Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124456 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Setia Alam
"Penulis dalam pembuatan tesis ini telah melakukan penelitian terhadap 2 (dua) masalah pokok mengenai apakah pelaksanaan pendaftaran tanah terhadap pembeli lelang sudah menjamin kepastian hukum dan apakah Sertipikat merupakan Surat Tanda Bukti Hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang "Kuat" perlu diubah menjadi sebagai alat pembuktian yang "Mutlak" demi kepastian hukum. Metode Penelitian ini adalah kepustakaan atau yuridis normatif, yang ditinjau dari sudut sifatnya adalah eksplanatoris dimaksudkan untuk menguji hipotesa tertentu dimana pengetahuan tentang masalah utama telah cukup diketahui. Sementara itu, sudut berlakunya berbentuk evaluatif, yaitu dimana penelitian ini akan menilai program-program yang dijalankan, dalam hal ini adalah pelaksanaan PP No. 24 tahun 1997.
Tujuan dari penelitian untuk mengatasi masalah dimana sebelumnya tahapan proses ditempuh melalui pencarian fakta lapangan atas permasalahan utama, menemukan masalah dan identifikasi masalah. Kepastian hukum dalam pelaksanaan lelang belum terlaksana dengan baik karena walaupun terdapat peraturan-peraturan akan tetapi nergantung kepada para pihak yang terlibat didalamnya, yaitu Peserta Lelang, Pemenang Lelang, Pemohon Lelang maupun Pelaksana Lelang dalam hal ini adalah Negara. Dalam pelaksanaan lelang khususnya lelang atas tanah diperlukan surat keterangan mengenai tanah yang akan dijadikan objek lelang, yaitu adanya Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan atas pemintaan Kantor Lelang, selain itu pula pembeli lelang harus memperhatikan dan mengetahui data fisik objek lelang. Perlunya perubahan sistem publikasi untuk jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan seperti yang telah dinyatakan dalam pasal 19 ayat (1) UUPA jo. pasal 32 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 bahwa sertipikat yang merupakan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat adalah kurang kuat, akan tetapi seharusnya merupakan alat bukti hak "Mutlak"."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinita Sella
"Lelang merupakan salah satu alternatif penjualan barang yang dewasa ini sudah banyak diminati masyarakat. Pada dasarnya setiap pembeli termasuk pembeli lelang yang beritikad baik harus mendapatkan perli ndungan hukum. Akan tetapi pada kenyataannya masih terdapat pembeli lelang yang mendapatkan gugatan atas objek barang lelang yang dibelinya.
Kasus yang dibahas dalam penulisan tesis ini adalah pembeli lelang tanah yang sudah memiliki bukti otentik berupa sertifikat tanah serta Risalah Lelang mendapatkan gugatan atas objek lelang yang dibelinya tersebut dan justru dikalahkan oleh pengadilan sehingga tidak dapat menguasai tanah yang dibelinya tersebut.
Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi pembeli tanah secara sah melal ui lelang yang beritikad baik terhadap adanya gugatan dari pihak lain serta upaya penyelesaian yang harus dilakukan terhadap sengketa tanah yang diperoleh melalui lelang tersebut dengan adanya gugatan dari pihak lain. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan desain deskriptif dan preskriptif.
Hasil penelitian menyarankan bahwa peraturan­ peraturan tentang Jelang yang ada agar segera di revisi dengan menambahkan pasal-pasal yang dapat memberikan perlindungan hukum kepada Pembeli Lelang yang beritikad baik dan disertai dengan pemberian sanksi yang tegas bagi pelanggaran-pelanggaran, baik yang disengaja ataupun karena kelalaian yang dapat merugikan Pembeli Lelang.

Auction is one of alternative way to sell things which many people prefer nowadays. All buyers include auction buyers that have good will fundamentally must get law protection. But the fact is many of auction buyers still get law suit from the auction object that they bought.
Case study of this thesis is auction land buyer that already have authentic prove which is land certificate and auction deed (auction chronicle) still get law suit from the auction object that he bought but in this case the auction buyer is defeated by the court so he cannot capture the land that he bought.
This thesis focussed about law action for legally land buyer that has good will through auction which land claimed by another party and problem solving of land dispute that got from the auction that should be done which land claimed by another party. This research is normative juridis with descriptive and prescriptive design.
Conclusion of this research suggest that rules of auction that already exist to be revision soon with adding articles that can give law protection for auction buyer that has good will a nd also with articles that give certain sanction to whom disobeyed t he rules, either deliberately or because of negligence that can harm the auction buyer."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T28542
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Hamzah
"ABSTRAK
Dalam rangka menciptakan supremasi hukum di bidang pertanahan mutlak diperlukan suatu sistem pendaftaran tanah yang menjamin kepastian hukum mengenai hak atas tanah dan hak atas satuan rumah susun. Kepastian hukum tercipta jika pelaksanaan pendaftaran tanah itu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang valid dan efektif dalam masyarakat. Pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah itu sendiri tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan PPAT dan akta yang diproduksi oleh PPAT tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti bagaimana eksistensi jabatan PPAT dan akta PPAT dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian normatif dengan pendekatan historis dan
perundang-undangan. Data yang digunakan adalah data
sekunder dan analisa dilakukan secara kualitatif dengan
menggunakan logika hukum. Dari hasil penelitian ditemukan
bahwa dalam praktek yang terjadi saat ini pengaturan
mengenai jabatan PPAT dan akta PPAT diatur dalam Peraturan
Pemerintah no. 37/1998 dan Peraturan Pemerintah no. 24/1997
serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai jabatan PPAT dan
akta PPAT ini mensyaratkan penggunaan blanko akta sebagai
syarat otentisitas akta PPAT dan bahkan memungkinkan
penggunaan fotocopy blanko akta PPAT yang disahkan oleh
pejabat BPN sebagai pengganti blanko akta apabila terjai
kekosongan blanko. Pengaturan pada tingkat Peraturan
Pemerintah dan peraturan-peraturan pelaksanaannya ini
banyak mengundang polemik dan menimbulkan keraguan mengenai
eksistensi jabatan PPAT dan otentisitas Akta PPAT itu. Hal
ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan akan
meresahkan masyarakat. Oleh karena itu pengaturan mengenai
jabatan PPAT dan akta PPAT sudah saatnya untuk ditingkatkan
pengaturannya dalam bentuk Undang-undang."
2004
T37589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Frans Yoga Sugama
"Pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan hak atas tanah dan pendaftaran tanah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No 24 tahun 1997 sebagai penyempurnaan dari PP no 10 di 1961 tentang pendaftaran tanah, pendaftaran tanah di Indonesia menghasikan satu sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat dalam hal kepemilikan tanah dan pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hokum, tetapi dalam kenyataannya tidak dapat secara optimal dalam hal memberikan jaminan kepastian hukum kepadan seseorang, tidak adanya jaminan kepastian hokum yang mutlak yang diberikan oleh peraturan kepada pemegang hak atas tanah kemudian dapat menyebabkan timbulnya masalah dikemudian hari yang didasari dari tidak adanya kepastian hukum. Untuk dapat memberikan suatu kepastian hukum perlu dilakukan suatu perubahan peraturan hukum yang mendasar dan sistem pendaftaran tanah di Indonesia.

The registration of the land was an activity that was carried out to get the upper right of a land and the registration of the land in arranged of the main regulations of Agriculture and the Government Regulation no 24 in 1997 as the finishing from PP no 10 in 1961 about the registration of the land, the registration of the land in Indonesia produced one certificate as the authentication implement that was strong on ownership of a land and the registration of the purposeful land to give the assurance guarantee of the law but in matter of fact was not realized optimally in the matter gave the legal guarantee to someone. The nonexistence of the assurance guarantee of the absolute law that was given by regulations to the holder of land rights then will cause a problem that was caused in afterward the day because of the assurance of the law was the aim of the foundation of the Registration of this land. Then to be able to give the assurance law guarantee this needed to be carried out by a good change in the regulation and system available in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T21787
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vinny Levina Arifin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dachmita Vitalia
Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triani Putri Utami
"Penerapan sistem publikasi negatif bertendensi positif di Indonesia sering kali menimbulkan masalah hukum, seperti sengketa pertanahan, tumpang tindihnya tanah bekas milik adat, konflik pertanahan antara pemerintah dengan swasta, ataupun konflik pertanahan antara pemerintah dengan masyarakat. Beda halnya dengan negara lain, di negara Australia misalnya, sertipikat hak atas tanah di sana merupakan alat bukti yang tidak dapat diganggu gugat atau bersifat mutlak. Hal ini disebabkan Australia menganut sistem Torrens dalam pendaftaran tanahnya. Dengan sistem ini, tidak dimungkinkan dilakukan pengubahan, kecuali apabila sertipikat yang dihasilkan tersebut diperoleh dengan cara pemalsuan atau dengan penipuan. Penelitian menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan perbandingan (comparative approach). Hasil penelitian bahwa penerapan sistem publikasi positif di Indonesia perlu untuk segera dilakukan guna dapat menjamin kepastian hukum pemegang hak atas tanah, namun tetap harus melalui berbagai macam penyesuaian dan persiapan, seperti halnya sumber daya manusia dan teknologi yang akan diterapkan dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia ke depannya.

The implementation of a negative-positive publication system in Indonesia often leads to legal issues, such as land disputes, overlapping of customary land, land conflicts between the government and private entities, or land conflicts between the government and the community. In contrast, in other countries, such as Australia, land certificates serve as indisputable and absolute proof. This is because Australia follows the Torrens system in its land registration. With this system, changes are not possible unless the resulting certificate is obtained through forgery or fraud. The research used a doctrinal research method with a comparative approach. The findings suggest that the implementation of a positive publication system in Indonesia is necessary to ensure legal certainty for landholders but requires various adjustments and preparations, including human resources and technology."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Inka Kirana
"Dalam pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria ditegaskan bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa adalah Hukum Adat. Hal ini menunjukkan bahwa hukum adat merupakan sumber utama dalam pembentukan hukum tanah nasional. Hukum adat yang diterapkan dalam Undang-Undang. Pokok Agraria merupakan hukum adat yang disesuaikan dengan kemajuan zaman, jadi bukan hukum adat yang di kenal pada umumnya. Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, hukum tanah yang berlaku untuk sebagian besar tanah di Indonesia adalah hukum adat. Hukum adat yang bersifat abstrak dan tidak tertulis menimbulkan adanya suatu kepastian hukum dalam pemilikan hak milik atas tanah terutama atas tanah-tanah bekas hak milik adat maka diadakan suatu proses pendaftaran tanah yang diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria dan diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah. Tanah-tanah bekas hak milik adat hendaknya didaftarkan melalui proses pendaftaran tanah untuk pertama kali agar pemegang hak atas tanah tersebut akan terjamin kepastian hukumnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21344
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lieke L. Tukgali
"Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia yang diselenggarakan mulai, tanggal 24 September 1961 adalah sistem Pendaftaran dengan sistem Publikasi Negatif, yang dikenal sebagai sistem pendaftaran akta ("registration of deeds"), lain halnya dengan sistem Publikasi Positif menggunakan system Pendaftaran Hak ("registration of titles"). Dalam system Positif negara menjamin kebenaran data yang disajikan dengan pendaftaran positif ini, maka hak yang diciptakan oleh pendaftaran ini tidak dapat diganggu gugat. Kelemahan utama sistem Publikasi Negatif adalah tidak menciptakan hak yang tidak dapat diganggu gugat. Maka biarpun sudah didaftar masih selalu dihadapi kemungkinan pihak yang didaftar
kehilangan tanah yang dikuasainya karena digugat oleh pihak pemegang hak yang sebenarnya. Kelemahan tersebut pada Zaman Hindia Belanda dalam hal pendaftaran tanah-tanah hak Barat diatasi dengan lembaga "verjaring" (KUHPerdata Pasal 584 jo 1963), yaitu apabila sebidang tanah yang diperoleh dengan itikad baik dan sudah dikuasai sekian lama secara terbuka tanpa ada pihak yang menggugat, maka oleh hukum siapa yang menguasainya ditetapkan sebagai pemiliknya. Namun pasal-pasal mengenai verjaring" sudah dicabut oleh UUPA. Tetapi dalam hokum adat ada lembaga yang digunakan untuk mengatasi kelemahan sistem Negatif tersebut yaitu lembaga "rechtsverwerking", kalau dengan lembaga "verjaring" pihak yang menguasai tanah karena lampaunya waktu menjadi pemiliknya, maka lembaga "rechtsverwerking" terjadi sebaliknya, yaitu pihak yang mempunyai tanah karena lampaunya waktu kehilangan hak untuk memperoleh kembali. Lembaga "rechtsverwerking" tersebut terdapat dalam Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997. Lembaga ini yang digunakan sebagai sarana pelengkap untuk mengatasi sistem Publikasi Negatif, yang menyatakan bahwa pihak lain yang merasa mempunyai hak itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan haknya apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkan sertipikat tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan atau mengajukan gugatan ke Pengadilan. Untuk dapat meningkatkan menjadi sistem Positif maka kita harus menyediakan data fisik dan data yuridis yang benar, tidak kurang pentingnya tingkat penguasaan ketentuan peraturannya oleh pejabat pelaksana kegiatan pendaftaran. Selain itu agar ditingkatkan PP nomor 24/1997 dalam bentuk undang-undang.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T37732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>