Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185264 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyah Anggraeni Assyriati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T37603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Mutiara
"Perkawinan siri merupakan perkawinan yang dilakukan secara agama saja atau hanya di depan pemuka agama. Persoalan mengenai perkawinan siri memang masih menimbulkan pro dan kontra. Satu pihak ada yang beranggapan perkawinan seperti itu boleh saja dilakukan, di pihak lain meragukan ke absahannya. Sistem hukum Indonesia tidak mengenal adanya istilah perkawinan siri serta tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan siri dalam sebuah peraturan. Namun, secara umum, istilah ini diberikan bags perkawinan yang tidak dicatatkan kepada Pegawai Pencatat Nikah. Bagaimana status perkawinan siri dimata Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta akibat hukumnya terhadap istri yang dinikahi dan anak yang dilahirkan di dalam perkawinan siri, merupakan masalah yang diteliti dalam tulisan ini.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yuridis. Perkawinan siri menurut. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan perkawinan yang tidak sah, karena perkawinan jenis ini merupakan suatu penyimpangan dari ketentuan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yakni ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai pencatatan perkawinan. Sedangkan akibat hukum terhadap istri, istri bukan merupakan istri sah dan karenanya tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami serta tidak berhak atas harta gono-gini dalam hal terjadi perpisahan. Terhadap anak, statusnya menjadi anak luar kawin dan karenanya ia hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta sewaktu-waktu ayahnya dapat menyangkal keberadaan anak tersebut, selain itu ia tidak berhak atas nafkah hidup, biaya pendidikan, serta warisan dari ayahnya. Bahwa terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (2) mengenai sahnya perkawinan dan kewajiban pencatatan perkawinan sebaiknya dituangkan ke dalam satu pasal dan bagi yang ingin melakukan perkawinan tersebut dianjurkan untuk mengurungkan niatnya serta bagi yang telah melakukannya dianjurkan untuk mencatatkan perkawinan dengan itsbat nikah atau melakukan perkawinan ulang dan bagi yang non-Islam dianjurkan untuk melakukan perkawinan ulang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Andiana Astari
"Perkembangan masyarakat dewasa ini memudahkan terjadinya hubungan antar-manusia di mana interaksi dan komunikasi lebih terasa luas, tanpa mengenal batas-batas wilayah daerah maupun negara. Fenomena tersebut menciptakan suatu dampak baru bagi kehidupan antara sesama anggota masyarakat, antara lain, terbukanya jenjang hubungan menuju rumah tangga yang terjadi diantara pria dan wanita yang berbeda latar belakang kewarganegaraan. Kecenderungan ini sebenarnya sudah lama dikenal sebagai perkawinan internasional, yang melibatkan dua orang yang berbeda kewarganegaraan. Di sebutnya perkawinan tersebut sebagai perkawinan internasional disebabkan Pasal 57 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan membatasinya sebagai perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan di mana salah satu pihak berkewarganegaraan asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Adanya fenomena hukum tersebut menimbulkan konsekuensi hukum terhadap kedudukan anaknya jika perkawinan tersebut putus akibat perceraian, khususnya dalam situasi isteri tidak mengikuti kewarganegaraan suami adalah jiKa kedudukan anak tidak dipersengketakan dalam kasus perceraian tersebut, kedudukan hukum anak akan ditentukan secara mufakat oleh kedua belah pihak, yaitu mengikuti kedudukan hukum bapak atau ibunya. Akan tetapi, jika terjadi sengketa, hakim lebih mempertimbangkan aspek kualifikasi dan karakter pribadi yang subtantif di antara bapak atau ibunya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20475
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putut Wisanggeni
"Sebagai makhluk sosial manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya dan salah satu akibatnya adalah mereka membentuk keluarga dengan perkawinan. Sebagai subyek hukum, setiap perbuatan yang dilakukannya akan menimbulkan tanggung jawab hukum termasuk perkawinan baik terhadap suami isteri itu sendiri, anak-anak yang dilahirkan, harta yang didapat selama perkawinan dan masyarakat sekitar dimana pasangan suami isteri itu menetap. Namun adakalanya perkawinan tersebut berakhir karena perceraian, sehingga menimbulkan masalah hukum terhadap keempat hal tersebut di atas, terutama akibatnya terhadap kedudukan harta perkawinan, pengurusannya menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Kemudian bagaimana pandangan badan peradilan terhadap kedudukan harta perkawinan tersebut apabila terjadi perceraian, karena ternyata UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur hal ini dengan menyerahkan pengurusannya kepada hukumnya masing-masing, yaitu hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya, yang mempunyai perbedaan satu dengan lainnya, sehingga untuk mengetahuinya dengan benar dan mendapatkan hasil yang bersifat evaluatif-analitis.
Dalam tesis ini kami menggunakan metode penelitian kepustakaan, dan didukung kasus mengenai gugatan harta gono gini mantan pasangan suami isteri Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa yang diperiksa dan diputus Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan mengingat pihak yang berperkara adalah Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa yang dianggap tunduk pada hukum perdata barat, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut menggunakan ketentuan Pasal 128 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Barat yang mengatur apabila terjadi putus perkawinan karena perceraian, atas harta perkawinan tersebut harus dibagi dua antara suami isteri. Dengan demikian Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberikan putusannya dengan benar dan tepat berdasarkan ketentuanketentuan yang diatur dalam UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Era Yulia Contesa
"Masalah perkawinan mereka yang berbeda agama, sebenarnya tidak dikehendaki oleh pembentuk Undang-undang. Hal ini dinyatakan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-undang Perkawinan mengenai sahnya perkawinan berazaskan agama sebagai perujudan sila ke Tuhanan Yang Maha Esa yang menjadi dasar perkawinan di Indonesia. Sehingga seringkali untuk dapat disahkan perkawinan yang berbeda agama dilangsungkan di luar negeri; dalam waktu satu tahun perkawinan harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Sipil di Indonesia.
Perkawinan mereka yang berbeda agama dan pengaruhnya terhadap harta bersama sering mengalami permasalahan : 1) Apakah pengaturan tentang perkawinan mereka yang berbeda agama yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 sudah memadai? 2) Bagaimanakah pengaturan terhadap harta benda dalam perkawinan dengan dibuatnya perjanjian perkawinan dan yang tidak dibuatnya perjanjian perkawinan? 3) Bagaimanakah pengaturan, pelaksanaan dan penerapan hukum dalam hal putusnya perkawinan terhadap harta kekayaan perkawinan? 4) Bagaimanakah pengaruh perjanjian perkawinan dan akibat putusnya perkawinan terhadap harta benda dalam perkawinan.
Permasalahan perkawinan berbeda agama tersebut penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode penelitian kepustakaan dan analisa data menggunakan pendekatan kualitatif.
Dari penelitian tersebut diperoleh hasil yang menyimpulkan sebagai berikut : 1) Bagaimana pelaksanaan perkawinan antar mereka yang berbeda agama serta akibat hukumnya terhadap harta bersama dalam perkawinan, dan juga akan dibahas tentang pengaturan, pelaksanaan dan penerapannya Hukum Harta Perkawinan. 2) Apa akibat putusnya perkawinan terhadap. harta kekayaan perkawinan, terhadap hak-hak suami istri atas harta benda kekayaannya serta wewenang suami dan istri atas Harta Pribadi dan harta bersamanya. 3) Bagaimana pengaturan pelaksanaan terhadap harta benda dalam perkawinan sehubungan dengan membuat perjanjian perkawinan dengan mereka yang tidak membuat perjanjian perkawinan, dan apa akibat putusnya perkawinan terhadap harta benda dalam perkawinan, bagi mereka yang membuat perjanjian dan bagi mereka yang tidak membuat perjanjian perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nashir Achmad
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S20011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistiyawati
"Putusnya hubungan perkawinan karena perceraian selain berakibat bagi bekas suami dan isteri, juga membawa akibat terhadap anak dibawah umur. Perceraian suami isteri dapat terjadi karena berbagai upaya yang dilakukan kedua belah pihak untuk mengakhiri konflik yang terjadi mengalami jalan buntu, maka perceraian merupakan jalan keluar yang paling baik bagi pasangan suami isteri yang tidak mungkin lagi dapat hidup rukun, sebagaimana yang dituju oleh ikatan perkawinan. Salah satu akibat dari perceraian antara suami isteri terhadap anak dibawah umur menimbulkan perwalian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada 3 macam perwalian, perwalian oleh suami/isteri, Perwalian dengan surat wasiat dan perwalian yang diangkat oleh hakim, sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ada 2 macam, perwalian yang diangkat oleh hakim dan perwalian dengan surat wasiat. Akibat perceraian terhadap anak dibawah umur menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 229 ayat 1 Perwalian diserakan kepada seorang dari kedua orang tuanya sebagai wali, ini merupakan kekuasaan yang bersifat individual, sedangkan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 41 (a) perwalian oleh bapak atau ibu, ini merupakan kekuasaan yang bersifat kolektiĀ£. Tanggung jawab orang tua, terhadap anak dibawah umur berbeda antara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan bahwa kewajiban itu bukan hanya sampai pada dewasa tetapi sampai mereka mampu untuk berdiri sendiri walaupun telah terjadi ikatan perkawinan antara orang tuanya putus."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21211
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natania Rosalina
"Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan perceraian hanyalah merupakan pengecualian dari prinsip kekal abadinya perkawinan, sehingga pada prinsipnya UU Nomor 1 Tahun 1974 sejauh mungkin menghindarkan terjadinya perceraian. Akan tetapi UU Perkawinan tetap mengatur mengenai putusnya perkawinan berserta akibatakibatnya dalam Bab VII Undang-Undang ini. Dalam tulisan ini diangkat dua pokok permasalahan yaitu bagaimanakah akibat hukum putusnya perceraian menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 khususnya terhadap hak asuh anak serta bagaimanakah Putusan Pengadilan mengenai kasus perselisihan dalam menentukan hak asuh anak beserta analisis yuridisnya.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder, baik dari Undang-Undang maupun berbagai literatur. Dengan metode tersebut dapat dilihat bahwa Perceraian akan membawa akibat-akibat hukum terhadap hubungan suami isteri maupun terhadap harta benda perkawinan dari suami isteri tersebut. Akibat hukum yang terpenting adalah terhadap anak. Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 dengan terjadinya perceraian maka akan timbul pemeliharaan anak atau penguasaan anak yang secara de facto akan dipegang oleh salah seorang dari kedua orang tuanya, meskipun keduanya tetap sebagai pemegang kekuasaan orang tua. Hal inilah yang sering menimbulkan perselisihan antara kedua orang tua karena keduanya merasa berhak untuk mengasuh dan merawat anak-anak mereka.
Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 memang tidak secara jelas dikatakan siapa dari kedua orang tua yang berhak untuk melakukan penguasaan terhadap anak mereka. Akan tetapi dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa penguasaan anak haruslah dilakukan demi kepentingan si anak. Oleh sebab itu dalam Putusan-Putusan Pengadilan yang menjadi pertimbangan dalam menentukan hak asuh anak adalah kepentingan si anak. Untuk menentukan pihak orang tua yang mana yang berhak mendapatkan hak asuh atas anaknya pertimbangan sosiologis dan psikologis juga bisa menjadi pertimbangan bagi Hakim."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S22049
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florence Vidya Widjaja
"Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa serta dapat melanjutkan generasi dengan memperoleh keturunan. Kewajiban orang tua untuk menjaga keharmonisan dalam keluarga, karena keharmonisan dalam rumah tangga merupakan hal yang terpenting untuk berkembangnya anak secara jasmani maupun rohani. Namun perkawinan tidak selalu dapat berjalan dengan harmonis, pada kenyataannya tidak sedikit perkawinan yang putus karena terjadinya perceraian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dasar pertimbangan oranq tua yang bercerai mendapatkan hak asuh atas anak dibawah umur dan memahami akibat hukum yang timbul apabila orang tua yang memperoleh kuasa asuh terhadap anak tidak dapat memenuhi kewajibannya setelah terjadinya perceraian.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan bersifat yuridis normative dengan tinjauan terhadap hukum perkawinan. Data yang digunakan adalah data sekunder dan analisa dilakukan secara kualitatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penetapan hak asuh anak dibawah umur akibat putusnya perkawinan karena perceraian orang tuanya guna mengetahui kesesuaian peraturan dengan kenyataan.
Dari hasil penelitian ini disimpulkan tanggung jawab orang tua setelah terjadinya perceraian tidak menyebabkan hapusnya kekuasaan orang tua, sedangkan untuk anak yang masih di bawah umur akan berada dalam asuhan ibunya sedangkan biaya pemeliharaan akan menjadi tanggung jawab bapak dan apabila bapak tidak mampu, maka pengadilan akan menentukan bahwa ibu akan ikut memikul biaya pemeliharaan tersebut. Namun dalam hal-hal tertentu hakim dapat menetapkan hak asuh jatuh kepada bapak, apabila ibu dari anak tersebut berkelakuan buruk dan tidak dapat menjadi orang tua yang baik bagi anaknya.
Apabila orang tua yang mendapatkan hak asuh tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya, sedangkan orang tua yang lain yang tidak mendapatkan kuasa asuh juga melalaikan kewajibannya, maka didasarkan pada kepentingan yang terbaik bagi anak tersebut, maka pengadilan dapat mencabut kekuasaan orang tua terhadap anak dan mengangkat seorang wali bagi anak tersebut. Pencabutan kekuasaan ini menyebabkan hilangnya hak orang tua atas anak, tetapi tetap tidak mengurangi kewajiban orang tua untuk membiayai pemeliharaan Serta pendidikan. anaknya yang' masih dibawah umur tersebut sampai anak itu dewasa atau dapat berdiri sendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16537
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shela Shahira Alatas
"Menurut undang-undang No. 1 tahun 1974 Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Banyak masalah yang dapat timbul dari perkawinan campuran ini karena tiap-tiap Negara memiliki aturan-aturan sendiri yang berbeda dengan Negara lainnya, yang paling sering terkena imbasnya adalah anak-anak yang lahir dalam perkawinan campuran tersebut. Salah satu dari masalah yang ada adalah masalah mengenai kewarganegaraan anak, karena menurut undang-undang kewarganegaraan No. 62 tahun 1958 Indonesia menganut asas Ius Sanguinis yaitu asas yang dalam menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan kepada keturunannya. Anak yang lahir dalam perkawinan tersebut bisa tidak memiliki kewarganegaraan sama sekali. Menurut undang-undang perkawinan, putusnya suatu perkawinan tidak menimbulkan perwalian karena menurut undang-undang perkawinan kekuasaan orang tua bersifat tunggal dan tidak akan hilang walaupun perkawinan telah putus. Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode pendekatan analisis data menggunakan metode kualitatif, yaitu tata cara penelitian yang menghasilkan deskriptif analitis Alasan mengangkat topik perkawinan campuran ini karena belum ada pengaturan yang khusus mengenai akibat putusnya perkawinan campuran tersebut, sehingga kepentingan para wanita indonesia yang melakukan perkawinan campuran dan anak-anak mereka dapat dilindungi. Diharapkan peraturan yang ada dapat dijalankan oleh pemerintah demi kesejahteraan dan kepentingan warganegaranya terutama bagi wanita Indonesia dan anak-anaknya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21216
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>