Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62914 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Derliana Sari
"ABSTRAK
Tesis ini membahas peran dan kendala yang dihadapi kejaksaan dalam
pengembalian kerugian keuangan negara akibat Tindak Pidana Korupsi.
Penelitian ini ialah penelitian hukum normatif dengan desain deskriptif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kejaksaan belum dapat mengoptimalkan perannya
dalam mengembalikan kerugian keuangan negara karena menghadapi beberapa
kendala diantaranya kendala dalam peraturan perundang-undangan, sarana dan
fasilas yang terbatas, rendahnya kemauan serta kemampuan para jaksa dalam
melacak dan menemukan aset pelaku korupsi. Hasil penelitian menyarankan agar
pemerintah RI segera mengesahkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
serta UU Pengembalian Aset yang regulasinya diselaraskan dengan UNCAC
2003.

ABSTRACT
The focus of this study is the attorney role and the problem in recovering state
financial loss caused by corruption criminal act. This research is a normative legal
research and qualitative interpretive. The result of research shows that the role of
the attorney have not been optimum in recovering state financial loss because
facing several problems, among of them are the problem of law, the limited
facility and infrastructure, the low of willing as well as the capability of district
attorney in tracing and finding the suspect’s assets. The researcher suggests that
the government of the Republic of Indonesia ratifies the law of corruption
criminal act combating immediately as well as the law of asset recovery which its
regulation shall be based on UNCAC 2003."
2008
T37142
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Leonardo Krisnanta Da Silva
"Kejaksaan dalam menjalani fungsi kekuasaan yudikatif di bidang penuntutan dalam penegakan hukum dan keadilan, juga melakukan fungsi-fungsi yudikatif lain yang diberikan oleh undang-undang. Terutama dalam penanganan perkara korupsi yang salah satu tujuan utamanya ialah untuk memulihkan atau mengembalikan kerugian keuangan negara akibat Tindak Pidana Korupsi. Dengan mengoptimalkan kewenangan diskresi Kejaksaan yang sudah
diakui sejak pertama kali diundangkan Undang-Undang Kejaksaan Pokok Kejaksaan Nomor 15 Tahun 1961 bahwa di Indonesia Jaksa Agung berwenang mengenyampingkan perkara
pidana berdasarkan kepentingan umum. Maka seharusnya eksistensi diskresi kejaksaan dengan berlandaskan asas oportunitas dapat dijadikan acuan para jaksa untuk melawan praktik-praktik korupsi yang sudah merajalela dan banyak menimbulkan kerugian keuangan negara, agar proses pengembalian tersebut dapat dilakukan tanpa harus melewati tahapan persidangan yang begitu panjang. Untuk itu maka diperlukan adanya regulasi khusus dan pemahanan komperhensif agar dapat menemukan suatu formula yang tepat dan efektif dalam mengantisipasi berbagai bentuk kejahatan korupsi. Dengan mencari korelasi antara penerapan asas oportunitas dan asas oportunitas, serta dengan menggunakan metode perbandingan hukum terhadap peraturan-peraturan di berbagai negara di dunia.

State Attorney, in running the function of judicial power in prosecution field for law enforcement and justice, also performs other judicial functions which are given by the law. Especially in handling corruption cases that one of the main objectives (purposes) is to recover or restore state financial losses due to Corruption. By optimizing the state Attorneys discretion authority that has been recognized since it was first enacted by the Generals Attorney Law Number 15 of 1961 that in Indonesia the Attorney General has the authority to disregard criminal cases based on public interests. So the existence of a prosecutors (state attorneys) discretion based on the principle of opportunity can be used as a reference to fight corruption practices that are already rampant and cause a lot of state financial losses, so that the return process can be carried out without having to go through such a long trial. For this reason, special regulations and comprehensive understanding are needed in order to find an appropriate and effective formula in anticipating various forms of corruption. By looking for
correlations between the application of the legality of principle and the principle of opportunity, and by using the method of comparing laws against regulations in various countries in the world."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Sumaryanto
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2009
345.023 DJO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Wahyudi
"Dalam tesis ini membahas mengenai Bagaimanakah peran BPK dan BPKP untuk melakukan penghitungan kerugian keuangan negara? Bagaimanakah peran jaksa selaku penyidik dalam perkara tindak pidana korupsi untuk melakukan penghitungan kerugian keuangan negara? Kendala apakah yang timbul terkait dengan jaksa selaku penyidik melakukan penghitungan kerugian keuangan negara? dan pertanyaan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa peran BPK dan BPKP dalam penghitungan kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi masih sangat di butuhkan dalam hal perkara tindak pidana korupsi yang rumit hal ini dikarenakan kedua badan tersebut mempunyai kemampuan dan sumber daya manusia yang mencukupi dalam hal penghitungan kerugian keuangan negara. Peran jaksa selaku penyidik dalam melakukan penghitungan kerugian keuangan negara dirasa masih diperlukan khususnya untuk penghitungan kerugian keuangan negara yang tidak terlalu rumit dan susah penghitungannya serta memperlancar proses penyidikan dan keberhasilan dalam proses penuntutan dalam tindak pidana korupsi. Sedangkan kendala yang dihadapi diantaranya ialah tidak adanya tenaga auditor di kejaksaan dan kurangnya pengetahuan serta keahlian jaksa dalam hal melakukan penghitungan kerugian keuangan negara, tidak adanya keseragaman pemahaman oleh hakim dalam menanggapi hasil kerugian keuangan negara yang dihitung oleh Jaksa, serta tidak adanya pedoman yang baku yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung dalam menentukan batas- batas suatu kasus tindak pidana korupsi yang kerugian keuangan negara bisa di hitung oleh jaksa. Untuk memperoleh data yang akurat diperlukan metode penelitian yang tepat untuk memecahkan pokok permasalahan dalam membuktikan kebenaran hipotesis penulis lebih menekankan pada penjelasan mengenai pendekatan yang digunakan penulis terhadap pokok permasalahan yang diteliti, lebih berorientasi pada tujuan dan kegunaan. Oleh karena itu pendekatan yang tepat yaitu pendekatan normatif ditunjang dengan wawancara. Dalam metode pengumpulan data meliputi penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan yang akan dilakukan dengan cara-cara antara lain wawancara dengan responden baik secara tatap langsung dan melalui media elektronik dan melakukan analisa atas kasus yang berkaitan dengan pokok permasalahan.

The thesis discusses what are the roles of BPK (State Audit Bureau) and BPKP (Finance and Development Supervisoiy Board) in doing state financial loss calculation. What are the roles of the District Attorney as an investigator in a corruption criminal act case in doing state financial loss calculation? What are the challenges incurred related to the District Attorney as an investigator in doing state financial loss calculation? From those questions, it is concluded that the roles of BPK and BPKP in state financial loss calculation in corruption criminal acts are still very much needed, especially in complicated and difficult corruption criminal act cases in the state financial loss calculation; this is because those two boards have the sufficient ability and human resources in state financial loss calculation. The roles of the District Attorney as an investigator in doing state financial loss calculation are considered still being needed, especially for the state financial loss calculation which is not too complicated and is not difficult; other roles are to smooth out the investigation process and to succeed the prosecution process in corruption criminal acts. However, the challenges faced are, among others, no auditing staff in the District Attorney?s Office, lack of knowledge and capability of the District Attorney in doing state financial loss calculation, no unified understanding by the judges in responding to the results of the state financial losses calculated by the District Attorney, and no standard guidelines issued by the District Attorney?s Office in determining the boundaries of a corruption criminal act case whose state financial losses can be counted by the District Attorney. To obtain accurate data a correct research method is required to solve the main problems in proving the writer?s hypothesis truth which emphasizes more on the explanation about the approach used by the writer towards the researched main problems and orientates more towards the aims and usefulness. Therefore, the correct approach is a normative approach supported with interviews. The data collection method includes library reseach and field research which will be conducted by the following ways: interview with respondents either directly or through electronic media and doing an analysis on the cases related to the main problems."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T43923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuanakotta, Theodorus M.
Jakarta: Salemba Empat, 2018
364.132 3 TUA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Novri Turangga E.
"Penelitian yang dilakukan peneliti terhadap studi kasus di Kabupaten Garut dimana Komisi Pemberantasan Korupsi telah menerapkan manajemen dalam proses penanganan perkara secara baik sehingga dapat diselesaikan secara sistematis dan dapat membuktikan kesalahan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Bupati Garut periode 2004 sampai dengan 2008.
Perbuatan korupsi yang dilakukan oleh Bupati merupakan suatu kejahatan yang dipelajari sebelumnya melalui interaksi antara Bupati dan perangkatnya, dimana perangkat daerah tidak bisa menolak setiap perintah dari Bupati karena kedudukan bupatf sebagai penguasa yang dapat menentukan nasib dari perangkat dibawahnya. Dalam pemberantasan korupsi di Indonesia di perlukan komitmen bersama seluruh lapisan masyarakat.
Sedangkan tujuan dalam penulisan tesis ini adalah untuk menunjukan bagaimana kondisi korupsi di daerah dan bagaimana penanganan yang di lakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi mulai dari penyelidikan sampai uang daerah dapat di selamatkan dan hukuman badan sebagai bentuk pertanggungjawaban bupati.
Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif berupa analisis yuridis empiris dengan memanfaatkan informan dalam mengumpulkan data dan informasi sehingga dapat memperoleh gambaran yang jelas objek penelitian.

Researchers conducted research on case studies in Garut district, which the Corruption Eradication Commission of the Republic of Indonesia ("CEC") has implemented process management in handling the case properly and it can be completed in a systematic and to prove it the corruption which committed by the "Bupati" of Garut in period 2004 to 2008.
Corruption who committed by "Bupati" is a categories of crime in related study before through the interaction between "Bupati” and staf of District Government, in which they can not refuse any orders from "Bupati" because "Bupati" has a position as a authority holder who could conduct and order and also determine the fate of his staf of District Government. In the eradication of corruption in Indonesia is needed of commitment with the whole society.
The purpose of writing this thesis is to show how that corruption in the local conditions in Indonesia Country and how the handling that corruption case CEC in process from the investigation until the moneys can be saved by CEC and the punishment. can be implemented to "Bupati” as responsibility of “Bupati”,
This research method uses qualitative research methods with the form of juridical of empirical analysis and also using informant to collecting data and information that will be getting clear objects of research.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26910
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hutasoit, Ronny Roy
"ABSTRACT
Tesis ini membahas mengenai penggunaan instrumen hukum perdata pembayaran tidak terutang (onverschulddigde betaling) sebagai alternatif dasar gugatan perdata tindak pidana korupsi dalam rangka optimalisasi pengembalian kerugian keuangan negara, selain dari dasar gugatan yang sudah digunakan selama ini.Dalam kasus tindak pidana korupsi mantan Presiden Soeharto, terbukti dasar gugatan yang digunakan selama ini belum memberikan hasil yang optimal dalam rangka pengembalian kerugian keuangan negara. Hal ini dikarenakan yang dijadikan dasar gugatan dalam gugatan perdata tindak pidana korupsi mantan Presiden Soeharto, adalah perbuatan melawan hukum dikarenakan mantan Presiden Soeharto bersama-sama dengan Yayasan Beasiswa Supersemar telah menyalahgunakan dana yayasan dan bukannya pembayaran tidak terutang (onverschulddigde betaling). Penelitian ini menggunakan metode normatif.
Hasil penelitian menyarankan agar adanya penambahan pengetahuan secara kontinyu terhadap para penegak hukum (khususnya penuntut umum) terkait pemahaman konsepsi gugatan perdata tindak pidana korupsi dalam rangka pengembalian kerugian keuangan negara, bahwa terdapat banyak instrumen hukum perdata yang dapat digunakan sebagai dasar gugatan guna mengoptimalkan pengembalian kerugian keuangan negara dan perlu dilakukan sosialisasi mengenai keberadaan instrumen hukum perdata pembayaran tidak terutang (onverschulddigde betaling) sebagai dasar gugatan perdata tindak pidana korupsi dalam rangka optimalisasi pengembalian kerugian keuangan negara dalam kasus tindak pidana korupsi.

ABSTRACT
The focus of this study is the use of civil law instruments of non indebtedness payment (onverschulddigde betaling) as an alternative basis of a civil lawsuit of corruption in order to optimize the return on the state's financial losses, other than the basic claim that is used during. In corruption case of former President Soeharto, proven basis for a lawsuit which was not providing optimal results in order to return the state's financial losses. This is because the basis for a lawsuit in a civil lawsuit corruption of former President Soeharto, is due to illegal actions of former President Soeharto with Supersemar Scholarship Foundation has been misused foundation funds, and instead of non indebtedness payment (onverschulddigde betaling). This study used normative methods.
Results of this study give suggestion that the addition of a continuous knowledge of the law enforcement agencies (particularly the public prosecutor) conception of understanding related to a civil lawsuit of corruption in order to return the state of financial loss, that there are many civil legal instruments that can be used as the basis for the lawsuit to optimize the return on financial losses state and needs to be disseminated about the existence of civil law instruments of non indebtedness payment (onverschulddigde betaling) as the basis for civil lawsuits of corruption in order to optimize the return on the state's financial losses in cases of corruption.
"
2010
T26742
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Athika Salsabilla
"Tindak pidana korupsi dianggap sebagai suatu tindak pidana serius yang penanganannya juga harus dilakukan secara serius karena sangat mengganggu hak ekonomi-sosial masyarakat dan negara dalam skala yang besar, dimana pembuktiannya membutuhkan langkah-langkah yang serius, profesional dan independen. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, jika kita kaji lagi lebih dalam, maka sasaran yang sebenarnya ingin dicapai oleh legislator adalah bagaimana cara agar pekerjaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam menangani tindak pidana korupsi dapat secara optimal mengembalikan kerugian keuangan negara. Selama ini, penjatuhan hukuman yang diterapkan pada penanganan tindak pidana korupsi tampaknya masih belum dapat secara optimal mengembalikan kerugian keuangan negara. Dalam hal ini, fokus utama dalam penyelesaian tindak pidana korupsi memanglah untuk mengembalikan kerugian keuangan negara. Namun perlu juga kita perhatikan berapa banyak uang negara yang dipakai untuk memproses suatu kasus tindak pidana korupsi. Hal ini juga perlu diperhitungkan agar negara nantinya tidak makin merugi, karena dengan pendekatan penjatuhan hukuman seperti yang dilakukan sekarang ini di dalam penanganan tindak pidana korupsi, memakan biaya sosial yang besar sehingga membuat negara pada akhirnya akan semakin merugi. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengoptimalkan pengembalian biaya yang dikeluarkan negara dengan pidana denda dalam penyelesaian tindak pidana korupsi. Hal ini sekiranya dapat dioptimalkan dengan memakai analisa ekonomi terhadap hukum (Analysis Economic of Law) dengan cara mengoptimalkan sanksi denda dengan menggunakan perhitungan berbasis konsep economic analysis of law tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konsep dan perbandingan dan dikumpulkan dengan metode studi kepustakaan dan studi dokumen. Optimalisasi pengembalian biaya yang dikeluarkan negara dengan pidana denda dalam penyelesaian tindak pidana korupsi penting untuk dilakukan karena ada beberapa urgensi diantaranya korupsi merupakan tindak pidana yang merugikan keuangan dan perekonomian negara, penggunaan pidana denda dalam praktik peradilan tindak pidana korupsi yang masih minim, serta pertimbangan cost-benefit analysis. Dalam hal ini Penulis memberikan usulan untuk menekan keuntungan dari pelaku dan membuat negara menjadi lebih untung agar tercipta efek pencegahan dan efek jera bagi pelaku dan kebermanfaatan bagi negara yaitu dengan memasukkan rincian biaya yang dikeluarkan negara untuk penyelesaian tindak pidana korupsi ke dalam pidana denda, menerapkan pidana denda tanpa batas maksimum (unlimited fines) dalam tindak pidana korupsi, kewajiban pelunasan pidana denda tanpa pidana pengganti dalam tindak pidana korupsi.

The criminal act of corruption is considered a serious crime which must also be handled seriously because it greatly disrupts the economic-social rights of the community and the state on a large scale, where proof requires serious, professional and independent steps. In Law Number 20 of 2001, if we examine it more deeply, the real target that legislators want to achieve is how to ensure that the work carried out by law enforcement officials in dealing with criminal acts of corruption can optimally return state financial losses. So far, the sentences applied to the handling of criminal acts of corruption have not been able to optimally recover state financial losses. In this case, the main focus in solving corruption is indeed to restore state financial losses, but we also need to pay attention to how much state money is used to process a corruption case. This also needs to be taken into account so that the state does not suffer further losses in the future, because with the sentencing approach as is currently being carried out in handling corruption, it takes large social costs so that in the end the state will lose even more. Therefore, it is very important to optimize the recovery of costs incurred by the state with fines in the settlement of corruption. This can be optimized by using economic analysis of law (Economic Analysis of Law) by optimizing fines by using calculations based on the concept of economic analysis of law. The method used in this research is juridical-normative with statutory, concept and comparison approaches and collected by library research and document study methods. Optimizing the return of costs incurred by the state with criminal fines in the settlement of corruption crimes is important to do because there are several urgencies including corruption is a criminal act that harms the state's finances and economy, the use of criminal fines in the practice of corruption crimes is still minimal, as well as consideration of cost-benefit analysis. In this case, the author proposes to suppress the benefits of the perpetrators and on the contrary make the state more profitable in order to create a preventive and deterrent effect for the perpetrators and benefits for the state, namely including details of the costs incurred by the state for the settlement of corruption crimes into the fines, applying unlimited fines in corruption crimes, the obligation to pay fines without substitute punishment in corruption crimes."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aghia Khumaesi Suud
"Pusat Pemulihan Aset (PPA) sebagai satuan kerja Kejaksaan Republik Indonesia, bertanggung jawab memastikan terlaksanakannya pemulihan aset di Indonesia dengan sistem pemulihan aset terpadu (Integrated Asset Recovery System) secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Dengan melakukan penelusuran, pengamanan, pemeliharaan, perampasan, dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan. Namun, jumlah pemulihan aset (asset recovery) hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan PPA masih sedikit dan pelaksanaannya sekarang ini hanya dilakukan setelah ada putusan pengadilan, padahal seharusnya dapat dilakukan penelusuran (asset tracking) sejak sebelum putusan. Selain itu, urgensi keberadaannya masih dipertanyakan mengingat ruang lingkupnya hampir sama dengan Labuksi KPK dan Rupbasan pada KemenkumHAM yang secara tidak langsung menimbulkan tarik menarik kewenangan antara unit aparat penegak hukum tersebut. Untuk itu, diperlukan optimalisasi PPA Kejaksaan agar aset hasil tindak pidana korupsi dapat dipulihkan secara cepat, efektif dan transparan.

The Asset Recovery Center (PPA) as the Republic of Indonesia General Attorney's unit is responsible for ensuring asset recovery is carried out in Indonesia with an integrated asset recovery system (Integrated Asset Recovery System) in an effective, efficient, transparent and accountable manner. By conducting searches, safeguards, maintenance, seizures, and returning assets resulting from criminal acts of corruption handled by the General Attorney. However, the amount of asset recovery resulting from the criminal acts of corruption carried out by PPA is still small and its implementation is currently only carried out after a court decision, even though asset tracking should have been carried out before the verdict. In addition, the urgency of its existence is still questionable considering its scope is almost the same as the KPK and Rupbasan production at the Ministry of Law and Human Rights which indirectly raises the pull of authority among the law enforcement unit units. For this reason, it is necessary to optimize the PPA of the General Attorney so that the assets resulting from corruption can be recovered quickly, effectively and transparently."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>