Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156728 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Deddy
"Tesis ini membahas tentang wewenang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang dimiliki oleh Lembaga Kejaksaan Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menangani tindak pidana korupsi. Kewenangan-kewenangan tersebut telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam penyelesaian perkara tindak pidana korupsi, lembaga kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi di dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berbeda satu sama lainnya. Hal tersebut menimbulkan suatu keadaan hukum yang berbeda dalam praktek pelaksanaan dari kewenangan-kewenangan tersebut. Permasalahan yang diangkat adalah dimana letak perbedaan kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh lembaga Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada dasarnya secara kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi juga berada di Sistem Peradilan Pidana yang menitikberatkan pada pelaksanaan wewenang penegak hukum untuk saling berkoordinasi dan bekerjasama dengan penegak hukum lainnya sehingga terjadi mekanisme check and balances. Maka dengan demikian, wewenang pada lembaga Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penanganan perkara korupsi tidak boleh dilakukan sepenuhnya secara individual namun harus tetap dalam jalur Sistem Peradilan Pidana Indonesia yang mengutamakan koordinasi dan kerjasama antar instansi penegak hukum.

This thesis discusses the authority of investigate, investigation and prosecution by the Attomey General of the Republic of Indonesia and Commission of Eradicate Corruption of Republik Indonesia in dealing with criminal comiption. The authority has been set in the Act and the Criminal Law Event and other regulations. In the settlement of criminal corruption case, General Attomey of Republik Indonesia and Commission of Eradicate Comiption of Republik Indonesia which in the investigate, investigation and prosecution based on the laws and regulations that differ with each other. This situation raises a different legal practices in the implementation of authorities. The main problem is where are the difference between the authority of General Attomey of Republik Indonesia and Commission of Eradicate Corruption of Republik Indonesia. Basically, according to the authorities of Commision of Eradicate Corruptions Of Republik Indonesia, this institution has aiready in Criminal Justice System that focuses on the implementation of the law enforcement authorities for mutual coordination and cooperation with other law enforcement mechanisms so that there checks and balances. So thus, the authority on General Attomey of Republik Indonesia and Commission of Eradicate Comiption of Republik Indonesia in handling cases of corruption may not be entirely individual but must remain in the system path of the Indonesian Criminal Justice System, which consider as most important is coordination and cooperation between law enforcement agencies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26066
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Lowryanta
"Ketika Indonesia ditahbiskan menjadi negara ketiga paling korupsi didunia, mengherankan tidak ada yang heran sama sekali. Seakan semua fenomena ini sudah being firr granted yang tidak perlu di perdebatkan lagi di negara yang "berdasar pada hrrkum dan bukan pada kekuasaan" seperti yang diamanatkan oleh Konstitusinya. Ketidakherananan publik pada tingkat korupsi, oleh karenanya seringkali diikuti oleh apatisnie akan kemainpuan sistem hukum dan budaya yang ada untuk memberantas korupsi. Apatisme ini tidaklah berlebihan apabila dititik dari track record penegak hukum dalam penanganan tindak pidana korupsi, sehingga muncullah sarkas bahwa "Indonesia adalah negara yang sangat tinggi korupsinya namrm tidak ada koruptornya". r Korupsi di Indonesia yang tetjadi dalam 30 tahun keluarga Soeharto dan kroninya membuat masyarakat tercengang: Setelah Orde Baru berlalu, hingga saat ini tidak ada tanda-tanda kesadaran pemerintah bahwa "disamping krisis ekonomi yang dirasakan nyata oleh masyarakat, terdapat pula krisis hukum yang sudah sarnpai tahap rnenyedihkan Korupsi juga telah mempengaruhi kehidupan ketatanegaraan dan merusak sistem perekonomian dan macyarakat dalam skala besar. Pelaku perbuatan yang dipandang koruptif itu tidak ierjangkau oleh undang-undang yang ada dan selalu berlindung dibalik asas Iegalitas karena pada umumnya dilakukan secara terorganisir dan oleh mereka yang memiliki karekateristik high level educated dan status dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan pemahaman terhadap masalah tersebut diatas, pemerintah dan Lembaga Legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat} telah membentuk dan mensahkan Undang-Undang No: 30 tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Kebijakan ini merupakan "political will" dari pemcrintah dengan suatu tekad dengan membentuk suatu badan anti korupsi untuk meinberantas segala bentak penyelewengan dan korupsi yang terjadi selama 3 dasawarsa ini, demi menyelamatkan kcuangan dan pcrekonomian negara guna mewujudkan aparatur pemerintah dan aparat penegak kukum yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mohammad Anggidigdo
"Kojaksaan adalah lembaga pemerintah pelaksanan kekuasaan negara di bidang penuntutan, sedangkan kewenangan penyidikan dimiliki oleh sub slotem kepolisian. Hal inilah yang diamanatkankan dan dicita-citakan oleh Undang-Undang Momor Tahun 1981 (KUHAP). Dalam Praktek sehari-hari kejaksaan tidak hanya melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan, tetapi juga melaksanakan kekuasaan negara dibidang penyidikan tindak pidana tertentu, Ikutnya kejaksaan dalam bidang penyidikan tentunya mempunyal alasan yang kuat sehingga lembaga ini masih diberi kewenangan melakukan penyidikan hingga saat ini.
Fenelitian bertujuan untuk mengetahui apa saja problematika yang dialami oleh kejakeaan dalam hal penyidikan, mengetahui dasar mempertahankan kewenangan penyidikan kejaksaan tetap dan mengetahui pengaruh masuknya sub sisten kejaksaan pada tahap penyidikan dalam hubungannya dengan keterpaduan sistem peradilan pidana. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yang didasarkan pada sumber data sekunder berupa peraturan peraturan hukum, keputusan pengadilan, teori bukun dan pendapat para sarjana hukum terkenal. Data yang diperoleh dari kepustakaan dan data yang diperoleh dari lapangan spabila telah terkumpul kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif. Rormatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan perundang-undangan yang ada sebagai norma hukum positif, sedangkan diperoleh Kemudian kualitatif dimaksudkan data yang disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif guna mencari kejolasan masalah yang akan dibahas.
Berdasarkan analisis kualitatif diketahui bahwa masuknya kejaksaan dalam bidang penyidikan sebenarnya telah menyalahi sistem peradilan pidana seperti yang diamanatkan oleh KUKAP (UU No. 8/1981), tetapi hal itu dimaklumi karena penyidikan tindak pindana tertentu yang dilakukan penyidik kepolisian masih kurang sedangkan intensitas yang dilakukan penyidik kejaksaan lebih banyak dan cepat. Berlakunya DU Korupsi yang baru (UU 31/1999 jo 20/2001), adanya Putusan Pengadilan yang menolak kewenangan penyidikan oleh kojaksaan dan terbentuknya Komisi Pemberantas Korupsi (UU No. 30/2002) tidak menghilangkan kewenangan kejaksaan untuk tetap bisa melakukan penyidikan tindak pidana tertentu. karena kejaksaan masih mempunyai dasar hukum yang tersebar dalan berbagai undang-undang tertulis, dukungan rakyat melalui OPR/KPR serta prosentase putusan pengadilan yang menerima penyidikan kejaksaan lebih banyak daripada yang menolak. Untuk lebih meningkatkan suasana yang kondusif dalam bidang penyidikan perlu diciptakan kerjasana yang harmonia dengan lembaga penyidik tindak pidana tertento
baik penyidik kepolisian maupun penyidik KPTPK. Guna menghapus keraguan apakah lembaga kejaksaan Disa melakukan penyidikan tindak pidana tertentu atac tidak, disarankan agar kewenangan penyidikan tersebut dipertegas dalam KUMAP, RUU Kejaksaan dan BUU Sisten Peradilan Pidana yang akan datang."
Universitas Indonesia, 2004
T36180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indah Harlina
"Korupsi bukanlah kejahatan yang baru, melainkan kejahatan yang lama yang sangat pelik. Di Indonesia korupsi sudah ada sejak dulu. Korupsi bertentangan dengan konsep negara hukum, Menurut Sri Soemantri unsur negara hukum salah satunya adalah jaminan terhadap hak asasi manusia. Oleh karena itu negara harus mengatasi korupsi karena korupsi tidak hanya meruugikan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak ekonomi dan hak sosial masyarakat luas. Untuk mengatasi korupsi, pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan dan membentuk lembaga untuk membantu mengatasi korupsi. Lembaga yang sampai saat ini masih melakukan pemberantasan korupsi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi ini dibentuk karena pemberantasan korupsi oleh lembaga konvensional (kepolisian dan kejaksaan) belum dapat mengatasi permasalahan korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dan merupakan lembaga negara independen dan mempunyai kewenangan yang sangat luas. Oleh karena itu masyarakat berharap kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dapat memberantas korupsi.
Kewenangan yang luas meliputi Koordinasi dangan instansi lain, supervisi, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pencegahan dan monitoring. Sebagaimana diketahui secara umum para ahli membagi dua lembaga negara yaitu Lembaga negara utama (main State?s organ) dan Lembaga negara pembantu (auxiliary State?s organ). Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga negara pembantu yang bersifat independen, hal ini akan menimbulkan masalah yaitu tentang kedudukan dalam struktur ketatanegaraan. Ada sebagian besar yang beranggapan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga ekstra konstitusional. Masalah lain yang muncul adalah apakah Komisi Pemberantasan Korupsi harus ada terus atau hanya sebagai Problem solving saja. Untuk mengetahui hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian normatif didukung dengan metode penelitian empiris. Di samping itu juga didukung dengan pendekatan sejarah dan komperatif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga negara independen, namun bukan lembaga negara utama tetapi lembaga negara pembantu. Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dijelaskan berada diranah kekuasaan manapun baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Akan tetapi Komisi Pemberantasan Korupsi dapat dimasukkan kedalam kekuasaan ke empat. Komisi Pemberantasan Korupsi sebaiknya terus ada, karena korupsi tidak mungkin dapat hilangkan, hanya dapat diminimalkan. Namun Kewenangannya tidak lagi luas, hanya mencakup penindakan, pencegahan dan monitoring, sedangkan untuk penuntutan dikembalikan kepada kejaksaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D1084
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nena Esse Nurasifa
"ABSTRAK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah sebuah lembaga yang dibentuk
oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2010 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi, karena perlunya suatu upaya luar biasa untuk untuk mengatasi,
menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Apabila melihat kinerja
dari Komisi Pemberantasan Korupsi di beberapa kasus tindak pidana korupsi yang
ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi seperti kasus Djoko Susilo, Jaksa
Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam dakwaannya juga mendakwakan Pasal
Tindak Pidana Pencucian Uang kepada para terdakwa. Skripsi ini akan membahas
lebih lanjut terkait dengan bagaimana kewenangan penyidikan KPK atas tindak
pidana pencucian uang sebelum adanya tindak pidana korupsi simulator sim yang
didakwakan kepada Djoko Susilo didasarkan pada Undang-Undang Tindak
Pidana Pencucian Uang dan apakah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 77/PUUXII/
2015 telah tepat dalam memberikan kewenangan penuntutan tindak pidana
pencucian uang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

ABSTRACT
Corruption Eradication Commission (KPK) is an institution established by Act
No. 32 of 2010 on the Corruption Eradication Commission, because the need for
an extraordinary effort to to cope with, overcome, and eradicate corruption in
Indonesia. When looking at the performance of the Corruption Eradication
Commission in some cases of corruption handled by the KPK as the case of Djoko
Susilo, KPK prosecutor, the indictment also accuse Money Laundering Section to
the defendant. This paper will discuss more related to how the authority of KPK
investigation on money laundering before the driving licence simulator corruption
of which the accused to Djoko Susilo based on the Law on Money Laundering
and whether the Constitutional Court Decision No. 77/PUU-XII/2015 has the
right to authorize the prosecution of money laundering to the Corruption
Eradication Commission."
2015
S61106
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victor Antonius
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T36537
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>