Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169027 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edison Muchlis M.
"Salah Satu USaha perbankan adalah memberikan fasilitas kredit kepada TVASaioail perorangan dan badan hukum. Dalam proses pemberian kredit ini, baTiVi ifteng gunakan dua bentuk perjanjian kredit: perjanjian kredit baku iai bawah tangan) dan perjanjian kredit akta notaris. Tingkat keabsahan perjanjian kredit di bawah tangan sudah lama dipertanyakan, karena ia dinilai melanggar azas kebebasan berkontrak, dan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Sedang perjanjian kredit yang dibuat dengan akta notariil pun tidak bisa terlepas dari konsep-konsep baku yang dirancang sendiri oleh bank. Dalam rangka reformasi hukum, perlu dipertanyakan, bagaimana format perjanjian kredit perbankan yang ada saat ini, apakah sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan undang-undang tersebut? Pertanyaan induk ini dikembangkan lagi menjadi empat pertanyaan berikut: (1) apakah kedua bentuk perjanjian kredit ini telah memberikan hak-hak yang seimbang antara bank dan nasabah? (2) Klausulklausul penting apa saja yang harus dimasukan ke dalam sebuah perjanjian kredit agar tercipta keseimbangan hak dan kewajiban serta posisi para pihak dalam perjanjian kredit? (3) Apakah nasabah debitur telah dilindungi haknya selaku konsumen dalam perjanjian kredit? (4) Bagaimana seharusnya notaris berperan dalam pembuatan akta-akta perjanjian kredit dan akta-akta asessoir lainnya?. Untuk menjawab pertanyaan di atas, penelitian ini dilakukan terhadap perjanjian kredit yang berasal dari lima bank umum, yang terdiri dari bank pemerintah seperti BNI, BTN, BRI, Bank Mandiri dan Bank Nagari, dan dua bank umum swasta seperti BCA dan Bank Dagang Bali (BDB) . 11 sampel penelitian ini diambil dari tiga wilayah: Padang, Sambas dan Jakarta. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah: (1)kedua bentuk perjanjian kredit (baku dan notariil) belum memberikan hak yang seimbang antara bank dan nasabah debitur, karena kepentingan bank lebih diutamakan ketimbang kepentingan nasabah debitur; (2)untuk menjamin kesimbangan hak tersebut minimum harus ada 9 klausul penting, yaitu klausul mengenai jumlah hutang, bunga dan provisi, jangka waktu, peruntukan, cara pembayaran, jaminan, asuransi, tindakan yang dilarang (negative clause), penyelesaian sengketa dan domisili hukum; (3)dalam praktek, perlindungan atas hak-hak debitur selaku konsumen belum tercapai sebagaimana mestinya, karena notaris lebih banyak didominasi oleh kepentingan bank; (4)dalam pembuatan akta perjanjian kredit, notaris seharusnya berperan netral, adil dan tidak memihak kepada bank sesuai aturan pasal 17 PJN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T36641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Arini
"Dewasa ini perkreditan adalah merupakan faktor terpenting dalam seseorang mengembangkan usahanya. Seseorang yang ingin mengembangkan usahanya tetapi ia tidak mempunyai cukup modal padahal usahanya itu mempunyai prospek yang cerah (layak), maka ia tidak perlu berkecil hati karena ia dapat meminta kredit dari Bank. Apalagi dalam masa pembangunan sekarang ini, banyak sekali sektor-sektor pembangunan yang perlu dikembangkan dan tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, Pemerintah melalui Bank Indonesia cepat tanggap mengenai hal itu dengan mengeluarkan serangkaian kebijaksanaan dalam bidang perkreditan. Salah satu sektor/bidang pembangunan yang tidak luput dari perhatian Pemerintah adalah sektor/bidang Industri Konstruksi. Industri Konstruksi ini merupakan industri dalam bidang pembangunan fisik, yaknl dapat menghasilkan bangunan pergedungan, bangunan sipil dan bangunan instalasi. Pembangunan perumahan, jembatan, perkantoran, jalan , dan lain sebagainya yang bersifat pembangunan fisik tersebut tidak akan tercapai/terwujud, apabila tidak ditunjang oleh dana yang cukup, karena pembangunan tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar. Tentu, dalam hal ini si pelaksana pembangunan Kontraktor/Developer tidak mungkin dapat menyediakan seluruh biaya pembangunan tersebut dari dana yang tersedia, padahal pembangunan itu harus segera selesai dan segera dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, jalan. tengah yang diambil oleh Kontraktor/Developer adalah meminta kredit dari Bank. Kredit yang disediakan Bank untuk Kontraktor/Developer tersebut, dinamakan Kredit Konstruksi. Dalam Kredit Konstruksi ini, segi hukumnya yang paling menonjol adalah adanya pihak lain, yang tidak termasuk pihak dalam perjanjian kreditnya, melunasi/membayarkan kredit yang dipinjam oleh Kontraktor/Developer. Pihak lain ini adalah pihak pemberi pekerjaan/Bouwheer yang mempunyai ikatan/hubungan hukum dengan Kontraktor/Developer tersebut. Pembayaran oleh pihak Bouwheer untuk melunasi kredit yang dipinjam Kontraktror/Developer itu dalam hukum perjanjian dapat disamakan dengan berakhirnya perjanjian dengan cara kompensasi (perjumpaan utang). Masalah lain yang menarik untuk dibahas adalah masalah jaminan dalam kredit konstruksi, bagaimana upaya penyelesaian, yang ditempuh bila terdapat Kredit Konstruksi yang macet. Sedangkan dari segi manajemen perbankan adalah mencaritahu bagaimana prosedur permohonan dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Bank untuk mendapatkan Kredit Konstruksi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Budiarti
"Pada kenyataannya menunjukkan bahwa usaha Bank dalam membantu pengusaha kecil melalui kredit sering kali mengalami berbagai hambatan, yang berpangkal dari kurangnya jaminan yang dapat diberikan oleh pihak yang memerlukan kredit. Menyadari akan hal tersebut, maka Bank berusaha agar ada pihak lain yang bersedia betindak sebagai penjamin , sehingga Bank dapat memberikan kreditnya kepada pengusaha-pengusaha kecil yang tidak mampu menyediakan jaminan yang cukup. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1971 tentang Penyertaan Moda l Negara R.I . untuk pendirian perseroan dalam bidang Perasuransian kredit, maka berdirilah PT. Asuransi Kredit Indonesi a (PT. Askrindo). Dengan adanya PT. Askrindo sebagai penanggung yang bersedia menanggung kerugian yang diderita oleh Bank, maka Bank dapat menggunakan jasa pertanggungan dari PT. Askrindo. Dan PT. Askrindo dalam menjalankan fungsinya tersebut, akan membuat Perjanjian Asuransi Kredit (PAK), yang mengatur hubungan hukum antara PT. Askrindo sebagai pihak penanggung dan Bank sebagai pihak tertanggung dengan kredit Bank sebagai obyek yang dipertanggungkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20367
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miersa Soewadji
"Sebagai akibat merosotnya pendapatan negara dari sektor minyak dan gas bumi serta berkurangnya bantuan luar negeri untuk pembiayaan pembangunan, pemerintah menempuh berbagai kebijaksanaan. Langkah pertama adalah melakukan deregulasi di sektor keuangan, yang diawali dengan liberalisasi perbankan pada tanggal 1 Juni 1983. Kemudian lahir Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 yang mencairkan pembekuan pendirian dan Perluasan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Dan terakhir melalui Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988, muncullah Lembaga Keuangan baru di Indonesia, yang dikenal dengan Lembaga Pembiayaan dengan berbagai usaha, antara lain Modal Ventura. Modal Ventura, suatu pranata ekonomi yang lahir dan berkembang di Amerika Serikat sejak tahun 1950-an. Kehadiran Modal Ventura ini mampu memacu pertumbuhan industri dan ekonomi Amerika Serikat dengan pesat. Begitu juga di beberapa negara lain, kehadiran Modal Ventura turut berperan aktif dalam pengembangan teknologi dan ekonomi negara tersebut. Tentu saja dengan gerak dan tingkat yang berbeda, sesuai dengan infrastruktur dan ekonomi masing-masing negara tersebut. Mengadopsi lembaga Modal Ventura bagi suatu negara, termasuk Indonesia, tidaklah mudah, karena infrastruktur hukum dan ekonomi yang terdapat di Indonesia jelas berbeda dengan Amerika Serikat dan negara-negara lain. Karena itu pemerintah sangat berhati-hati"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20499
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Kartika Utami
"Dalam melakukan perbuatan hukum pemberian kredit perbankan, kreditur dan debitur perlu menandatangani suatu akta perjanjian kredit. Dengan alasan efisiensi, debitur biasanya dihadapkan kepada take it or leave it contract. Perjanjian kredit bank telah berkembang menjadi perjanjian standard, yaitu perjanjian yang bentuk dan isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh kreditur, hal ini disebabkan ketidakseimbangan kedudukan antara para pihak.
Terkait dengan bentuk perjanjian kredit di bawah tangan, seperti telah diuraikan di atas, terdapat beberapa permasalahan yang diangkat, yaitu apa saja masalah yang muncul, berkaitan dengan penyaluran kredit perbankan yang menggunakan perjanjian kredit di bawah tangan sebagai perjanjian pokok, serta bagaimana uapaya hukum yang dapat diterapkan dalam mengatasi kelemahan dari perjanjian kredit perbankan yang dibuat di bawah tangan.
Penelitian tesis ini adalah penelitian kepustakaan dengan mengkaji data yang bersumber dari data sekunder, meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yakni berupa peraturan-peraturan, buku-buku dan literatur lainnya yang berhubungan dengan pokok permasalahan, serta disusun secara yuridis normatif. Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, disimpulkan bahwa masalah pembuktian, asas kebebasan berkontrak dan perjanjian baku dalam klausula perjanjian di bawah tangan, serta kekeliruan komparisi yang sering terjadi dalam praktik, dapat dilakukan upaya hukum dengan membuat perjanjian kredit secara notariil (akta otentik).
Dilihat dari sudut pandang hukum pembuktian, akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengingat seorang notaris adalah seorang pejabat umum yang tidak boleh berpihak, maka isi akta yang dibuatnya tidak memberatkan salah satu pihak. Dalam hal membuat komparisi yang tepat, yang memuat identitas dan kedudukan hukum para pihak, diperlukan pengetahuan hukum dari seorang notaris. Campur tangan pemerintah juga sangat diperlukan untuk melindungi pihak yang lemah kedudukannya, misalnya dalam hal penetapan klausula-klausula dalam perjanjian, penetapan suku bunga, bentuk perjanjian, tujuan penggunaan kredit dan sebagainya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T36592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Pageh
1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norma Agnes
"Pemberian kredit melalui perbankan telah banyak membantu masyarakat umumnya dan pemerintah khususnya datam melaksanakan pembangunan. Manfaat dari pemberian kredit ini terutama sangat dirasakan oleh masyarakat yang memiliki usaha bersama maupun perorangan, karena dengan fasilitas kredit yang disediakan dapat membantu mereka untuk menambah modal dan mengembangkan usahanya. Namun pemberian kredit ini banyak menimbulkan masalah. Pertama masalah perjanjian kredit yang syarat-syaratnya dibuat dan ditentukan terlebih dahulu secara sepihak oleh kreditur. Perjanjian yang demikian, oleh para ilmuwan dianggap mengandung kelemahan, karena menyimpang dari pasal 1320 KUHPerdata jo pasal 1338 KUHPerdata. Kedua, masalah grosse akta sebagai perjanjian sampingan yang melekat pada perjanjian kredit (perjanjian pokok). Dalam praktek sering terjadi tumpang tindih antara grosse akta pengakuan hutang dan grosse akta hipotik. Dan masalah lainnya adalah kesalahan yang dilakukan pihak bank dalam memilih salah satu dari bentuk grosse akta. Mengenai permasalahan pertama setelah diadakan penelitian ternyata perjanjian kredit pada dasarnya tidak menyimpang dari pasal 1320 KUHPerdata jo pasal 1338 KUHPerdata. Karena perjanjian kredit memenuhi keempat syarat sahnya perjanjian (sesuai pasal 1320 KUHPerdata). Dan karena perjanjian kreditnya dibuat secara sah, maka perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi kreditur dan debitur (sesuai ketentuan pasal 1338 KUHPerdata). Tumpang tindih antara grosse akta pengakuan hutang dan gross akta hipotik dapat dihindari dengan jalan memilih salah satu dari bentuk grosse akta tersebut. Sebab pencampur adukan antara dua bentuk grosse akta dapat mengakibatkan cacat hukum. Dan sebaiknya bentuk yang dipilih adalah grosse akta hipotik karena perjanjian kredit bank tidak memenuhi syarat-syarat untuk dituangkan dalam grosse akta pengakuan hutang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
S18066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>