Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195249 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Sekarang ini timbul fenomena yang dirasakan melawan arus, yaitu fenomena wanita
yang menunda perkawinannya atau yang memilih untuk hidup melajang.
Peningkatan jumlah wanita yang melajang terutama wanita yang menunda
perkawinannya terjadi terutama di kota-kota besar. Penundaan perkawinan ini lebih
banyak terjadi karena wanita sudah mendapatkan kesempatan yang lebih baik
dalam bidang pendidikan. Pada saat ini wanita, khususnya yang tinggal di
kota-kota besar sudah mendapatkan kesempatan yang semakin Iuas untuk
mengikuti jenjang pendidikan menengah bahkan pada tingkat pendidikan tinggi.
Dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki, maka kesempatan bagi wanita
untuk memasuki lapangan kerja yang semakin beragam juga membuat wanita dapat
bekerja pada berbagai bidang. Dengan bekerja, wanita mempunyai kesempatan
yang luas untuk mengembangkan karir, sehingga wanita dapat menjadi Iebih
mandiri secara finansial. Tingkat ekonomi mereka menjadi lebih baik (berada pada
golongan sosial ekonomi menengah ke atas) dan tampaknya dengan kemandirian
secara finansial, wanita pada golongan ini semakin melupakan tuntutan masyarakat
untuk menikah karena lebih mengutamakan karir.
Dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan tentang wanita, pengetahuan
tentang kesehatan wanita, norma sosial dan seksual yang semakin longgar, juga
ikut berperan dalam meningkatnya jumlah wanita yang melajang. Adanya tuntutan
agama dan budaya di Indonesia, yang walaupun sudah longgar tetapi masih
berperan, perkawinan tetap dianggap sebagai hal yang penting yang secara normal
perlu dilalui oleh setiap wanita dewasa. Maka wanita sebagai individu yang
mandiri yang menganggap perkawinan sebagai urusan pribadi, tidak dapat
sepenuhnya melepaskan diri dari tuntutan masyarakat atau keluarga, dan tentunya
keputusan untuk hidup melajang atau menikah pada wanita sebenarnya akan
menimbulkan dilema antara mengikuti keinginan pribadi atau mengikuti keinginan
keluarga dan atau norma agama serta budaya masyarakat.
Skripsi ini adalah suatu penelitian deskriptif yang mencoba untuk mengetahui
pendapat tentang perkawinan dan kehidupan melajang, serta faktor-faktor yang
lebih berperan dalam mengambil keputusan untuk menikah atau hidup melajang.
Untuk keperluan penelitian ini digunakan kuesioner skala Pendapat tentang
Perkawinan dan skala Pendapat tentang Kehidupan Melajang. Sampel penelitian ini
adalah wanita bekerja yang melajang, berusia antara 30 - 45 tahun, dan
berpendidikan minimal SMA.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendapat tentang perkawinan dan
kehidupan melajang dinilai positif. Jadi baik perkawinan maupun kehidupan
melajang dianggap sebagai kondisi atau keadaan yang penting dan bernilai positif
bagi wanita bekerja yang melajang. Faktor pendidikan dan pekerjaan merupakan
faktor yang berperan dan dianggap penting dalam mengambil keputusan untuk
menikah dan hidup melajang."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bagus Haryo H
"Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka perkawinan harus berdasarkan hukum agama masing-masing pihak. Agama merupakan dasar dari suatu perkawinan. Karena UU Perkawinan tidak mengatur secara eksplisit mengenai perkawinan campuran antar pemeluk agama yang berbeda, maka timbul permasalahan mengenai hal ini.
Menurut Hukum Perkawinan Islam, perkawinan pemeluk agama Islam dengan agama lain pada dasarnya merupakan larangan, kecuali dengan wanita ahli kita dengan syarat-syarat tertentu. Di kalangan para ahli hukum Islam terdapat perbedaan mengenai hal ini. Apakah pada masa sekarang hal itu dapat dilakukan.
Pendapat ahli hukum berdasarkan UU Perkawinan Tahun 1974 tentang perkawinan campuran antar pemeluk agama berbeda juga berbeda. Ada yang mengatakan bahwa hal itu dibolehkan, dilarang dan ada yang mengatakan terdapat kevakuman hukum.
Untuk mengkaji hal itu, penulis mencoba untuk mengetahui bagaimana gambaran umum dari pendapat masyarakat Islam terhadap perkawinan campuran antar pemeluk agama yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan "purposive sampling" sebagai metode penarikan sampel untuk dapat mewakili masyarakat Jakarta Selatan.
Dari hasil penelitian ditemukan kecenderungan bahwa masyarakat di wilayah Jakarta Selatan sebagian besar (70 ~) tidak setuju dengan perkawinan antar agama, dengan prosentase tertinggi ada pada tingkatan umur 41-50 (100%) dan pada tingkatan "masyanakat umum" dengan prosentase 90%.
Sebagian besar juga menyatakan bahwa perkawinan antar agama tidak sesuai dengan yang mereka anut (99%), di mana hal ini menunjukan pengetahuan mereka tentang agama (dalam hal ini agama Islam) dinilai sudah mencukupi.
Pengaturan perkawinan campuran antar agama dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 menurut sebagian besar masyarakat di wilayah Jakarta Selatan sebaiknya diatur lebih jelas lagi.
Bahwa jika dilihat dari hasil penelitian yang menyatakan setuju dengan perkawinan campuran antar agama adalah pada tingkatan usia 20 - 30 Tahun, hal ini merupakan indikasi dari masuknya pengaruh-pengaruh Barat yang mereka anggap sebagai pola hidup modern, yang kebanyakan hanya memikirkan kesenangan dunia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Aprilianti
"ABSTRAK
Perkawinan adalah sebuah institusi yang paling tua, paling universal, dan paling khas yang dimiliki oleh manusia. (Fusch dalam Havenmann & Lehtinen, 1986) Perkawinan juga memiliki kedudukan yang penting bagi individu. Beberapa ahli berpendapat bahwa perkawinan berperan besar dalam menciptakan kebahagiaan dan stabilitas individu. (Landis & Landis, 1970).
Selain perkawinan, agama juga memiliki peranan penting dan berpengaruh luas terhadap manusia. Dalam tingkat sosial agama merupakan institusi sosial yang berkontribusi menjaga stabilitas sosial. Dalam tingkat personal agama berperan sebagai serangkaian prinsip yang hidup yang dapat memberikan arti bagi kehidupan seseorang,'aturan-aturan dalam berperilaku, perasaan bebas atau bersalah dan penjelasan tentang nilai-nilai kebenaran yang dapat dipercayai. (Pergament dalam Palaoutzian, 1996) Hurlock (1980) mengemukakan bahwa penyesuaian perkawinan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam perkawinan. Menurut Burgess & Locke (dalam Miller, 1991) penyesuaian perkawinan ditandai dengan adanya kesesuaian antara suami istri dalam berbagai hal yang dianggap penting dalam perkawinan, adanya kesamaan minat serta aktivitas yang dilakukan bersama, saling mengungkapkan kasih sayang dan saling percaya, hanya memiliki sedikit keluhan, serta tidak sering mengalami perasaan kesepian, sedih, marah, tidak puas dan semacamnya. Sementara itu, menurut Glock dalam Palaoutzian (1996), komitmen beragama dipandang sebagai salah satu variabel multidimensional yang tersusun dari 5 dimensi, yaitu dimensi idiologis, dimensi ritual, dimensi eksperiensial, dimensi konsekuensial, dan dimensi intelektual.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa agama merupakan salah satu pendukung utama sebuah perkawinan dan juga keluarga (Schmiedeler, 1946; Daradjat, 1996; Rosen-Grandon, 1999; Fiese & Tomcho, 2001). Berbagai penelitian juga telah banyak dilakukan khususnya di negara-negara barat untuk mencari hubungan antara agama dengan perkawinan. Stinnet (dalam Laswell & Laswell, 1987) dan Jones (2002) mengemukakan bahwa dari berbagai penelitian ditemukan bahwa agama secara konstan memiliki hubungan yang positif dengan perkawinan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara penyesuaian perkawinan dengan komitmen beragama pada pasangan suami istri beragama Islam dengan usia perkawinan 1-5 tahun. Penelitian ini juga bertujuan untuk menegatahui gamabaran penyesuaian perkawinan dan gambaran komitmen beragama pasangan suami istri beragama Islam dengan usia perkawinan 1-5 tahun.
Penenlitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode ex post facto field study. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-random sampling dengan tipe Occidental sampling. Subyek dalam penelitian ini beijumlah 164 orang atau 82 pasang suami istri. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan 2 buah kesioner, yaitu kuesioner penyesuaian perkawinan yang merupakan hasil adaptasi dari Marriages Adjustment Schedule yang disusun oleh Burgess & Locke (1960) dan kuesioner komitmen beragama yang merupakan hasil adaptasi dari Religious Commitment Scale yang disusun oleh Glock & Stark (1965).
Perhitungan data untuk mengetahui adanya hubungan antara penyesuaian perkawinan dengan tiap-tiap dimensi komitmen beragama dilakukan dengan menggunakan metode korelasi Pearson Product Mommet. Hasil penelitian menujukkan bahwa ada korelasi positif dan signifikan antara penyesuaian perkawinan dengan dimensi idiologis, dimensi ritual, dimensi ekperiensial, dimensi konsekuensial dan dimensi intelektual pada subyek suami. Sementara itu pada subyek istri juga ditemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara penyesuaian perkawinan dengan dimensi idiologis, dimensi ritual, dimensi eksperiensial dan dimensi konsekuensial. Namun pada subyek istri tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara penyesuaian perkawinan dengan dimensi intelektual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Theresia Ceti Prameswari, suthor
"Kegemukan pada wanita merupakan salaii satu masaiah yang berhubungan dengan penampilan fisik, karena seiain mengganggu kesehatan, kegemukan juga dapat mengurangi daya tank fisik seseorang. Menurut Unger dan Crawford (1992), wanita cenderung dinilai berdasarkan penampilan fisiknya dan faktor tersebut dijadikan kriteria penting dalam memilih pasangan, terutama oleh kaum pria. Kondisi tersebut seolah-olah menutup kemungkinan bagi wanita gemuk untuk mendapatkan perhatian dan dipilih pria menjadi pasangannya. Namun berdasarkan pengamatan dan wawancara awal terhadap beberapa wanita gemuk diketahui bahwa ternyata tidak sedikit wanita gemuk yang dipilih pria sebagai pasangan.
Dengan latar belakang tersebut disusun suatu penelitian untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dengan kecenderungan memilih pasangan. Dalam penelitian ini digunakan alat ukur berupa dua buah kuesioner, untuk mengukur persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dan kecenderungan memilih wanita gemuk sebagai pasangan. Subyek penelitian terdiri dari 52 pria lajang, berusia antara 25 sampai 33 tahun, berpendidikan minimal SMU, bekerja dan berdomisili di Jakarta. Metode analisa masaiah utama berupa penghitungan korelasi dengan rumus Pearson Product Moment dan dari hasil penghitungan diperoleh nilai r sebesar 0,3168 dengan p<0,05.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dengan kecenderungan memilih pasangan. ini berarti subyek yang tidak menilai bentuk tubuh wanita gemuk sebagai sesuatu yang negatif, tidak berkeberatan memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Sebaliknya, subyek yang menilai bentuk tubuh wanita gemuk sebagai sesuatu yang negatif cenderung tidak mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Pada pengukuran persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita gemuk tidak ditemukan perbedaan frekuensi yang signifikan antara subyek yang mempersepsi wanita gemuk secara positif dan subyek yang mempersepsi wanita gemuk secara negatif.
Hasil lain yang juga diperoleh yaitu adanya perbedaan mean yang signifikan antara persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dan persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita langsing. Kemudian diketahui juga bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi subyek yang cenderung mau memilih dan frekuensi subyek yang cenderung tidak mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya.
Dari hasil-hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum pria cenderung lebih menyukai wanita bertubuh langsing daripada wanita gemuk. Namun secara kualitatif diketahui bahwa tidak sedikit pria yang mempersepsi wanita gemuk secara positif dan mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Untuk menambah bobot penelitian ini masih diperlukan pendekatan kualitatif berupa wawancara mendaiam terhadap beberapa subyek."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2615
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emeraldina Darmidjas
"Secara hukum, wanita dan pria memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara Indonesia. Partisipasi wanita di Iapangan pekerjaan telah banyak dijumpai dalam berbagai bidang pekerjaan baik yang secara tradisional dianggap sesuai dengan ciri-ciri feminin wanita maupun di bidang non tradisional yang Iebih banyak didominasi pria. Alasan mengapa wanita memutuskan untuk bekerja dan melakoni tugas sebagai ibu rumah tangga pada saat yang bersamaan juga sudah berbeda-beda. Banyak wanita memilih untuk berkarya di luar rumah atas dasar keinginan sendiri dan bukan karena terpaksa dengan tujuan yang beragam pula (mencari pengaIaman, memanfaatkan ilmu, memanfaatkan waktu luang, menambah rasa percaya diri dan Iain-lain). Namun demikian, bagi wanita yang telah menikah, peran ganda yang dilakoni seringkali menimbulkan masalah seperti stress dan konflik dalam perkawinan akibat kelebihan beban tanggung jawab yang harus dipikul. Di satu pihak wanita dituntut untuk menjadi istri dan ibu rumah tangga sesuai dengan norma dan harapan masyarakat, dan pihak Iain ia juga dituntut untuk menampilkan unjuk kerja yang baik dan komit terhadap pekeriaan yang ditekuninya sesuai dengan tuntutan perusahaan dimana ia bekerja. Dapat dikatakan bahwa peran serta wanita dalam dunia kerja masih menimbulkan masalah dan diperdebatkan oleh berbagai pihak. Hal ini antara Iain disebabkan oleh ketidakmampuan masyarakat dan individu itu sendiri melepaskan diri dari sikap stereotip peran jenis kelamin tradisional yang menganggap wanita serba Iemah dan kurang bisa melibatkan diri dalam dunia yang penuh persaingan, membutuhkan rasa percaya diri atau kemampuan mengambil keputusan yang tepat seperti halnya daiam dunia kerja.
Hidupnya pandangan seperti di atas pada masyarakat Indonesia, membuat wanita terhambat untuk bekerja di Iuar rumah dan mengembangkan karirnya. Dibandingkan dengan wanita, dalam meniti karir pria tidak menghadapi masalah yang timbul sebagai akibat dari tuntutan peran seperti yang dihadapi wanita. Tuntutan peran ganda inilah yang dengan sendirinya mempengaruhi wanita bekerja karena tidak jarang ia terpaksa meninggalkan dunia kerja atau karir yang sudah dirintisnya karena menikah atau melahirkan anak, atau bahkan karena suaminya tidak mengizinkan bekerja di Iuar rumah.
Penelitian ini dikukan berkaitan dengan Iatar belakang masalah seperti yang telah dijelaskan di atas untuk mengetahui apakah orientasi peran jenis kelamin dan penyesuaian perkawinan berhubungan secara signifikan dengan komitmen karir pada wanita menikah yang bekerja. Komitmen karir yang dimaksud di sini adalah keinginan individu untuk terus bekerja sepanjang hidupnya. Komitmen karir merupakan hal yang menarik untuk diteliti karena merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui motivasi berkarir pada seseorang. Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa ternyata komitmen karir yang tinggi memiliki ciri-ciri motivasi kerja tinggi, kepuasan kerja tinggi dan kecenderungan lebih rendah untuk menampilkan unjuk kerja yang tidak diharapkan. Dalam kaitannya dengan peran jenis kelamin, ditemukan bahwa karakteristik kepribadian maskulin mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap komitmen karir pada wanita bekerja. Suatu penelitian lain yang dilakukan di barat menemukan bahwa komitmen karir pada wanita sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di Iuar pekerjaan (extra-work variables) seperti kepuasan dan penyesuaian perkawinan. Mengacu pada temuan-temuan ini maka peneliti tertarik untuk melihat kecenderungan yang ada di Indonesia.
Jumlah subyek yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 200 orang dengan kriteria sudah menikah, sudah bekerja minimal selama 2 tahun, dan berpendidikan minimal akademi atau yang sederajat. Teknik pengampilan sampel adalah teknik insidental sampling, dimana subyek diambil berdasarkan kemudahan pengambilannya dan kebutuhan penelitian saja. Sedangkan alat yang dipakai untuk mangukur setiap variabel penelitian adalah berupa skala yaitu skala penyesuaian perkawinan (Dyadic Adjustment Scale), skala peran jenis kelamin dari Bem (Bem Sex Role Inventory) dan Career Commitment Scale untuk mengukur komitmen karir.
Hasil yang didapat antara Iain adalah bahwa ternyata sebagian besar subyek wanita menikah yang bekerja memiliki tingkat penyesuaian perkawinan dan komitmen karir yang tergolong tinggi, serta memiliki aspek maskulinitas dan femininitas yang sama-sama tinggi (memiliki orientasi peran jenis kelamin androgin). Tidak ada kontribusi yang signifikan dan penyesuaian perkawinan terhadap komitmen karir, namun terdapat adanya signifikansi dan orientasi peran jenis kelamin feminin terhadap komitmen karir. Selain itu, ditemukan juga bahwa ternyata ada total masa kerja subyek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap komitmen karirnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hilda Eveline
"Perkawinan pada masa kemahasiswaan bukanlah hal yang umum pada masyarakat Indonesia karena norma sosial dan budaya menekankan faktor kesiapan finansial dan selesainya pendidikan sebagai syarat untuk menikah. Namun pada kenyataannya, kita dapat menjumpai beberapa mahasiswa yang menikah, walaupun tidak banyak. Perkawinan di masa kuliah mempunyai beberapa permasalahan yang agak berbeda dengan perkawinan-perkawinan pada umumnya, terutama dalam finansial, kelanjutan kuliah, pembagian waktu untuk tugas-tugas rumah tangga dan tugas akademis serta kesiapan psikologis untuk menikah. Dengan melihat perbedaan-perbedaan ini maka timbul pertanyaan : bagaimana gambaran penyesuaian perkawinan mahasiswa yang menikah.
Pengalaman mahasiswa dalam perkawinannya akan membentuk belief-nya tentang perkawinan, karena menurut teori tentang pembentukan belief dari Fishbein dan Ajzen (1975), pengalaman-pengalaman seseorang dengan suatu obyek tertentu akan membentuk belief tentang obyek. Dengan demikian timbul pertanyaan : bagaimana gambaran belief mahasiswa yang menikah tentang perkawinan.
Hasil penelitian Laurer dan Laurer (1985, dalam Wiggins, Wiggins dan Zanden) menunjukan bahwa sikap yang positif terhadap pasangan merupakan faktor yang menentukan kesuksesan perkawinan seseorang. Karena belief merupakan salah satu komponen sikap maka yang menjadi masalah utama dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara belief tentang perkawinan dengan penyesuaian perkawinan pada kelompok mahasiswa yang menikah.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka dilakukan penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan dan menggali sebanyak- banyaknya informasi tentang penyesuaian perkawinan dan belief tentang perkawinan pada mahasiswa yang menikah. Untuk mengukur aspek penyesuaian perkawinan di gunakan Dyadic Adjustment Scale dari Spanier yang dibuat untuk mengukur penyesuaian perkawinan. Sedangkan belief tentang perkawinan digali dengan kuesioner Belief tentang Perkawinan. Untuk menjawzb permasalahan utama dalam skripsi ini peneliti melakukan pengujian hubungan antara variabel penyesuaian perkawinan dengan belief tentang perkawinan.
Dari hasil penelitian, didapat gambaran teniang penyesuaian perkawinan dan belief tentang perkawinan baik secara umum maupun berdasarkan pengelompokan variabel-variahel non psikologis seperti seperti perbedaan penyesuaian perkawinan berdasarkan besarnya bantuan dana, berdasarkan agama. Variabel-variahel yang membedakan penyesuain perkawinan dan belief tentang perkawinan adalah variabel agama, bantuan dana dari orang tua, usia perkawinan, jumiah anak, tempat tinggal dan besarnya pemasukan keluarga per bulan. Selain itu didapat hasil bahwa belief tentang perkawinan secara keseleluruhan tidak berhubungan secara signifikan dengan penyesuaian perkawinan secara keseluruhan. Namun beberapa aspek dari penyesuaian perkawinan berhubungan dengan beberapa aspek dari belief tentang perkawinan.
Berdasarkan pengalaman selama melakukan penelitian dan melihat hasil penelitian, maka ada beherapa hal yang dapat disarankan baik untuk penelitian lebih Ianjut maupun untuk pengaplikasian hasil penelitian. Beberapa saran untuk penelitian Iebih lanjut yang diberikan antara lain, melakukan perbandingan penyesuaian perkawinan antara kelompok subyek yang menikah ketika masih kuliah dengan kelompok subyek yang menikah setelah tamat kuliah. Selain itu untuk mendapatkan gambaran yang Iebih mendalam tentang penyesuaian perkawinan dan belief tentang perkawinan dapat dilakukan studi kualitatif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2620
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>