Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96696 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudi Purnawan
"Kepailitan adalah merupakan ekesekusi masai yang ditetapkan hakim dan bersifat serta merta. Tujuan kepailitan pada dasarnya untuk memperoleh penyelesaian hutang piutang dengan cepat dan untuk menghindari adanya sita yang dilakukan satu atau lebih kreditur terhadap asset-asset debitur sehingga akan merugikan kreditur lainnya. Selain terhadap perseroan, permohonan pernyatan pailit dapat diajukan terhadap debitur pailit secara perorangan. Pernyataan pailit terhadap seorang debitur pailit dalam kedudukannya selaku organ perseroan mempunyai pengaruh terhadap kewenangannya dalam menjalankan perseroan diantaranya adalah adanya beberapa pembatasan dalam menjalankan tugas-tugasnya yang dalam praktek dilakukan secara langsung oleh kuratornya. Pembatasan kewenangan yang dilakukan kurator terkadang menyentuh sense of business dari debitur pailit sehingga menyulitkan debitur pailit dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai organ perseroan. Di sisi lain, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas mengatur secara sumir kelayakan seorang debitur pailit dalam kedudukannya selaku organ perseroan sehingga menimbulkan keraguan apakah debitur pailit dapat tetap menjadi organ perseroan ataukah harus melepaskan kedudukannya tersebut begitu ia dinyatakan pailit serta sampai sejauh mana kurator dalam turut serta menjadi organ perseroan yang bersangkutan. Hal ini tentunya memerlukan penjelasan lebih lanjut agar tidak terjadi permasalahan yang dapat timbul dalam praktek. Pada dasarnya tugas dan peranan kurator adalah melakukan pemberesan terhadap harta pailit namun peranan kurator akan semakin luas dan berat menakala dalam melakukan pemberesan harta pailit adalah debitur pailit yang mempunyai kedudukan selaku organ perseroan sehingga terkadang kuratorpun harus bertindak menjadi direktur, komisaris dan atau pemegang saham bayangan. Tindakan kurator yang menjadi direktur, komisaris dan atau pemegang saham bayangan seyogianya lebih ditujukan kepada usaha untuk mencegah debitur pailit melarikan asetnya sebagai usaha untuk menghindari sita."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nini Maryon Chatib
"Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengetahui konsepsi poligami menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, baik itu secara yuridis maupun kenyataan sekarang. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan, menganalisa data sekunder, disamping itu juga melakukan penelitian lapangan dengan melakukan wawancara dengan nara sumber. Tipologi penelitian bersifat Eksplanatoris karena penulis ingin menjelaskan dan sekaligus menguji apakah permasalahan yang dikemukakan sebelumnya sudah sesuai peraturan yang berlaku. Data yang terkumpul, dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa, dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, pada asasnya menganut asas monogami tetapi poligami diperbolehkan jika memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang ini. Seorang laki-laki yang beristeri untuk dapat melakukan poligami harus mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya. Permohonan ini baru dapat diajukan jika memenuhi syarat-syarat yang ditentukan yaitu sebagai berikut : adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri, adanya kemampuan untuk menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anaknya, serta adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri dan anak-anaknya. Permohonan ini akan dikabulkan oleh pengadilan jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Umumnya perkawinan poligami dilakukan tidak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi sah menurut agama dengan melakukan perkawinan dibawah tangan. Akibat hukum dari perkawinan di bawah tangan ini negara menganggap perkawinan tidak pernah ada. Anak-anak dari perkawinan ini tidak mempunyai hak mewaris dari bapaknya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Sari Joshinta
"Anak sebagai generasi penerus bangsa perlu dilindungi dan dipenuhi semua kebutuhan-kebutuhan yang merupakan haknya. Sehingga anak dapat tumbuh dengan sehat baik jasmani maupun rohani, memperoleh pendidikan, mendapat gizi yang cukup, mendapat perlindungan kesehatan, tumbuh dalam suasana yang penuh kasih, dan terpenuhi nya rasa aman. Namun seringkali apa yang menjadi hak anak ini tidak diperhatikan oleh kedua orang tuanya. Kedua orang tua sibuk dengan urusan masing-masing sehingga kebutuhan anak yang merupakan haknya tidak diperhatikan. Akibat kurang perhatiannya orang tua terhadap anak maka anak akan tumbuh menjadi anak terlantar, dan menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga sehingga akhirnya mengarah pada perceraian, dan apabila hal ini terjadi lalu akan bagaimanakah nasib anak-anak mereka ? Sebagai contoh kasus dalam skripsi ini adalah kasus Arie Hanggara pada tahun 1985 dimana orang tua Arie telah bercerai dan penguasaan anak diserahkan kepada ayahnya karena ibu nya yang berprofesi sebagai wanita malam dirasa tidak baik untuk merawat anak-anak tersebut. Lalu dalam perkembangannya ternyata ayahnya telah hidup bersama dengan seorang wanita yang belum dinikahinya dan ternyata wanita tersebut telah melakukan tindakan kekerasan terhadap anak-anak tersebut, bahkan ayah mereka sendiri pun akhirnya juga ikut menganiaya anaknya sendiri sehingga akhirnya salah satu anak tersebut yang bernama Arie meninggal dunia. Putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan penguasaan anak diserahkan pada ibu kandung dari anak-anak tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20453
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Marlisa
"Sebelum berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terdapat berbagai macam hukum perkawinan yang berlaku bagi berbagai golongan warganegara dan berbagai daerah. Oleh karena itu dengan diundangkannya Undang-Undang Perkawinan diharapkan dapat terjadi unifikasi di bidang hukum perkawinan. Namun jika kita perhatikan isi dari Undang-Undang Perkawinan tersebut akan nampak bahwa Undang-Undang tersebut hanya mengatur hal-hal yang pokok saja, mengenai asas-asas saja, sedangkan penjabarannya lebih lanjut dituangkan dalam peraturan pelaksanaannya. Namun peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan kemudian di dalamnya hanya mengatur sebagian dari Undang-Undang Perkawinan dan khusus mengenai hukum harta perkawinan belum tercakup di dalamnya. Jadi oleh karena itu bagi mereka yang melangsungkan pernikahan dan tunduk pada B. W. sebelum berlakunya Undang-Undang Perkawinan mengenai harta perkawinan mereka tetap tunduk pada ketentuan B.W. sedangkan bagi mereka yang menikah setelah berlaku Undang-Undang Perkawinan maka Undang-Undang tersebut berlaku baginya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian deskriptif analitis yang bersumber dari bahan kepustakaan yang menganalisa dan memberikan gambaran mengenai perbedaan pengaturan harta benda perkawinan dalam B.W. dan Undang-Undang Perkawinan. Karena antara B.W. dan Undang-Undang Perkawinan terdapat perbedaan asas yang cukup besar. Oleh karena itu kita masih perlu mempelajari hukum harta perkawinan yang ada dalam B.W. disamping Undang-Undang Perkawinan karena ketentuan tersebut masih berlaku bagi sebagian anggota masyarakat Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T36535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulamita Agatha Clara Eva
"Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan dengan semakin meningkatnya pembangunan dari tahun ke tahun, dan untuk itu Pemerintah membutuhkan dana yang semakin meningkat pula. Sedangkan di sisi lain, andalan sumber penerimaan negara yang berasal dari sektor minyak dan gas alam tidak dapat lagi memasok dana yang optimal ke kas negara. Yayasan merupakan subyek pajak penghasilan, yaitu subyek pajak badan berdasarkan pasal 1 angka (2) Undang- Undang Nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Yayasan merupakan subyek Pajak Penghasilan sejak saat didirikan secara sah di hadapan notaris, dan oleh karena itu sejak saat pendirian yayasan sebagai badan hukum, yayasan harus mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dewasa ini, terjadi pergeseran fungsi yayasan, yang pada awalnya memiliki fungsi sosial bergeser ke fungsi komersial, dimana kegiatan pelayanan masyarakat berubah menjadi kegiatan yang berbasis laba. Dengan diberlakukannya UU Yayasan terdapat pengaturan baru yaitu yayasan diperkenankan melakukan kegiatan usaha dengan cara mendirikan badan usaha atau ikut serta dalam suatu badan usaha untuk menunjang pembiayaan dalam kegiatan sehari-hari yayasan. Kegiatan usaha yang dilakukan yayasan ini harus sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan. Dalam mendirikan badan usaha, terdapat pembatasan bagi yayasan yaitu penyertaan yang dilakukan yayasan maksimal 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan yayasan. Dengan pengaturan baru ini terdapat permasalahan mengenai kedudukan dan status badan usaha yang didirikan oleh yayasan dalam Sistem Perpajakan Nasional, perlakuan pajak penghasilan pada yayasan dan kendala dalam implementasi pengenaan pajak penghasilan pada yayasan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat deskriptif dengan melakukan studi dokumen pada beberapa perpustakaan. Penulis menggunakan Data Sekunder sebagai bahan penelitian yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S22992
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sinar Grafika, 1999
346.06 IND u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sinar Grafika, 2006
346.06 IND u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adina Nurhayatun
"Perkawinan antar warga negara Indonesia dengan warga negara asing banyak terjadi di Indonesia. Pada asasnya perkawinan haruslah berlangsung kekal dan bahagia, namun bagaimana jika terjadi perceraian dalam perkawinan campuran terutama pada saat anak masih di bawah umur, apakah peraturan perundang-undangan yang ada telah melindungi anak dan bagaimana kedudukan anak akibat perceraian dalam perkawinan campuran? Anak sebagai generasi penerus dan tunas harapan bangsa perlu mendapatkan jaminan perlindungan yang merupakan haknya tanpa ada perbedaan status sosial, politik dan agama. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan sewajarnya baik jasmani maupun rohani, maka diperlukan peraturan yg dapat melindungi mereka dari segala kemungkinan yang berakibat buruk. Perlindungan yang diberikan berlaku juga bagi anak dari perkawinan campuran. Adanya perbedaan kewarganegaraan dari orang tuanya (ibunya) menimbulkan persoalan tersendiri bagi kedudukan anak mengingat perbedaan hukum dari orang tuanya. Sebagai contoh kasus perkawinan campuran dalam skripsi ini dimana pengasuhan dan pemeliharan anak diberikan kepada ibunya. Walaupun anak dalam pemeliharaan ibunya tapi ayahnya tetap bertanggung jawab atas biaya pemeliharaan dan pendidikan anak. Untuk kewarganegaraannya Undang-Undang Perlindungan Anak juga sudah mengatur yaitu demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya maka kewarganegaraan Indonesia bisa diperoleh anak, dengan demikian perlindungan terhadap anak dan kedudukan anak tetap terjamin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>