Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67597 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Poppy Anggraeni
"ABSTRAK
Jasa konstruksi merupakan bidang usaha yang banyak
diminati saat ini sejalan dengan proyek-proyek pembangunan
yang semakin berkembang yang dilakukan oleh para pelaku
bisnis. Sebagaimana terlihat pula dari semakin meningkatnya
jumlah perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi.
Surety bond adalah suatu perikatan penjaminan dimana
perusahaan surety mengikatkan diri guna kepentingan pemilik
proyek untuk menjamin pelaksanaan atas suatu kewajiban
perikatan pokok dari kontraktor, yang mengakibatkan
kewajiban membayar atau memenuhi suatu prestasi tertentu
terhadap pemilik proyek apabila ternyata kontraktor cidera
janji atau wanprestasi. Penyerahan agunan atau collateral
tidak diwajibkan dalam penerbitan surety bond. Bagaimana
praktek pengikatan agunan pada suatu perusahaan asuransi
dan apakah dampak positif dari pengikatan dengan fidusia
adalah permasalahan yang akan dianalisa. Metode penelitian
yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu dengan metode
penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif
karena yang akan diteliti ialah data sekunder dengan tipe
penelitian eksplanatoris yang bertujuan untuk meneliti
lebih lanjut permasalahan dalam praktek penjaminan dalam
bisnis surety bond untuk jasa konstruksi. Untuk mengurangi
munculnya risiko pihak perusahaan asuransi dari wanprestasi
principal dalam hal ganti rugi atas sejumlah uang yang
telah dibayarkan kepada obligee yang harus dibayarkan
principal kepada surety, pihak perusahaan asuransi
memerlukan kepastian hukum dari pihak principal agar
nantinya perusahaan asuransi tidak dirugikan, khususnya
mengenai pengembalian ganti rugi. Pengikatan suatu agunan
dengan fidusia dapat mengurangi risiko kerugian bagi pihak perusahaan surety apabila terjadi klaim."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uyung Adithia
"Dalam pelaksanaan proyek pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh pemerintah diperlukan adanya suatu jaminan yang diberikan oleh principal selaku pelaksana kerja kepada obligee selaku pemberi kerja. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan kepada obligee bahwa principal dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan kondisi dan jangka waktu yang telah disepakati didalam kontrak. Pada prakteknya terdapat dua jaminan yang lazim digunakan sebagai jaminan proyek yakni jaminan bank garansi yang dikeluarkan oleh Bank dan jaminan surety bond yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi.
Tesis ini membahas mengenai surety bond sebagai alternatif jaminan dalam pembangunan infrastruktur. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan antara jaminan surety bond dengan bank garansi, principal lebih menyukai jaminan surety bond dibandingkan dengan bank garansi, surety bond berperan meminimalisir kerugian yang mungkin diderita oleh obligee akibat dari kegagalan principal melaksanakan proyek, dan terdapat beberapa permasalahan hukum dalam pelaksanaan surety bond.

In the implementation of project procurement undertaken by the goverment needed a guarantee from the principal to the obligee. This is intended to give conviction to the obligee that principal can carry out their work in accordance with the condition upon in the contract. In practice there are two commonly used as project guarantee namely bank guarantee issued by the Bank and surety bond issued by an insurance company.
This thesis discusses about the surety bond as an alternative guarantee in infrastructure development. This study was descriptive using juridical normative methods. The results showed that in practice there is a difference between surety bond and bank guarantee, principal prefers to surety bond than bank guarantee, surety bond?s role to minimize the loss suffered by the obligee, and there are some legal problems in the implementation of surety bond.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T30540
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hamid
"Dalam proses kegiatan pembangunan, permasalahan yang dihadapi oleh kontraktor bukan saja terbatas pada masalah ketrampilan (skill), peralatan dan permodalan, akan tetapi juga menyangkut masalah sulitnya memperoleh surat-surat jaminan sebagaimana dipersyaratkan oleh para pemilik proyek. Sehubungan dengan pentingnya surat jaminan dalam pelaksanaan pembangunan suatu proyek, saat ini telah tersedia suatu fasilitas jaminan dalam bentuk "Surety Bond" sebagai alternatif baru selain dari Bank Garansi. Jaminan Surety Bond ini hanya diberikan I diterbitkan oleh PT. (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja sebagai satu-satunya Lembaga Keuangan Non Bank yang berwenang menerbitkan Surety Bond. Jaminan ini relatif lebih meringankan bagi para kontraktor karena untuk memperolehnya tidak dipersyaratkan adanya agunan atau setoran uang jaminan, sehingga modal kerja yang dimiliki oleh kontraktor sepenuhnya dapat d ipergun akan untuk pelaksanaan pembangunan proyek. Adapun prosedur untuk memperoleh Surety Bond terdiri dari 2 (dua) tahapan. Pertama, setiap perusahaan (kontraktor) yang berminat menggunakan jaminan Surety Bond harus mengajukan surat permohonan menjadi nasabah terlebih dahulu. Sedangkan tahap kedua setiap kontraktor harus mengajukan surat permohonan jaminan Surety Bond. Permohonan ini hanya dapat dilakukan oleh perusahaan (kontraktor) yang telah menjadi nasabah. Dalam hal pelaksanaan pembangunan apabila kontraktor melakukan wanprestasi dan tidak mau membayar ganti rugi kepada pemilik proyek, maka pemilik proyek dapat mengajukan klaim kepada Jasa Raharja selaku pihak Surety yang menjamin terlaksananya kewajiban kontraktor. Pihak Surety akan membayar ganti rugi sesuai dengan kerugian yang nyata-nyata diderita oleh pemilik proyek dengan ketentuan maksimum sebesar nilai jaminan yang tertera dalam Surety Bond yang diterbitkan. Surety Bond akan hapus/berakhir apabila kontraktor telah selesai melakukan kewajibannya dengan baik atau apabila Jasa Rahaja selaku pihak Surety telah membayar ganti rugi kepada pemilik proyek. Apabila Jasa Raharja telah melakukan pembayaran klaim, maka berdasarkan Perjanjian Ganti Rugi dan adanya prinsip hak Subrograsi pihak Jasa Raharja dapat menuntut kembali ganti rugi kepada kontraktor dan / atau Indemnitor. Apabila baik kontraktor maupun Indemnitor tidak mau membayar ganti rugi kepada pihak Surety, maka Jasa Raharja selaku pihak dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan. (HAMID)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helsi Yasin
"Dalam suatu perjanjian pemborongan (pelaksanaan pekerjaan), pihak pemberi pekerjaan (obligee) biasanya mewajibkan kontraktor (principal) menyediakan suatu surat jaminan. Kewajiban principal ini biasanya dituangkan dalam suatu kontrak kerja antara obligee dan principal. Tanpa adanya surat jaminan ini obligee tidak akan pernah bersedia menjalin kerjasama dengan principal, karena hal ini memang diwajibkan oleh pemerintah. Sebelum keluarnya Keppres No. 14 A / 1980, surat jaminan ini biasanya diterbitkan oleh Bank dalam bentuk garansi bank, tetapi setelah keluarnya Keppres tersebut, surat jaminan ini dapat dikeluarkan oleh lembaga keuangan non bank dalam bentuk surety bond. Walaupun surety bond ini mempunyai banyak kelebihan dan kemudahan untuk memperolehnya, tapi banyak pihak lebih menyukai bank garansi sebagai surat jaminan. Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, di mana datanya diambil dari kepustakaan ( c.ni.-i sekunder ) dan lapangan ( data primer ). Ketidakpopu lerar; surety bond ini menyebabkan timbul keraguan, ke dalam perjanjian yang mana surety bond ini dapat dikategorikan dan kenapa pemerintah mengeluarkan lagi surat jaminan surety bond ini sebagai alternatif bank garansi. Padahal kenyataannya bank garansi sudah demikian diminati oleh para pelaku pasar terutama oleh obligee dan para pemilik proyek, sehingga para kontraktor golongan ekonomi lemah tetap berada pada sisi yang tidak menguntungkan. Untuk memperoleh bank garansi ini, biasanya pihak bank membutuhkan kontra garansi yaitu agunan ( collatéral ) berupa dana nasabah yang diblokir oleh bank. Kurang percayanya obligee kepada surety bond disebabkan surat jaminan yang dikeluarkan oleh surety company ini untuk memperolehnya tidak memerlukan kontra garansi sebagaimana halnya pada bank garansi sehingga menimbulkan keraguan di pihak obligee, apalagi proses pencairan klaimnya mempergunakan prinsip-prinsip asuransi yang dianggap berbelit-belit oleh obligee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T36342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraini Anandika
"Dalam rangka melaksanakan Pembangunan Nasional pemerintah dalam beberapa tahun belakangan Ini berusaha keras membantu dan membuka kesempatan kepada pengusaha-pengusaha kecil atau yang disebut juga pengusaha ekonomi lemah, yang didalamnya termasuk para Kontraktor Nasional untuk dapat Ikut serta mensukseskan pembangunan. Para Kontraktor Nasional dalam keikutsertaan mereka dalam pelaksanaan proyek-proyek dlisyaratkan oleh pihak pemilik proyek untuk menyediakan fasilltas jaminan. Dengan adanya fasilitas jaminan tersebut, maka pemilik proyek menginginkan agar penyelesaian proyek dapat terjamin dan dapat berhasil dengan baik. Fasilitas jaminan yang tersedia pada saat itu adalah dalam bentuk "Bank Garansi", namun jaminan tersebut dirasakan oleh para kontraktor sangat memberatkan karena untuk mendapatkannya disyaratkan untuk menyediakan setoran jaminan. Hal itu akan mengurangi permodalan yang ada, dan akhirnya dapat menyebabkan para kontraktor yang tidak memiliki Bank garansi mengundurkan diri. Sehubungan dengan Itu, maka pemerintah memberikan alternatif lain bag! para kontraktor yang ingin ikut dalam pelaksanaan proyek-proyek, suatu fasilitas jaminan yang baru yaitu "Surety Bond". Dalam pelaksanaannya Surety Bond tidak dipersyaratkan collateral, sehingga modal kerja yang dimiliki para kontraktor tidak akan terganggu dan sepenuhnya dapat dipergunakan untuk pelaksanaan proyek-proyek yang diinginkan. Pemerintah menunjuk P.T. (Persero) Asuransi Kerugian jasa Rahardja untuk menerbitkan Surety Bond tersebut. Dan dalam pelaksanaannya Jasa Rahardja berusaha untuk memberikan fasilitas jaminan tersebut dengan syarat yang ringan dan mudah untuk mendapatkannya, sehingga dengan adanya fasilitas jaminan tersebut benar-benar membantu para kontraktor yang memiliki modal lemah tetapi mempunyai kemampuan teknis yang baik untuk ikut serta dalam mensukseskan pembangunan nasional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20694
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juliana Astuty Tryandari
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S23052
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rania Jasmindhia
"Penelitian ini membahas mengenai Polis Asuransi Jiwa sebagai objek Jaminan Fidusia serta proses pembebanan Jaminan Fidusia terhadap Polis Asuransi Jiwa. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan metode analisis data kualitatif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Polis Asuransi Jiwa merupakan objek Jaminan Fidusia berupa piutang atas nama yang akan diperoleh kemudian. Pembebanan Jaminan Fidusia atas Polis Asuransi Jiwa harus disertai dengan penyerahan surat pernyataan dari Pemegang Polis selaku Pemberi Fidusia serta ahli waris atau termaslahat yang tertera dalam Polis yang bersangkutan berkaitan dengan persetujuan bahwa hak atas penerimaan manfaat asuransi telah berpindah kepada bank sebagai Penerima Fidusia dan juga kepada Perusahaan Asuransi Jiwa yang bersangkutan. Pembebanan Jaminan Fidusia atas Polis Asuransi Jiwa dapat dilakukan dengan diawali oleh cessie, meskipun hal tersebut bukanlah sebuah kewajiban. Dilakukan atau tidaknya cessie ini berpengaruh pada proses pendaftaran Jaminan Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia. Berdasarkan penelitian yang saya lakukan, sebaiknya dilakukan perubahan dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia mengenai pembebanan Jaminan Fidusia atas benda atau piutang yang diperoleh kemudian, selain itu Perusahaan Asuransi juga sebaiknya membuat keterangan dalam Polis jika Polis tersebut sedang dijaminkan dengan Fidusia, serta bagi pengguna Asuransi Jiwa untuk dapat mengoptimalkan kegunaan dari Polis yang mereka miliki.

ABSTRACT
This research focuses on Life Insurance Policy as an object of Fiduciary Transfer of Ownership and how to secure loans with Fiduciary Transfer of Ownership of a Life Insurance Policy. This is a juridical-normative research with qualitative data analysis method. From this research I can conclude that Life Insurance Policy is a type of credit which will be received in the future by the person whose name is written on the letter, therefore it is qualified to be an object of Fiduciary Transfer of Ownership. The Debtor has to give the Creditor and the Life Insurance Company a letter of statement that he/she, as well as his/her beneficiaries, agree that their rights to receive the insurance benefits have been transferred to the bank as the Creditor. Fiduciary Transfer of Ownership of a Life Insurance Policy can be done by doing cession first, however this step is not necessary according to the Indonesian Fiduciary Transfer of Ownership Act. The use of cession implies to the registration of the object of Fiduciary Transfer of Ownership. I strongly think that there should be a change on the Act regarding Fiduciary Transfer of Ownership of intangible goods that will be received in the future, the Life Insurance Company should also put a notice on Life Insurance Policies that are being secured, and for the people who own a Life Insurance Policy to optimize the use of their Life Insurance Policy."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriyadi Lukita
"Dalam melaksanakan pembangunan ekonomi diperlukan dana dalam jumlah besar yang sebagian disalurkan oleh bank kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit, yang selalu mengandung risiko, sehingga diperlukan suatu jaminan kredit. Disinilah Jaminan fidusia memiliki peran dalam pemberian kredit, sebagai jaminan utang. Hanya bagi sebagian kalangan, jaminan fidusia hanya merupakan jaminan pelengkap dari jaminan hak tanggungan. Walaupun seharusnya tanpa hak tanggungan pun, pihak bank seharusnya memberikan kredit dengan jaminan fidusia.
Tesis ini mengangkat pokok permasalahan seperti, apakah lembaga jaminan fidusia dalam praktek perbankan sudah sesuai dengan yang dikehendaki dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; apakah peranan lembaga jaminan fidusia sebagai jaminan utang dalam praktek pemberian kredit; dan apa saja upaya hukum yang dilakukan oleh bank untuk memperkecil risiko pemberian kredit yang dijamin dengan lembaga jaminan fidusia. Untuk menjawab pokok permasalahan tersebut tesis ini digunakan tipe penelitian yang bersifat deskriptif analitis, di mama penelitian dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai peranan dari lembaga jaminan fidusia sebagai jaminan utang dalam pemberian kredit bank.
Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ternyata Undang-undang Fidusia belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, baik dari segi waktu pendaftaran, biaya pembuatan AJF dan biaya pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia, maupun untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak maupun pihak ketiga. Kekurangan-kekurangan tersebut menyebabkan jaminan fidusia kurang dapat dimanfaatkan oleh dunia perbankan. Peranan lembaga Jaminan Fidusia dalam pemberian kredit bank yaitu dapat menjadi jaminan utama atau hanya menjadi jaminan tambahan. Dalam memperkecil risiko-risiko maka bank biasanya meminta jaminan tambahan berupa benda tetap seperti tanah, membuat Surat Kuasa Jual, Surat Kuasa Tarik dan kwitansi kosong yang telah ditandatangani debitur."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Rizkiasih
"Surety Bond adalah suatu bentuk jaminan perusahaan yang diterbitkan oleh Perusahaan Asuransi (company guarantee), akan tetapi pelaksanaan Surety Bond berbeda dengan pelaksanaan asuransi. Didalam asuransi, yang dijamin adalah kerugian fisik dari suatu resiko, sedangkan Surety Bond menjamin resiko moral dan ketidakmampuan. Jadi, fungsi utama dari Surety Bond bukan untuk membayar ganti rugi, akan tetapi untuk menjamin bonadifitas dari principal dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Didalam Surety Bond terdapat 3 pihak yang terlibat, yaitu 3 Perusahaan Asuransi sebagai penjamin (Surety), Kontraktor/pelaksana proyek (Principal), Pemilik Proyek (Obligee). Surety Bond mempakan alternatif jaminan selain dari Bank Garansi. Perbedaan yang mendasar dari kedua lembaga jaminan ini adaiah didalam Surety Bond tidak diperlukannya suatu jaminan/anggunan yang harus diberikan/ditahan , seperti
halnya didalam Bank Garansi.
Permasalahan dari tesis ini dibagi menjadi dua pokok permasalahan. Pertama adalah mengenai pelaksanaan Surety Bond di PT. Bumida 1967. Pelaksanaan Surety Bond di PT, Asuransi Bumida 1967, menerapkan ketentuan bahwa yang harus dilakukan oleh seorang Principal harus melalui tahapan prosedur yaitu: mengajukan surat
permohonan menjadi nasabah, mengajukan data perusahaan, dan menandatangani Surat Perjanjian Ganti Rugi. Dalam rangka penerbitan Surety Bond perlu diadakan pra-kualifikasi Iebih dahulu dengan melakukan penilaian terhadap Principal itu sendiri. Proses penilaian ini dilakukan oleh Underwriter PT. Asuransi Bumida 1967. Proses
penilaian tersebut meliputi Tahap penilaian Character, Tahap penilaian Capacity, Tahap penilaian Capital serta Condition, Collateral, dan penelitian administratif. Untuk mengajukan klaim kepada PT. Asuransi Bumida 1967 sebagai Penjamin, pihak Obligee harus mengajukan surat resmi pengajuan klaim, melampirkan dokumen-dokumen yang
berkaitan, sesuai dengan jenis jaminan dan dalam batas waktu pengajuan klaim. PT. Asuransi Bumida 1967 berhak meminta recovery klaim kepada Principal baik dengan melakukan pendekatan dengan pihak principal terlebih dahulu, secara langsung, maupun melalui jalur hukum. Kedua adalah mengenai tanggung jawab PT. Bumida 1967 dalam hal terjadi wanprestasi terhadap perjanjiannya. Tanggung jawab PT. Bumida 1967 adalah membayar klaim yang diajukan oleh Obligee sesuai dengan yang tertera di dalam polis. Dalam hal berakhirnya tanggung jawab PT. Asuransi Bumida 1967 adalah pada saat Principal memenuhi kewajibannya kepada Obligee dan Principal telah membayar
recovery klaim kepada PT. Asuransi Bumida 1967, karena PT. Asuransi Bumida 1967 telah membayar klaim kepada Obligee.
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka saran yang paling terpenting adalah bahwa pemerintah dan perusahaan asuransi dalam mensosialisasikan terhadap masalah Surety Bond ini kepada masyarakat saling bekerja sama dengan baik untuk memberikan informasi yang jelas dan tepat, sehingga didalam prakteknya tidak terjadi
kesalahpamahaman dalam penerapannya, selairi itu juga harus dibuat peraturan perundang-undangan yang jelas mengenai pengaturan Surety Bond ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T16265
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>