleh Claudine Salmon, berjudul Literature in Malay by the Chinese of Indonesia: A Provisional Annotated Bibliography (1981), atau yang dilakukan oleh Nio Joe Lan dengan bukunya Sastera Indonesia-Tionghoa, atau seperti juga yang dilakukan oleh John B. Kwee dengan disertasinya berjudul Chinese Maley Literature of the Peranakan Chinese in Indonesia 1880-1942 (1977). Ketiga peneliti tersebut jelas sekali hanya mengkhususkan pembicaraannya pada khazanah kesusastraan yang ditulis oleh pengarang Peranakan Cina.
Peneliti lain yang pernah mencoba menunjukkan khazanah kesusastraan Indonesia dari sisi yang lain hampir-hampir belum pernah ada, dan masih sangat sedikit. Dari yang sedikit ini, tampak hanya Pramoedya Ananta Toer yang cukup mempunyai perhatian, khususnya dalam mengungkap khazanah novel sebelum Balai Pustaka yang ditulis oleh pribumi atau peranakan Eropa. Dua buah buku Pramoedya yang masing-masing berjudul Tempo Doeloe (19E2) dan Sang Pemu1a (19P5), menunjukkan perhatiannya itu.
Dalam hubungan ini perlu dijelaskan sedikit bahwa sebenarnya ada beberapa ahli yang mempunyai cukup perhatian mengenai khazanah kesusastraan Indonesia sebelum Balai Pustaka yang melihat tidak hanya sesisi saja. Hanya sayang sekali, para ahli tersebut agaknya belum melakukan penelitian yang mendalam, sehingga mereka pada umumnya hanya dapat menuliskannya dalam bentuk artikel kecil di sebuah majalah. Di antara para ahli yang sedemikian itu, dapat disebutkan disini misalnya C.W. Watson dalam "Some Preliminary Remarks on the Antecedents of Modern Indonesian Literature" (dalam Bra, 1971), W.Q. Sykorsky dalam "Some Additional Remarks on the Antecedents of Modern Indonesian literature" 1980), dan beberapa tulisan Jakob Sumardjo yang tersebar di berbagai penerbitan.
Penelitian ini setidaknya ingin melengkapi atau ingin mengungkap khazanah kesusastraan Indonesia sebelum Balai Pustaka itu, secara menyeluruh dan 1engkap, yang tentu saja bertolak dari data-data yang berhasil diperoleh dan di temukan selama dilangsungkannya penelitian yang enam bulan ini. Sudah barang tentu dengan waktu yang sesingkat itu belum akan diperoleh hasil yang sempurna dan memuaskan (bandingkan dengan penelitian Claudine Salmon yang menghabiskan waktu sekitar 10 tahun), tetapi inilah hasil maksimal yang dapat dilaporkan.
Dalam penelitian ini dapat dijumpai deskripsi secara cukup lengkap mengenai khazanah kesusastraan Indonesia sebelum Balai Pustaka (Bab II: "Pengarang dan Karyanya", serta pada lampiran: "Rekonstruksi Kronologis Novel Indonesia sebelum Balai Pustaka"), mengenai masalah kesejarahan kesusastraan Indonesia yang hingga kini masih simpang siur dan belum berpatokan pada pijakan yang realistis (Bab I: "Pendahuluan"), serta mengenai kecendrungan tema novel-novel sebelum Balai Pustaka yang banyak mengangkat kejadian-kejadian yang sungguh terjadi pada masa itu atau masa-masa sebelumnya (Bab III: "Tema Novel Indonesia Sebelum Balai Pustaka"). Penelitian ini diakhiri dengan kesimpulan (Bab IV) yang mencoba memberi gambaran ringkas tentang apa yang sudah dibicarakan di bab-bab sebelumnya, sehingga dapat dilihat masalah-masalah apa saja yang esensial dan perlu mendapat perhatian kita semua."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soepomo
Jakarta: Pradnya Paramita, 1972
340.598 SUP s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soepomo
Jakarta: Pradnya Paramita, 1991
340.598 SOE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soepomo
Jakarta: Pradnya Paramita, 2002
340 SOE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soepomo
Djakarta: Pradnja Paramita, 1970, 1965
340.959 8 SUP s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>