Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117572 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Selly Suwignyo
"ABSTRAK
Perjanjian Kawin yang diatur dalam Undang Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
dalam Pasal 29 menyatakan bahwa pada saat atau sebelum perkawinan dilangsungkan
kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan peijanjian “tertulis” yang
disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Ketentuan ini tidak menegaskan secara rinci
maksud dan isi dari tertulis itu sendiri, apakah secara otentik ataukah hanya bawah
tangan saja. Sehingga menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda. Sementara jika
ditelaah lebih jauh ketentuan tentang pembentukan perjanjian Kawin , maka berbagai
ketentuan dan syarat dalam pembuatan perjanian kawin maka semuanya masih
berpegangan pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
Bahkan dalam pasal peralihan Undang Undang Perkawinan dinyatakan jika telah diatur
maka berlaku ketentuan tersebut, maka sebaliknya jika tidak diatur maka berlaku
ketentuan yang Iama( KUH Perdata). Perjanjian Kawin secara otentik, kemungkinan
pelanggaran pelanggaran batas batas hukum dan kesusilaan tersebut dapat
dihindarkan. Perjanjian Kawin yang dibuat dibawah tangan dalam proses
pembuktian mengalami berbagai kelemahan. Bahkan pernyataan pegawai Catatan
Sipil secara tegas menolak jika perjanjian kawin dibuat dibawah tangan.

ABSTRACT
Marital agreement which arranged in Marital Act No 1 ,1974 in Article 29 declares that at
the moment or before marriage is performed thé both sides on a mutual agreement legalized
by the official of marital registry office . This definition doesnt assert the purpose and the
content of the written agreement it self it detail, if it is done authentically or it is un
officially registered at the marital registry office . Then it causes many different
interpretation. In the mean time, if we review about the forming of marital agreement are
still holding on the definition arranged in the code of civil of law. In the temporary of
Marital Act, it is even declared, if it has been arranged then the definition is valid and in
return, if it is not arranged then the previous definition is vail id (Code Civil Law).Therefore
I try to search and do research by doing field research and interview about the way and
valid definition in the purpose of making marital registry office. It is all about a matter of
concerning with the marital definiton made by is then analized according to the definition
and the rule of law in Marital Act and existing regulation. So the result of analysis and
conclution presented in an explanation of disscussion result can be achieved."
2008
T37002
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nitra Reza
"Pada saat ini perbuatan perjanjian kawin masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat tidak setuju karena perjanjian kawin dianggap tidak etis sehingga dapat menyinggung perasaan suami. Sebagian kecil masyarakat setuju dengan perjanjian kawin karena merupakan salah satu kebutuhan bagi yang membutuhkannya. Perjanjian kawin merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan oleh isteri untuk melindungi harta yang dimilikinya. Pada saat ini perjanjian kawin dapat dibuat secara tertulis balk notariil maupun dibawah tangan. Dari beberapa macam perjanjian kawin yang aria, maka perjanjian kawin yang tepat untuk melindungi harta isteri dalam perkawinan ialah perjanjian kawin diluar persekutuan harta benda dalam perkawinan. Dengan adanya perjanjian kawin maka isteri dapat melakukan berbagai perbuatan hukum. Misalnya menandatangani perjanjian kredit dan juga berbagai macam perbuatan lainnya antara lain yang berkaitan dengan tanah dalam rangka menandatangani Akta Jual Beli, Akta Hibah, Akta Pemberian Hak Tanggungan dan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tanpa meminta persetujuan suami sebagai teman nikahnya. Peranan Notaris sangat dibutuhkan untuk melayani kepentingan masyarakat umum dalam hal membuat akta otentik maupun legalisasi akta dibawah tangan. Perbedaan antara akta notaril dengan dibawah tangan terletak pada daya pembuktiannya. Akta notaril memiliki daya pembuktian secara lahiriah sehingga menjamin kepastian hukum dan tanggal. Dengan metode kepustakaan dan wawancara dengan informan, terbukti bahwa semua akta perjanjian kawin yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan semuanya dibuat secara notariil."
2005
T14532
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dyah Ida Harnani
"Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila terutama sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mempunyai hubungan erat antar perkawinan dengan agama hal ini disebabkan bukan saja mempunyai unsur jasmani tetapi juga unsur rohani memegang peranan penting. Dalmn perkawinan akan timbul hak dan kewajiban baik suami maupun isteri, diantaranya harus bertanggung-jawab terhadap harta benda. Harta kekayaan dalam Suatu perkawinan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan rumah tangga yang bahagia. Apabila harta kekayaan tersebut baik yang diperoleh selama perkawinan ataupun sebelum perkawinan tidak dapat dipertanggungjawabkan akan menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga. Untuk melindungi hak dan kewajiban suami istri khususnya harta benda maka dibuatlah perjanjian Perkawinan. Seringkali pihak ketiga tidak menyadari adanya percampuran harta, dalam pembuatan perjanjian perkawinan juga harus memperhatikan mengenai kecakapan dalam membuatnya yakni pertama akta perjanjian perkawinan mengikat pihak ketiga dalam rangka perjanjian pemberian jaminan kredit perbankan, kedua mengenai syarat-syarat yang dipakai untuk membuat akta perjanjian perkawinan supaya bisa nengikat pahak ketiga, ketiga
batas usia yang dipakai oleh notaries untuk dianggap cakap membuat akta perjanjian perkawinan. Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif,tipe penelitian eksplanatoris, data yang digunakan data sekunder, diadakan wawancara dengan notaris di Tangerang, metode analistisnya yaitu metode kualitatif. Perjanjian perkawinan mempunyai bentuk dan isi sebagaimana halnya dengan perjanjian-perjanjian lain yang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian perkawinan mempunyai syarat pendaftaran yang didaftarkan pada kantor pencatat perkawinan pada saat dilangsungkan perkawinan. Perjanjian perkawinan dapat berlaku bagi pihak ketiga sepanjang pihak ketiga memiliki hubungan hukum dengan kedua belah pihak yang membuatnya. Batas usia seseorang untuk dapat membuat perjanjian perkawinan adalah 21 tahun atau belum 21 tahun tapi sudah menikah. Pihak ketiga adalah bank maka apabila melakukan pengikatan maka hendaknya memeriksanya terlebih dahulu akta perkawinan dari kedua belah pihak."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enno Soebardjo
"Untuk menuju pembangunan manusia seutuhnya, pembaharuan Undang-Undang diutamakan guna melestarikan ketertiban dan kedamaian dimasyarakat. Setiap manusia memiliki sesuatu yang dihargai, masing masing dalam jumlah yang relatif. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu Undang-Undang Perkawinan berdasarkan Pancasila, sepanjang belum ada atau tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut, peraturan perundang-undangan perkawinan lainnya masih berlaku. Penelitian dilakukan melalui buku-buku bacaan dan instansi yang terkait. Arti perkawinan di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1971 sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia antara lain Ketuhanan Yang Maha Esa. Syarat-syarat perkawinan mengikuti keadaan masyarakat yaitu menurut agama dan kepercayaannya, akibat perkawinan terhadap harta hendak terjadi pemisahan harta tanpa ada perjanjian perkawinan, alasan perceraian untuk pegawai negeri berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah nomor 9 Tahun 1975 serta peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1983. Harta benda perkawinan peraturannya sesuai dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat, sejak perkawinan berlangsung ada harta yang ter pisah dan harta bersama. Kitab Undang-undang Hukum Perdata bukan warisan budaya bangsa Indonesia. Perjanjian perkawinan tidak banyak digunakan oleh bangsa Indonesia padahal calon suami isteri mendapat kebebasan mengatur harta benda nya, kalaupun itu ada biasanya terjadi antara calon suami atau isteri karena adanya perbedaan yang besar mengenai harta yang dimilikinya. Memuat perjanjian perkawinan berarti mereka akan menentukan harta bendanya atas persetujuannya, dengan memisahkan selain harta yang dibawa, warisan atau hadiah juga harta yang didapat selama perkawinan, meskipun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan harta bersama adalah harta yang di peroleh selama waktu perkawinan, dimiliki secara bersama tidak masing - masing, kecuali dari warisan atau hadiah. Perjanjian dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan, waktu perkawinan akte perjanjian disyahkan oleh pegawai pencatat. Perjanjian perkawinan ini disaksikan oleh dua orang saksi, ditanda tangani oleh calon suami-isteri Notaris dan saksi- saksi. Selama perkawinan, perubahan perjanjian perkawinan tidak bisa walaupun dengan persetujuannya, berbeda dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Mengenai hukum perkawinan pada umumnya dan harta benda calon suami-isteri termasuk perjanjian perkawinannya, sebagai warga negara Indonesia berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Bab I-XIV, pasal 1-67, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Bab I-X, pasal 1-49 serta Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, pasal 1-23. Calon suami-isteri, penghayatan hukum perkawinan menurut hukum agamanya dan kepercayaannya adalah perlu diperhatikan, karena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam beberapa pasalnya menunjuk ketentuan hukum agamanya dan kepercayaannya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivi Rahmadani
"Perkawinan adalah suatu sendi dasar dalam aspek kehidupan manusia, karena dengan perkawinan sebuah keluarga yang merupakan sendi utama dalam masyarakat terbentuk. Semakin majunya perkembangan zaman menyebabkan semakin besar kemungkinan teijadinya perkawinan antara Warga Negara Indonesia (WNI) yang berbeda agama. Meskipun hal tersebut tidak diatur atau didukung secara tegas dan jelas oleh UU No.1/1974 tentang Perkawinan, namun tetap saja perkawinan beda agama sering teijadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan adanya perkawinan beda agama ini maka timbul permasalahan apa yang mendorong teijadinya perkawinan beda agama? Bagaimana akibat hukum yang timbul dari perkawinan beda agama dan apa akibat dari peralihan agama dalam suatu perkawinan tersebut? Bagaimana kepastian hukum perkawinan beda agama terhadap suami istri di Indonesia? Penulis malakukan penelitian dengan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Sifat dari penelitian ini adalah eksplanatoris yaitu merupakan suatu penelitian yang bersifat menjelaskan mengenai akibat hukum yang timbul dari perkawinan beda.
Perkawinan antar suami istri yang berbeda agama paling sering teijadi di kota besar karena kemajuan teknologi. Menurut agama Islam jika perkawinan antara pria Islam dengan wanita yang bukan Islam akibat hukumnya akan menjadi sah tetapi sebaliknya, perkawinan tersebut tidak sah dan akan menimbulkan pengaruh besar terutama bagi anak-anak karena di besarkan dalam keraguan dan ketidakpastian terhadap agama. Akibat lainnya salah satu pihak dapat meninggalkan agama semula yang dianutnya. Kepastian hukum yang bersendi utama pada martabat manusia sebagai norma terpenting, harus diletakkan secara proporsional terhadap manusia yang akan melangsungkan perkawinan. Untuk menghindari kesimpangsiuran pendapat tentang perkawinan beda agama maka perlu kiranya pihak yang berwenang segera mengadakan penyempurnaan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dengan tidak mengenyampingkan ketentuan hukum agama yang berlaku di Indonesia agar tercipta suatu kepastian hukum dalam perkawinan yang berbeda agama. Perkawinan beda agama antara suami istri agar tidak mengalami hambatan sebaiknya melalui pilihan hukum.

Marriage is a bottom line in every comer of human life, because with marriage, a family as a main line is formed. More further development makes more possibility marriage among Indonesian nationality with different religion. Although it is not ruled or supported with certainty and obviously by Statue number 1 Year 1974 about Marriage, but it still happened in Indonesia society life. Because of it, there are problems, what are stimulating marriages between different religions? How law impact of them and what impact of changing religion on those marriage? How certainty law of marriage between different religions on husband and wife in Indonesia? Writer did research by library research (normative juridical). Nature of from this research is ekspianatoris that is is a explanatory research about legal consequences arising from marriage of religion difference.
Marriage among husband and wife who are different on religion, is commonly happen in big city because of technology development. On Islam religion, if marriage between Muslim man with non-Muslim women, the law impact of it becomes legal but on the other hands, that marriage is non-legal and could occurring big influence especially on children because they are growing up on doubtless and uncertainty in religion. The other impact is one party could leave his or her first religion. Certainty of law that based on human dignity as an important norm, must be placed with proportionality against human being who is going to marriage. To prevent uncertainty opinions about marriage between different religion, they need the authority party to do completing on Statue number 1 Year 1974 about marriage with not to aside religion rule of law in Indonesia to make certainty of law on them. Marriage between different religion among husband and wife is not occurring delay but otherwise through choice of law."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T36947
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
R.A Yuliadewi Wijayanti
"Dewasa ini, di Negara kita (Indonesia) pihak-pihak yang melangsugkan perkawinan khususnya yang disertai dengan perjanjian perkawinan masih sedikit. Dari yang sedikit menggunakan perjanjian perkawinan tersebut adalah mereka yang sebagian besar warganegara keturunan asing, namun adapula sebagian kecil warganegara non keturunan. Hal itu disebabkan bagi warganegara non keturunan (Indonesia) mengangqap adanya masalah tabu yang di anutnya yaitu tabu membicarakan perceraian pada waktu hendak melangsungkan pernikahan. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 membuka kesempatan kepada pihak-pihak yang hendak melangsungkan perkawinan untuk disertai dengan perjanjian perkawinan perjanjian perkawinan mengandung kesepakatan adanya percampuran harta Kekayaan menjadi harta bersama atau tidak ada percampuran harta kekayaan menjadi harta bersama serta pengurusannya. Bagi pasangann calon suami isteri yang hendak melangsungkan perkawinan disertai perjanjian perkawinan mempuyai benda - benda berharga atau mengharapkan akan memperoleh kekayaan misal, warisan, maka adakalanya diadakan perjanjian perkawinan (Huwelijkesvoorwaarden) . Akibat perkawinan yang disertai dengan perjanjian perkawinan selama menjalankan rumah tangga namun salah satu pihak mengingkari isi perjanjian yang telah disepakati sehingga terjadi perceraian. Bentuk Perjanjian perkawinan tidak mutlak dituangkan dalam akta otentik yang disahkan Notaris, akan tetapi dapat berbentuk perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pejabat Pencatatan Perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20731
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
K. Dibia Wigena Usada
"Perkawinan nyeburin yang di kenal dalam masyarakat adat di Bali oleh sebagian masyarakatnya ternyata dikatakan merupakan bentuk perkawinan yang menyimpang dari sistem kekerabatan patrilinial masyarakat Hindu di Bali yang memiliki sistem kewarisan mayorat laki-laki. Dalam melakukan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua metode penelitian yaitu metode penelitian lapangan dan metode penelitian kepustakaan. Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah apa latar belakang dilakukannya perkawinan nyeburin, aspek-aspek hukum apa yang harus diperhatikan dalam perkawinan nyeburin, bilamana perkawinan nyeburin dikatakan sah menurut hu kum agama dan hukum ada t di Bali, dan apa pengaruh berlakunya uu No. 1 Tahun 1974 terhadap perkawinan nyeburin yang ada di Bali. Alasan utama di lakukannya perkawinan nyeburin adalah untuk mencegah agar sebuah keluarga tidak menjadi camput atau putung (tidak ada penerus keturunan) serta untuk mempertahankan sistem kewarisan mayorat laki-laki maka dalam keluarga yang hanya memiliki anak wanita dan tidak ada anak laki-laki, anak wanita dalam keluarga tersebut diubah statusnya secara adat menjadi sentana rajeg dan melakukan perkawinan nyeburin. Perkawinan adat nyeburin dikatakan sah menurut Agama Hindu dan hukum adat bila sudah memenuhi syarat formil dan materiil sebagaimana ditetapkan dalam Agama Hindu dan awig-awig desa adat. Sehubungan dengan berlakunya Undang-undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974), meskipun mengalami sedikit penyesuaian terutama dalam hal pencatatan perkawinan, lembaga perkawinan adat nyeburin tetap terbuka dan dilaksanakan hingga kini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S20477
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>