Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157901 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Feri Burlian
"Berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 1744/A/K/BKD/71, dan SK Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri Nomor 181/HGB/DA/72, PT. Indobuildco memperoleh HGB sertipikat Nomor 26 dan 27/Gelora, namun ketika kedua HGB tersebut masih berlaku Kepala BPN mengeluarkan SK KBPN Nomor 169/HPL/BPN/89 tanggal 15 Agustus 1989 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Keppres Nomor 4 Tahun 1984 yang isinya Pemberian Hak Pengelolaan kepada Sekretariat Negara Republik Indonesia Cq Badan Pengelola Gelanggang Olahraga padahal berdasarkan peraturan perundang-undangan SK pemberian HPL hanya dapat diberikan di atas tanah Negara bebas. Sebelum berakhir haknya kedua HGB tersebut telah diperpanjang haknya oleh Kakanwil DKI Jakarta dengan SK tanggal 13 Juni 2002 Nomor 016/11.550,2-09.012002 dan Nomor 017/11.550.2-09.01/2002, dengan perpanjangan HGB ini menimbulkan konflik sengketa pertanahan antara Pemegang HPL dengan pemegang HGB, dengan demikian hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah "Apa diperlukan surat rekomendasi dari Sekneg sebagai pemegang HPL dengan sertipikat HPL No. 1/Gelora untuk memperpanjang HGB Nomor 26 dan 27/Gelora? dan Bagaimana status hukum atas penerbitan sertipikat HPL Nomor 1/Gelora yang didaftarkan berdasarkan SK BPN tertanggal 15 Agustus 1989 Nomor 169/HPL/BPN/89 yang mencakup pula bidang tanah HGB Nomor 26 dan 27/Gelora yang masih berlaku sampai Tahun 2003?".
Metode penelitian yang digunakan adalah legal research, setelah dilakukan penelitian, penulis berkesimpulan berdasarkan SK pemberian HGB tersebut dinyatakan dengan tegas bahwa HGB di atas Tanah Negara, sehingga perpanjangannya secara yuridis tidak memerlukan rekomendasi dari pemegang Sertipikat HPL Nomor 1/Gelora hal ini sesuai pasal 35 UUPA dan pasal 22, 25, 26 PP. 40 tahun 1996 sehingga perpanjangan HGB tersebut Negara tidak dirugikan dan berdasarkan sertipikat HPL Nomor 1/Gelora tetap menjadi pemegang HPL khusus untuk bagian HGB Nomor 26 dan 27/Gelora, kewenangan pemegang HPL belum dapat dilaksanakan sepenuhnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T36910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyowantini
"Dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 15 Agustus 1989 No. 169/HPL/BPN/89 telah diberikan Hak Pengelolaan atas nama SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Cq BADAN PENGELOLA GELANGGANG OLAH RAGA SENAYAN, atas tanah seluas 2.664.210 M2, terletak di Kelurahan Gelora, Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta, yang selanjutnya didaftarkan haknya dan terbit Sertipikat HPL NO.1/Gelora. Atas bidang tanah yang diberikan HPL No.1/Gelora tersebut sebelumnya telah lahir hak-hak atas tanah, antara lain HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora. Kedua HGB tersebut merupakan pecahan HGB No. 20/Gelora tercatat atas nama PT. INDOBUILDCO yang diberikan berdasarkan :Keputusan Direktur Jenderal Agraria tanggal 3 Agustus 1972 No. SK 181/HGB/DA/72 dengan dasar pertimbangan tanah tersebut adalah Tanah Negara yang telah dikuasai pemohon atas dasar Penunjukan dan Pemberian Ijin Menggunakan Tanah dari Gubernur DKI Jakarta sesuai Keputusan tanggal 21 Agustus 1971 No. I744/A/K/B/BKD/71.
Berkenaan di atas areal yang diberikan HPL No.l/Gelora tersebut di atasnya telah terdapat hak-hak atas tanah, maka dalam Keputusan pemberian HPL tercantum Diktum yang menyatakan bahwa tanah-tanah HGB dan HP yang haknya belum berakhir baru akan termasuk di dalam HPL pada saat berakhimya HGB dan HP tersebut. HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora akan berakhir haknya tanggal 4 Maret 2003, namun sebelum berakhir haknya kedua HGB tersebut telah diperpanjang haknya oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi DKI Jakarta dengan SK masing masing tanggal 13 Juni 2002 No. 016/11.550.2-09.012002 dan No. 017/11.550.2-09.0112002 dan kedua HGB tersebut diperpanjang di atas tanah Negara, tidak di atas HPL NO.1/Gelora. Pemberian perpanjangan kedua HGB tersebut telah menimbulkan keberatan bagi pemegang HPL No.l/Gelora karena perpanjangan kedua HGB tersebut tidak melalui ijin pemegang HPL NO.1/Gelora dan dalam SK Perpanjangan HGB tidak diterangkan keberadaan HGB tersebut di atas HPL No.l/Gelora.
Menurut Hukum Tanah Nasional HPL diberikan di atas tanah Negara, apabila di atasnya terdapat hak atas tanah pihak lain, maka penerima hak terlebih dahulu berkewajiban membebaskan bidang tanah tersebut dan selanjutnya pemberian hak di atas HPL berdasarkan adanya perjanjian. Akibat pemberian perpanjangan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora di atas tanah Negara sebelum jangka waktu haknya berakhir maka apa yang diamanatkan dalam SK No. 169/HPL/BPN/89 tidak terpenuhi, sehingga bidang-bidang tanah HGB No.26/Gelora dan HUB No.271/Gelora belum termasuk dalam HPL No. I/Gelora."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surayya
"Tesis ini membahas mengenai pemberian perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 26/Gelora dan 27/Gelora yang terdaftar atas nama PT Indobuildco oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang akan berakhir pada tanggal 4 Maret 2003. Selanjutnya pemberian perpanjangan jangka waktu berlakunya kedua HGB tersebut yaitu hingga tanggal 4 Maret 2023 telah dicatat pada buku tanah serta Sertipikat haknya masing-masing. Timbulnya permasalahan yaitu ketika Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam Surat Keputusannya Nomor 169/HPL/BPN/89 tanggal 15 Agustus 1989 tentang Pemberian Hak Pemberian Hak Pengelolaan kepada Sekretariat Negara Cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Bung Karno, memasukkan tanah Hak Guna Bangunan Nomor 26/Gelora dan 27/Gelora ke dalam Hak Pengelolaan tersebut sedangkan di atas tanah tersebut masih ada hak atas nama PT Indobuildco yang baru akan berakhir pada tahun 2003. Pemberian HGB Nomor 26/Gelora dan 27/Gelora serta pemberian perpanjangan jangka waktunya telah sesuai dengan ketentuan Hukum Tanah Nasional yang berlaku adalah sah menurut hukum dan Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan atas nama Sekretariat Negara Republik Indonesia Cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Senayan sepanjang menyangkut Hak Guna Bangunan Nomor 26/Gelora dan Hak Guna Bangunan Nomor 27/Gelora adalah cacat hukum. Hak Pengelolaan baru dapat diterapkan jika Hak Guna Bangunan tersebut telah berakhir dan tanah menjadi tanah Negara yang clean and clear. Hal tersebut diperkuat dengan adanya Putusan MA Nomor 270 K/PDT/2008 Jo Putusan PT Nomor 262/PDT/2007/PT.DKI Jo Putusan PN Nomor 952/Pdt.G/2006/PN. Jak-Sel.

This thesis discusses the granting of extension of Right to Build Certificate Number 26/Gelora and Number 27/Gelora, registered under the name of PT. Indobuildco, by the Head of the Regional Office of the National Land Agency of the Special Region of the Capital City of Jakarta, which will end on March 4, 2003. Furthermore, the granting of extension over the duration of those two Right to Build Certificates which is up to March 4, 2023, has been registered in the land book and the respective Certificate of right. An issue arises when the National Land Agency in its Decree Number 169/HPL/BPN/89 dated August 15, 1989, regarding the Delegation of Right to Grant the Right of Management to the State Secretariat, in this case, the Management Board of the Bung Karno Sports Arena, included the lands with Right to Build Number 26/Gelora and Number 27/Gelora into such Right of Management, whereas over such lands there are still rights under the name of PT. Indobuildco, which will end in 2003. The granting of Right to Build Number 26/Gelora and Number 27/Gelora, as well as the granting of extension of its duration, have been in accordance with the provisions of the prevailing National Land Law and valid according to the law, and the Decree for the Granting of the Right of Management under the name of the State Secretariat of the Republic of Indonesia, in this case, the Management Board of Senayan Sports Arena, to the extent concerning Right to Build Number 26/Gelora and Right to Build Number 27/Gelora constitutes a legal defect. The new Right of Management may be applied if the relevant Right to Build has expired and the lands become clean and clear State land. This is affirmed by the presence of the Decision of the Supreme Court Number 270 K/PDT/2008 in conjunction with the Decision of the High Court Number 262/PDT/2007/PT.DKI in conjunction with the Decision of the District Court Number 952/Pdt.G/2006/PN. Jak-Sel."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27396
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Shinta Mareti Purwaningtyas
"Tesis ini membahas mengenai hal-hal yang menghambat proses perpanjangan Hak Guna Bangunan bersama di atas tanah Hak Pengelolaan di Rumah Susun Klender, yang dalam hal ini sertipikatnya dinyatakan hilang dan kemudian diterbitkan sertipikat penggantinya. Digunakan metode penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk menemukan masalah (problem finding) untuk kemudian menuju pada suatu penelitian untuk mengatasi masalah (problem solution). Permasalahan timbul pada saat Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Klender akan memperpanjang Hak Guna Bangunan atas tanah bersamanya, dan untuk itu diperlukan rekomendasi dari pemegang Hak Pengelolaan, yaitu PERUM PERUMNAS, yang menolak memberikan rekomendasi sampai terdapat kejelasan mengenai sertipikat Hak Guna Bangunan atas tanah yang bersangkutan, yang dinyatakan telah hilang di Kantor Pertanahan. Kantor pertanahan Jakarta Timur kemudian menerbitkan sertipikat pengganti, namun pertelaan yang terdapat di dalam sertipikat pengganti berbeda dengan yang tertera pada sertipikat sebelumnya. Di samping itu juga uang pemasukan dalam rangka perpanjangan Hak Guna Bangunan ini belum dipenuhi seluruhnya secara individual oleh pemilik Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Penelitian ini membahas mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam rangka proses perpanjangan Hak Guna Bangunan bersama yang berada di atas tanah Hak Pengelolaan, permasalahan apa saja yang terdapat di dalam proses perpanjangan Hak Guna Bangunan bersama di Rumah Susun Klender, serta cara penyelesaiannya.

This thesis discusses about the things that hamper the process of extending rights to Building together on the ground right in the Flats Klender Management, which in this case the certificate declared missing and then issued a replacement certificate. Used in library research methods that aim to find the problem (problem finding) to then go on a research to solve problems (problem solution). Problems arise when Klender Flats Residents Association will extend the Right of Building on the ground with him, and for that needed the recommendation of the Management Right holder, namely PERUM PERUMNAS, who declined to give recommendations until there is clarity about the certificate of HGB land concerned, which otherwise have been lost in the Land Office. East Jakarta land office later issued a replacement certificate, but the descriptions contained in a replacement certificate is different from that stated in the previous certificate. In addition to the revenue money in order extension HGB has not been fully met individually by the owner of Unit Freehold Flats. This study discusses about the things that must be considered within the framework extension process HGB together which are located on land management rights, whatever problems there are in the process of extension HGB together in the Flats Klender, and part of the solution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28045
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie Amanda Bintoro
"Pemberian Hak Pengelolaan pada hakekatnya memberikan kewenangan kepada pemegang hak nya untuk dapat mengusahakan tanah tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Namun tujuan sebenarnya diberikannya Hak Pengelolaan tersebut sebenarnya merupakan sebuah usaha untuk menyediakan tanah-tanah tersebut untuk pihak-pihak yang membutuhkan. Oleh karena itu diatas tanah Hak Pengelolaan dapat diterbitkan hak-hak atas tanah yang lain yang sesuai dengan yang diatur oleh peraturan perundang undangan. Hak pengelolaan merupakan gempilan dari Hak Menguasai Negara yang termasuk ke dalam bidang hukum publik, namun pada prakteknya sifat dan hakekat dari Hak Pengelolaan mulai mengalami pergeseran dan masuk ke area hukum privat. Dalam kasus perpanjangan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora sebagaimana diputus dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 276 PK/Pdt/2011, muncul Hak Pengelolaan diatas tanah yang telah dihaki oleh HGB tersebut terlebih dahulu yang menimbulkan permasalahan ketika HGB tersebut akan diperpanjang dan tidak diletakkan diatas HPL No.1/Gelora tersebut. Munculnya HPL bersyarat tidak pernah diatur dalam peraturan perundang undangan dan menimbulkan permasalahan hukum yaitu tidak adanya kepastian dan perlindungan hukum atas pemegang Hak Atas Tanah lainnya. Melalui penulisan hukum ini, Penulis berharap dapat memberikan sumbangsih dan solusi mengenai Hak Pengelolaan yang dalam praktek masih sering menimbulkan permasalahan yang tidak jarang berujung pada pengadilan.

Granting Rights Management is essentially gave his authority to the holder of the right to cultivate the land in accordance with their needs . But the real goal is actually rendered Rights Management is an attempt to provide the land for those who need . Therefore, the above ground can be issued for the Management of the rights of other land in accordance with the laws and regulations governed by . Rights management is a part of State Mastering of Rights which belong to the field of public law , but in practice the nature and essence of the Management started to experience a shift and get into the area of private law . In case of extension of the Building Right No.26/Gelora and No.27/Gelora as can be seen in the Judicial Review Decision No. 276 PK/Pdt/2011, appeared on the Management of land that has been occupied by Building Right advance that cause problems when these rights will extended and not placed on the HPL No.1/Gelora. The emergence of HPL conditional is never set in the laws and regulations and cause problems is the lack of legal certainty and legal protection of shareholders other Land Rights . Through this thesis, the author hopes to contribute and give some solutions regarding to the Rights Management which in practice still often creates problems and frequently lead to court cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T38924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fahrul Fauzi
"Para pemegang sertipikat hak guna bangunan atas hak pengelolaan milik PT. KBN (Persero) mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara. Objek sengketa berupa surat keputusan direksi tentang tarif perpanjangan hak dan sikap diam terhadap permohonan rekomendasi perpanjangan hak yang telah diajukan. Putusan No. 171 PK/TUN/2016 yang berkekuatan hukum tetap memenangkan pihak KBN tetapi perlindungan hukum tetap harus diberikan para pemegang hak guna bangunan atas hak pengelolaan. Pokok permasalahan yang dibahas adalah mengenai implementasi pemberian dan perpanjangan hak guna bangunan serta perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak guna bangunan dalam Putusan No. 171 PK/TUN/2016. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan memanfaatkan data sekunder untuk membahas pokok permasalahan dari sudut pandang hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi pemberian hak guna bangunan yang dilakukan KBN pada tahun 1988 hingga 1990 telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977. Sedangkan, implementasi perpanjangan hak guna bangunan yang sebagian besar berakhir pada 2013 hingga 2014 menghadapi problematika yang berujung penyelesaian di pengadilan. Pengenaan tarif pemanfaatan tanah oleh KBN merupakan salah satu kewenangan yang dimiliki oleh pemegang hak pengelolaan. Oleh karena itu, pemegang sertipikat hak guna bangunan tetap harus membayar tarif yang disyaratkan untuk dapat memperpanjang haknya. Namun perlindungan hukum terhadap pemegang hak guna bangunan tetap harus diberikan berupa perlindungan terhadap hak prioritas perpanjangan hak dan perlindungan hukum terhadap operasional bisnis, bangunan, serta benda milik pemegang hak guna bangunan. Beberapa perjanjian penggunaan tanah industri terdahulu telah menjanjikan hak prioritas perpanjangan hak guna bangunan sehingga KBN terikat untuk memenuhi hak itu apabila pemegang hak guna bangunan yang telah memenuhi persyaratan. Tidak diperpanjangnya hak guna bangunan juga dapat berimbas pada terhambatnya operasional bisnis, resiko kehilangan bangunan, dan bertambahnya pengeluaran bagi pemegang hak guna bangunan. Sehingga diperlukan perlindungan hukum dan mekanisme penyelesaian yang dapat meringankan beban kerugian pemegang hak guna bangunan. Selain itu, kekosongan hukum yang terjadi pasca dicabutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 juga kurang memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemegang hak guna bangunan di atas tanah hak pengelolaan.

The holders of the certificate of right to build on the right of management belonging to PT KBN (Persero) filed a lawsuit to the state administrative court. There are two objects of dispute, namely director letters concerning the cost of extending the right and silence/rejection on the application for a recommendation for the extension of the right that has been submitted. Supreme Court Decision No. 171 PK/TUN/2016, which has been inkracht won KBN, must still give legal protection to the holders of the right to build on the right of management. The main issues discussed are the implementation of the granting and extension of the right to build and the legal protection for the holders of the certificate of the right to build in the Supreme Court Decision No. 171 PK/TUN/2016. The research method used is normative legal research by utilizing secondary data to discuss the subject matter from the applicable laws and regulations. This study indicates that the implementation of the granting of the right to build carried out by KBN from 1988 to 1990 was following the applicable legislation, namely the Minister of Home Affairs Regulation No. 1 of 1977. Meanwhile, the implementation of the extension of right to build, which mostly ended in 2013 to 2014, faced problems that led to a settlement in court. The imposition of fees for land use by KBN is one of the powers possessed by the holder of the right of management. Therefore, the holders of the certificate of right to build still has to pay the required fee to extend their right. However, it must still give legal protection for the holders of the right to build in the form of protection of the priority right of the extension of the right and legal protection of business operations, buildings, and objects belonging to the holders of the right to build. Several previous industrial land use agreements have promised priority rights to extend the right to build so that KBN is bound to fulfill these rights if the holders of the right to build have fulfilled the requirements. The non-extension of the right to build can also impact the delay of business operations, the risk of losing the building, and increasing expenses for the holders of the right to build. So that legal protection and settlement mechanisms are needed can ease the burden of losses for the holders of the right to build. In addition, the legal vacuum that occurred after the revocation of the Minister of Home Affairs Regulation Number 1 of 1977 also did not guarantee legal certainty for holders of the right to build on the right of management."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1993
346.047 IND n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>