Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152964 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasril Hertanto
"Perkembangan masyarakat membawa pengaruh pada tingkat kejahatan. Semakin berkembang kehidupan sosial masyarakat, maka semakin berkembang pula bentuk kejahatan. Sistem peradilan pidana dikembangkan untuk menyelesaikan perkara pidana yang ditangani oleh aparat penegak hukum. Hakim sebagai salah satu komponen dalam sistem peradilan pidana memegang peranan yang sangat penting terutama dalam upaya memberikan rasa keadilan pada masyarakat. Namun dalam perkembangan saat ini, pengadilan dan hakim khususnya mengalami penurunan dalam hal kualitas dan kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu sebagian besar anggota masyarakat menginginkan adanya perubahan dalam mekanisme peradilan. Salah satu perubahan yang diinginkan adalah adanya hakim yang memiliki keahlian dan pemahaman atas suatu permasalahan. Hakim ad hoc merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan DPR untuk mengatasi hambatan dalam penegakan hukum. Eksistensi hakim ad hoc telah dimulai sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pembentukan hakim ad hoc pada dasarnya adalah untuk menemukan kebenaran materiil melalui sudut pandang keahlian tertentu. Konsep hakim ad hoc telah diadopsi dalam beberapa pengadilan khusus antara lain pengadilan HAM, pengadilan tindak pidana korupsi, dan pengadilan perikanan. Pembentukan hakim ad hoc dalam pengadilan khusus disebabkan oleh adanya perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Oleh karena itu penulisan tesis ini mengangkat permasalahan hubungan antara perubahan sosial dan perubahan hukum dalam kaitannya dengan eksistensi hakim ad hoc. Analisis melalui kerangka teori hukum responsif diharapkan dapat menjelaskan hubungan antara perubahan sosial dan perubahan hukum. Hukum responsif tidak hanya memberikan legitimasi perubahan hukum yang disebabkan oleh perubahan sosial, tetapi juga menjelaskan adanya dilema antara integritas dan keterbukaan dalam institusi kekuasaan kehakiman. (Hasril Hertanto).

Development of society brings about quality of criminal law affairs. The more developed of society the more developed of criminal affairs. Judge as one of components of criminal justice system plays an important role, especially in providing justice to society. However, due to the recent development, court and judges in particular the quality and giving trust to the society are decreasing. Therefore, some member of societies wants changes in court mechanism. One of the changes needed is the availability of professional judges who has high expertise and understanding of the problems. The formation of Ad hoc judge is a policy taken by the government and parliament in order to overcome the obstacle of law enforcement. The existent of ad hoc judges has been launched the law Number 5, 1986 concerning Administrative Court take place. The basic formation of ad hoc judges is to find the material truth through a certain expertise. The concept of ad hoc judge is adopted in some special courts, namely Human Right Court, Anti Corruption Court and Fishery Court The formation of ad hoc in special court above is a push factor in the form of social changes in Society. The thesis, therefore, deals with the problem of relationship between social change and law system. Analysis through theory of responsive law hopefully will be able to explain the relationship of social changes and law changes. Responsive law is not only provide legitimate of law changes which is caused by social change but also explain the dilemma between integrity and transparency of justice authority institution. Based on analysis it is found out that the formation of special court is a result of accumulation of community distrust, lack of judges expertise and to understand the changes of circumstances."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37605
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Luhut M.P.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
345.05 PAN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Luhut M.P.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
345 PAN l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Nefa Claudia
"Undang Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)) memang patut diapresiasi karena ketika dibuat pada tahun 1970-an sampai dengan diundangkannya pada tahun 1981, Kitab Undang Undang ini sudah merupakan pembaharuan total dari kitab undang undang hukum acara pidana kolonial, Herziene Indische Reglement (HIR), sehingga dibangga banggakan sebagai salah satu "masterpiece" dalam hukum nasional. Namun, harus diakui bahwa setelah berjalan lebih dari dua dekade, ternyata terdapat banyak kekurangan dan kelemahan yang ditemukan dalam praktek, sehingga timbul kebutuhan mendesak untuk memperbaiki Kitab Undang Undang ini.Hal ini sangatlah wajar mengingat dinamika perkembangan masyarakat demokratis yang menuntut adanya pembaharuan hukum secara berkala melalui produk hukum yang responsif.KUHAP memang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti dengan hukum acara pidana yang baru.Oleh karena itu, upaya pembaharuan hukum acara pidana nasional melalui Rancangan Undang Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) 2010 yang akan menggantikan keberadaan KUHAP memang patut disambut gembira. Salah satu ketentuan baru dalam RKUHAP adalah diusulkannya lembaga Hakim Komisaris untuk menggantikan keberadaan pra peradilan dalam KUHAP.Sekalipun berorientasi pada upaya pembaharuan hukum acara pidana nasional, wacana penghapusan pra peradilan untuk kemudian menggantikannya dengan Hakim Komisaris tampaknya masih terus mengundang perdebatan.Pihak yang pro terhadap Hakim Komisaris berangkat dari pemikiran bahwa pra peradilan seringkali dianggap sudah tidak memadai lagi untuk diberlakukan sebagai lembaga pengawasan kewenangan penyidik dan penuntut umum pada tahap pemeriksaan pendahuluan. Lembaga ini juga dianggap sudah tidak mampu lagi mengakomodir pemenuhan keadilan dan kepastian hukum baik bagi tersangka maupun pihak lain yang merasa dirugikan kepentingannya pada tahap pemeriksaan pendahuluan. Apa yang kemudian menjadi pertanyaan apakah ide untuk mengganti pra peradilan dalam KUHAP dengan Hakim Komisaris melalui RKUHAP merupakan langkah tepat menuju pembaharuan hukum acara pidana nasional mengingat polemik terkait wacana pengesahan Hakim Komisaris muncul dikarenakan adanya semacam kekhawatiran bahwa lembaga baru ini justru merupakan sebuah kemunduran, bukan kemajuan, mengingat lembaga serupa pernah ditolak pada saat diintrodusir dalam RKUHAP 1974 dengan alasan terlampau luasnya kewenangan lembaga ini dalam melakukan intervensi terhadap kewenangan penyidik dan penuntut umum pada tahap pemeriksaan pendahuluan.

Law No. 8 Year 1981 Regarding Criminal Procedural Law (Code of Criminal Procedural Law) is reasonably appreciated ?, since when it was made in 1970?s until it was promulgated in 1981, it had been a total reform of colonial code, Herziene Indische Reglement (HIR) ?, the reason why it was put on its place as one of national law ?masterpiece? we are proud of. But however, it has to be admitted that after passed through two decades, there are a lot of shortages and weaknesses found in its practice, with the result that the correction about this code became an urgent necessity. This action is considerably proper, since dynamic of democratic society growth claims the existence of periodically law reform through responsive law product. Code of Criminal Procedural Law is no longer suit the law development in society, so it is necessary to substitute it by a new criminal law. For that reason, the effort to renew criminal procedural law through its future replacement with Draft of Criminal Procedural Law Year 2010 should be gladly welcomed. One of new provision in Draft of Criminal Procedural Law is the suggestion of Hakim Komisaris to replace the existence of pra peradilan in Code of Criminal Procedural Law. Even though it is oriented in effort of national criminal procedural law reform, discourse about the elimination and replacement of pra peradilan with Hakim Komisaris still seems debatable. The pro sides of Hakim Komisaris derives from a point of view that pra peradilan is often considered as no more reasonable to be treated as investigator and prosecutor authority supervising institution in preliminary examination. The question afterwards is whether the idea of substituting pra peradilan in Code of Criminal Procedural Law with Hakim Komisaris through Draft of Criminal Procedural Law is appropriate step towards national criminal procedural law reform, since polemics involving legalization of Hakim Komisaris emerge because of worries that this new institution is a regress instead of progress, since similar institution had ever been rejected when it was introduced in Draft of Criminal Procedural Law 1974, with a reason that authority of this institution when intervening with inspector and prosecutor authority in introductory inspection, is excessive."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30745
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Di Indonesia, sejak tanggal 27 April 1964,
pelaksanaan putusan pengadilan secara teknis operasional
atau pola pemidanaan, telah menerapkan sistem
pemasyarakatan melalui pembinaan dan bimbingan. Dengan
terbitnya Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, yang isinya mengatur tentang fungsi dan
tujuan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan atau
narapidana dalam sistem pemasyarakatan sebagaimana
tercantum dalam Pasal 2 dan 3 Undang-undang ini yaitu
“membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana serta menyiapkan warga binaan
pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan
masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota
masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab”. Pembinaan
terhadap narapidana diatur lebih lanjut dalam Kepmen
Kehakiman no: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola
Pembinaan Narapidana dan Tahanan yaitu pembinaan
kepribadian dan pembinaan kemandirian. Sistem
pemasyarakatan tidak lepas daripada sistem peradilan pidana
terpadu, karena dalam pelaksanaan pembinaan terhadap warga
binaan pemasyarakatan memperoleh pengawasan serta
pengamatan dari pihak pengadilan yang memutus perkara
pidana tersebut. Pengawas dan pengamat terhadap jalannya
proses pembinaan dalam sistem pemasyarakatan dilakukan oleh
seorang hakim yaitu Hakim Pengawas dan Pengamat sebagai
diatur dalam KUHAP Pasal 277 – 283 serta SE.MA. No 7 Tahun
1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Hakim Pengawas dan
Pengamat. Maka jelas bahwa sistem pemasyarakatan sebagai
pola pemidanaan di Indonesia tidak lagi merupakan
pembalasan dan penjeraan tetapi lebih kepada resosialisasi
dan reintegrasi yaitu mengembalikan narapidana ketengah
masyarakat sebagai manusia yang baru sebagaimana yang
diinginkan oleh DR. Sahardjo, SH. Dengan konsepsinya
tentang hukum nasional yang digambarkan sebagai Pohon
Beringin yang melambangkan Pengayoman dan sekaligus sebagai
pencetus ide sistem pemasyarakatan di Indonesia."
[, Universitas Indonesia], 2006
S22296
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Petrus Irwan, 1958-
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995
365 PAN l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ervan Saropie
"Mekanisme lembaga Praperadilan dianggap tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam pelaksanaannya karena dianggap banyak merugikan masyarakat pencari keadilan, sehingga banyak bermunculan pendapat dan pandangan yang menginginkan agar lembaga Praperadilan digantikan oleh Hakim Komisaris yang diajukan dalam RUU KUHAP 2008. Konsep lembaga hakim Komisaris yang diajukan dalam RUU KUHAP 2008 merupakan suatu lembaga baru di Indonesia, tetapi bukan merupakan sesuatu hal yang baru di Indonesia. Kewenangan yang diberikan kepada Hakim Komisaris sangat luas dan lengkap dibandingkan dengan lembaga Praperadilan dalam KUHAP. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan timbul permasalahan baru dengan adanya lembaga Hakim Komisaris dalam RUU KUHAP 2008. Penulisan inimerupakan analisis mengenai konsep lembaga Hakim Komisaris yang menggantikan lembaga Praperadilan sebagai lembaga pengawasan pada tahap pemeriksaan pendahuluan.

Mechanism of Praperadilan institutions are no longer considered not running properly in its implementation because many people seeking justice harmed, so there are many opinions and views to make the institution Praperadilan replaced by the Magistrate proposed in the revision of Indonesian Code of Criminal Procedure 2008. The Magistrate concepts proposed in the revision of Indonesian Code of Criminal Procedure 2008 as a new institution in Indonesia, but not a new issue in Indonesia. The authority given to the Magistrate is more complete than Praperadilan in the Indonesian Code of Criminal Procedure (UU No. 8 Tahun 1981). However, the possibility is new problems arise with the Magistrate institution in Indonesian Code of Criminal Procedure revision 2008. This research is an analysis of the concept of a Magistrate institution replace Praperadilan institutions as institutions supervision at the stage of preliminary examination."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22579
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Machtiar Siwa
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>