Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56836 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riesa Susanti
"ABSTRAK
Ketidakhadiran terdakwa dalam proses persidangan perkara tindak pidana korupsi
mengakibatkan kerugian negara tidak dapat dieksekusi dan terganggunya proses
penanganan perkara lain yang berkaitan dengan perkara tersebut. Untuk itu Pasal
38 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU TPK) mengatur tentang peluang dilakukannya pemeriksaan dalam
persidangan perkara korupsi tanpa kehadiran terdakwa (peradilan in absentia)
dengan maksud untuk menyelamatkan kekayaan negara. Namun dalam
penerapannya, peradilan in absentia masih belum menyentuh tujuan utama
tersebut. Di sisi lain, peradilan in absentia dihadapkan pada prinsip bahwa
kehadiran terdakwa adalah untuk memberikan ruang kepada hak-hak asasi sebagai
manusia. Permasalahan yang muncul adalah bagaimanakah penerapan peradilan
in absentia dalam upaya pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, yang
selanjutnya memunculkan pertanyaan bagaimanakah konsepsi peradilan in
absentia apabila dikaitkan dengan hak asasi manusia (HAM) dalam hal ini hak
asasi terdakwa tindak pidana korupsi, bagaimanakah penerapan hukum peradilan
in absentia dalam UU TPK dalam upaya pengembalian aset hasil tindak pidana
korupsi, dan bagaimanakah peranan peradilan in absentia dalam memaksimalkan
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan terhadap
bahan pustaka atau data sekunder yang dilakukan melalui studi kepustakaan/studi
dokumen (documentary study) dan dianalisis dengan menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Peradilan in absentia harus dilaksanakan berdasarkan
KUHAP terutama berkaitan dengan tata cara pemanggilan yang sah. Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan hak terdakwa
untuk menghadiri sidang guna melakukan pembelaan terhadap dirinya, namun
terdakwa secara sengaja tidak berkeinginan menggunakan hak tersebut. Dalam
konteks ini, hak membela diri terdakwa dapat ditunda pemenuhannya. Instrumen
yang dapat digunakan dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi adalah
penyitaan dan perampasan sebagaimana diatur dalam KUHAP dan UU TPK.
Sedangkan untuk aset yang berada di luar negeri, Indonesia mengacu pada
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam United Convention Againts Corruption
2003 (UNCAC/Konvensi Anti Korupsi/KAK) yang telah diratifikasi Indonesia.
Peradilan in absentia dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi
berhadapan dengan berbagai permasalahan terutama berkaitan dengan
ketidaksamaan persepsi dalam menyikapi ketentuan-ketentuan yang berlaku
terutama dalam peradilan in absentia dan pengembalian aset hasil tindak pidana
korupsi, kesulitan-kesulitan teknis dalam tahap penyidikan sampai eksekusi, dan
perbedaan sistem hukum Indonesia dengan negara lain yang sangat
mempengaruhi proses pengembalian aset.

Abstract
The absence of the defendant in a trial, specifically corruption, not only can
hamper the attempt to recover the stolen assets but also vex the case handling
process on relate matter. In order to fill the gap between the inability bring the
defendant into the court and the compulsory need to present the defendant has
became the essence of Article 38 Act No. 20 of 2001 on Eradication of the
Criminal Act of Corruption (UU TPK) that regulates in absentia trial by means to
enable the recovering of the stolen assets. However, in its implementation the in
absentia trial process has not yet brought any sufficient results. Whereas, the
process is resulted the debate from the human rights' point of view on whether the
system must ensure that every person has the right to defend him/herself in front
of the fair trial and cannot be self adjudicated by the evidence solely deliberate
from the prosecutor (government). Thus, this thesis will discuss three main issues
in regard to the in absentia trial for corruption case. First, it will discuss on the
conceptual view on how the in absentia trial in colliding with the human right
view. It will discuss the necessity to have the in absentia trial whilst the necessity
for the government to ensure the establishment on fair trial before the court for
every person. The second issue, will discuss on the implementation of the in
absentia trial in regards to the attempt to repatriate the stolen asset. Third, the
discussion will also elaborate on the optimum utilization of the in absentia trial as
an alternate choice in conducting stolen asset recovery. The thesis is using the
normative research method based on library literatures or usually called as
secondary data based on literature study/documentary study and being analyzed
using qualitative descriptive methods. The implementation the in absentia trial is
based on KUHAP, specifically on the chapter that relates to the summoning
procedures. KUHAP regulates that any defendant has the right to defend
him/herself before the court and despite the fact that this has not been effectively
exercise due to the the defendants' own desire. And under special circumstance
the exercise of that right also can be adjourned. The instruments that applies in the
repatriation of stolen assets recovery are the seize and confiscate as mentioned
under the KUHAP. Whereas for the assets that locate in a foreign jurisdictions,
Indonesia is referring to the regulations under the UNCAC that had been ratified
under Indonesia law. In absentia trial in recovering the proceeds of corruption is
dealing with the various problems mainly related to the perception of inequality in
concerning the regulations of in absentia trial and the repatriate stolen assets,
technical difficulties in the process from investigation phase until execution, and
Indonesia?s legal system difference with other countries will influence the
attempt to recover the assets."
2011
T28985
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yopi Adriansyah
"Latar belakang dari penulisan tesis ini bahwa Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengenal adanya peradilan in absentia atau persidangan tanpa kehadiran terdakwa (acara pemeriksaan biasa) sejak dibukanya persidangan pertama oleh majelis hakim melainkan KUHAP menganut asas kehadiran terdakwa yang dihadapkan di muka persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum. Seorang terdakwa yang dihadapkan ke sidang pengadilan harus dalam keadaan bebas dan merdeka artinya tidak dalam keadaan terbelenggu baik jasmani maupun rohaninya. Narnun tidak demikian halnya dalam peradilan tindak pidana korupsi yang sejak awal persidangan dapat saja dilakukan oleh majelis hakim tanpa kehadiran terdakwa dengan alasan yang tidak sah sepeti tidak berada pada alamat atau tempat tinggal yang ada atau tidak dapat diketahui dimana keberadaannya lagi atau melarikan diri. Hal ini sesuai dengan Pasal 38 ayat (1) Undang-undang Nornor 31 Tahun 1999 menyebutkan: dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya. Namun kenyataannya bahwa undang-undang tersebut tidak mengatur ketidakhadiran terdakwa di persidangan dengan alasan yang sah atau dapat dipertanggungjawabkan serta dibenarkan oleh hukum seperti terdakwa diketahui alamatnya namun tidak dapat dihadirkan di persidangan dengan alasan sakit. Jadi secara normative berbeda prinsip yang dianut KUHAP dengan Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut teori pembuktian yang berdasarkan undang-undang secara negatif (negatif wettelijke bewijst theories). Pemidanaan didasarkan kepada pembuktian yang berganda (dubbleen grondsIag) yaitu peraturan undang-undang dan pada keyakinan hakim, dan menurut undang undang, dasar keyakinan hakim itu bersumberkan pada peraturan undang-undang.
Berdasarkan teori ini dan dihubungkan dengan judul tulisan ini maka timbul pertanyaan bagaimanakah hakim mendapatkan keyakinan memutus seseorang bersalah atau tidak tanpa kehadiran tcrdakwa di persidangan (in absentia)?
Pokok bahasan dalam penulisan tesis ini akan membahas Peradilan In Absentia Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Terdakwa Tindak Pidana Korupsi dengan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah penerapan hukum acara dalam pemeriksaan peradilan pidana in absentia terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi, bagaimanakah peranan hakim dalam proses pemeriksaan peradilan pidana in absentia, bagaimanakah hambatan yang dihadapi dalam pemeriksaan peradilan pidana in absentia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Riani Atika Nanda
"Skripsi ini membahas mengenai keterkaitan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi dengan konsep keadilan restoratif. Untuk itu, dalam pembahasan skripsi ini akan dijelaskan mengenai dasar pemikiran dan dasar hukum dari pengembalian aset hasil tindak pidana di Indonesia, Britania Raya dan Thailand. Usaha Indonesia dalam upaya pengembalian aset ini pun tidak hanya dengan instrumen nasional seperti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, tetapi juga menggunakan instrumen- instrumen internasional seperti United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 dan Bantuan Hukum Timbal Balik.
Pendekatan keadilan restoratif sebagai salah satu tujuan dari pemidanaan merupakan pemikiran yang tepat diterapkan dalam proses pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi karena dasar pemikiran dalam konsep ini sejalan dan tujuan dari keadilan restoratif dan pengembalian aset pun sejalan dan harmonis. Indonesia sebagai negara berkembang yang masih pelik dengan masalah penindakan hukum atas tindak pidana korupsi memerlukan gagasan dan pemikiran mengenai upaya pengembalian kerugian akibat tindak pidana korupsi.

This thesis discussed about the relation of stolen asset recovery on proceeds of corruption offense with the concept of restorative justice. So that, the discussion chapters of this thesis explained about the premises and legal basis of stolen asset recovery on the proceeds of corruption offense in Indonesia, the United Kingdom and Thailand. Indonesia?s effort in an endeavor to return these stolen assets was not only mandated by national law instruments such as Law Number 31 Year 1999 jo. Law Number 20 Year 2001 regarding Corruption Eradication, Law Number 15 Year 2002 regarding The Crime of Money Laundering, but also used of international law instruments such as United Nations Convention Against Corruption 2003 which ratified by Law Number 7 Year 2006 and Mutual Legal Assistance on Criminal Matters (MLA).
Restorative justice as one of the objectives of punishment is an appropriate intellection to be applied as the underlying principle of stolen asset recovery is reciprocally along with the concept of restorative justice as the intellection of this concept. Indonesia as a developing country which still complicatedly deal with the eradication of corruption offense matters, seriously needs an idea and reasoning on endeavor of restoring state's loss caused by corruption offense.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S550
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Ketentuan dan implementasi yang efektif tentang pengembalian atau perampasan aset hasil korupsi memiliki makna ganda bagi pemberantasan kejahatan korupsi di Indonesia, yaitu: Pertama, implementasi yang efektif ketentuan tentang pengembalian atau perampasan aset tersebut akan membantu negara dalam upaya menagnggulangi dampak buruk kejahatan korupsi. Kedua, adanya legislasi yang memuat klausul tentang pengembalian atau perampasan aset hasil kejahatan korupsi merupakan pesan jelas bagi para pelaku korupsi, bahwa tidak ada lagi tempat untuk menyembunyikan harta kekayaan hasil kejahatan korupsi, baik kekayaan Indonesia yang dilarikan ke luar negeri maupun harta kekayaan luar negeri yang ada di Indonesia."
JLI 7:4 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ryo Aditya Arifiansyah
"UUD 1945 menyatakan secara tegas, bahwa "Negara Indonesia adalah Negara Hukum". Kaidah ini mengandung makna bahwa hukum di negara ini ditempatkan pada posisi yang strategis di dalam konstelasi ketatanegaraan. Agar hukum sebagai suatu sistem dapat berjalan dengan baik dan benar di dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, diperlukan institusi-institusi penegak hukum sebagai instrumen penggeraknya.Penegakan hukum merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan hukum dan sebagai komponen integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka menegakkan pilar-pilar negara hukum. Tujuan yang hendak dicapai adalah mewujudkan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Indonesia sebagai negara hukum, mengharuskan terwujudnya supremasi hukum. Kejaksaan Republik Indonesia sebagai salah satu institusi penegak hukum merupakan komponen dari salah satu elemen sistem hukum. Secara universal diberikan kewenangan melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Sebagai komponen dari salah satu elemen sistem hukum, Kejaksaan RI mempunyai posisi sentral dan peranan yang strategis di dalam suatu negara hukum. Posisi sentral dan peranan yang strategis ini, karena berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan, di samping sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. Dalam upaya pengembalian kerugian negara, Kejaksaan telah mengupayakan suatu peradilan in absentia sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan, peradilan in absentia baru bisa dilakukan apabila syarat-syaratnya telah terpenuhi, tujuan utama dari peradilan in absentia adalah supaya perkara yang sedang ditangani tidak berlarut-larut dan memakan waktu lama dalam penyelesaiannya, dalam konteks ini supaya negara tidak terlalu dirugikan. Permasalahan yang timbul adalah, apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya sebuah perkara tindak pidana dapat diajukan secara in absentia? Apakah dengan dilakukannya peradilan in absentia, pihak Kejaksaan dapat segera mengeksekusi putusan Pengadilan? Apakah upaya yang dilakukan oleh Kejaksaan dalam hal pengembalian kerugian negara khususnya dalam kasus yang disidangkan secara in absentia? Untuk memperoleh data yang akurat diperlukan metode penelitian yang tepat untuk memecahkan pokok permasalahan dalam membuktikan kebenaran hipotesis. Penulis lebih menekankan pada penjelasan mengenai pendekatan yang digunakan penulis terhadap pokok permasalahan yang diteliti, lebih berorientasi pada tujuan dan kegunaan. Oleh karena itu pendekatan yang tepat yaitu pendekatan normatif ditunjang dengan wawancara. Dalam metode pengumpulan data meliputi penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan yang akan dilakukan dengan cara-cara antara lain wawancara tatap muka dengan responden dan melakukan pengamatan langsung di lapangan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Program pemberantasan korupsi dapat dikatakan berhasil jika melahirkan dampak efek jera bagi para pelakunya. Dalam konteks penegakan hukum kasus tindak pidana korupsi, ada atau tidaknya efek jera bisa dilihat dari bagaimana aparat penegak hukum memberikan perlakuan terhadap pelaku korupsi. Lemahnya tuntutan kurungan badan yang diajukan ke pengadilan dan minimnya nilai kerugian negara yang harus dikembalikan oleh koruptor sering menjadi alasan mengapa korupsi sulit diberantas. Karena korupsi merupakan kejahatan kalkulasi, pelakunya akan memperhitungkan dengan cermat apakah resiko ditangkapnya lebih kecil atau besar, peluang bebasnya terbuka atau tidak, serta penghitungan apakah selepas menjalani kurungan badan, pelaku bisa menikmati harta hasil korupsinya atau tidak. Oleh karena itu, tanpa adanya efek jera, memberantas korupsi ibarat memadamkan api yang sumbernya ada di berbagai tempat. Berbagai ide yang dilontarkan untuk mendorong timbulnya efek jera bagi pelaku korupsi dapat dipertimbangkan sebagai solusi, salah satunya bagaimana upaya embuat koruptor tidak dapat secara bebas menikmati hasil korupsinya. Wacana memiskinkan koruptor sebagai contoh telah menjadi salah satu pilihan untuk memperbaiki strategi memberantas korupsi. Hanya saja perlu digarisbawahi, apakah hal itu sudah didukung oleh perangkat aturan main yang memadai dan didukung oleh upaya yang serius dari aparat penegak hukum dan pemerintah. Jika usaha menyita, merampas, dan mengembalikan harta dari tindak kejahatan korupsi dapat dioptimalkan, tentu saja kepercayaan publik terhadap keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi akan pulih dengan sendirinya."
JLI 7:4 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1994
S21708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Rahmadini
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S22170
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marwan Effendy
Jakarta: Timpani Publishing, 2010
347.033 MAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Politik hukum kebijakan legislasi terhadap delik korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ditujukan terhadap kesalahan pelaku maupun terhadap harta benda pelaku yang diduga berasal dari korupsi. Pemakaian jalur kepidanaan dan keperdataan secara bersama-sama terhadap kepemilikan harta kekayaan pelaku tindak pidana korupsi dengan melalui mekanisme pembalikan beban pembuktian pada hakikatnya diperkenankan dan telah ada justifikasi teorinya yaitu dalam Pasal 31 ayat (8) dan Pasal (35) huruf b Konvensi Anti Korupsi UNCAC 2003. Penggunaan mekanisme pengembalian beban pembuktian dalam kasus kepemilikan harta kekayaan seseorang yang diduga kuat berasal dari tindak pidana korupsi atau pencucian uang dimaksudkan untuk menempatkan seseorang dalam keadaan semula sebelum yang bersangkutan memiliki harta kekayaan dimaksud. Untuk itu yang bersangkutan harus dapat membuktikan asal usul harta kekayaan yang diperolehnya."
JLI 8:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>