Ditemukan 105315 dokumen yang sesuai dengan query
Sirait, Yuni Yanti
"Hubungan antara franchisor dan franchisée dalam perjanjian franchise ditandai adanya ketidakseimbangan kekuatan tawar menawar. Perjanjian franchise umumnya merupakan perjanjian baku yang dibuat dan ditawarkan oleh franchisor kepada franchisée. Isinya perjanjian yang memuat syarat-syarat standar ditentukan secara apriori oleh franchisor, cenderung syarat-syarat tersebut merugikan franchisée, sehingga seringkali menimbulkan konflik antara franchisor dan franchisée dalam menjalani bisnis Franchisée. Oleh karena itu, ada upaya perlindungan hukum terhadap franchisée yang meliputi: 1. perlindungan yang bersifat preventif, dilakukan oleh Pemerintah, yaitu melalui PP Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba dan SK Menperindag RI Nomor: 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Melalui wewenang notaris, dalam hal ini peranan notaris melalui wewenangnya untuk melegalisasi perjanjian franchise yang dibuat dan disiapkan secara a priori oleh franchisor cukup relevan dikemukakan, karena notaris dapat mencegah terjadinya perjanjian baku yang dapat merugikan salah satu pihak. Seyogyanya, pembentuk undang-undang mensyaratkan perjanjian franchise dibuat secara otentik. Oleh Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), yaitu melalui kode etik yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota AFI. 2. Perlindungan hukum yang bersifat represif, yang bertujuan memulihkan hak-hak dari pihak yang dirugikan, melalui peradilan umum, perdamaian dan arbitrase. Dalam praktek, perdamaian merupakan cara yang selalu ditempuh oleh para pihak dalam menyelesaikan sengketa, karena cara ini sesuai dengan prinsip bisnis franchise sebagai family business."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36561
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Reno Amrih Rahajeng
"Dasar dari pelaksanaan bisnis franchising adalah adanya perjanjian. Perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang menandatanganinya. Hal ini yang mengikat para pihak untuk melaksanakannya. Dengan keluasan isi perjanjian dan penerapannya maka timbullah pertanyaan mengenai posisi tawar franchisee terhadap franchisor dalam perjanjian franchise, kemudian mengenai perlindungan hukum yang memadai bagi franchisee dalam perjanjian franchise serta pertanyaan mengenai kebutuhan akta otentik dalam perjanjian franchise (Waralaba).
Metode penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian normatif yaitu penelitian yang menitikberatkan pada studi kepustakaan, dimana yang diteliti adalah ketentuan franchise (Waralaba) berdasarkan literatur yang ada. Penelitian ini dilihat dari sudut bentuknya. adalah penelitian preskriptif karena ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai upaya apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah berkenaan dengan ketidakseimbangan posisi dalam pembuatan perjanjian Franchise (waralaba).
Dengan telah adanya perjanjian perjanjian baku yang telah rinci, pihak franchisee hanya dapat menandatanganinya sehingga terjadi ketidakseimbangan posisi tawar. Sebagai bentuk upaya perlindungan hukum para pihak dalam perjanian franchise maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.16 tahun 1997 tentang waralaba maupun Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.259/MPP/KEP/7/1997 tanggal 30 Juli 1997. Kerap terjadi hal-hal yang melanggar PP ini seperti penggunaan bahasa asing dalam perjanjian. Hal ini disebabkan ketidak tahuan para pihak, ataupun memang disengaja demikian untuk menekan pihak franchisee. Tidak jarang pihak franchisor menggunakan jasa konsultan hukum yang juga tidak mengerti mengenai franchise. Dengan perjanjian franchise dibuat secara otentik maka diharapkan pada saat negosiasi dan penandatanganan, Notaris yang menanganinya dapat memberikan masukan dan keseimbangan kedudukan bagi kedua belah pihak. Ditekankan bagi kedua belah pihak sebab seorang Notaris tidak boleh berpihak. Tidak seperti dengan konsultan hukum yang melindungi hanya kliennya, disini yang menjadi klien notaris adalah para pihak sehingga notaris harus dan wajib melindungi para pihak tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16487
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sari Febiyanti
"Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Franchise, Skripsi, 1995. Perjanjian Franchise merupakan perjanjian yang dibuat antara pihak Franchisor dan Franchisee mengenai pemberian izin untuk menggunakan merek dagang franchisor kepada franchisee. Dalam menjalankan bisnisnya ini Franshisee harus menyesuaikan diri dengan metode dan prosedur yang di tetapkan Franchisor. Franchise tumbuh dan berkembang dari praktek dagang yang berlangsung sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Di Indonesia pun franshise tengah pesat berkembang. Sampai saat ini Franchise masih belum mendapat pengaturan secara khusus. Namun demikian bukan berarti tidak ada perlindungan hukum bagi mereka yang terlibat di dalamnya. Perlindungan hukum bagi para pihak (Franchisor dan Franchisee) masih dapat dilakukan melalui perjanjian Franchise yang dibuat. Asas Terbuka Buku III KUH Perdata, memungkinkan bagi para pihak untuk membuat perjanjian apapun, perjanjian yang dibuat secara sah akan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian Franchise yang dibuat merupakan landasan untuk menuntut hak dan kewajiban para pihak. Perjanjian Franchise menjadi dasar untuk mengetahui sah atau tidaknya perbuatan para pihak. Klausula-klausula dalam perjanjian Franchise mengatus kepentingan para pihak Bargaining Position yang lebih kuat, dapat memaksa salah satu pihak dalam memasuki perjanjian menerima saja klausula-klausula yang dianjurkan, sehingga perjanjian itu tidak seimbang mengatur kepentingan para pihak. Walaupun KUH Perdata sudah memberikan tolak ukur berupa asas ketertiban umum, asas moral atau kesusilaan, asas kepatuhan atau keadilan dan asas itikad baik, klausula-klausula yang perlu diperhatikan antaranya adalah mengenai pengaturan hak dan kewajiban, pembalasan dalam pemberian izin merek, perihal pembayaran franchise fee/royalti, jangka waktu, dan pembatalan perjanjian Kausula-klausula tersebut sedikit banyak memberikan perlindungan terhadap kepentingan para pihak-pihak, sehingga perjanjian dapat terlaksana dan tujuan Franchise itu sendiripun dapat tercapai bagi masing-masing pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20710
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Resty Ronalisco
"Perjanjian franchise merupakan perjanjian yang dibuat antara pihak franchisor dan franchisee mengenai pemberian izin untuk menggunakan merek franchisor kepada franchisee. Dalam menjalankan Bisnisnya ini, franchisee harus menyesuaikan diri dengan metode dan prosedur yang ditetapkan franchisor. Di Indonesia, perkembangan bisnis franchise tidak diimbangi dengan pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Akan tetapi, realitas tersebut bukan berarti tidak ada perlindungan hukum bagi para pihak di dalam perjanjian franchise. Hal ini sesuai dengan asas terbuka dalam Buku III KUHPerdata yang memungkinkan bagi para pihak untuk membuat gerjanjian apapun dan perjanjian yang dibuat secara sah akan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Perjanjian franchise yang disusun merupakan dasar hukum untuk menuntut hak dan kewajiban para pihak, juga untuk mengetahui sah atau tidaknya perbuatan para pihak. Klausula dalam perjanjian franchise mengatur kepentingan para pihak, tetapi posisi tawar menawar memaksa salah satu pihak untuk menerima klausula tersebut tanpa reserve. Akibatnya perjanjian menjadi tidak seimbang mengatur kepentingan para pihak. Oleh sebab itu, selalu ada pemahaman dan penyempurnaan terhadap ketentuan dalam perjanjian yang perlu merumuskan klausula yang sedikit banyak dapat memberikan perlindungan terhadap kepentingan para pihak, sehingga hak dan kewajiban yang diperjanjikan dapat dilaksanakan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21085
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aji Prayudi
"Franchise merupakan suatu perjanjian antara para pihak dimana pihak pemilik Franchise disebut Franchisor sedangkan pihak pemohon disebut Franchisee. Franchise merupakan suatu bentuk usaha perdagangan yang belum lama dikenal yang paling utama dari, perjanjian ini adalah pemakaian dari nama perdagangan milik Franchisor. Dasar dari suatu perjanjian adalah kesepatan para pihak yang di dasarkan pada pasal 1320 KUHPerdata. Adanya suatu konsensus antar para pihak menjadikan perjanjian tersebut sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian merupakan dasar dari usaha Franchise yang menggunakan nama perdagangan milik pihak lain. Banyak perjanjian-perjanjian yang mirip dengan Franchise tetapi tidak dapat dikatakan Franchise. antara lain Lisensi agent dan distribusi. Lisensi mirip dengan Franchise dikarenakan hanyak dari perjanjian Franchise yang menggunakan kata lisensi dalam kontraknya sehingga sepintas lalu mirip. Perjanjian Franchise didalamnya menyangkut hal-hal sebagai berikut : a. Pemakaian nama perdagangan b. Konsultasi manajemen. hukum maupun pemasaran c. Bantuan promosi dan penataan serta pembukaan d. Pengawasan dari Franchisor mengenai mutu dan pelayanan Hal tersebut diatas mutlak ada dalam suatu perjanjian Franchise. Kedudukan Franchisor sebagai pemilik secara nyata lebih kuat dibandingkan Franchisee karena lebih banyak kewajiban bagi Franchisee. Permasalahan yang biasa timbul adalah mengenai pengawasan karena banyak. Franchisee maka dirasakan kurang sehingga akan merugikan baik Franchisee maupun Franchisor penyelesaian perselisihan ini biasanya dikaitkan ganti rugi sampai pemutusan perjanjian ."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20423
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Suharnoko
"Masalah perlindungan hukum franchise mulai sehubungan adanya kekhawatiran fanchisor memutuskan perjanjian atau menolak memperbaharui perjanjian dan mendistribusikan sendiri produknya di wilayah franchise. di Amerika, 15 Negara bagian telah memberlakukan apa yang di sebut good cause requirement sebagai syarat pemutusan franchise agreement. Artinya, franchistor tidak dapat memutuskan perjanjian atau menolak memperbaharui perjanjian kecuali dia menunjukkan alasan-alasan yang cukup kuat untuk mengakhiri perjanjian itu."
1996
HUPE-XXVI-6-Des1996-501
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Fahrel Farda Khairi Somawiharja
"Dunia fiksi telah menjadi elemen penting dalam karya sastra, film, dan media interaktif, khususnya dalam industri kreatif global. Penelitian ini menganalisis kelayakan dunia fiksi sebagai ciptaan yang dapat dilindungi oleh hak cipta, dengan menitikberatkan pada doktrin dikotomi ide-ekspresi. Doktrin ini membedakan antara ide dan ekspresi konkret. Dalam konteks ini, dunia fiksi yang diwujudkan melalui proses worldbuilding yang mencakup pembuatan elemen-elemen narasi seperti karakter dan desain visual. Penelitian ini mengkaji konsep dunia fiksi melalui kerangka hukum nasional (UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta) dan internasional (Konvensi Bern dan TRIPS). Analisis lebih lanjut dilakukan menggunakan contoh kasus dunia fiksi Lands Between dalam Elden Ring dan Warhammer 40k, yang menunjukkan bagaimana dunia fiksi dapat diintegrasikan ke dalam perlindungan hak cipta melalui ekspresi kreatif yang spesifik. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa dunia fiksi layak dilindungi oleh hak cipta apabila memenuhi syarat orisinalitas, unsur pembeda yang unik, dan keterhubungan elemen-elemen fundamental dalam narasi.
The fictional world has become a significant element in literature, film, and interactive media, particularly in the global creative industry. This study analyzes the feasibility of fictional worlds as creations eligible for copyright protection, focusing on the idea-expression dichotomy doctrine. This doctrine distinguishes between ideas and their concrete expressions. In this context, fictional worlds are realized through the process of worldbuilding, which includes creating narrative elements such as characters and visual designs. This study examines the concept of fictional worlds through the legal framework of national law (Law No. 28 of 2014 on Copyright) and international regulations (the Berne Convention and TRIPS Agreement). Further analysis is conducted using case studies of the fictional worlds in Lands Between from Elden Ring and Warhammer 40k, demonstrating how fictional worlds can be integrated into copyright protection through specific creative expressions. The findings of this study affirm that fictional worlds are eligible for copyright protection if they meet the requirements of originality, unique distinguishing elements, and interconnectedness of fundamental narrative components."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Felana Tasri Tanzil
"Frachise adalah suatu sistem bisnis dimana tranchisor selaku pemilik franchise mengizinkan franchisee untuk menggunakan merek dagang serta teknik bisnisnya yang berkaitan dengan proses produksi dan pemasaran suatu produk/jasa untuk periode tertentu, dengan menerima suatu pembayaran. Adapun alasan penulis untuk memilih topik tranchise adalah karena akhir-akhir ini terliaht gejala menjamurnya bisnis ini di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Meluasnya pemakaian sistem franchise sebagai salah satu metode produksi dan pemasaran bisnis dikarenakan bisnis franchise menjanjikan keuntungan yang cepat, sehingga banyak diminati oleh kalangan pengusaha. Memang, di Indonesia franchise belum diatur secara khusus dan tegas, tetapi mengingat asas kebebasan berkontrak yang termuat dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tidak ditutup kemungkinan untuk mengadakan perjanjian franchise sepanjang tidak bertentangan dengan kesusuaian dan ketertiban umum. Sebagai suatu franchise berhasil dan dikenal oleh masyarakat tentunya berkaitan erat dengan usaha promosi yang dilakukan. Masyarakat dengan cepat dapat mengikuti perkembangan yang ada kerena dewasa ini kita berada dalam era globalisasi, jelas media massa memiliki andil yang besar. Maka penulis tertarik untuk menggali lebih dalam lagi mengenai aspek periklanan dalam perjanjian franchise."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Siregar, Robert Agustinus
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S25856
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nadya Putri Safira
"Tulisan ini menganalisis bagaimana prinsip Vicarious Liability majikan terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh karyawan franchise perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia demi menjamin kepastian hukum dan keadilan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktriner dengan pendekatan terhadap putusan-putusan pengadilan di Amerika Serikat. Vicarious liability merupakan asas yang memungkinkan seseorang bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain atau benda di bawah pengawasannya. Meskipun vicarious liability telah diakui dalam Pasal 1367 KUHPerdata, hingga saat ini belum ada pengaturan atau putusan hukum yang secara eksplisit mengatur tanggung jawab franchisor dalam perjanjian franchise di Indonesia. Fokus pengaturan di Indonesia saat ini hanyalah berdasar pada perjanjian kerja saja. Sebaliknya, di Amerika Serikat, vicarious liability majikan pada bisnis franchise telah dikenal luas, dengan banyak putusan pengadilan yang menetapkan bahwa franchisor maupun franchisee dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan karyawan franchisee apabila terbukti memiliki kontrol signifikan terhadap operasi franchisee. Pendekatan ini memberikan perlindungan hukum yang lebih luas dengan mempertimbangkan hubungan antara franchisor dan franchisee, terutama jika franchisor memiliki pengaruh besar terhadap manajemen operasional franchisee. Untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan di Indonesia, perlu adanya pengaturan mengenai tanggung jawab franchisor atas tindakan karyawan franchisee, khususnya dalam situasi di mana franchisor memiliki kontrol signifikan terhadap aspek operasional franchisee. Pengaturan ini dapat mencakup batasan dan kriteria yang jelas terkait pengaruh franchisor, sehingga tanggung jawab hukum tidak hanya bergantung pada perjanjian kerja antara franchisee dan karyawan, tetapi juga mencakup hubungan hukum antara franchisor dan franchisee.
This paper analyzes how the principle of Vicarious Liability of employers for unlawful acts committed by franchise employees needs to be regulated in Indonesian laws and regulations in order to ensure legal certainty and justice. This study uses a doctrinal research method with an approach to court decisions in the United States. The concept of vicarious liability is a principle that allows someone to be responsible for unlawful acts committed by another person or object under his/her supervision. Although vicarious liability has been recognized in Article 1367 of the Civil Code, to date there has been no regulation or legal decision that explicitly regulates the responsibility of franchisors in franchise agreements in Indonesia. The focus of regulation in Indonesia is currently only based on employment agreements. In contrast, in the United States, the concept of vicarious liability in the franchise business is widely known, with many court decisions establishing that both franchisors and franchisees can be held liable for the actions of franchisee employees if they are proven to have significant control over the franchisee's operations. This approach provides broader legal protection by considering the relationship between the franchisor and franchisee, especially if the franchisor has a significant influence on the franchisee's operational management. To ensure legal certainty and justice in Indonesia, there needs to be a regulation regarding the franchisor's liability for the actions of franchisee employees, especially in situations where the franchisor has significant control over the operational aspects of the franchisee. This regulation can include clear limitations and criteria regarding the franchisor's influence, so that legal liability does not only depend on the employment agreement between the franchisee and the employee, but also includes the legal relationship between the franchisor and the franchisee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library