Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2473 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lubkin, Ilene Morof
Boston: Jones and Bartlett Publishers, 2008
616.044 LUB c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lubkin, Ilene Morof
Masschusetts: Jones and Bartlett, 2006
616.04 LUB c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Baker, Drothy
Massachusetts: Jones and Bartlett, 2008
616.04 BAK s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Beningtyas Kharisma Bestari
"ABSTRAK
Kecemasan merupakan perasaan takut atau khawatir yang disebabkan oleh berbagai peristiwa yang bersifat subjektif. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui hubungan karakteristik lansia dan fungsi afektif keluarga terhadap kecemasan lansia dengan penyakit kronis di wilayah binaan UPF Puskesmas Pabuaran Indah. Desain penelitian adalah deskriptif korelatif dengan pendekatan cross-sectional. Sampel berjumlah 105 lansia dengan penyakit kronis berusia 60 tahun atau lebih yang dipilih dengan teknik cluster sampling. Hasil penelitian menunjukkan 83.8% responden berada pada usia lansia muda. Jenis penyakit kronis yang paling banyak dimiliki responden yaitu hipertensi dengan jumlah 67 lansia. Penelitian tidak menemukan hubungan antara fungsi afektif keluarga terhadap kecemasan lansia dengan penyakit kronis (P=0.719). Terdapat hubungan antara jumlah penyakit kronis terhadap kecemasan lansia dengan penyakit kronis (P=0.004). Pelayanan kesehatan disarankan untuk memberikan edukasi kesehatan dan meningkatkan peran keluarga untuk mengurangi kecemasan.

ABSTRACT
Anxiety is fear or worry feeling that caused by various event that subjectively. This study aimed to determine the relationship between elderly characteristics and family affective function towards anxiety of elderly with chronic disease in UPF Puskesmas Pabuaran Indah area. Descriptive correlative design with cross-sectional approach was applied. 105 elderly with chronic disease, age 60 years or above were taken in this study, which is using cluster sampling. The result of this study showed that 83.8% respondent were aged young old. The most kind of chronic diseases in respondent is hypertension (67 elderly). Study not found relationship between family affective function towards anxiety of elderly with chronic disease (P value= 0.719). There is relationship between amount of chronic disease towards anxiety of elderly with chronic disease (P value=0.004). Health center is advised to give health education, and increase family role to reduce anxiety."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S61395
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamalia Layal
"Latar Belakang: Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit progresif dan ireversibel yang mempunyai berbagai komplikasi serius serta belum ada terapi yang dapat memperbaiki kerusakan ginjal yang telah terjadi. Beberapa studi menunjukkan stres oksidatif berperan dalam patogenesis penyakit ini. Stres oksidatif terjadi akibat ketidakseimbangan produksi ROS dan pertahanan antioksidan. Nrf2 merupakan faktor transkripsi yang terlibat dalam mekanisme pertahanan sel dalam mengatasi stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas kuersetin sebagai aktivator Nrf2 dalam menghambat progresivitas penyakit ginjal yang diinduksi nefrektomi 5/6.
Metode: Tikus Sprague-Dawley jantan dikelompokkan secara acak dalam kelompok kontrol normal (C), kontrol nefrektomi 5/6 (Nx), nefrektomi 5/6 yang diberi kuersetin dengan dosis 100 mg/kgbb/hari/p.o. (NxQ), nefrektomi 5/6 dan diberi kaptopril dengan dosis 10 mg/kgbb/hari/p.o. (NxK). Hewan coba diterminasi diakhir perlakuan untuk diambil darah, urin, dan organ ginjalnya. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan proteinuria, kreatinin urin dan plasma, ureum plasma, kadar MDA plasma dan jaringan, aktivitas glutation peroksidase (GPx), kerusakan jaringan (histopatologi) dan ekspresi Nrf2 (imunohistokimia).
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa nefrektomi 5/6 dapat menimbulkan peningkatan proteinuria, ureum plasma, dan derajat fibrosis ginjal secara signifikan. Nefrektomi 5/6 cenderung meningkatkan kreatinin plasma, kadar MDA ginjal, aktivitas GPx, dan menurunkan MDA plasma serta ekspresi Nrf2. Kuersetin tidak mempengaruhi proteinuria, ureum dan kreatinin plasma, dan derajat fibrosis ginjal. Kuersetin cenderung menurunkan kadar MDA dan meningkatkan aktivitas enzim GPx serta ekspresi Nrf2.
Kesimpulan: Kuersetin tidak mempengaruhi proteinuria, ureum dan kreatinin plasma serta kerusakan struktur jaringan atau fibrosis ginjal. Kuersetin cenderung menurunkan kadar MDA dan meningkatkan aktivitas enzim GPx serta cenderung meningkatkan ekspresi Nrf2.

Background: Chronic Kidney Disease (CKD) is a progressive and irreversible condition that has several serious complications and currently there has no single therapy that can repair kidney damage was occurred. Some studies suggest a role of oxidative stress in the pathogenesis of this disease. Oxidative stress is caused by an imbalance of ROS production and antioxidant defenses. Nrf2 is a transcription factor involved in cell defense mechanisms againts oxidative stress. This study was aimed to determine the quercetin activity as Nrf2 activator in inhibit the progression of 5/6 nephrectomy induced CKD in male rats.
Method: Sprague-Dawley rats were randomly divided into normal control group (C), untreated 5/6 nephrectomy (Nx), quercetin-treated 5/6 nephrectomy, NxQ (100 mg / kg / day orally), captopril-treated 5/6 nephrectomy, NxK (10 mg / kg / day orally). Animal models was sacrificed at the end of intervention to take blood to measure creatinine, urea, and MDA, urine to measure protein and creatinine, and kidney organ to measure levels of MDA, glutathione peroxidase (GPx) activity, and renal damage (histopathology) and Nrf2 expression (immunohistochemistry).
Results: The results showed that 5/6 nephrectomy may cause an increased of proteinuria, plasma urea, and grade of renal fibrosis significantly. 5/6 nephrectomy has trend to increased plasma creatinine, renal MDA levels, GPx activity, and decreased plasma MDA and Nrf2 expression. Quercetin did not decrease proteinuria, plasma urea and creatinine, and renal fibrosis grading. Quercetin tend to reduced levels of MDA, increased GPx enzyme activity, and expression of Nrf2.
Conclusion: Quercetin does not affect proteinuria, plasma urea,plasma creatinine, and tissue damage or kidney fibrosis. Quercetin tend to reduced levels of MDA and increased the activity of GPx and Nrf2 expression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamed Ismail
"Latar belakang: Eksaserbasi PPOK berhubungan dengan dampak yang cukup besar pada kualitas hidup dan aktivitas sehari-hari. Mayoritas pasien mengalami setidaknya satu eksaserbasi per tahun dan eksaserbasi telah dikaitkan dengan penurunan progresif dalam VEP1 dan dengan laporan yang berbeda-bedaada ketidakpastian apakah eksaserbasi meningkatkan tingkat penurunan fungsi paru.
Metode: Penelitian ini penelitian deskriptif dengan metode potong lintang yang menganalisis hasil spirometri pada pasien PPOK dan membandingkan dengan data spirometri tahun sebelumnya dan melihat perubahan VEP1. Jumlah sampel keseluruhan penelitian ini adalah 100 pasien yang sudah terdiagnosis PPOK dan rutin kontrol ke poli asma/PPOK RS persahabatan dari tahun 2011sampai 2013.
Hasil: Sebanyak 100 subjek diambil untuk penilitian ini. Sebagian besar pasien adalah laki-laki , 96 % ( n = 96 ) . Usia rata-rata adalah 66,5 tahun ( SD ± 7 tahun dan 95 % CI ) BMI subjek adalah 22.88 ( SD ± 3,95 & 95% CI ). Status merokok adalah; bekasperokok ( 89 %, 95 % CI ), merokok 3 %, dan 8 % yang tidak pernah merokok. Keparahan penyakit berdasarkan GOLD adalah; Derajat ringan 7 %, Sedang 45 %, berat 41% dan sangat berat 7 %. Penurunan VEP1terlihat pada 73 % subjek ( n = 73 ) dan penurunan VEP1 rata-rata 117mL per tahun. Subjek dalam penelitian kami ditemukan eksaserbasi tingkat tahunan rata-rata 2,4 per tahun. Kami idak menemukan korelasi yang bermakna dengan jumlah eksaserbasi dengan jumlah eksesabasi( p = 0,005) dan terdapat korelasi yang bermakna dengan jumlah eksaserbasi dan tingkat keparahan penyakit (p = 0,005 ). Kami tidak menemukan korelasi penurunan VEP1 dengan BMI (p = 0,602 ), Indeks Brinkman (p = 0,462) atau komorbiditi.
Kesimpulan: Penilitian ini terdapat hubungan yang bermakna dengan penurunan VEP1 dan tingkat keparahan penyakit dengan frekuensi eksaserbasi. Kami tidak menemukan hubungan yang bermakna dengan jumlah eksesabasi dengan BMI, Brinkman Index atau komorbiditi.

Introduction: Exacerbations of COPD are associated with considerable impact on quality of life and daily activities. The rate at which exacerbations varies greatly between patients. Majority of patients experience at least one exacerbation per year and exacerbations have been linked to a progressive decline in FEV1and with varying reports there is uncertainty as to whether exacerbations increase the rate of decline in lung function.
Method: We conducted a descriptive, cross-sectional study on COPD patients who were on regular follow up at our hospital since 2011. Spirometry at enrollment was compared with previous year’s spirometry and event-based exacerbations were inquired from the patient and from inpatient and outpatient hospital medical records.
Result: A total of 100 patients were included in the study. Majority of patients were males, 96% (n= 96). The mean age was 66.5 years (SD ±7 years and 95% CI) The BMI of the subjects was 22.88 (SD± 3.95 & at 95% CI). Smoking status of the subjects were; past smokers (89%, 95% CI), current smokers, 3%, and 8% who never smoked. Disease severity per GOLD were; Mild disease 7%, Moderate 45%, Severe 41% and very Severe 7%. Decline in FEV1 was observed in 73% subjects (n=73) and a mean decline of 117mL/year. Subjects in our study reported 288 exacerbations during the study with a mean annual exacerbations rate of 2.4 per year. FEV1 decline hada significant correlation with number of exacerbations (p=.0005) and also there was significant relationship with disease severity (p=0.005). We did not find a correlation of decline in FEV1 with BMI (p=.602), Index Brinkman (p=.462) or comorbidities.
Conclusion: There was a significant correlation with decline in FEV1 and disease severity with the total number of exacerbations. We also found a significant correlation with disease severity as per GOLD stage,however, we did not find a significant correlation between BMI, Brinkman Index or the comorbidities of the subjects with number of exacerbations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hertanti Indah Lestari
"Latar belakang: Anemia penyakit kronik (APK), anemia defisiensi besi, dan anemia campuran dapat terjadi pada penyakit ginjal kronik (PGK). Untuk membedakan ketiganya dengan parameter laboratorium yang biasa diperiksa seperti feritin dan saturasi transferin tidaklah mudah. Hepsidin adalah parameter baru yang diharapkan menjadi panduan tata laksana anemia pada PGK.
Tujuan: Untuk mengetahui kadar hepsidin dan hubungannya dengan derajat PGK, kadar Hb, dan feritin, dan menentukan penyebab anemia pada anak dengan PGK.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada subyek usia 2-18 tahun dengan PGK yang belum didialisis. Anemia karena hemolitik, perdarahan, infeksi, kadar feritin <30 ng/dL atau >1000 ng/dL, diekslusi. Penderita yang mendapat transfusi darah dan terapi eritropoietin juga diekslusi. Subyek dibagi menjadi Grup I (LFG >60 mL/menit/1,73m2) dan Grup II (LFG <60 mL/menit/1,73m2).
Hasil: Terdapat 29 subyek pada kedua grup. Anemia terjadi pada 34 dari 58 subyek, 24 diantaranya merupakan APK dan 10 merupakan anemia campuran. Kadar hepsidin pada grup II (median 33,4 ng/mL, rentang 13,76-135,15) secara bermakna lebih tinggi dibandingkan grup I (median 12,5 ng/mL, rentang 0,35-34,62). Kadar hepsidin memiliki korelasi positif dengan feritin (p<0,001). Dengan analisis ROC, didapatkan kadar hepsidin >18 ng/mL dapat memprediksi APK. Kadar feritin >99,7 ng/dL dapat memprediksi hepsidin >18 ng/mL (sensitifitas 74,2% dan spesifisitas 70,4%).
Simpulan: Anemia penyakit kronik dengan kadar hepsidin yang meningkat merupakan penyebab anemia yang terbanyak terutama pada derajat PGK yang lebih berat. Kadar feritin >99,7 ng/dL dapat digunakan untuk memprediksi kadar hepsidin >18 ng/mL, sehingga dapat dipakai untuk menentukan penyebab anemia adalah APK.

Background: Anemia in chronic kidney diseases (CKD) can caused by anemia of chronic disease (ACD), iron deficiency, and both (mix anemia). It was not easy to differentiate the etiology of anemia by using usual hematologic measurement such as ferritin and transferrin saturation. Hepsidin is a new parameter which expected to become guideline in management of anemia in CKD.
Objectives: To know hepsidin level and its correlation with glomerular filtration rate, hemoglobin and ferritin level, and to know cutt-off of ferritin to predict hepsidin level.
Methods: This is a cross-sectional study in non-dialyzed children at age 2-18 years old with CKD. Children with signs of infection, anemia caused by haemolytic, bleeding, ferritin level <30 ng/dL or >1000 ng/dL was excluded. Children who get blood transfusions or erythropoietin also excluded. Subjects are divided into Grup I (GFR >60 mL/min/1,73m2) and Grup II (GFR <60 mL/min/1,73m2).
Results: There are 29 subjects in each grup. Anemia occur in 34 of 58 subjects, 24 were ACD dan 10 were mixed anemia. Hepsidin level in grup II (median 33,4, range 13,76-135,15) ng/mL was higher than grup I (median 12,5, rentang 0,35- 34,62) ng/mL (p<0,001). Hepsidin level has positive correlation with ferritin (p<0,001). In ROC analysis, hepsidin level >18 ng/mL can predict ACD. Ferritin level >99,7 ng/dL can predict hepsidin level >18 ng/mL (sensitivity 74,2%, specificity 70,4%).
Conclusions: ACD with high hepsidin level was the most etiology of anemia in children with CKD. Hepsidin level was higher in stage 3-5 CKD compared to milder stage. Feritin level >99,7 ng/dL can predict hepsidin level >18 ng/mL, so can be used to determine that the etiology of anemia was ACD."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Musafir Kolewora
"ABSTRAK
Latar belakang: Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama angka kesakitan dan kematian di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalens PPOK di Indonesia sebanyak 3,7% dan menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia. Penelitian ini merupakan studi awal untuk mengetahui prevalens PPOK di RSUP Persahabatan.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang dengan metode consecutive sampling pada pasien PPOK yang berkunjung di RSUP Persahabatan Jakarta pada bulan April-September 2018. Diagnosis PPOK dilakukan dengan menggunakan COPD Diagnostic Questionnaire (CDQ) dan pemeriksaan spirometri.
Hasil: Subjek penelitian sebanyak 875 subjek. Sampel akan dilakukan penapisan awal menggunakan CDQ dengan skor nilai ≥19,5 sebanyak 332 subjek. Hasil pemeriksaan spirometri pada 332 subjek sebelum pemberian bronkodilator inhalasi menunjukkan bahwa sebanyak 83 subjek (25%) memiliki hasil VEP1/KVP <70% dan 249 subjek (75%) memiliki hasil VEP1/KVP ≥70%. Hasil pemeriksaan spirometri setelah pemberian bronkodilator inhalasi menunjukkan bahwa sebanyak 78 subjek (94%) memiliki hasil VEP1/KVP <70% yang berarti menderita PPOK dan 5 subjek (6%) memiliki hasil VEP1/KVP ≥70% yang berarti tidak menderita PPOK sehingga prevalens PPOK adalah 8,9% dari keseluruhan sampel. Gejala klinis pada pasien PPOK antara lain batuk (43,6%), terdapat dahak (50%), dan sesak (39,7%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan PPOK dalam penelitian ini adalah umur (nilai-p = 0,040), lama merokok (nilai-p = 0,012), jumlah rokok yang dihisap per hari (nilai-p = 0,000) dan derajat berat merokok (nilai-p = 0,000) sedangkan faktor yang tidak berhubungan adalah jenis kelamin (nilai-p = 0,585) dan indeks massa tubuh (nilai- p = 0,953).
Kesimpulan: Prevalens PPOK di rumah sakit Persahabatan Jakarta adalah 8,9%. Gejala klinis pada pasien PPOK antara lain batuk, terdapat dahak dan sesak. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan PPOK dalam penelitian ini adalah umur, lama merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan derajat berat merokok sedangkan faktor yang tidak berhubungan adalah jenis kelamin dan indeks massa tubuh.

ABSTRACT
Background: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is the main cause of morbidity and mortality rates in the world including in Indonesia. The result of Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) in 2013 showed the prevalence of COPD in Indonesia was 3.7% and was ranked 6th from 10 causes of death in Indonesia. This study is the preliminary study to determine of prevalence of COPD in Persahabatan Hospital.
Method: This is a cross sectional study design with consecutive sampling method in COPD patient who visited to the Persahabatan Hospital Jakarta in April- September 2018. COPD diagnosed by using COPD Diagnostic Questionnare (CDQ) and spirometry examination.
Result: Study subject were 875 subject. The sample will be screened preliminary by using CDQ whom get score ≥ 19.5 only 332 subject. The results of spirometry tests on 332 subject before inhaled bronchodilators showed that 83 subject (25%) had results VEP1/KVP <70% which meant diagnose COPD and 249 subject (75%) had results VEP1/KVP ≥70% which means not diagnose COPD. The results of spirometry after inhaled bronchodilators showed that as many as 78 subject (94%) had results VEP1/KVP <70% which meant diagnose COPD and 5 subject (6%) had results VEP1/KVP ≥70%, which means not diagnose COPD so that the prevalence of COPD is 8.9% from all the sample. There were some of symptoms of COPD patients reported such as daily coughing (43,6%), coughing with phlegm (50%), and wheezing (39,7%). Statistical test results indicate that factors associated with COPD in this study are age, duration of smoking, number of cigarettes smoked per day and the degree of smoking-free while the unrelated factors are gender and Body Mass Index."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Atqiya Qutrunnada
"Apotek termasuk salah satu sarana pelayanan kefarmasian sebagai tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahun serta keterampilannya dalam memberikan informasi obat kepada pasien serta memberikan konseling kepada pasien yang membutuhkan. Apoteker juga harus menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan penyerahan obat dalam proses pelayanan sehingga perlu diidentifikasi untuk mencegah terjadinya kesalahan penyerahan obat. Salah satu upaya untuk menjamin kesehatan masyarakat adalah melakukan penyerahan obat dengan tepat yaitu dilakukan pengkajian resep terlebih dahulu sebelum melakukan pelayanan resep obat. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan efektifitas dalam pemberian informasi obat kepada pasien sehingga meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat serta dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan optimal. Pengkajian resep dapat dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek yang terdiri dari aspek administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Dari hasil analisis, kelima resep dinyatakan tidak lengkap secara administratif karena tidak mencantumkan secara lengkap mengenai umur pasien, berat badan pasien, alamat dokter, dan nomor telepon dokter. Pada aspek farmasetik, resep 2 dan 5 telah memenuhi kesesuaian farmasetik sedangkan resep 1, 3, dan 4 tidak memenuhi syarat karena tidak lengkap mencantumkan bentuk dan kekuatan sediaan. Pada aspek kesesuaian klinis, hanya 1 resep yang tidak terjadi interaksi obat yaitu resep 4.

Pharmacy is one of the pharmaceutical service facilities as a place for pharmacists to practice pharmacy. Pharmacists are required to improve their knowledge and skills in providing drug information to patients and providing counseling to patients in need. Pharmacists must also be aware of the possibility of drug administration errors in the service process so that they need to be identified in advance. One of the efforts to ensure public health is to deliver drugs appropriately, namely by assessing the prescription first before carrying out prescription drug services. This is done to increase the effectiveness of providing drug information to patients so as to minimize errors in drug administration and can improve the quality of life of patients optimally. Prescription review can be done by considering several aspects consisting of administrative aspects, pharmaceutical suitability, and clinical considerations. From the analysis, the five prescriptions were declared administratively incomplete because they did not include the patient's age, weight, doctor's address, and doctor's telephone number. In the pharmaceutical aspect, prescriptions 2 and 5 have met the pharmaceutical suitability while prescriptions 1, 3, and 4 did not meet the requirements because they did not include the dosage form and strength. In terms of clinical suitability, only 1 prescription did not have drug interactions, namely prescription 4.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Paulus Mandiara
"Kebiasaan dalam jangka waktu yang lama akan pola diet yang tidak sehat pada masyarakat perkotaan menjadi salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi. Penyakit ini menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan ginjal yang dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik. Pasien gagal ginjal kronik sering terjadi kelebihan volume cairan akibat kerusakan fungsi filtrasi glomerolus. Oleh karena itu perlu dilakukan pembatasan cairan yang ketat, efektif dan efesian untuk mencegah terjadinya komplikasi dengan upaya pemantauan intake dan output cairan. Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode studi kasus dengan menggunakan fluit intake output chart dan dibuktikan bahwa pemantauain ini efektif untuk menangani kelebihan volume cairan dibuktikan dengan tidak bertambahnya komplikasi yang terjadi pada pasien.

Long lasting habits of unhealthy diet in urban society is becoming one of hypertension risk factor. This disease has become a factor causing kidney damage, which can lead to chronic kidney failure. Chronic kidney failure patients commonly experience volume overload due to damage in glomerular filtration function. Hence, fluid restriction is needed as effective and efficient to prevent complication by monitoring fluid intake and output. This scientific writing uses case study method by using fluid intake-output chart to prove that this monitoring method is effective in handling fluid overload by looking at the occurrence of complication in patient."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>