Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85306 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Saefur Rochim
"Pegawai Negeri Sipil mempunyai peranan sangat panting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sistem pembinaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, dimaksudkan agar Pegawai Negeri Sipil dapat melaksanakan peranannya dalam mewujudkan tujuan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Namun sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, dilanjutkan dengan perubahannya dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 sampai dengan saat ini, usaha peningkatan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil, dirasakan belum dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan masyarakat. Dengan metode penelitian yuridis-normatif dan ditunjang dengan data sekunder dan data primer, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan ketentuan, peraturan perundang-undangan dalam proses pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural. Dengan mengacu beberapa peraturan yang diatur oleh beberapa instansi, penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui peraturan mana yang merupakan ketentuan pelaksanaan sebagai jaminan kepastian hukum dalam pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural, dan bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. Berdasarkan hash penelitian, diketahui bahwa terdapat ketidaksesuaian antara ketentuan peraturan perundang-undangan dengan pelaksanaan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural. Pejabat pembina kepegawaian yang dilaksanakan oleh Menteri, mengakibatkan tidak berfungsinya pelaksanaan pengawasan peraturan perundang-undangan. Sehingga tujuan dari pembinaan Pegawai Negeri Sipil sulit untuk diwujudkan. Karena tidak efektifnya sistem pembinaan Pegawai Negeri Sipil, penelitian ini juga memberikan arah kebijakan pembinaan, yang dinilai dapat mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional yaitu dengan merubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Kepegawaian, khususnya pengaturan Pejabat Pembina Kepegawaian tidak lagi dilaksanakan oleh Menteri tetapi oleh pejabat karier setingkat eselon I yang bertanggung jawab di bidang administrasi kepegawaian, disertai dengan ketegasan aturan kewenangan lembaga pengawas dan tindakan terhadap pelanggaran peraturan kepegawaian diharapkan akan terwujud tertib penyelenggaran pemerintahan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menghindari tumpang tindihnya beberapa peraturan, segala kebijakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil harus bertitik sentral dari Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian dan lembaga-lembaga pelaksana kebijakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil harus disatukan menjadi sebuah lembaga yang bertanggung jawab secara keseluruhan dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Djoko Prakoso
Jakarta: Bina Aksara, 1987
350.6 DJO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1999
S25231
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudibyo Triatmodjo
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983
342.068 SUD h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S8560
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roberia
"Tuntutan kesempurnaan Pegawai Negeri selaku aparatur negara yang memegan peranan penting dalam kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan nasional sangatlah tinggi. Sementara itu, sistim penghargaan sebagai balasan atas jasa yang telah dicurahkan dengan sepenuh jiwa dan raga oleh Pegawai Negeri kepada negara diselenggarakan dengan tidak berdasarkan pada kinerja (merit system) dan sangat terkesan serta populer dengan plesetan PGPS (?pintar goblok penghasilan sama?). Oleh karena itu, Pemerintah telah mencanangkan perlunya dilakukan program reformasi birokrasi yang diantaranya termasuk penerapan kebijakan perbaikan sistim remunerasi bagi Pegawai Negeri. Kebijakan perbaikan sistim remunerasi bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat mulai diberlakukan bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Keuangan pada 1 Juli 2007 dan secara terbatas dan bertahap dilanjutkan penerapannya pada beberapa kementerian/lembaga. Penerapan perbaikan sistim remunerasi yang terbatas dan bertahap itu tentu telah menimbulkan diskriminasi karena tidak adanya keadilan dalam penerapan kebijakan perbaikan sistim remunerasi bagiPegawai Negeri secara keseluruhan. Di samping persoalan keadilan dalam penerapan kebijakan perbaikan sistim remunerasi itu, juga terdapat berbagai kelemahan yuridis dalam pelaksanaan penerapan kebijakan tersebut. Penelitian ini berangkat dari permasalahan pokok yaitu bagaimana ketaatan asas hukum dalam penerapan kebijakan perbaikan sistim remunerasi bagi Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia dalam konteks sebagai negara yang memproklamirkan dirinya Negara Hukum. Jawaban atas permasalahan penelitian ini dilakukan secara yuridis-normatif, dengan menelaah data sekunder yang menggunakan alat pengumpulan data secara studi kepustakaan dengan metode pengolahan dan analisa data secara pendekatan kwalitatif serta bersifat deskriptif-analitis dan berbentuk preskriptif-analitis. Mengingat topik penelitian ini terkait dengan remunerasi yang dianalisis secara yuridis, maka landasan teori didasarkan pada kerangka pemikiran hierarki kebutuhan dan keadilan. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, amanat konstitusi yang menghendaki sistim remunerasi itu haruslah mampu memberikan dan menciptakan kesejahteraan yang berkeadilan dan layak masih belum terwujud dengan baik. Kedua, peraturan perundang-undang yang mengatur sistim remunerasi tidak menegaskan aturan sistim remunerasi yang berbasis kinerja. Ketiga, rumusan norma dan validitas norma peraturan yang dibuat sebagai dasar hukum pemberlakuan kebijakan perbaikan sistim remunerasi tersebut adalah tidak taat asas-asas hukum dan dapat dikatakan tidak valid. Untuk itu, dalam rangka ius constituendum, tiada jalan lain yang harus dilakukan untuk reformasi sistim remunerasi adalah dengan membuat Undang-Undang tentang Kepegawaian yang baru yang sunguh-sunguh merumuskan amanat konstitusi dan menggantikan Undang-Undang tentang Kepegawaian yang saat ini berlaku.

Civil servants, as a state apparatus have a big and an important role in the smooth organization and tasks of the government and national development. Their performance is claimed very high. Meanwhile, the award system as a reward for services rendered have been torrentialwith full life and wholeheartedly by them with no organized based onperformance (merit system) and are very impressed with the popular and the term ?PGPS? ( ?Pintar Goblok Penghasilan Sama? or "wise fool of the same"). To solve the problem, Indonesian government has been trying to reform the remuneration system. Since July 1 2007, Department of Finance of Republic of Indonesia has started to introduce a new remuneration system for its officials. The new remuneration system has implemented by limited and gradually in several ministries / agencies. The limited application of a new remuneration system has been caused discrimination due to the absence of justice in the implementation of policy for overall civil servants. In addition to the issue of fairness/justice in the implementation of the policy, there are many weaknesses in the implementation of the juridical application of these policy. This research tries to observe whether the new remuneration system for civil servants is well obeyed in accordance with law because of Indonesia as a country proclaiming itself as the Rule of Law or Rechtsstaat. This research is based on juridicalnormative, with the secondary data analysis and with the method of data processing and analysis by qualitative and descriptive-analytical and prescriptiveanalytical. Given the topic of this research related to the remuneration of the juridical analyzed, the theoretical foundation or framework of thought is based on the hierarchy of needs and theory of justice. This research produced some findings. First, the mandate of the Constitution require the remuneration system should be able to provide and create the prosperity which is proper and justice has not been realized well. Second, the regulations which set the remuneration system does not assert that the rules-based remuneration system performance. Third, the formulation of norms and norm validity of regulations made as a legal basis of the policy about reformation of the remuneration system is not compliance the principles of law and it can be said is invalid. Therefore, in order ius constituendum, there is no way that should be done to reform the system of remuneration is to make a new Act on civil servant or officialdom Act (Undang- Undang Kepegawaian) that compliance to constitution and replacing the old Act.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26194
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, H.
Jakarta: 1984
350.6 NAI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tim Peneliti BKN
Jakarta: Badan Kepegawaian Negara , 2004
351.1 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>