Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127460 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nunung Siti Cholimah
"ABSTRAK
Kelurahan sebagai struktur pemerintah terbawah {local
goverment) dan ^^terdepan", tidak memiliki kemampuan untuk
itiengambil keputusan dalam penanganan masalah perkotaan, semua
tergantung pada kantor dinas yang bekerja di tingkat provinsi.
Sedangkan Lurah sebagai ujung towhak/front liner, benar-benar
hams itiemahami kondisi wilayah dan aspirasi itiasyarakat di
wilayahnya. Kondisi kelurahan di DKI Jakarta yang be-Jumlah
keseluruhan 267 kelurahan. Kelurahan-kelurahan dengan
tupoksinya harus melayani 8,5 juta penduduk Jakarta. Ini
berarti, pejabat lurah beserta aparatnya yang hanya berjumlah
sekitar 10 sampai 15 orang, harus melayani rata-rata 10-1
orang, harus melayani rata-rata 20-30 ribu penduduk Jakarta
(ratio+1:2000) . Ini merupakan hal yang mustahil, apabila kita
menginginkan pelayanan masyarakat berjalan dengan baik. Untuk
itu langkah-langkah terobosan perlu ditempuh untuk memperkuat
lembaga kelurahan.Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta
menyadari bahwa selama ini berbagai kegiatan yang dibiayai
lewat APBD DKI Jakarta dirasakan kurang memberi peran dan
ruang yang memadai kepada masyarakat secara riil dalam upaya
mengatasi berbagai persoalan yang ada di lingkungan masyarakat
luas. Hal tersebut dapat terjadi karena aspek kelembagaan
dalam kegiatan yang pernah dilakukan kurang memperoleh
perhatian yang memadai selain memang belum berkembangnya
paradigma pemberdayaan rakyat atau masyarakat di kalangan
pengambil kebijakan, khususnya birokrat Pemda DKI
Jakarta.Untuk itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan
langkah maju dan bijak berusaha menyikapi masalah yang terjadi
dengan membentuk suatu lembaga baru yang dinamakan Dewan
Kelurahan (Dekel) sebagai satu bentuk pemenuhan kewajiban yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Dewan Kelurahan ini berfungsi mewakili masyarakat di
tingkat RW untuk menyampaikan aspirasi warga dan mengawasi
kinerja birokrasi kelurahan.
Dalam konteks itu, komunikasi antara masyarakat dengan
pemerintah harus makin efektif, sehingga kesenjangan
komunikasi dapat ditekan dan bahkan dihilangkan. Dengan
komunikasi yang semakin kohesif akan terhindar kesan seolaholah
masyarakat merasa ditinggalkan, sehingga tidak ada lagi
pandangan skeptis. Dengan kondisi seperti ini, diharapkan
kebijakan pembangunan mendatang dapat lebih mampu
mengakomodasikan aspirasi masyarakat yang dinamis dan terus berkembang."
2005
T37583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarti
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1990
307.72 SUN m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989
306 POL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Anshori Wahdy
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rendahnya partisipasi yang terjadi dalam pemberdayaan masyarakat perkotaan dan upaya-upaya untuk peningkatannya. Penelitian dilakukan pada kasus pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan PPMK di Kelurahan Kampung Rawa, Kali Baru, Tanjung Duren Selatan dan Melawai di DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara yang dalam penyelenggaraan pemerintahannya memiliki kekhususan, dengan menggunakan metode kualitatif. Pemilihan lokasinya didasarkan pada Indeks Potensi Kerawanan Sosial IPKS untuk mendapatkan gambaran dari beberapa struktur sosial masyarakat perkotaan.
Hasil penelitian menunjukkan rendahnya partisipasi disebabkan oleh pengembangan partisipasi masih bersifat normatif, ketidaksesuaian penerima manfaat pada daerah tertentu, minimnya informasi, tidak kuatnya organisasi kemasyarakatan Lembaga Musyawarah Kelurahan, tidak berjalannya bantuan pemimpin lokal Ketua Rukun Warga dan Ketua Rukun Tetangga, dan tidak adanya pelatihan manajemen program. Hal tersebut diperburuk dengan rendahnya kepedulian masyarakat pada lingkungannya. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan selain tentunya peran pemerintah dan penggunaan e-governance, diperlukan juga peran dari Ketua Rukun Warga dan Ketua Rukun Tetangga sebagai penggerak dan juga perwakilan masyarakat.

This research aims to analyze the low participation in community empowerment of urban areas and efforts to improve it. It was implemented using a qualitative method in the Community Empowerment Program for Villages PPMK in the villages of Kampung Rawa, Kali Baru, Tanjung Duren Selatan and Melawai in DKI Jakarta, Indonesia which holds special rights in running its government. Those administrative villages were selected based on Social Insecurity Potential Index IPKS to give an overview of the urban social structure.
The results suggest a low level of participation because the development of the participation is still normative, incompliance of the target groups on certain areas, lack of information, weak community organization Village Consultative Council LMK, no assistance of the local leaders Chief of Neighborhood Association RT and Chief of Community Association RW, and lack of management training programs. It is exacerbated by the low awareness of the people on environment. Therefore, efforts that can be undertaken besides the roles of the Government and the implementation of e governance are the roles of Chiefs of the RTs and RWs as the driving force and representatives of the community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
D2331
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mokoginta, Lukman F.
"Judul Tesis "Peran Dewan Kelurahan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di DKI Jakarta", dengan meneliti peran Dewan Kelurahan Cikini dan Dewan Kelurahan Serdang Jakarta Pusat, sengaja di kedepankan dengan harapan dapat memicu dan memacu Dewan Kelurahan untuk memperkuat pelaksanaan desentralisasi pemerintahan dalam era otonomi daerah sesuai semangat reformasi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan derah. Sejalan dengan semangat itu pula, Propinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara republik Indonesia yang lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999, merupakan cermin kiblat provinsi lain di Indonesia maupun dunia international, perlu mendapat perhatian khusus dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Berdasarkan pendapat para ahli, faktor-faktor yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan maupun pemberdayaan masyarakat antara lain faktor akuntabilitas, transparansi, responsi, demokrasi maupun bukti langsung yang dapat ditunjukan. Dipahami bahwa aspek yang mengemuka dalam era otonomi daerah sekarang ini antara lain, aspek demokrasi, pelayanan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu Dewan kelurahan sebagai lini terdepan dalam penyelenggaraan otonomi daerah perlu mendapatkan perhatian agar semakin mampu berperan.
Penelitian ini memfokuskan perhatian pada aspek-aspek yang berkaitan dengan peran Dewan Kelurahan dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah; peran Dewan Kelurahan dalam pelayanan masyarakat serta peran Dewan Kelurahan dalam pemberdayaan masyarakat. Dengan mempertimbangkan bahan pustaka dan sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan metode eksplanatif. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (in depth interview) dan Focus Group Discussion (FGD) terhadap informan kunci (key informan). Harapan rakyat dan pemerintah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 maupun Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2000, dalam kenyataan saat penelitian belum mampu diemban oleh dewan Kelurahan secara optimal. Berbagai kendala yang dihadapi, baik itu dari sisi anggota Dewan Kelurahan, pemerintah kelurahan maupun dari masyarakat kelurahan itu sendiri. Oleh karena itu diharapkan adanya penguatan peran Dewan Kelurahan yang ditandai pengembangan demokrasi lokal, penguatan SDM, akuntabilitas yang cukup memadai, transparansi dan daya tanggap yang tinggi. Untuk mewujudkan itu semua diperlukan sinergi berbagai stakeholder. Disamping itu sebagai lembaga baru yang berada di lini terdepan proses penyelenggaraan otonomi daerah, diperlukan perhatian pemerintah propinsi untuk mendorong terlaksananya tugas pokok dan fungsi Dewan Kelurahan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1981
S8380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Dwi Damayanti
"ABSTRAK
Ibukota Jakarta Nomor 169 Tahun 2015 Tentang Penanganan Prasarana dan Sarana
Umum Tingkat Kelurahan terhadap nilai gotong royong dalam kegiatan kerja bakti
warga di Kelurahan Manggarai, terutama dari sub aspek tolong menolong dan kerja
bakti. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian post-positivisme dengan
pengumpulan data secara kualitatif, dan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian
menyarankan bahwa Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta harus
melalukan evaluasi terhadap substansi kebijakan, serta dilakukan suatu kajian untuk
mengetahui kondisi kapital sosial, khususnya nilai gotong royong, di wilayah DKI
Jakarta.

ABSTRACT
Regulation No. 169 Year 2015 About Handling General Infrastructure In the Village
against the values of mutual cooperation in the activities of voluntary work residents
in the Kelurahan Manggarai, mainly from sub aspects of mutual help and community
Dampak peraturan..., Atika Dwi Damayanti, FISIP UI, 2016
viii Universitas Indonesia
service. This study used a post-positivism research approach with qualitative data
collection and descriptive research. The results of the study suggest that the
Provincial Government of DKI Jakarta must pass an evaluation of the substance of
the policy, as well as conducted a study to determine the condition of social capital,
especially the value of mutual cooperation, in DKI Jakarta."
2016
T46252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widjayanti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S8471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juliano Satria
"Penyelenggaraan perizinan dalam rangka Penanaman Modal dilaksanakan melalui berbagai sistem bermula sebagai embrio pelayanan dengan nama/nomenklatur Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA) dimana dalam perkembangannya pelayanan itu tersebar dan memiliki aneka penamaan, mulai dari pelayanan bersama, Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) dan PTSA. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih terdapat hambatan dan belum dapat menjamin serta memberikan pelayanan yang sederhana, cepat, mudah, murah dan transparan bagi masyarakat dan pelaku usaha. Oleh karena itu diharapkan penyelenggaraan perizinan Penanaman Modal saat ini melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang merupakan salah satu urusan wajib pemerintahan di bidang Penanaman Modal yang dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah mampu memberikan perlindungan dan kepastian hukum, penyederhanaan proses pelayanan, pemberian pelayanan yang cepat, mudah, murah, transparan, pasti dan terjangkau serta mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, calon investor dan pelaku usaha.
Tesis ini bertujuan menganalisis bagaimana penyelenggaraan PTSP bidang Penanaman Modal sebelum berlakunya Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dalam penyelenggaraannya serta menganalisis apakah penyelenggaraan PTSP bidang Penanaman Modal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta setelah berlakunya Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu telah sesuai dengan sistem hukum berdasarkan struktur, substansi dan budaya hukum. Penelitian yang akan digunakan peneliti adalah bersifat eksploratif dan deskriptif. Metode yang Penulis gunakan adalah metode penelitian hukum normatif dan bersifat evaluatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan perizinan Penanaman Modal melalui PTSP sebelum berlakunya Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu masih terdapat hambatanhambatan yang ada dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penyelenggaraan perizinan Penanaman Modal melalui PTSP setelah berlakunya Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu telah sesuai dengan sistem hukum berdasarkan sistem, substansi dan budaya hukum.

Investment licensing was implemented through various systems began as an embryo with the name/nomenclature One Roof Service (ORS) where the services were scattered and had various naming, ranging from joint service, One Stop Corporate Administration (OSCA) and ORS. However in its implementation there are still obstacles and have not been able to guarantee and provide as well as offer a service that simple, fast, cheap and transparently to the public and business operators. Hence it is expected that the implementation of investment licensing now through One Stop Service (OSS) which is one of the mandatory government affairs in the field of investment sector are delegated to local governments are able to provide protection and legal certainty, simplification service process, service delivery rapid, easy, cheap, transparent, definite and afforadable as well as facilitating the public, potential investors and business operators.
This thesis aims to analyze how the implementation of OSS investment before the enactment of local regulation, which was recorded in the Provincial Gazette as Local Regulation No. 12 Year 2013 on OSS Implementation and what things the obstacles in its commissioning and analyze whether conduct of the OSS investment undertaken by the Provincial Government of DKI Jakarta after the enactment of Local Regulation No. 12 Year 2013 on OSS Implementation were in line with the legal system based on the structure, substance and legal culture. The research will be used by researcher is exploratory and descriptive. The author use normative legal research methodology and tend to evaluative sense.
The results showed that the investment licensing through OSS prior to the Local Regulation No. 12 Year 2013 on OSS Implementation there are still barriers that exist and the Provincial Government of DKI Jakata through the enactment of Local Regulation No. 12 Year 2013 on OSS Implementation were in line with the legal system based on the system, substance and legal culture.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44454
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadhi Santoso
"Ketahanan Nasional (Tannas) tidaklah serta merta terwujud dengan penjumlahan antar gatra yang ada dalam Tannas, melainkan harus ada integrasi yang dinamis antar gatra tersebut dan saling isi mengisi. Dapat saja untuk periode tertentu Tannas bercirikan beberapa gatra yang menonjol sedang gatra lainnya bersifat menunjang. Yang penting, integrasi gatra-gatra tersebut merupakan suatu sistem yang utuh, yang mampu menghadapi segala ancaman, hambatan dan gangguan, sekaligus mampu terus membangun negara menuju tahap yang lebih sejahtera. Gatra Hankam sebagai salah satu gatra Ketahanan Nasional, jika dipandang tersendiri, harus merupakan satu sistem tersendiri pula sehingga mampu menyumbang secara baik bagi upaya terciptanya Tannas secara keseluruhan.
Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) sebagai wujud pelaksanaan dari Sistem Pertahanan Keamanan Negara (Sishankamneg) RI adalah perpaduan dari dua sub sistem, yakni sub sistem senjata Teknologi dan sub sistem senjata sosial. Dalam pelaksanaannya kedua sub sistem ini merupakan sistem tersendiri pula yang lazim disebut Sistem Senjata Teknologi (Sistatek) dan sistem Senjata Sosial (Sistasos). Kalau Sistatek relatif lebih mudah diidentifikasi karena menyangkut hat yang bersifat teknis kesenjataan militer yang lazim dikenal, tidak demikian hal mengenai Sistatos karena Sistatos yang terdiri dari banyak segi-segi sosial, yang terjalin di dalamnya.
Untuk dapat menyusun suatu kekuatan Hankamrata yang baik, hingga dapat mewujudkan Hankamneg RI, perlu diamati antara lain apakah Sistatos telah dibina dengan baik sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya, karena berhasilnya Hankamrata dalam upaya dan peningkatan ketahanan di bidang Hankam pada hakekatnya akan menunjang pula upaya terwujudnya Tannas. Dengan kata lain, identifikasi masalah yang dititik beratkan dalam tulisan ini adalah perlunya dipikirkan upaya penyempurnaan pembinaan yang telah ada, untuk dapat berfungsi lebih baik guna mendukung Hankamneg (melalui peranannya sebagai bagian Sishankamrata)di masa mendatang, mengingat perkembangan lingkungan yang cepat berubah."
Depok: Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>