Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140354 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wulat Arum Juktikanti
"Dalam pelaksanaan pengenaan pajak PPh dan BPHTB, yang dikenakan sehubungan dengan peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan, maka N'AT maupun Pejabat Lelang yang memiliki tugas dan peran ubtuk mengamankan pemasukan dari PPh dan BPHTB tersebut menghadapi berbagai kendala/hambatan. Kendala/hambatan tersebut berkaitan dengan masalah penerapan hukumnya, SSP dan SSB palsu, serta tidak segera dibuatnya BPHTB yang merupakan kewajiban Pemenang Lelang (Wajib Pajak). Sebagaimana diketahui bersama, pada saat ini pemerintah Indonesia berencana meningkatkan jumlah pendapatan yang berasal dari pajak (pada RAPBN 2003), karenanya pendapatan dari sektor pajak, terutama PPh dan BPHTB, harus dapat dioptimalkan sehingga dapat mencukupi rencana pemasukan dari sektor pajak bagi APBN di Tahun Anggaran 2003, dan Tahun-tahun Anggaran berikutnya, dan pada akhirnya dapat membuat negara ini sedikit demi sedikit terlepas dari ketergantungan terhadap utang luar negeri.
Kendala/hambatan ini bersitan erat dengan tugas dan tanggung jawab Pengawasan Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak maupun oleh Pemerintiah Daerah setempat di mana Objek Pajak terletak. Jika Pengawasan Pajak dilaksanakan sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan (Undang-undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan/UU KUP dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana/KUHP), maka dapat diharapkan bahwa segala bentuk hambatan tersebut, paling tidak dapat diminimalkan, untuk tidak mengatakan menjadi ditiadakan sama sekali. Karena pelaksanaan Pengawasan Pajak tidak berjalan secara efektif dan efisien menyebabkan terjadinya potensi kerugian negara terhadap masuknya pajak PPh dan BPHTB menjadi meningkat.
Dengan demikian pengawasan yang merupakan tanggungjawab Direktorat Jenderal Pajak maupun Pemerintah Daerah setempat di mana Objek Pajak berada, dapat melaksanakan pengawasan sebagaimana mestinya, baik dengan meningkatkan sumber daya manusia-nya, maupun penegakan hukum-nya (law enforcement) yang harus dilaksanakan dengan tegas dan tidak membedakan oknum pelakunya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T36728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Alisangihe, Amelia Sonja
"PPAT adalah Pejabat Umum yang bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai perbuatan hukum tersebut, selain PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, maka PPAT hanya dapat membuat akta pemindahan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun setelah Wajib Pajak menyerahkan tembusan Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP) dan BPHTB (SSB). Pokok permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah: Bagaimana prosedur pelaksanaan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPTHB)? dan: Apakah hambatan dalam penagihan Pajak Penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah? Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif; data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui bahan pustaka berupa studi dokumen, dimana tipologi dalam penelitian ini bersifat evaluatif yakni menganalisa mengenai prosedur pelaksanaan pembayaran PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan BPTHB serta hambatan dalam penagihan PPh dan BPHTB bagi PPAT. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembayaran PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan BPTHB hanya dapat melalui bank-bank tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dan meminta validasi terhadap bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ke Kantor Pelayanan Pajak yang telah ditunjuk membutuhkan waktu yang lama. Hal ini merupakan salah satu hambatan bagi PPAT untuk melakukan pendaftaran ke Kantor Pertanahan, sehingga PPAT menyerahkan dokumen-dokumen untuk pendaftaran terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan, kemudian menyerahkan tembusan SSP dan SSB setelah mendapat validasi.

Land Deed Official is the General Official, who has duty to perform part of Land Registration Activities by iss uing deeds as legal proof of certain lawful acts conceming land and ownership rights on property, which will be used as Standard for land registration amendment resulting from such acts. Before issuing the deeds conceming such acts, official other than Land Deed Official, shall assess the actuality of the land and ownership rights certificate to the Land Office, afterwards Land Deed Official may issue the deed after the Taxpayer has submitted a copy of Tax Payment Slip (SSP) and Acquisition Duty of Right on Land and Building Payment Slip (SSB). The main issue that the writer desires to bring to this research is: what is the procedure of Income Tax Payment in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB)? and: what is the barrier to land deed official in collecting income tax relating to such issue?. This research constitutes juridical normative research; using a secondary data obtained through materials such as documents. The typology in this research is evaluative, that is to analyze procedures of Income Tax Payment in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB) and the barrier in collecting income tax by Land Deed Official relating thereto. By doing this research, it can be concluded that the payment of Income Tax in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB) can only be made through certain banks appointed by the Directorate General of Taxation, and validation from the Tax Office generally takes a long period. This is one of the barriers to Land Deed Official in registering land to land Office, causing the copy of validation tax Payment Slip has to be submitted later after relating documents have been submitted."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26450
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Trijono Rudy Laksono
"BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan, sedangkan hak atas tanah adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Untuk membuktikan adanya perbuatan hukum peralihan hak atas tanah kecuali pemindahan hak melalui lelang, sebagaimana dikehendaki dalam Undang-Undang Pokok Agraria harus dibuktikan dengan akta otentik yang dibuat oleh PPAT.
Sebagai salah satu pejabat yang berwenang untuk membuat akta perolehan hak atas tanah dan bangunan, PPAT tunduk pada ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Namun, dalam praktik masih ditemukan adanya penyimpangan terhadap ketentuan tersebut, dimana akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan ditandatangani mendahului kewajiban pembayaran BPHTB. Salah satu contohnya adalah Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT X di Kabupaten Bogor, nomor 1029/2006, tanggal 22 Desember 2006, sedangkan BPHTB dibayarkan pada tanggal 26 Desember 2006. Atas dasar hal tersebut, dipandang perlu melakukan penelitian berkenaan dengan implementasinya dalam praktik terutama terkait dengan akibat hukum terhadap PPAT yang bersangkutan, dan bagaimana keabsahan terhadap akta tersebut.
Metode penelitian yang digunakan bersifat yuridis normatif, pengumpulan data menggunakan data sekunder yang dirangkaikan dengan hasil wawancara dengan informan yang terkait, sehingga diperoleh pembahasan yang sistematis. Hasil penelitian bersifat evaluatif analisis.
Hasil penelitian mengungkapkan, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, PPAT dikenakan sanksi administrasi dan Benda dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bogor. Akta tersebut tetap bisa dipakai sebagai dasar peralihan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor, dan akta tersebut tetap absah. Pemenuhan BPHTB dapat dilaksanakan apabila PPAT milaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan dengan tegas. Disamping itu adanya bentuk peraturan yang lengkap dan jelas sehingga mudah dimengerti dan dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun aparatur perpajakan serta PPAT.

BPHTB is the obtainable tax that is connected with land building rights, which further more called tax. The obtainable of the land and building rights is the law action that's caused the obtainable of land and building rights privately or institutionally. Meanwhile, the land rights that's stated on the legislation no.5, 1960 about the basic agrarian affair regulation. In order to prove that there is a law action on the transferring of the right for land use except the auction transferring of land right. Considering the agrarian affair regulation it must be proved by the authentic deeds which are made by PPAT (The Official Authorized to Make Land Deed).
PPAT as one of the official that has an authority to make the obtainable deed of land and building right. Its surrender to the obtainable of land and building tax 24:1 No.20, 2000. Hence, practically we still found the deviation of regulation. It happened when the transferring of the right for land and building has been signed before the advance payment of BPHTB. As we can see in the example here that the trade (buy and sell deed) made by the PPAT X in Bogor District No.1029/2006 December 26th, 2006. Other wise BPHTB was paid in December 2'1 2006. Based on the fact above, the research need to be done on dealing with practical implementation, especially related to the law effect toward it (PPAT) and the legality of its deed.
The research methodology use the juridical normative, data collection for collecting the data the systematical study has been used where the secondary data was connected to the data result of interviewers.
The result of the study is the evaluative analysis. It showed that the there is the infraction rule. PPAT will be taken administrative measures against PPPBB (The Land and Building Tax Service Office of Bogor). The deed can still be used as the basic transferring of the land right in Bogor Agrarian Office and it still legalized. The fulfillment of BPHTB can be applied when PPAT do the rule that has been legalized. On the other hand for the understanding, the complete and brief regulation must be stated and it can be done by the citizen and also by the official authorized tax (PPAT).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noerbaety Ismail
"Menurut pasal 6 ayat 3 Undang-Undang nomor 20 tahun 2000, tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, bahwa apabila Nilai Perolehan Objek Pajak, selain penunjukan pembeli dalam lelang, tidak diketahui atau lebih kecil daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. Dengan adanya ketentuan pasal sebagaimana disebutkan di atas, maka dalam masyarakat banyak terjadi penyelundupan pajak dalam setiap transaksi peralihan hak atas tanah dan atau bangunan, yaitu dengan cara masyarakat dalam melakukan peralihan hak tanah atau bangunannya sebagai dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) mempergunakan Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, walaupun Nilai Jual Objek Pajak yang sesungguhnya adalah di atas Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. Perbuatan tersebut jelas mempengaruhi jumlah penerimaan negara dari sektor perpajakan khususnya BPHTB.
Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak mempunyai kewajiban untuk memaksa masyarakat yang dilayani dalam melakukan transaksi tanah dan atau bangunan miliknya agar jujur dalam menerapkan Nilai Jual Objek Pajak untuk dapat dijadikan dasar pengenaan BPHTB. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, terhadap Peraturan Perundangundangan yang berlaku pada saat ini, kemudian secara deduktif diinterpretasikan untuk menjawab kasus-kasus yang disajikan. Pengumpulan data juga dilakukan melalui wawancara dengan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Penyuluhan Masyarakat.
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa masih banyak masyarakat Wajib Pajak yang belum mengetahui mengenai BPHTB, cara penerapan dan pelaksanaannya, sehingga banyak Wajib Pajak yang terkena tipu oleh pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab, misal dalam melakukan pembayaran BPHTB memakai jasa pihak ketiga, ternyata akhirnya Wajib Pajak memperoleh Surat Setoran Bea (SSB) palsu. Sehingga Pemerintah harus segera memberikan penyuluhan, melalui media cetak maupun elektronis yang tujuannya adalah untuk mensosialisasikan BPHTB itu sendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T36804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armandi
"Pajak sebagai sumber pendapatan negara yang penting ditingkatkan peranannya. Dalam meningkatkan sumber pendapatan negara dari pajak tersebut, PPAT juga berperan besar karena mereka ditugaskan untuk memeriksa telah dibayarnya Pajak Penghasilan (PPh) dari penghasilan akibat pengalihan hak atas tanah serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) sebelum akta dibuat dan ditandatangani. Undang-Undang Pajak menganut prinsip self-assessment, dengan sistem ini kepada Wajib Pajak (WP) diberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih besar untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor/membayar, dan melaporkan kewajiban pajaknya. Maka dalam pelaksanaannya, khususnya dalam hal PPh dari penghasilan, selain dari pembinaan dan pengawasan dari Aparat Pajak, juga ditetapkan serta diperlukan pengawasan dan peranan dari instansi lain yaitu antara lain PPAT dan pihak kantor pertanahan.
Guna efektivitas dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU PPh dan UU BPHTB serta peraturan pelaksanaannya, maka perlu ditingkatkan peranan PPAT. Dalam penelitian ini digunakan metode kepustakaan dan penelitian lapangan dengan mengadakan wawancara dengan beberapa narasumber serta pengamatan terhadap para Wajib Pajak. Berdasarkan penelitian kepustakaan dan wawancara dengan beberapa narasumber serta pengamatan terhadap para WP, didapatkan beberapa hal antara lain bahwa pelaksanaan pembayaran BPHTB secara formal sudah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi secara material praktik di lapangan ditemukan kenyataan bahwa pelaksanaannya belum maksimal. Untuk pelaksanaan pembayaran PPh untuk nilai bruto di atas Rp60.000.000 (enam puluh juta rupiah) secara formal sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya tetapi secara material dirasakan masih kurang."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36323
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Wibowo
"Latar Belakang dalam Skripsi ini adalah Saat ini, sering terjadinya perselisihan-perselisihan perdata tentang kepemilikkan sebidang tanah yang telah memiliki sertipikat hak atas tanah melalui jual beli. Di dalam praktek, tujuan kegiatan jual beli tanah adalah untuk memperoleh kepastian hukumnya, agar pihak pembeli mengerti bahwa obyek tanah yang baru dibelinya adalah terjamin kepastian hukumnya, terutama dalam hal batas tanahnya dan sertipikat tanahnya. Setiap subyek hukum, baik sebagai pribadi kodrati maupun pribadi hukum, pada dasarnya mempunyai kewenangan untuk memindahkan haknya atas tanah kepada pihak lain. Apabila terjadi pemindahan hak milik atas tanah secara jual beli, pihak penjual harus melengkapi persyaratan-persyaratan dalam pengurusan pemindahan hak miliknya dan menyerhkan kepada pihak pembeli dan pihak pembeli mempunyai kewajiban melakukan pengurusan pendaftaran tanahnya oleh kantor PPAT, tujuannnya adalah agar pihak pembeli mempunyai kepastian hukum atas tanah/bangunan yang baru dibelinya. Perbuatan hukum seperti ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1950 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Apa yang telah diperintahkan di Pasal 19 ayat (1) UUPA disempurnakan dengan diterbitkannya PP No. 24 Tahun 1997. Pasal 3 butir a PP No. 24 Tahun 1997 telah diatur lebih lanjut sebagai penegasan tentang tujuan pendaftaran tanah adalah a. untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Pokok Permasalahan dalam skripsi ini adalah ada 2 pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimana proses pelaksanaan pendaftaran pemindahan hak milik apabila dilakukan oleh PPAT ? Bagaimana peranan PPAT dalam praktek pendaftaran tanahnya ?.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan dan penelitian lapangan yaitu melakukan penelitian ke kantor PPAT.
Kesimpulan yang ada dalam skripsi ini adalah menjawab 2 pertanyaan yang ada di dalam pokok permasalahan dan menyimpulkan secara singkat hal-hal yang telah diuraikan dalam bab-bab skripsi ini dan dituangkan secara singkat dan jelas di bagian kesimpulan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S21261
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Muniro Salim
"Dalam tesis ini, penulis menitik beratkan pada penerimaan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan dikaitkan dengan rencana dan realisasi penerimaan dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan tersebut, yang mengacu pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dan peran serta Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pengamanan penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan tersebut. Dengan Undang-undang Nomor 21 tahun 1997 juncto Undang-undang Nomor 20 tahun 2000, tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, mempunyai potensi yang besar, karena menyangkut tanah yang nilai ekonomisnya cenderung tinggi.
Dengan banyaknya transaksi, khususnya di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka sangat mempengaruhi penerimaan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang otomatis akan menjadi sangat berarti bagi penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta secara keseluruhan, yang setiap tahunnya meningkat. Hal ini tidak luput dari peran serta Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pengamanan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, karena sebagian besar penerimaan dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan berasal dari transaksi tanah yang setiap transaksi penjualan tanah dan bangunan tidak dapat dipisahkan dari tugas Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam menjalankan profesinya, dengan jumlah Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebanyak 700 orang, maka diharapkan penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dari Pajak Penghasilan (PPh) dan terutama dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dapat terkumpul sebagaimana yang ditargetkan oleh Undang-undang. Walaupun banyak permasalahan yang dihadapi Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam mengamankan Bea Perolehan Hak Atas Tanh dan Bangunan, yang bisa menimbulkan kerugikan bagi Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah itu sendiri, baik secara materiil maupun moril (pidana). Ini semua dilakukan sebagai sumbangsih kepada Negara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T36340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gianesha Pratama
"Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang dalam membuat akta autentik autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik. Selain Notaris, pejabat lain yang juga mempunyai kewenangan untuk membuat akta autentik adalah Pembuat Akta Tanah yang disingkat PPAT adalah Pejabat yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas Satuan Rumah Susun. Tujuan dari penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui penyalahgunaan jabatan yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan menjelaskan peranan Pembina dan Pengawas PPAT yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional dalam membina dan mengawasi kinerja PPAT. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundangan-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa Majelis Pengawas Notaris dalam kasus ini sebenarnya tidak dapat melakukan penyidikan dan mengeluarkan putusan terhadap kasus ini, dikarenakan telah melampaui kewenangan nya, namun karena PPAT ini juga merangkap sebagai Notaris, hanya moralitas nya saja yang dapat dilakukan pemeriksaan, meski demikian kasus ini lebih menitik beratkan kepada jabatan nya sebagai PPAT. Secara teoritis, PPAT tersebut memang telah terbukti melanggar sumpah jabatan nya, dan Majelis Pengawas PPAT dapat melakukan pemeriksaan terhadap PPAT tersebut, namun Majelis Pengawas PPAT tersebut dapat melakukan pemeriksaan apabila ada pengaduan dari si pelapor tersebut, tetapi sampai saat ini pula, pelapor tidak melakukan pengaduan kepada Majelis Pengawas PPAT ini, karena ketidaktahuan nya.

The notary is the Public Officials authorized to make an authentic act of authenticity in all acts, agreements, and determinations required by a general rule or by the interested parties to be specified in an authentic act. In addition to the Notary, the other official who has the authority to make an authentic act is the Land Commissioner abbreviated as PPAT is the Office authorized to make authentic acts regarding certain acts of law relating to land or property rights in a Unit of Units. The purpose of the writing of this thesis is to understand the abuse of office by the Office of Land Claims Officers and to explain the role of PPAT Builders and Supervisors played by the National Land Agency in building and monitoring PPAT performance. The method of research used is the normative jurisprudence which is the research conducted on the basis of the main law by examining the theories, concepts, principles of law and the laws and regulations relating to this research. The approach used is descriptive analytics using primary and secondary data. According to the research results, the Notary Supervisory Council in this case was actually unable to investigate and issue a verdict on this case, as it had gone beyond its authority, but as the PPAT also came under the notice of Notary, only his morality could be examined, in any case This is more of a concern for his position as PPAT. Theoretically, the PPAT has indeed been found to have violated his oath of office, and the PPAT Supervisory Council may conduct investigations into the PPAT, but the PPAT Supervisory Council may conduct investigations in the wake of the complainant, to this PPAT Supervisory Council, for his ignorance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianus
"Dalam pengalihan hak-hak atas tanah dan/atau bangunan yang didahului dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan kuasa jual yang dibuat di hadapan notaris di Kotamadya Jakarta Utara terjadi pengelakan dalam pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan/atau Bangunan (BPHTB).
Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian yuridis normatif yakni mengacu kepada norma-norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan penelitian, pengelakan terhadap pemungutan PPh dan BPHTB dalam pengalihan hak-hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan membuat akta/surat kuasa jual, akta/surat kuasa jual tersebut dibuat secara terpisah dengan PPJB, dan dijadikan dasar untuk transaksi jual bell tanah dan/atau bangunan berikutnya dengan pihak lain.
Pengelakan diatasi dengan menandatangani surat pernyataan dan diketahui oleh Notaris yang berisi pernyataan bahwa kuasa menjual yang diberikan kepada penerima kuasa belum pernah dibatalkan/cabut dan masih tetap berlaku sampai dibuat dan ditandatanganinya Akta PPAT; bahwa antara pernberi dan penerima kuasa belum/tidak pernah membuat/melakukan/ melaksanakan PPJB di hadapan Notaris; dan bahwa pemilik dan pemegang hak atas tanah dan/atau bangunan bersedia dan sanggup bertanggung jawab sepenuhnya serta bersedia ditindak dan dituntut di hadapan pihak-pihak yang berwenang tanpa meliuatkan Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara.
Penulis menyarankan perlunya penyadaran mengenai pentingnya pajak, diharapkan dengan tingginya kesadaran masyarakat, maka akan meminimalisasi pengelakan pajak; upaya yang telah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Kotamadya Jakarta Utara dapat diikuti oleh Badan Pertanahan Nasional Kotamadya lainnya; dan Notaris sebaiknya tidak membuatkan akta/surat kuasa yang dibuat secara terpisah dengan Perjanjian Pengikatan Jual Bell guna menghindari terjadinya pengelakan terhadap pemungutan PPh dan BPHTB.

In land or building sales that was made initiated by The Installment Sale Agreement (Perjanjian Pengikatan Jual Bell) with selling authorization that was made in front of North Jakarta Notary, there was evasion made on Income Tax (Pajak Penghasilan) and Land Tenure Income Tax (Bea Perolehan Hak Atas Tanah an/atau Bangunan) exaction.
The research method is juristic normative method that refers to legal norms in the prevailing laws and regulations. Based on the research, evasion towards PPh and BPHTB in land and/or building sales made with Authorization Selling Letter, it was made separately with PPJB, and was made as a base for the next land and/or building selling transaction with other parties.
Evasion was handled by signing a Statement Letter and known by the Notary that said about the statement that the selling authorization given to the appointed has never been nullified/erased and was still in effect until it is made and signed in front of the PPAT; that between the appointer and the appointed has never been made/done/performed a PPJB in front of the Notary; and that the owner and holder of land and/or building is willing and can be hold responsible and willing to be charged and punished by the authorities without involving the North Jakarta Land Registry Office.
The author advises about the awareness to the importance of tax, hoping for society's awareness, therefore minimizing the tax evasion; the effort made by the North Jakarta Land Registry Office can be followed by the other Land Registry Offices; and Notary should not made Letter of Authorization that was made separately with Installment Sale Agreement to avoid the evasion of PPh dan BPHTB exaction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>