Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61694 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Faisal
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36361
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendro Lukito
"Dalam kaitannya dengan kredit bermasalah , masih terdapat perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan ketentuan perbankan yang menyangkut pengakuan pendapatan bunga kredit bermasalah , pencadangan piutang ragu - ragu dan penghapusan piutang macet . Permasalahan yang ditemui adalah:
(1) apakah yang menjadi dasar timbulnya perbedaan antara ketentuan perbankan dengan ketentuan perpajakan mengenai kredit bermasalah , (2) apakah antara ketentuan perbankan dan ketentuan perpajakan mengenai kredit bermasalah tersebut sudah memperhatikan fungsi dan falsafah yang mendasari kegiatan masing - masing pihak yang terkait ? , (3) apakah dengan dilaksanakannya kebijaksanaan pemerintah tanggal 21 Januari 1998 tentang Program Reformasi dan Restrukturisasi Ekonomi dan Keuangan dapat meminimalisir perbedaan antara ketentuan perbankan dengan ketentuan perpajakan mengenai kredit bermasalah tersebut ?
Dari hasil penelitian nampak bahwa ketentuan - ketentuan yang mengatur kegiatan perbankan sebagai lembaga kepercayaan masyarakal adalah dengan semangat prudential banking ,sehingga sifat konservatisme sangat menonjol dalam praktik akuntansi perbankan. Sedangkan ketentuan perpajakan lebih melihat kepada reality (keadaan nyata) dengan meneliti secara seksama tiap elemen pengurang basis pengenaan pajak. Mengingat ketentuan pajak merupakan produk legislatif yang mengikat semua anggota masyarakat , maka apabila terjadi ketidaksesuaian antara ketentuan pajak dengan praktik atau standar akuntansi yang berlaku umum, Undang - undang Perpajakan mempunyai prioritas untuk dipatuhi di atas praktik atau kelaziman akuntansi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagai akibat adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan ketentuan perbankan mengenai kredit bermasalah tersebut , perhitungan pajak penghasilan bagi perbankan akan menjadi semakin besar sehubungan dengan koreksi positif yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak atas laba - rugi bank.
Disarankan agar Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan ketentuan yang mengatur penerapan Cash basis atau Accrual basis yang tidak taat azas mengingat dalam praktik dunia bisnis berlaku sistem hybrid (campuran) antara Cash basis dan Accrual basis . Disamping itu Direktorat Jenderal Pajak agar dapat mengakomodir pembentukan cadangan piutang ragu - ragu atas setiap investasi yang mengandung risiko , tidak saja terhadap usaha perbankan , tetapi juga usaha lainnya seperti asuransi , reksadana dan sekuritas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T3949
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfa Argandari
"Bank merupakan suatu lembaga yang berfungsi sebagai penyalur dana dan jasa, diantaranya berupa garansi bank. Dalam pemberian garansi bank ini, bank bertindak sebagai penjamin berarti melakukan membatasi kepada pihak lain (pemegang jaminan). Hal ini bank memikul resiko apabila nasabah (terjamin) wanprestasi. Oleh karena itu bank berusaha resiko tersebut yang mungkin akan timbul di kemudian hari dengan meminta kepada nasabah sejumlah jaminan. Jaminan dari nasabah ini disebut kontra garansi. Kontra garansi dapat berupa jaminan materil dan atau immateril berlaku Apabila teril. Untuk kontra garansi yang bersifat perlu diadakan pengikatan menurut sesuai dengan benda benda yang hukum yang dijaminkan. dikemudian Hari nasabah wanprestasi bank terpaksa membayar claim kepada pemegang jaminan dan lahir hubungan kredit antara bank. dengan nasabah. Nasabah harus melunasi hutangnya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dalam garansi bank yang bersangkutan, bila nasabah tidak dapat melunasi hutangnya bank akan menyelesaikan sebagaimana kredit biasa. Dalam skripsi ini akan dibicarakan bentuk bentuk pengikatannya dan bagaimana penyelesaiannya dalam hal debitur wanprestasi terhadap kontra garansi tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20420
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ratu Helda Purnamasari
"Perbankan sebagai jantung perekonomian mempunyai
fungsi intermedlary, sehingga perbankan harus mampu
berperan sebagai sarana mobilisasi dana masyarakat yang
efektif serta sebagai penyalur yang cermat dari dana
tersebut untuk kegiatan pembiayaan yang produktif, yang
pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi itu
sendiri. Fungsi tersebut diwujudkan dalam kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
pinjaman atau lazim disebut pemberian kredit.
Dalam pemberian kredit terkandung resiko yang
besar bagi Bank, yaitu dalam hal debitur cidera janji.
Apabila banyaknya kredit yang tidak dilunasi oleh para
debitur, maka dapat terjadi mismatch dalam manajemen
Bank tersebut. Hal itu sangat membahayakan kelangsungan
usaha Bank. Untuk mengurangi resiko tersebut,
sehubungan dengan pemberian kredit tersebut, Bank
meminta suatu jaminan pelunasan piutang kepada debitur
berupa jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan
pokok adalah proyek yang dibiayai oleh kredit tersebut,
sedangkan jaminan tambahan itu dapat berupa jaminan
kebendaan dan jaminan perorangan. Namun jaminan
kebendaan lebih disukai oleh Bank karena adanya benda
tertentu yang dijaminkan untuk pelunasan utang debitur.
Salah satu objek jaminan tambahan yang banyak
digunakan oleh Bank adalah piutang, karena bernilai
ekonomis dan bisa dialihkan. Piutang ini dapat
dibebankan dengan jaminan gadai, jaminan cessie dan
jaminan fidusia. Namun karena peraturan mengenai
jaminan fidusia belum terlalu diberlakukan, sehingga
masih hangat untuk didiskusikan, penulis tertarik untuk
menganalisa pembebanan piutang tersebut dengan jaminan
fidusia. Walaupun piutang dapat dibebankan dengan
Pembebanan jaminan..., Ratu Helda Purnamasari, FH UI, 2002
Jaminan Fidusia, namun dalam praktek perbankan masih
dipakai jaminan lain untuk menjaminkan piutang
tersebut, seperti jaminan gadai. Oleh sebab itu,
penulis ingin mengetahui piutang apa saja yang
dibebankan jaminan fidusia dan alasannya; bagaimana
mekanisme pembebanannya serta kedudukan pemberi fidusia
dalam Jaminan Fidusia Piutang tersebut"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wening Wulandari
"Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan dana bagi berbagai kebutuhan, dilingkungan masyarakat luas telah dikenal istilah kredit. Banyaknya bank yang beroperasi di penjuru kota-kota memudahkan masyarakat mendapatkan kredit yang mereka butuhkan. Selain kredit yang dapat diperoleh dari bank, masyarakat telah lama mengenal pegadaian sebagai lembaga yang memberikan uang pinjaman. Meski pun baik bank maupun pegadaian merupakan lembaga pemberi kredit namun fungsi, orientasi usaha dan tujuan pendirian kedua lembaga ini berbeda pegadaian diadakan untuk memberantas lintah darat, dengan demikian mempunyai fungsi sosial membantu kepentingan rakyat golongan ekonomi lemah dalam memenuhi kebutuhan akan dana, yang juga merupakan fungsi ekonomis dari pegadaian. Bank di lain pihak, orientasi usahanya lebih luas dari pada peqadaian, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalutkannya lagi kepada masyarakat, misalnya untuk membiayai proyek-proyek yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Adanya perbedaan diantara·kedua lembaga ini menyebabkan proses pemberian kredit dan pinjaman yang diberikan oleh keduanya menjadi berbeda meskipun kredit dan pinjaman tersebut dapat diberikan dengan menggunakan cara yang sama, yaitu dengan adanya jaminan kebendaan yang diberikan secara gadai."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20580
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Roosiana
"ABSTRAK
Masalah Pokok Dewasa ini banyak kalangan masyarakat, yang membutuhkan modal untuk usahanya memohon kredit dari bank. Untuk itu diperlukan suatu lembaga jaminan yang dimaksudkan untuk keamanan modal dan kepastian hukum bagi si pemberi modal. Dengan demikian jelaslah bahwa timbulnya jaminan dimaksud adalah sebagai akibat adanya pemberian kredit dan dapat dikatakan bahwa jaminan merupakan syarat mutlak dalam suatu pemberian kredit. Adapun kekayaan seseorang yang dijadikan jaminan dapat di bedakan atas barang barang bergerak, barang-barang tak bergerak dan barang-barang tak berwujud. Pembedaan ini sangat penting diam hal barang-barang tersebut dipakai sebagai jaminan kredit, karena jenis jaminan yang dapat dibebankan tergantung pada. jenis benda yang bersangkutan. Penyediaan kekayaan secara khusus dan debitur membenikan previlege atau kedudukan istimewa bagi kreditur terhadap kreditur lainnya 9 karena penyediaan kekayaan secara khusus tersebut dijadikan jaminan untuk pelunasan semua kredit debitur apabila si debitur/nasabah melakukan wanprestasi karena kesalahannya sendiri, misalnya nasabah tersebut tidak membayar kembali seluruh hutangnya tepat pada waktu yang telah diperjanjikan. Dalam praktek mengenai jaminan kebendaan dalam hal pembenan kredit, sering menimbulkan beberapa masalah, baik mengenal pengaturannya 9 subyeknya, obyeknya dan lain-lain. Methode Penelitian Dalam rangka penyusunan skripsi ini, penulis mencari dan mengumpulkan data-data dengan mempergunakan dua methode penelitian, yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Adapun cara tersebut penulis tempuh dengan mengadakan kunjungan ke instansi yang berhubungan dengan materi dari skripsi ini, dan dalam penelitian kepustakaan perulis melakukan beberapa kegiatan yaitu antara lain dengan membaca serta mempelajari berbagai karangan ilmiah/buku-buku ataupun peraturan perundang-undangan yang erat hubungannya dengan hal tersebut di atas. Penemuan-penemuan Bahwa beberapa lembaga jaminan ini dirasakan masih kaku yaitu seperti lembaga jaminan gadai, dimana benda yang dijadikan jaminan diserahkan kepada pihak kreditur, padahal berda yang dijadikan jaminan tersebut sangat diperlukan oleh si debitur untuk segala usahanya, maka dalam praktek masyarakat sering menggunakan lembaga jaminan baru yaitu fiduciare elgendoms overdracht yang dihasilkan oleh yurisprudensi. Disamping itu dengan tidak mengurangi perlunya ada usaha untuk meningkatkan masyarakat pedesaan agar dapat turut serta dalam kegiatan ekonomi modern, namun karena dalam kenyataannya sekarang ini masih ada pembedaan antara masyarakat desa dan masyarakat kota maka penggunaan jaminan yang berupa credietverband masih diperlukan. Berbeda dengan hipotik credietverband hanya dapat diberikan kepada bank-bank milik Negara berdasarkan Keputusan Presiden yaitu Bank Negara Indonesia 46 Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Kesimpulan Seperti diketahui bahwa Hukum Perdata mengenal bentuk bentuk jaminan kebendaan baik untuk benda bergerak maupun untuk benda tak bergerak. Selain itu Hukum Agraria juga mengenal bentuk bentuk jaminan seperti dalam Hukum Perdata tetapi dengan perbedaan-perbedaan yang prinsipil baik dalam pengaturannya, subyeknya maupun dalam obyeknya. Terdapatnya berbagai lembaga jaminan tersebut, ternyata belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hukum dibidang jaminan yang sesuai dengan perkembangan ekonomi dan masyarakat, sehngga menimbulkan berbagal masaiah. Apalagi bila masalah jaminan kebendaan tersebut dihubungkan dengan pemberian kredit, maka adanya pluralisme dibidang pengaturan jaminan kebendaan ini akan menimbulkan masalah yang rumit oleh karena itu dperlukan hukum jaminan yang mampu mengikuti perkembangan aman kepastian hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Ayu Raditya
"Untuk mempermudah pengadaan perumahan bagi seluruh rakyat, pemerintah membentuk Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan (PPSP) bernama PT. Sarana Multigriya Finansial (PT. SMF) berdasarkan Perpres No. 19 tahun 2005 sebagai wadah dalam rangka menghimpun dana untuk sektor perumahan. Kegiatan utama PT. SMF meliputi, penyaluran pinjaman jangka menengah/panjang bagi Penerbit KPR dan Program sekuritisasi piutang KPR. Guna menjamin pembayaran kembali seluruh dan setiap jumlah yang terutang dan wajib dibayar Penerbit KPR kepada PT. SMF dalam penyaluran pinjaman jangka menengah/panjang, Penerbit KPR memberikan jaminan fidusia atas aset keuangan KPR, yaitu tagihan/piutang yang akan ada saat ini dan/atau akan ada di kemudian hari yang diperoleh dari penerbitan KPR, termasuk hak tanggungan atas objek KPR yang melekat padanya sesuai dengan kriteria yang telah disepakati oleh para pihak.
Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian terhadap perjanjian pemberian pinjaman untuk pembiayaan KPR tersebut serta lembaga-lembaga jaminan yang terkait di dalamnya untuk mengetahui bagaimana mekanisme pemberian pinjaman untuk pembiayaan KPR dalam rangka pelaksanaan Secondary Mortgage Facility (SMF) dan mengetahui apakah eksistensi dua lembaga jaminan yaitu hak tanggungan dan fidusia mempengaruhi pelaksanaan eksekusi lembaga jaminan apabila terjadi wanprestasi oleh Penerbit KPR sebagai debitor ataupun oleh nasabah KPR. Adapun penelitian yang dilakukan menggunakan penelitian kepustakaan.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa, mekanisme pencairan pinjaman dilakukan berdasarkan persyaratan dan menggunakan standarisasi dokumen yang ditetapkan oleh PT. SMF. Mengenai eksistensi dua lembaga jaminan dalam Perjanjian Pemberian Pinjaman yaitu jaminan hak tanggungan dan jaminan fidusia, hal tersebut tidak mempengaruhi eksekusi apabila debitor wanprestasi, karena pada dasarnya kedua lembaga jaminan tersebut merupakan perjanjian accesoir untuk perjanjian pokok yang berbeda.
Hak tanggungan atas objek KPR merupakan perjanjian accesoir dari perjanjian pemberian KPR antara Penerbit KPR dengan nasabah KPR, sedangkan jaminan fidusia merupakan perjanjian accesoir dari Perjanjian Pemberian Pinjaman antara PT. SMF dan Penerbit KPR. Dengan demikian apabila terjadi kredit macet atau cidera janji oleh nasabah KPR, maka yang akan dieksekusi adalah hak tanggungan atas objek KPR, sedangkan apabila Penerbit KPR lalai melakukan pelunasan atas pinjaman yang diberikan oleh PT. SMF, maka yang dieksekusi adalah jaminan fidusia atas tagihan KPR tersebut.

In order to facilitate procurement of housing for the community, the government has established a Housing Secondary Financing Company or Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan (?PPSP?),namely PT. Sarana Multigriya Finansial (?PT. SMF?) pursuant to Presidential Regulation No. 19 of 2005, as a vehicle to collect fund for the housing sector. PT SMF mainly engages in the business of providing medium/long term loan for KPR Issuer and KPR receivables securitization Program. In order to secure repayment of any and all outstanding amount which is payable by the KPR Issuer to PT. SMF in granting medium or long term loan, the KPR Issuer provides fiduciary security over KPR?s monetary asset, namely the current and/or future receivables obtained from issuance of KPR, including a mortgage over KPR object attached thereto, in accordance with the criteria as agreed by the parties.
As such, a research is required on the loan agreement for such KPR financing, and its related security institutions, to obtain knowledge of mechanism of granting of loan for KPR financing, for the execution of Secondary Mortgage Facility (SMF), and to gain knowledge on whether the existence of the two security institutions, namely mortgage and fiduciary security shall affect execution of security institutions, upon the occurrence of default by the KPR Issuer as debtor, or the related KPR customer. Whereas, the research to be conducted utilizes the literature research method.
From such literature research, it may be concluded that the mechanism of loan disbursement is conducted based on the requirements, and utilizes the standardized documents as determined by PT. SMF. With regard to the existence of two security institutions in the Loan Agreement, namely mortgage and fiduciary securities, it shall not affect the execution upon the occurrence of default by the debtor, because in principle, the said security institutions are supplementary agreements for a different principal agreement.
The mortgage over KPR object is a supplementary agreement of a KPR advancing agreement between KPR Issuer and KPR customer, whilst the fiduciary security is a supplementary agreement of the Loan Agreement between PT. SMF and KPR Issuer. As such, upon the occurrence of non performing loan or default by the KPR customer, the executed security shall be the mortgage over KPR object, whilst if the KPR Issuer is negligent in the settlement of loan granted by PT. SMF, the executed security shall be the fiduciary security over the KPR?s outstanding amount."
2009
T26016
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Purwanti
"Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank (pasal 1 angka 7 UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998). Berdasarkan pasal 511 KUHPer deposito termasuk salah satu benda bergerak yang tidak berwujud. Dalam perkembangannya deposito dapat digunakan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit dari bank. Oleh karena deposito termasuk benda bergerak yang tidak berwujud maka lembaga jaminan yang digunakan adalah gadai (Pasal 1150 KUHPer). Dalam prakteknya di BRI dikenal cash collateral credit (kredit dengan agunan kas) yaitu fasilitas kredit yang seluruh atau sebagian jaminan tambahannya berupa agunan kas sehingga jika debitur wanprestasi agunan kas tersebut dapat digunakan oleh bank untuk melunasi/mengurangi kewajiban debitur. Salah satu bentuk agunan kas tersebut adalah deposito. Penggadaian deposito di BRI dilakukan melalui tahap-tahap yaitu penandatanganan perjanjian kredit, perjanjian gadai dan kemudian dengan penandatanganan perjanjian cessie. Perjanjian cessie ini dilakukan untuk mengantisipasi jika debitur wanprestasi. Setelah tahap-tahap pengikatan deposito dilakukan maka para pihak yaitu BRI (pemegang gadai) dan debitur (pemberi gadai) akan mempunyai hak dan kewajiban asing-masing. Dalam prakteknya penggadaian deposito ini tidak mengalami kendala dalam hal jaminan untuk memperoleh kembali kredit yang telah diberikan melainkan kendala pelaksanaan dari sisi debitur. Selain itu kredit dengan jaminan deposito ini tidak akan sampai mengalami kredit macet akibat tindakan wanprestasi debitur. Hal ini dikarenakan dalam prakteknya di BRI dipersyaratkan bahwa jika debitur 1 bulan tidak dapat membayar hutang pokok dan bunga maka depositonya akan dicairkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21194
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herawati Fety Soeganto
"Dalam rangka pembangunan negara Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan rakyat di bidang perekonomian, maka pemerintah menunjukkan alur penanaman dana pada bank atau lembaga keuangan lainnya, yang mana salah satu dari penanaman dana itu dalam bentuk sirapanan deposito. Deposito yang merupakan bentuk simpanan berjangka waktu, dapat dimasukkan kedalam kelompok surat berharga (sertifikat deposito) dan surat yang berharga (surat/bilyet deposito-deposito berjangka). Bila dihubungkan dengan hukum kebendaan deposito termasuk kedalam bentuk benda bergerak, sehingga apabila dijadikan jaminan kredit dengan cara menggadaikan deposito itu. Dalam keadaan mendesak deposito yang belum sampai jatuh temponya dapat dijadikan jaminan kredit, yaitu-dengan cara membuat surat perjanjian kredit antara debitur (dapat deposan atau orang lain) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan), yang mana perjanjian kredit ini mempunyai sifat riel dan merupakan perjanjian standard, karena bentuk dan syarat-syaratnya telah ditentukan oleh kreditur. Bentuk perjanjian standard inilah yang perlu diciptakan suatu peraturan perundang-undangannya di bidang perkreditan nasional agar fungsi kredit sebagai sarana pembangunan dapat terlaksana dengan baik. Mengenai berapa bGsar kredit yang dapat diberikan oleh kreditur kepada debitur dengan jaminan deposito, tentunya kreditur akan memperhitungkan masih berapa lama jatuh temponya dalam bentuk mata uang apa nominal deposito itu dan berapa besar suku bunga kredit yang harus dikenakan hal ini tampaknya belum ada peraturan yang menentukan, karena tiap-tiap bank berbeda-beda dalam memberikan pinjaman kepada debitur yang menjaminkan depositonya, disamping itu faktor kebonafiditas dari debitur juga akan mempengarubi kreditur dalam memberikan kredit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>