Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155704 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Wayan Kertia W.
"Kejahatan merupakan penomena BOBial yang tidak dikikis habis, selalu ada dan melekat pada masyarakat yang bersangkutan. Kejahatan di samping merupakan masalah Kemanusiaan, ia juga merupakan masalah sosial yang ter2 t h 9S n lihat dari akibatnya, tidak diragukan lagi bahwa itu mengganggu, ~merusak dan merintangi tercapainya z. nasional, mencegah penggunaan secara optimal sumber-sumber nasional, dan mengganggu keseimbangan serta kesejahteraan masyarakat baik materiil maupun spiritual« Kejahatan membahayakan martabat kemanusiaan, menciptakan suasana takut dan gelisah, merongrong dan mencemarkan kualitas lingkungan hidup yang sehat dan bermakna*
Untuk mengantisipasi, menanggulangi, dan menekan kejahatan tersebut, diperlukan kebijakan kriminal yang setidaktidaknya dapat meredam, mencegah, dan menangkal gejala, akabat dan pengaruh negatif yang ditimbulkannya. Kebijakan kriminal antara lain dilakukan melalui tahap -eksekusi yaitu tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkrit olein aparat penegak hukum. Kepolisian (penyidik) merupakan salah satu sub sistem dalam sistem peradilan pidana (SPP)? yang mempunyai tugas dan ttanggung jawab-dalam bidang penyidikan perkara pidana* Dalam praktik penegakan hukum tidak dapat dijamin tersangka pasti akan hadir atau pasti dapat dihadirkan setiap diperlukan* Oleh karena itu dalam melakukan penyidikan penyidik diberikan hak dan wewenang untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka, yang dikhawatirkan akan melarikan diii, merusaktalat bukti, atau mengulangi melakukan tindak pidana.
Penangkapan/penahanan seperti sekeping uang logam, mempunyai dua sisi. Pada satu sisi merupakan sisi yang gelap, karena pada hakikatnya ia bertentangan dengan HAM dan sering disalahgunakan. Pada sisi yang lain, ia merupakan salah Batu sarana untuk penegakan hukum, agar proses peradilan pidana dapat berjalan lancar, cepat, .pasti', dan prinsip biaya ringan juga terpenuhi. KUHAP melalui pasal-pasalnya mengamanatkan adanya keseimbangan monodualistik, yaitu keseimbangan antara kepentingan perlindungan dan pengayoman HAM (individu) dengan kepentingan penegakan hukum (kepentingan umum).
Pengendalian atau penanggulangan kejahatan memerlukan biaya yang sangat besar. Dengan melakukan pdnangkapan/penahanan terhadap tersangka berarti memerlukan biaya makan dan perawatan tahanan, dan secara! tersembunyi juga menghilangkan kesempatannya untuk memperoleh penghasilan. Penangkapan/penahanan berarti memperbesar jumlah pengeluaran/biaya." Tetapi a a n kacamata lain, dengan penangkapan dan penahanan nroses penyidikan menjadi jauh lebih cepat* Ditinjau dari penang kapan/penahanan, prinsip peradilan cepat dan prinsip peradilan dengan biaya ringan berada pada dua kutub yang saling berjauhan. Pada suatu saat, proses penegakan hukum akan mendekati salah satu kutub, tetapi menjauhi kutub yang lain.
Penangkapan dan penahanan mempunyai peranan yang besar dan sangat efektif untuk mempercepat proses penyidikan, tetapi mempunyai kelemahan karena akan memperbesar jumlah biaya yang dikeluarkan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses. Oleh karena itu, jika titik berat ditekankan kepada peradilan cepat, maka diperlukan biaya yang lebih besar. Sebaliknya, jika titik berat ditekankan kepada biaya ringan, maka proses peradilan menjadi lebih lambat.
Alternatif terbaik untuk mempertemukan kedua prinsip tersebut adalah memberikan penangguhan penahanan kepada tersangka dengan jaminan orang dan uang yang memadai sepadan dengan tindak pidana yang dilakukan dan kerugian yang ditimbulkannya. Pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku.
Di samping itu, juga masih diperlukan partisipasi dan koordinasi yang baik dengan semua pihak (aparat penegak hukum terkait, masyarakat, saksi, tersangka/keluarganya, dan penasihat hukum). Dalam melakukan penyidikan, penyidik harus mendapat dukungan dari semua pihak.
Penegakan hukum atau kebijakan kriminal tidak hanya menjadi tugas dan tanggung jawab aparat penegak hukum, tetapi merupakan tuga6 dan tanggung jawab semua pihak. Janinan keamanan dan ketertiban masyarakat mutlak diperlukan, untuk memberi rasa aman dan tenteram kepada setiap warga masyarakat, sehingga mendorong dan menumbuhkan kreativitas, meningkatnya produktivitas dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional menuju masyarakat adil dan makmur, yang merupakan tujuan akhir dari kebijakan kriminal."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T36449
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam Pasal 85 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
disebutkan bahwa apabila keadaan suatu daerah tidak
mengizinkan suatu Pengadilan Negeri untuk mengadili suatu
perkara, maka atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala
Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung
mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan atau
menunjuk Pengadilan Negeri lain untuk mengadili perkara
tersebut. Namun dalam KUHAP tidak disebutkan dengan jelas
apakah yang dimaksud dengan “keadaan daerah tidak
megizinkan” yang dijadikan dasar oleh Menteri Kehakiman
untuk mengalihkan wewenang mengadili suatu perkara pidana
kepada Pengadilan Negeri lain. Karena dalam Penjelasan
Pasal 85 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana hanya
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “keadaan daerah tidak
mengizinkan” ialah antara lain tidak amannya daerah atau
adanya bencana alam. Akan tetapi pada prakteknya, aparat
penegak hukum terkadang dalam menunjuk Pengadilan Negeri
lain dalam hal terjadinya pengalihan wewenang memeriksa dan
mengadili suatu perkara pidana tidak mempertimbangkan
faktor tempat tinggal sebagian besar saksi-saksi sebagai
bahan pertimbangan, padahal faktor jauh dekatnya tempat
tinggal sebagian besar saksi-saksi dengan tempat
persidangan juga mempengaruhi kemudahan dan kelancaran
jalannya persidangan. Demikian juga dengan dasar aturan
yang digunakan, tidak ada satupun peraturan perundangundangan
atau surat penetapan di Indonesia yang mengatur
masalah dasar pertimbangan yang dipakai untuk menentukan
Pengadilan Negeri mana yang akan ditunjuk untuk memeriksa
dan mengadili suatu perkara pidana dalam hal terjadi
pengalihan wewenang memeriksa dan mengadili suatu perkara
pidana. Kemudian dengan diundangkannya Undang-undang Nomor
4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman maka ketentuan
Pasal 85 KUHAP sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan
sekarang ini."
[Universitas Indonesia, ], 2005
S22139
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Frank Sinatra
"Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan merupakan dambaan para pencari keadilan dalam menjalani proses hukum. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana telah menerapkan hal ini menjadi asas yang melandasi berjalannya proses peradilan. Asas ini seharusnya diterapkan secara konsekuen dalam setiap tingkat peradilan untuk menjamin kepastian hukum dan melindungi hak asasi manusia. Dalam proses peradilan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang terjadi di beberapa wilayah pengadilan, penerapan asas ini dapat dilakukan dengan menggabungkan tindak-tindak pidana tersebut menjadi satu tindak pidana seperti yang diamanatkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dengan instrumen ini, proses peradilan akan berjalan lebih cepat, sederhana dan biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan dengan diperiksa sendiri-sendiri di setiap wilayah pengadilan. Dalam prakteknya ternyata asas ini masih banyak dilanggar oleh aparat penegak hukum yang notabene merupakan tonggak tercapainya keadilan."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S22487
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1985
S21721
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasry Noor
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feronica
"Hingga saat ini belum ada kompilasi aturan hukum dan etika bagi pers ketika memberitakan proses peradilan pidana. Aturan yang tersebar menyulitkan pers mengetahui hal-hal yang menjadi hak dan kewajibannya. Oleh karena itu, hal utama yang dibahas dalam tesis ini ialah hukum dan etika tersebut kemudian membuat kompilasinya. Pembahasan selanjutnya lebih fokus pada hukum dan etika pers ketika memberitakan privasi pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana, serta hukum dan etika pers dalam siaran langsung sidang pengadilan. Penelitian ini berbentuk deskriptif analitis dengan menggunakan metode kepustakaan dan wawancara mendalam dengan narasumber. Peneliti menggunakan data sekunder dengan alat pengumpul data berupa studi kepustakaan dan data primer melalui wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara terhadap wartawan, perusahaan pers, Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia, ahli hukum, penasihat hukum, dan keluarga korban. Hasil penelitian menyarankan adanya penelitian sosiologis lebih lanjut mengenai penerapan asas praduga tak bersalah yang dihubungkan dengan penyebutan identitas tersangka dan terdakwa; saran bagi Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia agar menyusun aturan yang lebih rinci mengenai privasi yang boleh diberitakan dan kepentingan umum yang menjadi pengecualian dari penghormatan terhadap privasi seseorang; saran bagi para pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana, juga pers, agar saling bekerja sama (kooperatif) dengan tetap memahami hukum dan etika profesi satu sama lain; dan saran bagi pers agar diwajibkan untuk mengikuti pendidikan profesi yang mengikutsertakan materi pemberitaan proses peradilan pidana secara khusus.

Until now there is not a compilation of laws and ethics for the Indonesian press in reporting the criminal justice process. So the scattered laws have given some problems for the press in knowing their rights and duties. Therefore the main problem which is discussed in this thesis is about the press laws and ethics with their compilation. The further discussion is more focused on the laws and ethics for the press in reporting the privacy of the persons who are involved in the criminal justice process, and the laws and ethics for the press in making the direct broadcasting from the criminal court. This research used analytic descriptive interpretation by using the library books and sincere interviews with the resource persons. The researcher collected the primary data through the literary study and got the secondary data by a sincere interview with the journalists, the press company, Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia, the law experts, the lawyers and the family of the victim. The result of this research suggests a further sociological research about the application of the principle for the innocent presumption which deals with the identity of the accused. The other suggestions are directed to the Dewan Pers and Komisi Penyiaran Indonesia to arrange the more detailed rules about the privacy which are allowed to be broadcasted for the respect of privacy and the criteria which can be excluded for the public interest. The persons who are concerned with the criminal justice process, including the journalists are suggested to be more understanding and cooperative with each other in dealing with their laws and ethics professions. Finally the journalists are suggested to follow a professional education which includes particularly about the broadcasting of the criminal justice process as one of the subjects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27940
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Martiman Prodjohamidjojo
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984
345.052 MAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Febby Mutiara Nelson
"

 

Kajian ini membahas konsep peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan yang dikenal dalam sistem peradilan pidana Indonesia yang belum dilaksanakan, khususnya dalam penanganan tindak pidana korupsi yang berfokus pada pengembalian kerugian keuangan negara. Penanganan kasus tindak pidana korupsi di Indonesia belum dapat menanggulangi tindak pidana korupsi, khususnya dalam hal mengembalikan kerugian negara secara signifikan. Walaupun sudah banyak sekali ketentuan penegakan hukum dan kebijakan pemerintah terkait dengan penanganan korupsi, namun pada kenyataannya penanganan  tindak pidana korupsi tidak berjalan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Penelitian ini juga mengkaji dapatkah Sistem Peradilan Pidana Indonesia mengakomodir konsep Plea Bargaining dan Deferred Prosecution Agreement (DPA) pada tindak pidana korupsi yang berorientasi pada pengembalian kerugian keuangan negara serta bagaimana model yang tepat pada tindak pidana korupsi di Indonesia. Juga, memprediksi implikasinya (keuntungan dan kerugian) jika diterapkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan mengkaji secara sistematis mengenai aturan hukum, prinsip, konsep, teori, doktrin, putusan kasus, institusi hukum, masalah hukum, isu atau pertanyaan atau sebuah kombinasi diantara semuanya. Hasil kajian menemukan bahwa saat ini  pengembalian kerugian keuangan negara akibat korupsi dilakukan dengan mekanisme perampasan aset dengan putusan pidana terlebih dahulu kepada terdakwa dan diikuti penyitaan aset hasil korupsinya atau dikenal sebagai conviction based asset forfeiture. Selain mekanisme tersebut sudah berlaku pula perampasan aset dengan mekanisme hukum perdata yang hanya dapat dilakukan dalam kasus-kasus tertentu saja misalnya ketika tersangka/terdakwa meninggal dunia. Temuan dari disertasi ini Plea Bargaining dan Deferred  Prosecution Agreement merupakan bentuk kongkrit dari asas sederhana, cepat dan biaya ringan dan dapat  diterima dan diterapkan dengan sejumlah penyesuaian untuk Indonesia khususnya pada tindak pidana korupsi yang berorientasi pada pengembalian kerugian keuangan negara. Model ini juga sudah diterapkan di negara Civil Law lainnya, sebagai implikasi adanya konvergensi sistem hukum. Dari sisi tujuan pemidanaan, model yang diusulkan ini lebih sesuai dengan tujuan pemidanaan rehabilitasi bagi pelakunya dan restorasi untuk pemulihan kerugian negara.

 


 

This research explores the concept of simple, fast, and low-cost justice in Indonesian criminal justice system that has not been implemented especially in handling corruption that focuses on recover state financial losses. The handling of corruption offence in Indonesia has not yet been able to overcome the loss from corruption, specifically in terms of restoring a significant state loss. Notwithstanding with a long list of established law enforcement and government policies relating to the matter, management of corruption has not gone simple, speedy and light expenses. This research also reviews as to whether the Indonesian criminal justice system can accommodate the Plea Bargaining and Deferred Prosecution Agreement (DPA) for the corruption offences which orientated to restore the state loss and  what is the best and compatible model for Indonesia. This study also predicts their implication if applied (advantages and disadvantages). This research use a qualitative methode which systematically explores the laws, principles, concepts, theories, doctrines, judgments, law institutions, legal problems, legal issues, questions or any of its combinations. This study finds that the restoration of state loss from corruption currently being done through assets seizure mechanism post criminal judgment, which also recognised as a “conviction based asset forfeiture”. The matter becomes more complicated when the corruption actors fly abroad and has no intention to cooperate to solve the relevant corruption case. Another method regulated under UNCAC and StAR Initiative is the non-conviction based asset forfeiture (NCB) which has no legal basis in Indonesia to date. The findings of this dissertation on plea bargaining and deferred prosecution agreements are concrete forms of simple, fast and low cost principles and can be accepted and applied with a number of adjustments for Indonesia, particularly in the case of corruption that is oriented to the return of state financial losses. This model has also been applied in other Civil Law countries, as an implication of the convergence of the legal system. In terms of the purpose of punishment, the proposed model is more in line with the philosophy of rehabilitation for perpetrators and restoration of state losses.

 

"
2019
D2648
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Selamat Sibagariang
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>