Ditemukan 170485 dokumen yang sesuai dengan query
Sjafitri Mardani
2007
T37053
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Darma Manuswa
"Lembaga jual-beli dengan Hak membeli kembali diatur dalam Kitab Undang-undang Perdata Buku 3, Titel 5 Bab IV. Hak untuk membeli kembali ini timbul karena adanya perjanjian, bahwa si penjual dapat mernbeli kembali barangnya dari si pembeli dengan harga semula dan dengan membayar sejumlah uang ganti rugi sebagaimana diatur dalam pasal 1532 Kitab Undang- undang Hukum Perdata. Lembaga tersebut diciptakan, agar supaya seseorang karena membutuhkan uang, terpaksa harus menjual harta/barangnya; dengan kemungkinan bila kelak keadaan mengizinkan, ia dapat membeli kembali barangnya itu. Jangka waktu untuk membeli kembali itu tidak boleh melampaui 5 tahun. Jika suatu jangka waktu telah diperjanjikan, maka berarti si pembeli dalam jangka waktu tersebut, tidak dapat menjual lagi barang tersebut pada orang lain. Setelah melewati jangka waktu, dan si penjual tidak menggunakan haknya untuk membeli kembali, barang itu sepenuhnya menjadi milik si pembeli. Tetapi tidak dapat diharapkan bahwa si pembeli akan memegang teguh janji ini. Kalau harga barang tersebut naik ada kemungkinan si pembeli akan menjualnya lagi kepada pembeli lain. Maksud pembuat undang-undang adalah baik, akan tetapi dalam praktek sering timbul kebalikannya dan timbul permasalahan. Sering terjadi, si penjual menemui kesulitan untuk menggunakan hak membeli kembali itu, karena si pembeli menghindar dalam jangka waktu yang telah diperjanjikan. Dan si pembeli baru muncul setelah lewat jangka waktu yang diperjanjikan. Perjanjian jual-beli dengan hak membeli kembali didalam praktek sering dipakai untuk menutupi perjanjian pinjam-meminjam uang dengan jaminan kebendaan, yang seharusnya dibuat dalam bentuk hipotik. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tobing, Parluhutan H. L.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nahari Agustini
"Masalah mengenai jual beli dengan hak membeli kembali - sedang dipersoalkan pada akhir-akhir ini. Ada yang berpendapat bahwa lembaga ini tidak dikenal dalam sistem hukum Nasional, dan oleh karena itu harus dihapuskan. Dalam penulisan ini, penulis menitik beratkan pada penelitian kepustakaan (library research) Selain itu juga penulis bahas yurisprudensi-yurisprudensi terbaru. Lembaga jual beli dengan hak membeli kembali ini merupakan variasi dari bentuk jual beli pada umumnya, dimana pihak - penjua1 diberi kesempatan untuk membeli kembali barang yang te lah dijualnya dalam uaktu tertentu. Dalam praktek sehari- hari fungsi lembaga ini sering diselewengkan untuk kepentingan pihak Kreditur yang biasanya ekonomis kuat. Ternyata bahwa pada azasnya hukum Adat tidak mengenai - lembaga ini, karena sifat jual beli menurut hukum Adat adalah terang dan tunai dimana jual beli itu dimaksudkan untuk mengalihkan hak secara mutlak, sedangkan pada jual beli dengan hak membeli kembali peralihan haknya bersifat sementara. Namun demikian, ada wilayah-wilayah tertentu, mengenai barang- barang tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu yang mengena 1 lembaga ini. Contohnya Minangkabau, untuk harta pusaka dan untuk tujuan tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lembaga ini dikenal dalam hukum Adat sebagai pengecualian. Dalam UUPA jelas tercantum bahwa segala perjanjian yang mengenai tanah, harus menggunakan hukum Adat, sedang hukum Adat pada azasnya tidak mengenai lembaga ini. Oleh karena itu sebaiknya diinstruksikan pada para Notaris agar tidak membuat perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali yang obyeknya mengenai tanah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jutina Imelda Tarmizi
"Jual beli dengan hak membeli kembali dilakukan dengan motivasi pinjam-meminjam uang dengan jaminan. Tetapi fungsinya berubah menjadi alat pemerasan bagi golongan ekonomi lemah yakni debitur, yang dilakukan oleh kreditur. Dalam perjanjian sering kali terdapat cacat kehendak dari pihak debitur. Cacat kehendak dapat dilihat dari adanya pasal-pasal perjanjian yang merugikan debitur . Dengan adanya cacat kehendak, perjanjian tidak memenuhi syarat sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Oleh karenanya perjanjian dapat dinyatakan batal. Perjanjian jual beli dengan Kitab Undang-Undang Hukum hak membeli kembali menurut Perdata tidak dikenal dalam Hukum Adat. Perjanjian yang di gunakan dalam Hukum Adat sebagai lembaga pinjam meminjam uang yang hampir mirip dengan jual beli dengan hak membeli kembali adalah jual gadai atau gadai. Sepanjang mengenai tanah berlaku Hukum Agraria. Hukum Agraria menggunakan Hukum Adat untuk segala perbuatan yang berkaitan dengan tanah. Oleh karena itu jika obyeknya adalah tanah lembaga jual beli dengan hak membeli kembali tidak dapat dipakai lagi. Untuk benda bergerak masih berlaku ketentuan jual beli dengan hak membeli kembali dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hampir semua perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali oleh hakim dianggap sebagai perjanjian pinjam-meminjam uang dengan jaminan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20436
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Adara Skyla Sakinah
"Ketentuan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) seringkali disalahgunakan oleh masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peristiwa hukum perjanjian utang dengan jaminan hak atas tanah 送ang dikemas dalam bentuk PPJB dengan klausul ƒhak membeli kembali ƒang bertujuan untuk mengalihkan kepemilikan tanah debitur kepada kreditur jika debitur wanprestasi. Adapun, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah akibat hukum perjanjian utang yang dibuat sebagai perjanjian jual beli hak atas tanah dengan hak membeli kembali, keabsahan Akta Jual Beli (AJB) jika PPJB yang mendasarinya memuat klausul hak membeli kembali, dan peran serta tanggung jawab notaris dan PPAT jika terdapat perbedaan fakta hukum antara PPJB yang ditata dengan AJB berdasarkan kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 407 K/Pdt/2022. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis menunjukkan bahwa perjanjian hutang yang dikemas sebagai perjanjian jual beli hak atas tanah dengan hak membeli kembali memutuskan bahwa perjanjian menjadi batal demi hukum. Uang yang disebutkan dalam PPJB bukanlah uang pembayaran jual beli, melainkan uang pinjaman, sehingga perbuatan hukum pada AJB dianggap tidak memenuhi unsur tunai dan transaksi jual beli tidak sah. Notaris berperan penting dalam hal transaksi jual beli hak atas tanah, salah satunya adalah pembuatan PPJB. Namun dalam praktiknya pembuatan PPJB tidak selalu dilakukan di hadapan notaris. Hal ini memicu terjadinya permasalahan hukum, seperti pemuatan klausul terlarang dalam PPJB yang bersangkutan. Dengan demikian, jika para pihak hendak membuat suatu AJB, PPAT harus menyelaraskan antara data dan dokumen yang benar serta keselarasannya dengan undang-undang.
The existence of the Conditional of Sales and Purchase Agreement (CSPA) is frequently abused by the public. This is evidenced by the inclusion of a buyback rights clause in the CSPA to envelope a loan arrangement with land rights security with the purpose of transferring land ownership from the debtor to the creditor in the event of default. Issues raised by this study relate to legal ramifications of a debt agreement made as a land sale and purchase agreement with buyback rights, legality of the Deed of Sale and Purchase (DSP) if the underlying contains a buyback rights clause, and roles and responsibilities of a notary and Land Deed Official (LDO) if there are discrepancies of legal facts between the CSPA and DSP based on Supreme Court Decision Number 407 K/Pdt/2022. The method of law research used is normative judicial with explanatory research type. Result of analysis indicate that the debt arrangement, disguised as land sale and purchase agreement with buyback rights, renders the contract null and void. The money stipulated in the CSPA is not the payment for the sale and purchase, rather as a lent money, therefore legal actions on the DSP does not fulfill the cash element and the transaction is illegal. However, in practice the CSPA is not always prepared before the notary. This trigger legal issues, such as the inclusion of illegal clauses in the CSPA. Accordingly, the LDO shall properly take into account the conformity between data and documents as well as the law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Elvira
"Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) pada praktiknya banyak menimbulkan permasalahan, salah satunya disebabkan oleh muatan Klausul Hak Membeli Kembali yang memberikan hak kepada Penjual untuk dapat membeli kembali objek tanah dan bangunan yang telah dijualnya kepada Pembeli. Beberapa Yurisprudensi terkait pencantuman Hak Membeli Kembali dalam jual beli tanah memutuskan untuk melarang penggunaannya sebab berpotensi menimbulkan penyelundupan hukum. Namun sampai dengan saat ini tidak ada peraturan yang mengatur kebolehan atau larangan penggunaan hak tersebut, oleh karenanya banyak menimbulkan permasalahan, salah satunya adalah kasus pada Putusan Peninjauan Kembali Nomor 539 PK/Pdt/2020 di mana hakim justru menyatakan sah dan mengikat atas Akta PPJB yang memuat Klausul Hak Membeli Kembali. Berangkat dari hal tersebut maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai alasan dikategorikannya PPJB dengan Hak Membeli Kembali sebagai penyelundupan hukum serta analisis Putusan PK tersebut yang memperbolehkan penggunaan Hak Membeli Kembali dalam PPJB. Untuk menjawab permasalahan digunakan bentuk metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipologi penelitian preskriptif. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa PPJB dengan Hak Membeli Kembali merupakan bentuk penyelundupan hukum kepemilikan tanah karena memenuhi unsur-unsurnya yaitu adanya perbuatan hukum penundukan kepada lembaga PPJB dengan Hak Membeli Kembali dengan cara menghindari lembaga utang- piutang dengan jaminan kebendaan dan ada niat untuk mencapai tujuan tertentu untuk memperoleh keuntungan. Selanjutnya terkait analisis putusan didapatkan hasil bahwa putusan tersebut tidak tepat karena melanggar Asas Kebebasan Berkontrak, Asas Iktikad Baik, Asas Keadilan, dan Asas Kesesuaian dengan Hukum Adat. Oleh karenanya untuk mencegah permasalahan serupa terjadi kembali diharapkan adanya pengaturan mengenai PPJB secara khusus serta kejelasan atas penggunaan Hak Membeli Kembali pada transaksi tanah.
The Deed of Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB Deed) has already caused many problems, one of which is caused by the content of The Right of Buy Back Clause that gives the Seller right to buy back the land and building objects that he has been sold to the Buyer. Several precedents related to the use of The Right of Buy Back in the Sale and Purchase agreement decided to prohibit its use because it may lead to legal smuggling. However, there has not been a single regulation to permit or prohibit the use of these right yet. As a result it causes many problems, for example is the case on the Judicial Review Decision Number 539 PK/Pdt/2020. The judge of such Decision declared that the PPJB Deed with The Right of Buy Back Clause was valid and binding. Based on that situation, the problems in this study are the reasons why PPJB Deed with The Right of Buy Back Clause can be categorized as a legal smuggling of land ownership and the analysis of Judicial Review Decision which permit the use of The Right of Buy Back. In term of answering the problem, a normative juridical legal research method is used with a prescriptive research typology. The research’s analysis show that PPJB Deed with Buyback Right is a form of legal smuggling of land ownership because the parties deliberately use PPJB with Buyback Right instead of using debt agreement with material guarantees, and also there is an intention party to achieve certain goals to make a profit. Furthermore, regarding the analysis of the Judicial Review Decision was found that it is not correct because it is against the principles of freedom of contract, the principle of good faith, the principle of justice, and the principle of conformity with customary law. Therefore, to prevent similar problems from happening again, it is hoped that there will be regulations regarding PPJB Deed specifically and clarity on the use of the Buyback Right in term of land transaction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Okta Auliazahara
"Notaris wajib bertanggungjawab dalam menjalankan jabatannya. Dalam kewenangannya membuat Akta Autentik, Notaris harus dapat memberikan penyuluhan kepada para pihak yang hendak melakukan suatu perjanjian bahwa suatu perjanjian jual beli tidak boleh mengandung klausul hak membeli kembali karena berakibat batal demi hukum. Meskipun begitu masih terdapat Notaris yang mengeluarkan akta tersebut dan sah mengikat bagi para pihak. Putusan Mahkamah Agung Nomor 574/K/Pdt/2020 merupakan salah satu putusan yang mengesahkan Akta Perikatan Jual Beli yang di dalamnya memuat klausul hak membeli kembali. Berangkat dari hal tersebut maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai alasan mengapa Akta Perikatan Jual Beli dan Kuasa Nomor 06 yang di dalamnya merupakan perjanjian semu dan menyelundupkan hukum serta bagaimana tanggung jawab Notaris dan akibat hukum dibuatnya Akta Perikatan Jual Beli yang memuat klausul hak membeli kembali. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan bentuk metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa Akta Perikatan Jual Beli dan Kuasa Nomor 06 memenuhi unsur-unsur perjanjian semu dan penyelundupan hukum sehingga dapat dikatakan akta tersebut merupakan perjanjian semu dan menyelundupkan hukum. Hal tersebut memberikan akibat batal demi hukum bagi akta tersebut serta Notaris yang membuat akta tersebut dapat dikenakan sanksi perdata maupun administratif. Oleh karenanya untuk mencegah permasalahan serupa terjadi kembali diharapkan adanya pengaturan khusus mengenai PPJB serta penggunaan klausul hak membeli kembali dalam jual beli tanah.
Notaries have to be responsible while carrying out their positions. In operating their authority to make an Authentic Deed, Notaries must be able to provide counseling to the parties who want to make an agreement so that a sale and purchase agreement may not contain a buyback right clause because it results in null and void. Even so, there is still a Notary who issues the deed and is legally binding for the parties. The Supreme Court's decision Number 574/K/Pdt/2020 is one of the decisions that ratify the Sale and Purchase Agreement Deed which contains a repurchase right clause. Departing from this, the problems raised in this study are about the reasons why the Sale and Purchase Agreement Deed and Power of Attorney Number 06 in which is a pretended contract and smuggle the law and how the Notary's responsibilities and legal consequences are made of the Sale and Purchase Agreement Deed which contains a clause the right to repurchase. To answer this problem, a normative juridical legal research method is used with an explanatory research typology. The results of the research analysis show that the Deed of Sale and Purchase Agreement and Power of Attorney Number 06 fulfills the elements of a pretended contract and legal smuggling so that it can be said that the deed is a pretended contract and smuggles in law. This results in null and void for the deed and the Notary who made the deed may be subject to civil and administrative sanctions. Therefore, to prevent similar problems from happening again, it is hoped that there will be special arrangements regarding PPJB and the use of a buy-back right clause in the sale and purchase of land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Lyla Mutiara
"Tesis ini membahas mengenai bentuk-bentuk dari pembuatan akta jual beli tanah yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT dan akibat hukum dari pebutan akta jual beli tanah yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT.Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis oleh hakim melalui proses pengadilan (Law it is devided by the judge through judicial process) Penelitian ini bersifat evaluatif yang bertujuan untuk memberikan penilaian atas kegiatan atau program yang telah dilaksanakan. Berdasarkan suatu penelitian dari analisa hukum ditemukan bahwa akibat hukum dari pembuatan akta jual beli tanah yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT adalah PPAT dapat diberhentikan dengan tidak hormat, Akta PPAT terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta di bawah tangan dan pihak ketiga dapat memanfaatkan hal ini untuk kepentingannya. Sebagai PPAT, hendaknya dalam melakukan pembuatan akta jual beli selalu bersandar kepada ketentuan-ketentuan yang ada oleh karena yang akan dibuat adalah akta akta otentik yang sangat mempengerahui kepastian hukum atas peralihan hak atas tanah.
The thesis examines forms of land sale-purchase deed drafting not in accordance with Land Deed Official’s Drafting procedures and legal consequences resulting thereof.This is a juridical normative research analyzing the law decided by the judge through judicial process. The research is an evaluative study aimed at assessing the activities or programs which are already performed. Based on careful examination legal analysis it is found that the legal consequences of land sale-purchase deed drafting not in accordance with Land Deed Official’s Drafting procedures is that the relevant Land Deed Official may have his/her license terminated dishonorably. His/her deed shall be degraded in terms of its evidencing power to become a private deed and any third parties shall be able to benefit this circumstance for their respective interests.It is suggested for a land deed official in drafting a land sale purchase deed to always refer to the present provisions as the document that he/she will make is authentic ones which greatly affect the legal certainty over the transfer of land title."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33159
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Annahliah Rahimiah
"Tesis ini membahas mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh notaris dalam pelaksanaan jabatan. Pelanggaran berupa tidak mentaati prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan tidak menjunjung tinggi nilai moral selaku seorang pejabat umum yang diberikan wewenang membuat akta autentik. Sebagaimana pada kasus Notaris SF dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 985 PK/Pdt/2018, notaris mengetahui dan menyaksikan adanya paksaan kepada pihak penjual agar mau menandatangani dokumen berupa Keputusan Sirkuler PT PRA dan Akta Jual Beli Saham. Atas pelanggaran yang dilakukan notaris, mengakibatkan akta yang dibuat di hadapan Notaris SF dibatalkan dan karenanya notaris dinyatakan melakukan PMH, namun putusan pengadilan tidak menjatuhkan sanksi ganti kerugian terhadap notaris. Oleh karena itu, fokus permasalahan dalam tesis ini adalah akibat hukum terhadap Keputusan Pemegang Saham di Luar Rapat (Sirkuler) yang terdapat unsur paksaan dalam pengambilan keputusan dan peran serta tanggung jawab notaris yang menyaksikan adanya paksaan kepada pihak penjual pada saat pembuatan Akta Jual Beli Saham. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Tipologi penelitian adalah eksplanatoris. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah menerbitkan hak kepada pemegang saham yang mengalami paksaan pada pengambilan keputusan sirkuler untuk melakukan pembatalan atas Keputusan Sirkuler PT PRA. Dibatalkannya keputusan sirkuler menimbulkan akibat hukum berupa segala kesepakatan yang telah disetujui dalam keputusan sirkuler batal sejak putusan MA RI No. 985 PK/Pdt/2018 ini diterbitkan. Peran Notaris SF dalam kasus ini yaitu membuat Akta PKPS No. 20 dan Akta Jual Beli Saham No. 21. Atas pelanggaran yang dilakukan, maka notaris dibebankan tanggung jawab secara perdata dan administrasi.
This thesis discusse on violations committed by the notary publics in his obligations. Violations are in the form of not complying with the procedures established by laws and regulations and do not uphold moral values as a public official who is given the authority to make authentic deeds. As in the case of Notary SF in the Supreme Court’s decision Number 985 PK/Pdt/2018, the notary knows and witnesses that there is coercion on the seller to sign a document in the form of Circular Decision of PT PRA and the Deed of Sale and Purchase of Shares. The notary’s violation resulted in the deed made before Notary SF being canceled and therefore the notary was declared to have committed an unlawful act, but the court’s decision did not impose a penalty for compensation against the notary. Therefore, the focus of the problem in this thesis is the legal consequences of Unanimous Written Resolution the Shareholders (Circular Resolution) which contains an element of coercion in decision making and the role and responsibilities of a notary who witnessed the existence of coercion on the seller at the time of making the Deed of Sale and Purchase of Shares. The research method used is normative juridical with a statutory approach and case approach. The typology of research is explanatory. This study uses secondary data with data collection tools in the form of document studies and interviews. The results obtained from this study are to issue rights to shareholders who are forced to make circular decisions to cancel the Circular Decisions of PT PRA. The cancellation of the circular decision has legal consequences in the form of all agreements that have been approved in the circular decision are considered void since the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 985 PK/Pdt/2018 is published. The role of the Notary SF in this case is to make Deed of Restated Resolution of Shareholders Number 20 and Deed of Sale and Purchase of Shares Number 21. For the violations committed, the notary is charged with civil and administrative responsibility."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library