Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152765 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Willy Budiman
"Hukum perlindungan konsumen terbentuk pada èrac.p_embangùnan Social Welfare, suatu era pembangunan dimana fungsi negara adalah untuk melindungi kepentingankepentingan sosial warga negaranya, yang mendapatkan ancaman dari imbas era pembangunan sebelumnya yaitu Industrialisasi.
Cukup menarik pula untuk mengetahui bahwa Hukum Perlindungan Konsumen dicetuskan dan berkembang pesat di Amerika Serikat, suatu negara liberal dengan sistem ekonomi pasar, dimana aktivitas perekonomian sedemikian bebasnya dijalankan oleh para pelaku usaha dengan minimnya campur tangan pemerintah. Pada era pembangunan Social Welfare, dimana kesejahteraan masyarakat sudah meningkat, sehingga dengan demikian membuat masyarakat dapat semakin konsumtif, pada masa ini pula, produsen mulai menikmati pula buah manis era pembangunan Social Welfare.
Prinsip dasar ekonomi yaitu mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya, mendorong para pelaku usaha cenderung memiliki pandangan low cost production, yang sekalipun baik bagi pelaku usaha yang bersangkutan dan dunia usaha, tetapi belum tentu dapat menjamin kepentingankepentingan konsumen.
Beragam tipu daya dapat diupayakan oleh pelaku usaha (produsen) dan satu jenis yang paling sering ditemui dan sebenarnya sangatlah sulit-jika tidak ingin dikatakan tidak mungkin?untuk menghentikan sama sekali adalah praktek-praktek pencantuman klausula baku.
Sekalipun penting untuk mencapai kesepakatan secepat mungkin, dimana perjanjian baku adalah suatu jalan keluar yang sangat masuk akal, tetapi kebutuhan akan produk yang serba cepat dan kekurang telitian konsumen untuk meneliti klausul-klausul baku yang ada dikarenakan keterbatasan waktu, terbukti sangat sering merugikan konsumen pada akhirnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raynaldo S.
"Skripsi ini membahas mengenai perlindungan terhadap hak - hak konsumen, khususnya dalam pencantuman klausula baku, adanya produk cacat, dan tanggung jawab pelaku usaha oleh PT. X. Perlindungan hak - hak konsumen merupakan amanat dari pembukaan Undang -Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. Pencantuman klausula baku, adanya produk cacat, dan tanggung jawab pelaku usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 merupakan bentuk - bentuk pelanggaran terhadap hak - hak konsumen. Pencantuman klausula baku yang bertentangan dengan Undang -Undang Nomor 8 Tahun 1999 masih sering dilakukan oleh pelaku usaha. Pencantuman klausula baku seperti ini sering digunakan untuk melindungi produk cacat. Adanya produk cacat merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha. Hak atas informasi yang jelas, benar, dan jujur serta hak untuk mendapatkan ganti kerugian, penggantian barang, dan kompensasi merupakan hak - hak konsumen yang berkaitan dengan klausula baku, produk cacat, dan tanggung jawab pelaku usaha. PT. X selaku pelaku usaha telah melakukan pelanggaran hak konsumen terhadap ketiga hal tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang membahas bagaimana upaya perlindungan hak - hak konsumen yang ditinjau dari klausula baku, produk cacat, dan tanggung jawab pelaku usaha dengan perolehan data melalui pengumpulan data primer berupa wawancara dengan narasumber dan pengumpulan data sekunder berupa penelitian kepustakaan. Dalam tahap pengolahan data, metode yang digunakan adalah deskriptif analitis.

This paper discusses about the protection of consumer rights, particularly in the inclusion of standard contract, defective product existence, and business actor responsibility by PT. X. The protection of consumer rights is a mandate from the opening of Law No. 8 of 1999 regarding consumer protection. The inclusion of standard contract, defective product existence, and business actor responsibility which is not in accordance with the provisions of Law No. 8 of 1999 is a form of consumer rights violation. The inclusion of standard clause that is contrary to the Law No. 8 of 1999 is still frequently performed by the business actors. This inclusion of standard contract is often used to protect the defective product. Meanwhile, the existence of defective product is business actor responsibility. The right to get the clear, true, and honest information and to get the indemnification, replacement of goods, and compensation are the consumer rights related to standard contract, defective product, and business actor responsibility. PT. X as the business actor has violated the rights of consumer against those three things. This research is a law research that discusses how to safeguard consumer rights in terms of the standard contract, defective product, and business actor responsibility with the acquisition of data through the primary data collection by interviewing the resource person and secondary data collection by doing literature research. In the data processing stage, the method used is descriptive analytical."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1527
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Netty
"Pemerintah memiliki tujuan yang baik untuk melindungi pihak konsumen yang biasanya berada dalam posisi lemah dengan menetapkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dengan ditetapkannya UUPK maka perbankan sebagai pelaku usaha harus mematuhi ketentuan UUPK dalam memberikan produk dan jasa kepada nasabahnya khususnya berkaitan dengan pembuatan perjanjian kredit. Berdasarkan hal tersebut diatas penulis melalui penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan data yang dapat dianalisis secara kualitatif sehingga hasilnya bersifat deskriptif kualitatif. Beberapa pokok permasalahan yang dibahas adalah membahas mengenai pengaturan perlindungan konsumen (nasabah) dalam UU Perbankan, analisis yuridis perlindungan konsumen (nasabah) terhadap ketentuan klausula baku dalam perjanjian kredit pada PT. Bank UFJ Indonesia yang mana terdapat klausula baku yang tidak sesuai dengan Pasal 18 UUPK antara lain mengenai penarikan fasilitas kredit, bunga, perubahan hukum. Membahas upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih tetap menggunakan klausula baku yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK dalam pembuatan perjanjian kreditnya. Sehingga penulis berkesimpulan bahwa penerapan perlindungan nasabah telah diatur dalam undang-undang yang bersifat sektoral yaitu UU No. 10 Th. 1998 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Th. 1992 Tentang Perbankan, serta PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi Nasabah dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Masih adanya penggunaan klausula baku yang dilarang dalam Pasal 18 ayat (1) huruf (g) dan Pasal 18 ayat (1) huruf (f) UUPK dalam perjanjian kredit yang dibuat oleh PT. Bank UFJ Indonesia. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih menggunakan ketentuan yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK adalah melalui pengadilan atau diluar pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S23933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Ikhsan
"Keberadaan UU No. 8 Tahun 1999 (UUPK) diharapkan dapat melindungi konsumen dengan berusaha menyetarakan kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen. Salah satu ketentuan dalam UUPK adalah ketentuan mengenai klausula baku yang dilarang pada Pasal 18 UUPK. Dewasa ini, perjanjian kredit bank yang ditawarkan kepada nasabah debitur sudah berbentuk suatu perjanjian baku. Oleh sebab itu, permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimanakah penggunaan klausula baku dalam perjanjian kredit PT. Bank X. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masih terdapat klausula-klausula baku yang bertentangan dengan Pasal 18 UUPK dalam perjanjian kredit PT. Bank X sehingga dapat merugikan debitur sebagai konsumen.

The existence of Law No. 8 Year 1999 (UUPK) is to enable the protection o consumers, in an attempt to balance the position between those providing goods and/or services, and the consumers. One of the provisions in UUPK, in the Article 18, is the prohibition standardized clauses. At present, banks? credit agreements with their clients are in standardized forms. The topic discussed in this thesis is to study the adoption of standardized clauses in the credit agreement of Bank X. From this thesis it is concluded that there remain standardized clauses in the credit agreement o Bank X that run counter to Article 18 UUPK, which could therefore disadvantage the client as a consumer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24962
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Grace Margareth S.
"Jumlah mobil di kota Jakarta semakin hari semakin meningkat. Ini menandakan bahwa kebutuhan masyarakat akan mobil terus meningkat. Selain itu, para produsen juga bersaing untuk memproduksi jenis-jenis mobil yang sesuai dengan minat konsumennya. Pembelian mobil dapat dilakukan dengan cara tunai maupun kredit. Apabila dilakukan dengan cara kredit, maka kredit aapat diperoleh melalui Bank, salah satunya melalui layanan "X" Kredit Mobil dari PT. Bank "X", Tbk. Dalam pemberian kredit tersebut, Bank memerlukan sesuatu yang dapat dijadikan jaminan pelunasan hutang debitur. Pranata jaminan yang lazim dibuat adalah jaminan fidusia, dimana yang menjadi obyek jaminan fidusia adalah mobil yang sedang dikredit oleh sang debitur. Proses pemberian kredit oleh PT. Bank " X", Tbk. diawali dengan adanya beberapa dokumen yang harus di tandatangani oleh debitur maupun pemberi fidusia, yaitu dokumen Perjanjian Kredif dan dokumen Perjanjian Pengikatan Jaminan Fidusia. Kedua dokumen yang merupakan perjanjian baku tersebut disiapkan secara sepihak oleh PT. Bank "X" Tbk., untuk selanjutnya diserahkan kepada debitur untuk ditandatangani, dimana debitur tidak memiliki hak untuk mengubah bagian mana pun dari perjanjian. Umumnya Perjanjian Baku dibuat untuk efisiensi waktu, tenaga, dan biaya, namun hal ini membuat ketidakseimbangan kedudukan antara pembuat perjanjian baku dengan pihak yang dihadapkan pada perjanjian baku tersebut. Terlebih jika klausul-klausul dalam perjanjian baku tidak memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi debitur/pemberi fidusia. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah keabsahan proses penjaminan fidusia yang dibebankan terhadap obyek jaminan fidusia. Bahwa dalam proses pendaftaran jaminan fidusia, Undang-undang menetapkan diperlukannya sebuah akta jaminan fidusia yang merupakan akta notaris. Tanpa adanya akta tersebut, maka pendaftaran jaminan fidusia mustahil dilakukan, dan apabila pendaftaran jaminan fidusia tidak dilakukan, tidak akan terbit Sertifikat Jaminan Fidusia, dan akibatnya adalah kreditur/penerima fidusia tidak akan memiliki kedudukan sebagai kreditur preferen terhadap debitur tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21322
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhindra Ario Wicaksono
"Skripsi ini membahas mengenai tinjauan yuridis terhadap klausula baku yang terdapat di dalam perjanjian keanggotaan Fitness First dan Celebrity Fitness terkait dengan UUPK. Penelitian ini menemukan adanya beberapa permasalahan dan pelanggaran dalam klausula baku yang terdapat pada perjanjian keanggotaan Fitness First dan Celebrity Fitness. Selain itu di dalam skripsi ini juga dibahas mengenai sanksi yang dapat diterapkan terhadap Fitness First dan Celebrity Fitness selaku pihak yang membuat klausula baku tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S42532
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Hanna Connia Balina
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui klausul baku larangan perkawinan sesama karyawan dalam satu perusahaan memenuhi suatu syarat perjanjian atau tidak. Selain, itu apakah tindakah PHK (Pemutusan hubungan kerja) tepat atau tidak sebagai akibat dari perkawinan sesama buruh/pekerja. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan, dan buku. Penelitian ini juga mencakup wawancara dengan para pihak terkait.
Dari hasil penelitian, diperoleh kesimpulan yang menjawab permasalahan, yaitu larangan perkawinan dengan rekan sekerja dalam satu perusahaan dalam perjanjian kerja memenuhi syarat-syarat perjanjian baku namun PHK para pihak tidaklah tepat dilakukan oleh perusahaan. Dalam hal ini diharapkan pemerintah sendiri bisa mengatur atau mengambil jalan keluar, dengan mengawasi dan membuat sistem tersturktur untuk hal ini.

The aim of the research is to know Standard Clause of Marriage Prohibition With Work Colleague in Working Agreement With Company is meeting the condition of an agreement. Other thing that need to be considered is, either the dismissal and firing the labor or PHK (Discontinuance of Employment Relation) is proper or not, as a result of marriage between fellow workers. This research is a normative juridical law using secondary data, such as legislation, and books.
This research also include some interview with people related to it. From this research, it is concluded that prohibition to get married with work colleague in a company stated in a working agreement is met the condition of Standard Clause, but firing the workers or labor is not the right way to do for the company. In this case, community hope that government can control and taking a way out by supervising and making a structured system for it.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S45609
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Marisa Indrani
"Beberapa tahun terakhir, transaksi perdagangan elektronik (e-commerce) menunjukkan perkembangan yang pesat. Salah satu bidang usaha yang berkembang pesat dan juga memanfaatkan kemajuan media elektronik adalah pengangkutan udara. Jasa angkutan udara menerapkan layanan pembelian tiket lewat internet dan menggunakan klausula baku pada perjanjian pembelian tiket tersebut demi efisiensi waktu, tenaga dan biaya sehingga mempermudah dan memperlancar usaha. Maskapai Air Asia selaku maskapai penerbangan pertama di Asia yang memperkenalkan layanan pembelian tiket lewat internet juga mencantumkan klausula baku pada Syarat-Syarat dan Ketentuan-Ketentuan tiket elektronik penerbangan. Pada prinsipnya, perjanjian dengan klausula baku tersebut tunduk pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen."
[Universitas Indonesia;;, ], 2009
S21524
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>