Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139660 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Sejak reformasi 1998,Indonesia kembali menggunakan sistem multipartai, walaupun begitu dalam sistem pemerintahan tetap mempertahankan sistem Presidensial."
902 JPSNT 21(1-2) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Niko Prasetya
"Tesis ini membahas mengenai Mewujudkan Pemerintahan Presidensiil Efektif Dikaitkan Dengan Sistem Multipartai Di Indonesia, Sistem presidensial yang dimurnikan dalam perubahan UUD 1945 dipraktekkan di tengah kondisi nyata sistem multipartai dalam komposisi politik di DPR. Kondisi ini yang menyebabkan pemerintahan Presiden Yudhoyono dalam kerangka sistem presidesial tidak berjalan dengan efektif sesuai dengan karakteristik sistem presidensial dalam konsepsi umum walaupun koalisi antarpartai di DPR sudah digalang secara signifikan oleh Presiden Yudhoyono untuk mendukung pemerintahannya. Indikasi ketidakefektifan sistem presidensial dalam pemerintahan Presiden Yudhoyono tersebut dapat dilihat dari tiga point, sebagai berikut. Tereduksinya hak prerogatif, Terhambatnya proses legislasi, terhambatnya kebijakan non-legislasi.
Penelitian ini adalah penelitian Kualitatif dengan desain Preskriptif, yaitu memberikan solusi/gagasan berdasarkan teori hukum, dimana suatu masalah dapat menjadi suatu gagasan. Hasil penelitian menyarankan Pertama, presiden harus memiliki legitimasi politik yang tinggi, karena dipilih melalui pemilihan umum, tidak hanya berdasarkan mayoritas suara, tetapi juga sebaran dukungan daerah, Kedua, keterlibatan penuh presiden dalam setiap pembahasan RUU yang menyangkut anggaran dan non anggaran. Ketiga,dengan adanya dukungan mayoritas dari anggota DPR, Keempat, Kepemimpinan politik dan administrasi, Kelima, Pejabat politik yang ditunjuk dalam jumlah yang memadai dan yang keenam yaitu, hadirnya Partai oposisi yang efektif.dan yang terakhir yaitu Pelembagaan kalender penyelenggaraan berbagai jenis pemilu merupakan desain sistem pemilu yang paling strategis untuk mewujudkan pemerintahan presidensiil yang efektif tersebut.

This thesis discusses Making Effective the Presidential government associated With a multiparty system in Indonesia, which was purified presidential system in the 1945 change was practiced in the real conditions of a multiparty system in the political composition of Parliament. This condition causes the government of President Yudhoyono in the framework presidential system is not operating effectively in accordance with the characteristics of a presidential system in general, although the conception of inter-party coalition in the Parliament have raised significantly by President Yudhoyono to support his government. Indication of the ineffectiveness of the presidential system in the government of President Yudhoyono can be seen from three points, as follows. reduced prerogative, inhibition of the legislative process, inhibition of non-legislative policy.
The study was a qualitative research design with prescriptive, that provide solutions / ideas based on theories of law, where a problem may be an idea. The results suggest first, the president must have a high political legitimacy, as chosen through elections, not only by a majority vote, but also the distribution of regional support, Second, the full involvement of the president in any discussion concerning the draft budget and non budget. Third, with the support of a majority of the members of the Parliament, Fourth, political and administrative leadership, Fifth, political officials appointed in sufficient number and a sixth, namely, the presence of opposition parties that last effective.and the Institutionalization of the election calendar is organizing various kinds of design the most strategic electoral system to make effective the presidential government.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32150
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saldi Isra
Depok: Rajawali Pers, 2019
342.598 SAL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Christian Marides
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya produk UU Pemilu yang dihasilkan oleh DPR RI dan pemerintah. Sebagai landasan hukum Pemilu tahun 2014 DPR-RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang merupakan perubahan terhadap UU No.10 Tahun 2008 menjadi UU No. 8 Tahun 2012.
Ada empat isu krusial yang muncul dalam pembahasan UU Pemilu ini yaitu:
Pertama, Besaran daerah pemilihan, mengingat beberapa partai politik ingin memperkecil angkanya;
Kedua, formula alokasi kursi partai politik;
Ketiga, formula penetapan calon terpilih;
Keempat, ambang batas perwakilan atau Parliamentary Threshold (PT).
Setelah melewati proses argumentasi dalam rapat-rapat yang diadakan oleh Tim Pansus UU Pemilu, fraksi-fraksi belum menemukan titik temu kesepakatan tentang empat poin krusial pada RUU Undang-undang No. 10 Tahun 2008. Akhirnya proses pengesahan dilakukan melalui voting sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan di DPR-RI. Melalui proses voting dalam Rapat Paripurna, DPR RI akhirnya menyepakati empat poin krusial dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2012 salah satunya adalah peningkatan angka Ambang Batas Parlemen PT (Parliementary Threshold) dari 2,5 % menjadi 3,5 % yang berlaku secara nasional. Khusus untuk kenaikan Ambang batas parlemen, voting dilakukan setelah sebelumnya terjadi loby antar fraksi-fraksi setelah sebelumnya terjadi perbedaan konfigurasi prosentasi kenaikan angka Ambang batas parelemen ini dari 2,5 % - 5%.
Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mencari jawaban mengapa terjadi kenaikan terhadap ambang batas parlemen dan juga ingin mengetahui dan menganalisa kebijakan PT (Parliamentary Threshold) sebagai bagian dari sistem pemilu. Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori partai politik Alan Ware, teori pemilu Arendt Lijphart, teori parlementarian Arend Lijphart dan teori analisa kebijakan publik William N.Dun. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik analisis data menggunakan deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data-data administratif dan wawancara mendalam dengan pihakpihak yang terkait. Temuan dilapangan menunjukkan bahwa proses formulasi kebijakan ini masih mencerminkan proses demokrasi yang semu dan pragmatisme fraksi-fraksi dari partai politik yang ada di parlemen. Kenaikan PT harusnya dilakukan melalui proses pengkajian akademis secara mendalam dengan melibatkan para pihak yang kompeten dan lebih visioner sehingga proses demokrasi di Indonesia terus berjalan ke arah yang lebih baik.

ABSTRACT
This research is motivated by the Election Law products that produced by the House of Representatives and the government. As the legal basis for election in 2014 the House of Representatives has passed the Bill which is an amendment to the Electoral Act No.
10 of 2008 into Act No. 8 Year of 2012.
There are four crucial issues that emerged in the discussion of the election law :
First, the magnitude of electoral districts, remember some political parties want to reduce the numbers;
Second, political party seat allocation formula;
Third, the formula determining the candidate elected;
Fourth, the threshold representation or Parliamentary Threshold (PT). After passing the arguments in meetings held by the Special Committee of the Election Law, the factions have not found common ground on a four-point agreement on the crucial Bill Law No. 10 of 2008.
Finally the ratification process through voting conducted in accordance with the decision-making mechanism in the House of Representatives. Through the process of voting in the plenary session, the House of Representatives finally agreed on four crucial points in the Law No. 8 In 2012, one of which is the increasing number of Parliamentary Threshold PT (Parliamentary Threshold) from 2.5% to 3.5% which applies nationally. Specifically to increase the parliamentary threshold, after the voting is done before going on lobbying between the factions after previously occurred configuration differences percentage rise in the parelemen threshold of 2.5% - 5%.
This study was therefore conducted to seek answers as to why there is an increase of the threshold of parliament and also wanted to know and analyze the policy PT (Parliamentary Threshold) as part of the electoral system. As a theoretical foundation, this study uses the theory of Alan Ware political parties, election theory Arendt Lijphart, Arend Lijphart parlementarian theory and the theory of public policy analysis William N.Dun. This study used qualitative methods, while data analysis using descriptive analysis. Data was collected by collecting administrative data and in-depth interviews with relevant parties. Field findings indicate that the process of policy formulation is still reflecting the democratic process and the apparent pragmatism fractions of political parties in the parliament. The increase in PT should be done through a process of academic study in depth with the parties involved is more visionary and competent so that the democratic process in Indonesia continued to walk towards the better.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35619
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Prayitna
"Indonesia yang menganut sistem multi partai merupakan konsekuensi logis dari banyaknya partai yang tumbuh di Indonesia. Pada era reformasi diterbitkannya UU Nomor 2 Tahun 1999 sebagaimamana telah diubah dengan UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik yang memberikan kebebasan rakyat mendirikan partai politik. Hal ini membuat partai politik tumbuh bagaikan jamur. Keberadaan partai politik dalam jumlah besar inl banyak kalangan mengkawatirkan berakibat pada ketidaksehatan kehidupan demokrasi, karena banyak partai politik yang ada tidak menjalankan peran dan fungsi partai politik sebagaimanamestinya yang ada adalah pragmentasi partai politik. Dari latar belakang permasalahan tersebut ada keinginan untuk melakukan penyederhanaan jumlah terhadap partai politik yang ada di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Umum UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik yang menyatakan bahwa untuk mewujudkan tujuan kemasyarakatan dan kenegaraan yang berwawasan kebangsaan, diperlukan adanya sistem kepartaian yang sehat dari dewasa yaitu sistem multi partai sederhana.
Dalam sistem multi partai sederhana akan lebih mudah dilakukan kerjasama menuju sinerji nasional. Pemerintah sudah tidak mungkin lagi bertindak sewenang-wenang untuk membatasi dan melarang berdirinya partai politik, apalagi untuk membubarkannya. Penyederhanan yang dilakukan adalah secara alamiah oleh seleksi rakyat melalui pemilihan umum dengan menerapkan electoral threshold sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pemilu No, 3 Tahun 1999 Pasal 39 ayat (3) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2003 Pasal 9 ayat (1) huruf a, b dan c yang menerapkan aturan electoral threshold atau ambang Batas yang harus dipenuhi bagi partai politik yang akan mengikuti pemilihan umum. Jika tidak mencapai electoral threshold partai tersebut harus membubarkan diri atau membuat partai baru. Dari hasil Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 banyak partai politik yang tidak memenuhi ketentuan electoral threshold, sehingga banyak partai politik yang berguguran, membubarkan diri dan mengganti baju baru. Untuk mendirikan partai politik itu harus memenuhi berbagai persyaratan sebagiamana diatur Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
Pada dasarnya partai politik di Indonesia juga dapat disederhanakan. Berdasarkan ideologi, karena sebenarnya jumlah partai politik dapat disatukan dalam kelompok ideologi yang sama. Kelompok sekuler (nasionalis kebangsaan dan nasionalis kerakyatan) dan kelompok agamis (Islam konservatif dan Islam Moderat) dari sisi tersebut dapat dijadikan tolak ukur untuk menerapkan prosentase electoral threshold. Disamping itu sistem kepartaian dan sistem pemilu berkaitan erat dengan keberadaan partai politik dalam suatu negara, namun sistem tersebut harus disesuaikan dengan latar belakang budaya setempat, sehingga penerapannya dapat berjalan dengan baik. Dalam perubahan sistem harus diperhatikan juga kondisi objektiv suatu masyarakat dalam negara, dan tidak bisa dipaksakan penerapannya sistem secara murni karena latar belakang budaya suatu bangsa yang berbeda."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T18699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Aditya Putra
"ABSTRAK
Setiap lembaga negara memiliki seorang pejabat yang bertugas memimpin lembaga tersebut. DPR selaku pemegang fungsi pengawasan terlibat didalam pengisian jabatan-jabatan publik tersebut. Skripsi ini membahas bagaimana sistem pengisian jabatan publik sesuai dengan hukum positif di Indonesia yang menganut sistem pemerintahan presidensial dan membahas keterlibatan DPR selaku lembaga parlemen di Indonesia yang memegang fungsi pengawasan terhadap sistem pengisian jabatan publik. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah metode deskriptif dengan menjelaskan sistem pengisian jabatan publik sesuai dengan undang-undang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keterlibatan DPR dalamm pengisian jabatan publik adalah untuk pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang. Namun dibutuhkan beberapa perubahan peraturan agar tercipta sistem pengisian jabatan publik yang selaran dengan Undang-Undang Dasar yang menganut sistem pemerintahan presidensial.

ABSTRACT
Every institutions have an officials that hold leadership function for those institutions. House of Representative (DPR) which has oversight function are involved on process of public officials? appointment. This thesis discuss on the system of public officials appointment according to Indonesian law system which is based on presidential system, and discuss on DPR involvement as a parliament body in Indonesia which has hold an oversight function on public officials appointment. The method of this writings based on descriptive method which describes the system of public officials? appointment based on the acts. The results of this researches are that DPR involvements on public officials? appointment is for the oversight of executive actions based on the acts. However there are need plenty of changes on the acts in order to make consistent system based on the Constitution of Indonesia which is based on presidential system.;"
2016
S64845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Putusan MK nomor 14/PUU-XI/2013 mengamanatkan pemilihan umum nasional serentak antara pemilihan umum ekskutif (Presiden dan Wakil Presiden) dan pemilu legislatif (DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota). Pasca amandemen UUD 1945 mengalami berbagai komplikasi dalam sistem politik Indonesia secara nasional. Demokratisasi mengantarkan bangsa Indonesia beralih sistem pemerintahan, yaitu dari sistem parlementer menuju sistem presidensial. Pemilu sebagai proses demokrasi terhadap kepemimpinan pemerintah yang dipilih langsung oleh rakyat sebagai pemegang kedaulatan Negara. Sistem pemerintahan melalui konsensus dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat mempunyai implikasi terhadap peningkatan efektifitas dan stabilitas negara. Problematikanya adalah antara sistem pemilu dengan sistem partai politik saat ini kurang efektif dalam pelaksanaan pemilu yang notabene diselenggarakan secara terpisah antara pilpres, pileg dan pemilukada. Sehingga menimbulkan berbagai kompleksitas problematika dalam pemerintahan (pemerintah pusat dan daerah). Secara hirarki, sistem presidensial kurang relevan dengan sistem pemilu yang terpisah antara pemilu nasional (pileg dan pilpres) dan pemilukada dengan sistem multi partai. Realitas politik dengan sistem yang dianut saat ini, menimbulkan berbagai konflik antar konstituen, ongkos politik yang sangat tinggi bagi pemerintah maupun kandidat (calon), menguatnya money politics yang sulit dihindari sebagai dampak suara terbanyak, pengaruh negatif terhadap psikologi kandidat ketika kalah ataupun menang dalam pertarungan politik, adanya koalisi yang tidak “sehat” dalam pelaksanaan pemerintahan, karena berbagai kepentingan ideologi politik dan individu, serta problematika terhadap kebijakan-kebijakan strategis pemerintahan. Korelasi antara sistem pemilu serentak dengan sistem multi partai yang disederhanakan merupakan solusi alternatif dalam penguatan sistem presidensial untuk meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia"
JK 11(1-4)2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lijphart, Arend
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995
321.804 3 LIJ s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>