Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111299 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Muiszudin
2001
T36171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah A. Mongan
"Dalam pengusahaan migas, PERTAMINA sebagai Badan Usaha Milik Negara mungkinkan untuk bekerja sama dengan perusahaan minyak lain/kam bentuk Joint Operating Body (JOB) yang merupakan motif konsep kontrak bagi hasi/Production Sharing Contract (PSC) yang dianut di Indonesia. Dalam JOB, PERTAMINA dan kontraktor masing-masing mempunyai share sama besar yakni 50:50 dan bersama-sama membentuk komite yang terdiri dari wakil-wakil PERTAMINA dan kontraktor (komite operasi) untuk menetapkan dasar-dasar alokasi hak dan tanggung jawab antara para pihak seria mengatur tentang tata cara pelaksanaan operasi dan melakukan pengawasan. Untuk memperlancar opcrasional JOB, pendiri JOB telah me kewenangan penuh kepada JOB untuk melakukan tindakan hokum seperti membuat perjanjian dengan pihak lain, memiliki kekayaan, mempekerjakan
karyawan dan lainnya sehingga menempatkan JOB scolah-olah seperti sebuah subyek hukum. Namun dalam literatur hukum, JOB tidak dikenal sebagai subyck bukum/badan hukum dan olch karenanya tidak dapat bertindak di muka pengadilan, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung RI No 07/PK/N/1999 tanggal 14 Mei 1999, yang diuraikan lebih lanjut dalam Tesis ini
karenanya, walaupun kewenangan penuh telah diberikan kepada Jo dirinya, namun untuk bertindak di hadapan hukum tetap harus sendiri oleh pendir-pendiri JOB dan tidak diwakilkan oleh JOB. Melalui penulisan Tesis ini, Penulis berharap dapat memberikan kejelasan kepada masyarakat terutama pihak-pihak yang terkait dalam JOB mengenai status hokum JOB agar tidak merugikan pihak-pihak tersebut di kemudian hari. Diharapkan pembahasan tersebut di atas akan membawa efisiensi serta peningkatan kinerja operasional JOB dalam mencapai target yang maksimal
In oil and gas mining, it is possible for PERTAMINA as a State-Owned Company to enter into cooperation with other oil company/contractor in terms of Joint Operating Body (JOB) constituting modification of the Production Sharing Contract (PSC) concept adopted in Indonesia. In JOB, PERTAMINA and the contractor respectively has equal share namely 50:50 and jointly establishes committee consisting of the representatives of PERTAMINA and contractor committee) to lay down the basis of allocation ofrights and ob party as well as stipulate the procedure of operation implement supervision. For smooth operation of JOB, JOB founder has confer upon the JOB to take corporate acts such as entering into agree other party, controlling assets, employing experts etc thereby placing JOB as is it were a law subject However law literature does not mention that JOB is a law subject/legal entity and consequently it has no authority to take any act before a court, as confirmed in the Judgment of the Supreme Court of the Republic of
Indonesia No. 07/PK/N/1999 dated May 14, 1999, described further in this Thesis. Therefore, despite the full authority the founders conferred upon it, it is the JOB founders themselves, not represented to JOB, that must take any corporate act. May this Thesis writing able to provide clarity to the community pecially those interested in JOB about the legal status of JOB and not ret loss to them in the future. Such discussion may bring about an efficiency as well increase the performance of JOB operation in attaining the maximum.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah A. Mongan
"Dalam pengusahaan migas, PERTAMINA sebagai Badan Usaha Milik Negara dimungkinkan untuk bekerja sama dengan perusahaan minyak lain/kontraktor dalam bentuk Joint Operating Body (JOB) yang merupakan modifikasi dari konsep kontrak bagi hasil Production Sharing Contract (PSC) yang dianut di Indonesia. Dalam JOB, PERTAMINA dan kontraktor masing-masing mempunyai share sama besar yakni 50:50 dan bersama-sama membentuk komite yang terdiri dari wakil-wakil PERTAMINA dan kontraktor (komite operasi) untuk menetapkan dasar-dasar alokasi hak dan tanggung jawab antara para pihak serta mengatur tentang tata cara pelaksanaan operasi dan melakukan pengawasan atasnya. Untuk memperlancar operasional JOB, pendiri JOB telah memberikan kewenangan penuh kepada JOB untuk melakukan tindakan hukum seperti membuat perjanjian dengan pihak lain, memiliki kekayaan, mempekerjakan karyawan dan Iainnya sehingga menempatkan JOB seolah-olah seperti sebuah subyek hukum. Namun dalam literatur hukurn, JOB tidak dikenal sebagai subyek hukum/badan hukum dan oleh karenanya tidak dapat bertindak di muka pengadilan, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 071PKJNI1999 tanggal 14 Mei 1999, yang diuraikan lebih lanjut dalam Tesis ini. Oleh karenanya, walaupun kewenangan penuh telah diberikan kepada JOB oleh pendirinya, namun untuk bertindak di hadapan hukum tetap harus dilakukan send iri oleh pendiri-pendiri JOB dan tidak diwakilkan oleh JOB. Melalui penulisan Tesis ini, Penulis berharap dapat memberikan kejelasan kepada masyarakat terutama pihak-pihak yang terkait dalam JOB mengenai status hukum JOB agar tidak merugikan pihak-pihak tersebut di kemudian hari. Diharapkan pembahasan tersebut di atas akan membawa efisiensi serta peningkatan kinerja operasional JOB dalam mencapai target yang maksimal.

In oil and gas mining, it is possible for PERTAMINA as a State-Owned Company to enter into cooperation with other oil company/contractor in terms of Joint Operating Body (JOB) constituting modification of the Production Sharing Contract (PSC) concept adopted in Indonesia. In JOB, PERTAMINA and the contractor respectively has equal share namely 50:50 and jointly establishes a committee consisting of the representatives of PERTAMINA and contractor (operation committee) to lay down the basis of allocation of rights and obligations of either party as well as stipulate the procedure of operation implementation and its supervision. For smooth operation of JOB, JOB founder has conferred full authority upon the JOB to take corporate acts such as entering into agreement with other party, controlling assets, employing experts etc. thereby placing JOB as is it were a law subject. However law literature does not mention that JOB is a law subject/legal entity and consequently it has no authority to take any act before a court, as confirmed in the Judgment of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 071PKIN11999 dated May 14, 1999, described further in this Thesis. Therefore, despite the full authority the founders conferred upon it, it is the JOB founders themselves, not represented to JOB, that must take any corporate act. May this Thesis writing able to provide clarity to the community especially those interested in JOB about the legal status of JOB and not render any loss to them in the future. Such discussion may bring about an efficiency as well as increase the performance of JOB operation in attaining the maximum target."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T23544
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Andara Putri
"Industri minyak dan gas bumi di tanah air memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Pada tahun 2018 Pemerintah sebagai wakil dari negara mengambil andil mengatur sektor ini dengan menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indoneisa Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Gas Bumi Pada Kegiatan Usaha Hillir Minyak dan Gas Bumi. Permen ini mengatur kegiatan usaha gas bumi yang meliputi usaha pengangkutan gas bumi, kegiatan usaha niaga gas bumi, dan kegiatan usaha penyimpanan gas bumi. Terkait kegiatan usaha gas bumi melalui pipa pada ruas transmisi, permen ini mengatur bahwa kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa pada ruas transmisi hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) badan usaha serta konsumen gas bumi pada Wilayah Niaga Tertentu (WNT) yang wilayahnya sama dengan Wilayah Jaringan Distribusi (WJD) hanya dapat dipasok oleh 1 (satu) badan usaha pemegang izin usaha niaga minyak dan gas bumi sesuai dengan pasal 14 ayat (7). Pengaturan 1 (satu) Badan Usaha dalam satu Ruas Transmisi dan Wilayah Jaringan Distribusi pada suatu Wilayah Niaga Tertentu, mengarah kepada praktek monopoli yang menciptakan persaingan usaha tidak sehat.
Pada akhirnya, Penulis memiliki kesimpulan yaitu pengaturan terkait pengusahaan migas dalam Permen ESDM No. 4/2018 dapat mengarah kepada praktek monopoli, serta pelaksanaan berdasarkan Permen ESDM No. 4/2018 tidak dapat dikecualikan sesuai UU No. 5/1999 karena hanya bersifat peraturan pelaksana dan tidak mendapatkan pendelegasian dari peraturan diatasnya. Selain itu, perlu pembuatan payung hukum yang lebih tinggi seperti Undang-Undang untuk memenuhi asas kepastian hukum di sektor ini.

Oil and gas industry in Indonesia has a vital role in Indonesia for economic development. In 2018 government regulate oil and gas sector by issued Regulation of Ministry of Energy and Mineral Resources No. 4/2018 about Natural Gas Business On Downstream Oil And Gas Business Activities. This regulation control natural gas business which includes natural gas transportation, natural gas trading, and natural gas storage. In related to natural gas business through the pipe on Transmission Segment, this regulation obliges that there is only 1 (one) licensed business entity that could operate and natural gas consumers in Certain Commercial Areas whose territory is the same as the Distribution Network Area can only be supplied by 1 (one) licensed business entity according to article 14 paragraph 7. This limitation can lead to monopolistic that endorsed unfair business competition.
Eventually, Author has a conclusion that Regulation of Ministry of Energy and Mineral Resources No. 4/2018 about Natural Gas Business On Downstream Oil And Gas Business Activities could lead to unfair business competition, and its implementation cannot be concluded by Law No. 5/1999 about Antitrust. Because Regulation of Ministry of Energy and Mineral Resources No. 4/2018 only a subordinate legislation and doesnt have a direct delegation from Law No.5/1999. Beside of that, it is essential to have higher legislation to fulfilled legal certainty on this sector.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Reita Wijaya
"Industri minyak dan gas bumi sangat berperan penting dalam perekonomian Indonesia sehingga pengelolaanya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Supaya kebutuhan akan gas bumi selalu terpenuhi, maka persediaan akan gas seharusnya dapat terpenuhi secara merata di seluruh daerah, bukan hanya memprioritaskan pada sektor perkotaan. PT.Perusahaan Gas Negara Tbk atau PT.PGN Tbk disinyalir melakukan monopoli yang bertentangan dengan undang-undang praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, seperti yang dilaporkan Lembaga Integral Demokrasi Indonesia (LIDI) pada Bulan November tahun 2013. Dimana kegiatan usaha yang dilakukan oleh PT.PGN Tbk, yaitu usaha pengangkutan dan usaha niaga seharusnya dipisah dan infrastruktur berupa pipa gas yang ada dapat digunakan oleh badan usaha lainnya. Melalui penelitian ini dilakukan analisa terhadap dugaan monopoli tersebut dihubungkan dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1999.

Oil and gas industry plays an important role in the Indonesian economy and it has to be optimally provided prosperity and well-being of the people. In order for natural gas demand, then the gas supply should be evenly distributed throughout the region, not only prioritize the urban sector. However, in November 2013 Lembaga Integral Demokrasi Indonesia (LIDI) found indications that PT. Perusahaan Gas Negara Tbk or PT. PGN Tbk held a monopoly contrary to the laws of monopolistic practices and unfair business competition. The business activities conducted by PT. PGN Tbk such as, transportation business and commercial ventures, moreover the infrastructure should be separated in the form of an existing gas pipeline can be used by other entities. The purpose of this research is to analyze the indication monopoly linked to Law No. 5 of 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57040
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindya Novianty
"Semenjak berlakunya UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, fungsi regulator Pertamina diserahkan kepada BP Migas dan status Pertamina diubah menjadi PT (Persero). Hal ini menyebabkan kedudukan PT Pertamina (Persero) sejajar dengan kontraktor migas lainnya. PT Pertamina (Persero) kemudian membentuk PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) yang kemudian mengadakan kontrak kerjasama dengan BP Migas. Kontrak ini disebut Kontrak Minyak dan Gas Bumi Pertamina. Berdasarkan uraian tersebut, kemudian timbul pertanyaan mengenai kewenangan para pihak dalam kontrak, mengapa kontrak disebut Kontrak Minyak dan Gas Bumi Pertamina dan bukan kontrak production sharing saja, apa perbedaan dan persamaan kontrak dengan kontrak production sharing pada umumnya dan bagaimana analisa berbagai kemudahan yang diberikan kepada PT Pertamina EP dalam peraturan perundangan tentang migas dan kontrak.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif, yaitu penelitian yang menggunakan bahan pustaka atau buku sebagai bahan penelitian. Kewenangan BP Migas pada dasarnya bersumber dari amanat pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang kemudian ditegaskan dan dijabarkan lagi dalam UU No. 22 Tahun 2001. Kewenangan PT Pertamina EP juga bersumber dari UU No. 22 Tahun 2001 yang mengubah status Pertamina dan PP No. 35 Tahun 2004 yang mengamanatkan pembentukan anak perusahaan untuk setiap wilayah kerja PT Pertamina (Persero). Kontrak antara BP Migas dan PT Pertamina EP ini sebenarnya adalah kontrak production sharing karena ketentuannya sama dengan kontrak production sharing pada umumnya kecuali ketentuan mengenai wilayah kerja kontrak yang luas bekas Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) Pertamina, besaran pembagian hasil yang sama dengan ketentuan yang berlaku pada WKP Pertamina, jangka waktu kontrak yang tidak ditemukan pengaturan masa eksplorasi dan eksploitasi, larangan pengalihan keseluruhan hak dan interest kepada pihak bukan afiliasi dan penyisihan wilayah kerja yang termasuk kecil yaitu minimum 10% pada atau sebelum akhir tahun kontrak kesepuluh. Berdasarkan peraturan perundang-undangan migas dan kontrak tersebut, PT Pertamina EP diberikan beberapa kemudahan yang mengindikasikan bahwa hanya perannya sebagai regulator yang dicabut, sedangkan sebagai player tetap sama seperti dulu."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S23908
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jarwo Sanyoto
"Globalisasi berupa proses liberalisasi ekonomi meruakan proses yang tidak dapat dihindarkan. Globalisasi di bidang produksi, keuangan, perdagangan, dan teknologi telah membawa kepada globalisasi di bidang hukum. Pengaruh globalisasi ekonomi ke globalisasi hukum juga berdampak pada sektor minyak dan gas bumi yang menjadi kebutuhan pokok dan menyangkut hajat hidup orang banyak.
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa cabang-cabang produksi yang panting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tak terbarukan yang dikuasai oleh negara dan merupakan komoditas vital yang memegang peranan panting dalam penyediaan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan energi di dalam negeri, dun penghasil devisa negara, sehingga pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Dalam menghadapi kebutuhan dan tantangan global pada masa yang akan datang, kegiatan usaha minyak dan gas bumi dituntut untuk lebih mampu mendukung kesinambungan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. UU No.44 Prp. Tabun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan UU No.8 Tabun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara yang merupakan perwujudan Pasal 33 UUD 1945 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan sekarang maupun kebutuhan masa depan, juga krisis ekonomi di Indonesia pada pertengahan 1998 yang membawa IMF ikut mempengaruhi kebijakan ekonomi, politik, dan hukum, sehingga disepakati bahwa sektor minyak dan gas bumi harus direstrukturisasi.
UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi merupakan pembaruan dart penataan kegiatan usaha minyak dan gas bumi, di dalamnya sudah dimuat tentang kepastian hukum, iklim usaha yang kondusif, kesetaraan dan keadilan, transparansi dalam proses pengambilan kebijakan dan pengoptimalan pendapatan negara dari sektor minyak dan gas bumi melalui pemisahan tugas dan fungsi sebagai pembuat kebijakan, pengawas dan pelaku usaha serta liberalisasi kegiatan usaha secara bertahap. Monopoli yang diberikan kepada Pertamina sebagai pemain clan regulator di bidang usaha hulu dan pemain tunggal di bidang usaha hilir sesuai UU No. 811971, telah direstrukturisasi.
Sebagai implementasi UU No.22/2001, Pemerintah terus mendorong pemakaian gas dalam negeri, karena lebih bersih, ramah lingkungan, cadangannya besar, dan tidak Iangsung akan mengurangi subsidi BBM dan ketergantungan import minyak mental. Seiring dengan hal itu kontrak penjualan gas bumi juga domestik terus meningkat. Pemisahan peran Pertamina sebagai regulator dan pelaku usaha membawa dampak pada kontrak penjualan gas bumi. Penunjukan penjual gas bumi bagian negara membuahkan masalah terutama mengenai tugas, kewajiban, dan tanggung jawab penjual gas bumi yang terdapat dalam kontrak-kontrak penjualan gas bumi."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Salamah
"Pembangunan yang dilaksanakan pada saat ini pada dasarnya ditujukkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan diselenggarakan baik oleh Pemerintah maupun swasta. Salah satu faktor penting dalam menunjang pembangunan tersebut adalah pengadaan tanah, akan tetapi pelaksanaan pengadaan tanah yang ditujukan bagi pembangunan untuk kepentingan umum pada prakteknya masih memiliki kendala sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan tersebut tidak dapat diterapkan sepenuhnya dalam melakukan kegiatan usaha hulu migas karena masih terdapat kerancuan pengkategorian kegiatan usaha hulu migas sebagai kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum. Selain hal tersebut permasalahan yang sering muncul dalam pengadaan tanah bagi kegiatan usaha hulu migas adalah masalah tumpang tindih lahan dan pengklaiman kepemilikan atas satu bidang tanah oleh beberapa pihak dengan dasar bukti kepemilikan yang berbeda, dan kepastian hukum mengenai status tanah di wilayah kerja migas setelah dilakukan pensertipikatan dikaitkan dengan undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi jo. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Pada peraturan tersebut juga disebutkan bahwa pengadaan tanah untuk kegiatan usaha hulu migas dilakukan secara khusus oleh Kontraktor Production Sharing bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat, sehingga permasalahan-permasalahan yang terjadi di wilayah kerja migas menjadi tanggung jawab Kontraktor Production Sharing tersebut. Sejauh ini tanah yang telah dibebaskan oleh Kontraktor Production Sharing untuk kegiatan usaha hulu migas tidak diberikan hak apapun sehingga dapat menimbulkan konflik-konflik di bidang pertanahan.

Development nowadays basically conducted to increase society wealth; the parties involved could be the government or Private Corporation. One of the important factors in supporting the development is land Acquisition, but in practices this activity still has obstacles as stated in Government Regulation 2005 No. 36 jo. Government Regulation 2006 No. 65 regarding Land Acquisitioning for Development realization to public interest. These regulations can not fully applied to conduct upstream activity of oil and gas sector since there?s still confusion in categorizing upstream activity of oil and gas as development realization to public interest. Another problem usually emerge in land Acquisition for upstream activity of oil and gas are an overlapping area and land ownership claimed by several parties with different proves and certainty of land statues in oil and gas working area after officially registered related with Oil and Gas Law 2001 No. 22 jo. Government Regulation 2004 No. 35 Regarding upstream activity of Oil and Gas. These regulation mentioned that land Acquisition for upstream activity of oil and gas purpose conducted by Contractor of Production sharing contract in special way cooperate with local government. It means all the problem emerged regarding land Acquisition in working area will be contractor?s liability. So far, there?s no title given for land released by the contractor of production sharing contract, and this cause the problem and conflict of land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26168
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>