Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151749 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasanudin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37078
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Imran Nating
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T36699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Imran Nating
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005
346.078 IMR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Imran Nating
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004
346.078 IMR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Junita Sari Ujung
"Kurator memiliki peranan yang penting dalam suatu kepailitan untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Pasal 1 butir 5 Undangundang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Dalam melaksanakan tugas pemberesan dan pengurusan harta pailit, Kurator harus independent dan tidak berpihak terhadap salah satu pihak. Akan tetapi dalam prakteknya tugas ini tidak mudah dan dapat dijalankan dengan mulus. Sulit sekali menjaga hubungan yang seimbang antara Kurator dengan Kreditor, Kurator dengan Debitor dan Kurator dengan Hakim Pengawas. Kurator dalam melaksanakan tugasnya harus dapat mendata/mengumpulkan harta Debitor, agar dapat membayarkan utang-utang Debitor terhadap para Kreditor. Dalam pelaksanaannya bisa saja Debitor tidak kooperatif, sehingga Kurator kesulitan menjalankan tugasnya. Kurator yang berpihak kepada Debitor dengan cara menutup-nutupi keberadaan harta pailit dapat berakibat tidak terbayarnya utang Debitor terhadap Kreditor. Kurator yang berpihak kepada Kreditor, sehingga dalam penjualan benda-benda harta pailit, tidak melelangnya dengan harta yang patut juga dapat merugikan Debitor.Independensi Kurator sangatlah penting dalam rangka pelaksanaan tugas Kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit pada suatu kepailitan, agar tugasnya dapat terlaksana dengan baik. Akibat dari Kurator yang tidak independent adalah tidak tercapainya keadilan dalam suatu pemberesan dan pengurusan harta pailit yang menjadi tugas Kurator. Oleh sebab itu sebelum menerima penunjukannya sebagai Kurator dalam suatu kepailitan, Kurator harus mengukur kemampuannya apakah mampu mengurus dan membereskan harta pailit, memeriksa apakah ada benturan kepentingan dengan salah satu pihak dan yakin dapat bersikap adil terhadap setiap pihak.

Receiver plays a significant role in a bankruptcy proceeding for administration and settlement proceedings of the bankrupt estate. Section 5 of Article 1 of Law number 37 of 2004 regarding Bankruptcy and Moratorium stipulates that the Receiver shall mean the Probate Court or an individual appointed by court for the purpose of administration and settlement of the bankrupt-Debtor?s assets under supervision of the Supervisory Judge. In performing the settlement and administration process upon the bankrupt estate, the Receiver must be independent and not in favour of either party. However, in practice, this stand is not easily and not smoothly carried out. It is a very heavy task to keep in balance positions between the Receiver and Creditors, Receiver and Debtor, and Receiver and the Supervisory Judge. The Receiver, in performing its duties, must be able to collect/gather the Debtor?s assets for the purpose of repayment of the Debtor?s debts to Creditors. In practice, it is possible that the Debtor is not cooperative and as a consequence, the Receiver will deal with barriers in performing its duties. The Receiver that stands for the Debtor by way of concealing the existence of the bankrupt estate may cause the Debtor?s debts owed to Creditors being unpaid. Otherwise, the Receiver that stands for Creditors which, in the disposal of the bankrupt estate, does not auction any appropriate assets will also bring about loss towards Debtor. Independence of the Receiver is crucial for the performance of the Receiver?s duties in administering and settling the bankrupt estate in a bankruptcy proceeding, in order that the duties of the Receiver can be performed well. The consequence of the Receiver which is not independent may cause fairness in the settlement and administration proceedings of the bankrupt estate under the Receiver?s duties can not be attained. Therefore, before accepting its appointment as a Receiver under a bankrupt proceeding, the Receiver must be aware of its capabilities in administering and settling the bankrupt estate and to examine whether there will be conflict of interest with either party, and certain that being able to be fair towards parties."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24713
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rakaditya Wiemas Bangun
"Skripsi ini membahas mengenai peran yuridis kurator Balai Harta Peninggalan dalam menjalankan tugas pengurusan dan pemberesan dalam harta pailit. Sampai saat skripsi ini ditulis, Balai Harta Peninggalan di Indonesia masih menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada Staatsblad 1872 No. 166 tentang Instruksi untuk Balai-Balai Harta Peninggalan, yang notabene merupakan aturan peninggalan Belanda. Ditambah lagi di negara Belanda sendiri Balai Harta Peninggalan weeskamer sudah ditiadakan sejak tahun 1810. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Penelitian yang dilakukan oleh Penulis adalah dengan studi dokumen dan wawancara dengan pihak Hakim pada Pengadilan Niaga, Anggota Teknis Hukum Balai Harta Peninggalan dan Ahli hukum kepailitan. Pada akhirnya, Penulis mendapatkan hasil dari penelitian bahwa kurator Balai Harta Peninggalan dalam menjalankan tugasnya hanya mendasarkan pada UUK-PKPU, dimana belum terdapat pengaturan khusus mengenai pedoman bagi Balai Harta Peninggalan untuk menjalankan tugas sebagai kurator.

This thesis discusses about the juridical role of Balai Harta Peninggalan Trustee in performing the task of managing and liquidating in the bankruptcy estate. Until this thesis is written, Balai Harta Peninggalan in Indonesia is still carrying out its main duty and function by referring to Staatsblad 1872 No. 166 on Instructions for Balai Harta Peninggalan, which is a legacy of the Dutch legacy. Plus in the Netherlands own country Balai Harta Peninggalan weeskamer has been abolished since 1810. The research method used in this thesis is the normative juridical. Research conducted by the author is by document studies and interviews with the Judge on Commercial Court, Legal Technical Member of Balai Harta Peninggalan and Bankruptcy legal expert. In the end, the author got the result from the research that the trustee of Balai Harta Peninggalan in performing its duties only based on UUK PKPU, where there is no specific arrangement regarding guidance for Balai Harta Peninggalan to perform duty as a bankruptcy trustee.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Agung Untari
"Pengangkatan Hakim Pengawas dan kurator dimaksudkan sebagai pelaksana dari putusan pailit yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dalam perkara permohonan pernyataan pailit. Namun, pengaturan mengenai tugas dan wewenangan Hakim Pengawas pasca putusan pailit tidak semudah yang dibayangkan. Permasalahan dalam tesis ini adalah mengenai peranan dan sejauh mana pelaksanaan tugas Hakim Pengawas dapat dipertanggungjawabkan, serta kendala yang dihadapi. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif.
Undang-undang Kepailitan (UUK) mengatur bahwa Hakim Pengawas bertanggung jawab dalam mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilaksanakan kurator agar tidak menyalahgunakan kewenangannya. Hakim Pengawas dituntut memiliki kemampuan dan kecermatan serta integritas moral yang tangguh dalam memahami tugas dan kewenangannya, selain dapat membina hubungan kerjasama yang balk dengan semua pihak dalam proses kepailitan pasca putusan. Tanggung jawab Hakim Pengawas hanya sebatas tugas dan wewenang yang diatur dalam UUK serta terhadap ketetapan-ketetapan yang dibuatnya sedangkan kesalahan atau kelalaian yang dilakukan curator yang dapat merugikan harta pailit tetap menjadi tanggung jawab kurator. Namun dalam pelaksanaan tugasnya Hakim pengawas tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai.
Hendaknya pada UUK yang akan datang pengaturan mengenai Hakim Pengawas disusun dengan batasan yang jelas termasuk dengan menyesuaikannya dengan tahaptahap dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, serta jika perlu adanya sanksi bagi Hakim Pengawas apabila terbukti menyimpang dalam tugasnya. Hal ini penting mengingat Hakim Pengawas memiliki andil yang besar dalam penyelesaian kepailitan pasca putusan secara adil, cepat, terbuka dan efektif guna melindungi kepentingan debitur pailit, para kreditur dan pihak lain yang terkait."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annysa Ayu Putri
"Skripsi ini membahas mengenai transparansi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Adapun transparansi tersebut merupakan kewajiban hukum yang secara tersirat diamanatkan oleh Undang-Undang Kepailita dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selain itu juga merupakan kewajiban yang diatur di dalam Standar Profesi Kurator. Penulis akan membahas transparansi kurator dan akibat hukum apabila transparansi tersebut tidak diterapkan, dengan meninjaunya dari suatu Putusan No. 07/G.Lain-Lain/2015/PN.Niaga.SBY Kemudian, penulis akan membahas apakah Surat Edaran Mahkamah Agung no. 2 tahun 2016 tentang Peningkatan Efisiensi dan Transparasi Penanganan Perkara Kepailitan di Pengadilan SEMA No. 2 Tahun 2016 dapat menjawab ketidaktransparanan yang terjadi para prakteknya. Pada akhirnya penulis memperoleh kesimpulan bahwa apabila transparansi tidak diterapkan oleh Kurator selaku pihak yang menguasai dan memiliki informasi mengenai harta pailit, akan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi kreditor. Dan SEMA No. 2 Tahun 2016 tersebut dalam pengaturannya berusaha menjawab permasalahan transparansi yang ada, namun tidak menyeluruh, bahkan berpotensi menimbulkan permasalahan baru.

This thesis is discussing about transparency of a trustee in the management and settlement of bankruptcy assets. Trustee 39 s obligation to be transparent is implicitly mandated by Law no. 2 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Settlement Obligation. Moreover, trustee obligation to be transparent is regulated under trustee of professional standard. In this thesis, the writer will discuss trustee obligation and the legal consequences, whether the transparency is applied by the trustee, by reviewing The Court Decision Number 07 G.Lain Lain 2015 PN.Niaga.SBY. Subsequently, the writer will discuss whether the Circular Letter of Supreme Court No. 2 of 2016 concerning The Improvement of Efficiency and Transparency in Handling Bankruptcy Case in The Court can resolve lack of transparency which happen in practices. Eventually, the writer come to the conclusion that if the trustee as a party that controls and has all the information regarding bankruptcy assets, doesn 39 t apply transparency, it will lead into legal uncertainty for the creditors. In regards to this, Circular Letter of Supreme Court No.2 of 2016 in its regulation is trying to solve transparency problems that exist, however it doesn 39 t solve thoroughly, even potentially will raise new problems.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusmaneli
"Di dalam Tesis ini, Penulis hendak menyampaikan hal-hal yang menarik di dalam kajian mengenai hukum kepailitan, terutama dalam tahap Pengurusan dan Pemberesan Harta PailitPerseroan Terbatas. Dalam tahap ini, ada satu peran penting yang dijalankan oleh sebuah fungsi kurator yang bertindak selaku pihak yang netral dalam hal pengurusan harta debitor pailit dan pelunasan utang debitor pada kreditor-kreditornya.Tesis ini secara khusus memfokuskan kajiannya pada eksistensi lembaga Balai Harta Peninggalan yang telah ada sejak Faillisement Verordening berlaku di Indonesia. sebagai sebuah lembaga yang telah ada sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, Balai Harta Peninggalan telah menjalankan perannya sebagai lembaga yang mengurusi dan membereskan harta pailit dari debitor. Pada Tahun 1998, keberadaan Balai Harta Peninggalan tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga yang menjalankan fungsi pengurusan dan pemberesan harta pailit Perseroan Terbatas. Terhitung sejak Tahun 1998, sebagaimana juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, kurator lainnya yang berasal dari pihak swasta juga dapat menjadi kurator disamping Balai Harta Peninggalan. Penulis melihat bahwa keberadaan kurator lainnya di atas didasari oleh pertimbangan buruknya kinerja Balai Harta Peninggalan. Di samping itu, keberadaan kurator lainnya yang berasal dari pihak swasta adalah untuk memberikan ruang partisipasi dari pihak swasta di dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit Perseroan Terbatas. Selain itu, Penulis juga menganalisis penyebab dari buruknya kinerja Balai Harta Peninggalan dikarenakan oleh permasalahan sumber daya manusia yang kurang baik dan terlalu besarnya lembaga Balai Harta Peninggalan. Oleh karena itu, Penulis menyarankan adanya reformasi administrasi untuk mengatasi permasalahan sumber daya manusia dan lembaga Balai Harta Peninggalan di atas.

In this Thesis, the Writer would propose the interesting studies about the bancruptcy law, especially in Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit Perseroan Terbatas . in this stage, there is a role served by liquidator who acts independently in managing Debtor’s wealth and Debtor’s liabilities payment to its Creditor(s). This Thesis focuses the study in the existence of Balai Harta Peninggalan which has been establish ed before the independence of Indonesia. Balai Harta Peninggalan serves people in Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit Perseroan Terbatas. In 1998, the existence of Balai Harta Peninggalan do not act as the only liquidator in Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit. Since 1998, as regulated by Law 37/2004 on Bankruptcy, Balai Harta Peninggalan and/or the other liquidators which are a private entity, can be a liquidator. The Writer understand that the existence of the other liquidator is caused by the low performance Balai Harta Peninggalan. And else, the existence of the othe liquidators is to give private entity a space to join in Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit Perseroan Terbatas. The Writer also analyses that the cause of the low performance of Balai Harta Peninggalan is given by the problem surrounding human resources and fat bureaucracy. Therefore, the Writer proposes to run administrative reform in order to solve these problems.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>