Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151028 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kartika Utami
"Dalam melakukan perbuatan hukum pemberian kredit perbankan, kreditur dan debitur perlu menandatangani suatu akta perjanjian kredit. Dengan alasan efisiensi, debitur biasanya dihadapkan kepada take it or leave it contract. Perjanjian kredit bank telah berkembang menjadi perjanjian standard, yaitu perjanjian yang bentuk dan isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh kreditur, hal ini disebabkan ketidakseimbangan kedudukan antara para pihak.
Terkait dengan bentuk perjanjian kredit di bawah tangan, seperti telah diuraikan di atas, terdapat beberapa permasalahan yang diangkat, yaitu apa saja masalah yang muncul, berkaitan dengan penyaluran kredit perbankan yang menggunakan perjanjian kredit di bawah tangan sebagai perjanjian pokok, serta bagaimana uapaya hukum yang dapat diterapkan dalam mengatasi kelemahan dari perjanjian kredit perbankan yang dibuat di bawah tangan.
Penelitian tesis ini adalah penelitian kepustakaan dengan mengkaji data yang bersumber dari data sekunder, meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yakni berupa peraturan-peraturan, buku-buku dan literatur lainnya yang berhubungan dengan pokok permasalahan, serta disusun secara yuridis normatif. Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, disimpulkan bahwa masalah pembuktian, asas kebebasan berkontrak dan perjanjian baku dalam klausula perjanjian di bawah tangan, serta kekeliruan komparisi yang sering terjadi dalam praktik, dapat dilakukan upaya hukum dengan membuat perjanjian kredit secara notariil (akta otentik).
Dilihat dari sudut pandang hukum pembuktian, akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengingat seorang notaris adalah seorang pejabat umum yang tidak boleh berpihak, maka isi akta yang dibuatnya tidak memberatkan salah satu pihak. Dalam hal membuat komparisi yang tepat, yang memuat identitas dan kedudukan hukum para pihak, diperlukan pengetahuan hukum dari seorang notaris. Campur tangan pemerintah juga sangat diperlukan untuk melindungi pihak yang lemah kedudukannya, misalnya dalam hal penetapan klausula-klausula dalam perjanjian, penetapan suku bunga, bentuk perjanjian, tujuan penggunaan kredit dan sebagainya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T36592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edison Muchlis M.
"Salah Satu USaha perbankan adalah memberikan fasilitas kredit kepada TVASaioail perorangan dan badan hukum. Dalam proses pemberian kredit ini, baTiVi ifteng gunakan dua bentuk perjanjian kredit: perjanjian kredit baku iai bawah tangan) dan perjanjian kredit akta notaris. Tingkat keabsahan perjanjian kredit di bawah tangan sudah lama dipertanyakan, karena ia dinilai melanggar azas kebebasan berkontrak, dan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Sedang perjanjian kredit yang dibuat dengan akta notariil pun tidak bisa terlepas dari konsep-konsep baku yang dirancang sendiri oleh bank. Dalam rangka reformasi hukum, perlu dipertanyakan, bagaimana format perjanjian kredit perbankan yang ada saat ini, apakah sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan undang-undang tersebut? Pertanyaan induk ini dikembangkan lagi menjadi empat pertanyaan berikut: (1) apakah kedua bentuk perjanjian kredit ini telah memberikan hak-hak yang seimbang antara bank dan nasabah? (2) Klausulklausul penting apa saja yang harus dimasukan ke dalam sebuah perjanjian kredit agar tercipta keseimbangan hak dan kewajiban serta posisi para pihak dalam perjanjian kredit? (3) Apakah nasabah debitur telah dilindungi haknya selaku konsumen dalam perjanjian kredit? (4) Bagaimana seharusnya notaris berperan dalam pembuatan akta-akta perjanjian kredit dan akta-akta asessoir lainnya?. Untuk menjawab pertanyaan di atas, penelitian ini dilakukan terhadap perjanjian kredit yang berasal dari lima bank umum, yang terdiri dari bank pemerintah seperti BNI, BTN, BRI, Bank Mandiri dan Bank Nagari, dan dua bank umum swasta seperti BCA dan Bank Dagang Bali (BDB) . 11 sampel penelitian ini diambil dari tiga wilayah: Padang, Sambas dan Jakarta. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah: (1)kedua bentuk perjanjian kredit (baku dan notariil) belum memberikan hak yang seimbang antara bank dan nasabah debitur, karena kepentingan bank lebih diutamakan ketimbang kepentingan nasabah debitur; (2)untuk menjamin kesimbangan hak tersebut minimum harus ada 9 klausul penting, yaitu klausul mengenai jumlah hutang, bunga dan provisi, jangka waktu, peruntukan, cara pembayaran, jaminan, asuransi, tindakan yang dilarang (negative clause), penyelesaian sengketa dan domisili hukum; (3)dalam praktek, perlindungan atas hak-hak debitur selaku konsumen belum tercapai sebagaimana mestinya, karena notaris lebih banyak didominasi oleh kepentingan bank; (4)dalam pembuatan akta perjanjian kredit, notaris seharusnya berperan netral, adil dan tidak memihak kepada bank sesuai aturan pasal 17 PJN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T36641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Arini
"Dewasa ini perkreditan adalah merupakan faktor terpenting dalam seseorang mengembangkan usahanya. Seseorang yang ingin mengembangkan usahanya tetapi ia tidak mempunyai cukup modal padahal usahanya itu mempunyai prospek yang cerah (layak), maka ia tidak perlu berkecil hati karena ia dapat meminta kredit dari Bank. Apalagi dalam masa pembangunan sekarang ini, banyak sekali sektor-sektor pembangunan yang perlu dikembangkan dan tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, Pemerintah melalui Bank Indonesia cepat tanggap mengenai hal itu dengan mengeluarkan serangkaian kebijaksanaan dalam bidang perkreditan. Salah satu sektor/bidang pembangunan yang tidak luput dari perhatian Pemerintah adalah sektor/bidang Industri Konstruksi. Industri Konstruksi ini merupakan industri dalam bidang pembangunan fisik, yaknl dapat menghasilkan bangunan pergedungan, bangunan sipil dan bangunan instalasi. Pembangunan perumahan, jembatan, perkantoran, jalan , dan lain sebagainya yang bersifat pembangunan fisik tersebut tidak akan tercapai/terwujud, apabila tidak ditunjang oleh dana yang cukup, karena pembangunan tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar. Tentu, dalam hal ini si pelaksana pembangunan Kontraktor/Developer tidak mungkin dapat menyediakan seluruh biaya pembangunan tersebut dari dana yang tersedia, padahal pembangunan itu harus segera selesai dan segera dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, jalan. tengah yang diambil oleh Kontraktor/Developer adalah meminta kredit dari Bank. Kredit yang disediakan Bank untuk Kontraktor/Developer tersebut, dinamakan Kredit Konstruksi. Dalam Kredit Konstruksi ini, segi hukumnya yang paling menonjol adalah adanya pihak lain, yang tidak termasuk pihak dalam perjanjian kreditnya, melunasi/membayarkan kredit yang dipinjam oleh Kontraktor/Developer. Pihak lain ini adalah pihak pemberi pekerjaan/Bouwheer yang mempunyai ikatan/hubungan hukum dengan Kontraktor/Developer tersebut. Pembayaran oleh pihak Bouwheer untuk melunasi kredit yang dipinjam Kontraktror/Developer itu dalam hukum perjanjian dapat disamakan dengan berakhirnya perjanjian dengan cara kompensasi (perjumpaan utang). Masalah lain yang menarik untuk dibahas adalah masalah jaminan dalam kredit konstruksi, bagaimana upaya penyelesaian, yang ditempuh bila terdapat Kredit Konstruksi yang macet. Sedangkan dari segi manajemen perbankan adalah mencaritahu bagaimana prosedur permohonan dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Bank untuk mendapatkan Kredit Konstruksi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikhsan
"Keberadaan UU No. 8 Tahun 1999 (UUPK) diharapkan dapat melindungi konsumen dengan berusaha menyetarakan kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen. Salah satu ketentuan dalam UUPK adalah ketentuan mengenai klausula baku yang dilarang pada Pasal 18 UUPK. Dewasa ini, perjanjian kredit bank yang ditawarkan kepada nasabah debitur sudah berbentuk suatu perjanjian baku. Oleh sebab itu, permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimanakah penggunaan klausula baku dalam perjanjian kredit PT. Bank X. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masih terdapat klausula-klausula baku yang bertentangan dengan Pasal 18 UUPK dalam perjanjian kredit PT. Bank X sehingga dapat merugikan debitur sebagai konsumen.

The existence of Law No. 8 Year 1999 (UUPK) is to enable the protection o consumers, in an attempt to balance the position between those providing goods and/or services, and the consumers. One of the provisions in UUPK, in the Article 18, is the prohibition standardized clauses. At present, banks? credit agreements with their clients are in standardized forms. The topic discussed in this thesis is to study the adoption of standardized clauses in the credit agreement of Bank X. From this thesis it is concluded that there remain standardized clauses in the credit agreement o Bank X that run counter to Article 18 UUPK, which could therefore disadvantage the client as a consumer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24962
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Supran Winanda
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah rendahnya penyaluran kredit perbankan selama krisis moneter dan pemulihan ekonomi disebabkan oleh sisi permintaan atau penawaran kredit. Indikasi penyebab rendahnya penyaluran karti kredit tersebut dapat ditunjukkan oleh kondisi excess supply atau excess demand yang terjadi di pasar kredit perbankan. Untuk mencapai tujuannya, penelitian ini menggunakan model disekuilibrium yang diestimasi dengan metode maximum likehood estimation. Berdasarkan hasil estimasi, ditemukan bahwa selama krisis moneter terjadi excess demand kredit perbankan. Hal ini menunjukan bahwa rendahnya penyaluran kredit perbankan selama krisis moneter lebih disebabkan oleh sisi penawaran kredit atau terjadi credit crunch. Selama pemulihan ekonom, kondisi excess supply begitu dominan dibandingkan excess demand. Hal ini menunjukan bahwa rendahnya penyaluran kredit perbankan selama pemulihan ekonomi lebih disebabkan oleh sisi permintaan kredit."
2008
T 27705
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Subari
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Nuryani Mantin
"Perjanjian baku dalam perjanjian kredit bank dibuat salah satu pihak dalam hal ini adalah bank dengan klausulaklausula yang ditetapkan secara sepihak dan diberlakukan secara umum kepada konsumen. Dengan demikian konsumen tidak mempunyai daya tawar yang seimbang dengan pelaku usaha. Perjanjian baku dalam perjanjian kredit bank tidak sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara menyeluruh tentang isi dan bentuk perjanjian, untuk mengetahui sejauhmana klasula baku dalam perjanjian kredit bank dapat merugikan konsumen dan untuk mengetahui sejauhmana klausula baku dalam perjanjian kredit bank bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Metode Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian terhadap norma hukum yang terdapat dalam undang-undang, kontrak atau perjanjian, putusan pengadilan dan pendapat nara sumber yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.
Perjanjian kredit bank isinya memuat klausula baku yang sangat merugikan konsumen. Klausula baku tersebut memberikan tanggung jawab kepada konsumen lebih banyak dibandingkan dengan bank, bahkan tanggung jawab yang seharusnya ada pada bank dialihkan kepada konsumen. Klausula baku dalam perjanjian kredit Bank isinya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan yang seimbang kepada konsumen dan pelaku usaha melalui hak dan kewajibannya.
Mengingat klausula-klausula baku perjanjian kredit bank isinya merugikan konsumen, maka pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran klausula baku diharapkan dapat dilaksanakan oleh Pemerintah dan Instansi terkait. Bank Indonesia yang mempunyai tugas mengawasi perbankan dapat mengambil peran dalam mengawasi model-model perjanjian kredit yang memuat klausula-klausula yang merugikan konsumen tersebut.

Standard agreement in the bank credit agreement is established by either of the parties, it is bank in this matter, under clauses separately specified and generally imposed on consumers. Therefore, the consumers do not have a bargaining power which compatible with the stakeholders. Standard agreement in the bank credit agreement is not appropriate to the principles of contract freedom as specified in the Civil Code.
This research is aimed at: (1) entirely identifying the content and nature of the bank credit agreement; (2) identifying the extent to which the standard clause in the banking credit agreement may injure consumers; (3) identifying the extent to which the standar clause in the banking credit agreement contradict to the Law Number 8 Year 1999 regarding Consumer?s Protection.
Methodology applied in this research is normative juridical research, namely a research on legal norms existing in a law, contract or agreement, judicial decision, and opinions expressed by respondents relating to consumer's protection.
Banking credit agreement contain standard clauses which are very injurious to the consumers and contradict to the Law Number 8 Year 1999 regarding Consumer?s Protection, because the content of this standard clauses specify more accountability imposed on consumers than a bank. Even, an accountability which should have been imposed on the bank is assigned to consumers. Consumers Protection Law provides compatible protection to consumers and stakeholders through their right and obligations.
Considering that the content of standard clauses of banking credit agreement is injurious to consumers, then control and law enforcement relating to the breach against the standard clauses should be implemented by Government and related agencies. Bank of Indonesia having the duty of controlling banking institutions may play a role in controlling the models of credit agreement containing clauses which are injurious to consumers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37069
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Budiarti
"Pada kenyataannya menunjukkan bahwa usaha Bank dalam membantu pengusaha kecil melalui kredit sering kali mengalami berbagai hambatan, yang berpangkal dari kurangnya jaminan yang dapat diberikan oleh pihak yang memerlukan kredit. Menyadari akan hal tersebut, maka Bank berusaha agar ada pihak lain yang bersedia betindak sebagai penjamin , sehingga Bank dapat memberikan kreditnya kepada pengusaha-pengusaha kecil yang tidak mampu menyediakan jaminan yang cukup. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1971 tentang Penyertaan Moda l Negara R.I . untuk pendirian perseroan dalam bidang Perasuransian kredit, maka berdirilah PT. Asuransi Kredit Indonesi a (PT. Askrindo). Dengan adanya PT. Askrindo sebagai penanggung yang bersedia menanggung kerugian yang diderita oleh Bank, maka Bank dapat menggunakan jasa pertanggungan dari PT. Askrindo. Dan PT. Askrindo dalam menjalankan fungsinya tersebut, akan membuat Perjanjian Asuransi Kredit (PAK), yang mengatur hubungan hukum antara PT. Askrindo sebagai pihak penanggung dan Bank sebagai pihak tertanggung dengan kredit Bank sebagai obyek yang dipertanggungkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20367
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Margareth S.
"Jumlah mobil di kota Jakarta semakin hari semakin meningkat. Ini menandakan bahwa kebutuhan masyarakat akan mobil terus meningkat. Selain itu, para produsen juga bersaing untuk memproduksi jenis-jenis mobil yang sesuai dengan minat konsumennya. Pembelian mobil dapat dilakukan dengan cara tunai maupun kredit. Apabila dilakukan dengan cara kredit, maka kredit aapat diperoleh melalui Bank, salah satunya melalui layanan "X" Kredit Mobil dari PT. Bank "X", Tbk. Dalam pemberian kredit tersebut, Bank memerlukan sesuatu yang dapat dijadikan jaminan pelunasan hutang debitur. Pranata jaminan yang lazim dibuat adalah jaminan fidusia, dimana yang menjadi obyek jaminan fidusia adalah mobil yang sedang dikredit oleh sang debitur. Proses pemberian kredit oleh PT. Bank " X", Tbk. diawali dengan adanya beberapa dokumen yang harus di tandatangani oleh debitur maupun pemberi fidusia, yaitu dokumen Perjanjian Kredif dan dokumen Perjanjian Pengikatan Jaminan Fidusia. Kedua dokumen yang merupakan perjanjian baku tersebut disiapkan secara sepihak oleh PT. Bank "X" Tbk., untuk selanjutnya diserahkan kepada debitur untuk ditandatangani, dimana debitur tidak memiliki hak untuk mengubah bagian mana pun dari perjanjian. Umumnya Perjanjian Baku dibuat untuk efisiensi waktu, tenaga, dan biaya, namun hal ini membuat ketidakseimbangan kedudukan antara pembuat perjanjian baku dengan pihak yang dihadapkan pada perjanjian baku tersebut. Terlebih jika klausul-klausul dalam perjanjian baku tidak memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi debitur/pemberi fidusia. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah keabsahan proses penjaminan fidusia yang dibebankan terhadap obyek jaminan fidusia. Bahwa dalam proses pendaftaran jaminan fidusia, Undang-undang menetapkan diperlukannya sebuah akta jaminan fidusia yang merupakan akta notaris. Tanpa adanya akta tersebut, maka pendaftaran jaminan fidusia mustahil dilakukan, dan apabila pendaftaran jaminan fidusia tidak dilakukan, tidak akan terbit Sertifikat Jaminan Fidusia, dan akibatnya adalah kreditur/penerima fidusia tidak akan memiliki kedudukan sebagai kreditur preferen terhadap debitur tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21322
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>