Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82596 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soe, Hok Gie
Yogyakarta: Bentang, 1999
950 SOE b (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gie, Soe Hok
Yogyakarta: Mata Bangsa, 2016
959.8 SOE d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Togi Effendi
"ABSTRAK
Satu yang spesifik dari berbagai lembaga pendidikan Bumiputra adalah Sekolah SI Semarang. Diawali perjumpaan Tan Malaka dengan tokoh-tokoh Sarekat Islam seperti: H.O.S. Tjokroaminoto, Semaoen dan Darsono pada Kongres SI di Jogjakarta tahun 1921, maka Tan Malaka ditawarkan untuk memimpin Sekolah SI yang akan didirikan di Semarang. Dalam rapat anggota SI Semarang Maret 1921 disetujui akan dibuka Sekolah SI pada 21 Juni 1921, dengan jumlah mula-mula 50 murid, yang menggunakan ruang rapat SI Semarang sebagai ruang belajar. Motivasi yang melatarbelakangi berdirinya Sekolah SI paling tidak disebabkan dua hal, yakni: pertama, untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak anggota SI, terutama mereka yang tidak diterima di HIS. Pendidikan di sini bukan hanya dalam pengertian teknis keahlian, tapi juga pembentukan moral. Kedua, sebagai sarana pembentukan kader-kader partai.
Reaksi pers dan masyarakat Semarang, memperlihatkan betapa perlunya suatu lembaga pendidikan bagi masyarakat Bumiputra. Sebaliknya dengan asisten Residen Semarang, yang tidak menyetujui berdirinya sekolah tersebut dan bahkan meminta saran kepada Prokurur Jenderal untuk mengambil tindakan hukum kepada Tan Malaka. Sedangkan Surat kabar Sinar Hindia di dalam tajuk rencananya tertanggal 23 Agustus, memperlihatkan dukungannya dengan berdirinya sekolah tersebut, sebagai berikut: _bahwa salah satu sifat yang balk dari orang_orang Barat ialah rasa kemerdekaan yang sudah dimasukkan kedalam jiwa mereka dan dikembangkan di sekolah-sekolah (pemerintah); bahwa sekarang di Hindia contoh itu akan diikuti; bahwa itulah yang diingini oleh SI di Semarang, dan sebuah sekolah didirikan untuk memelihara dan mendorong rasa kemerdekaan itu; bahwa baru-baru ini diumumkan bahwa tidak seperti sekolah HIS biasa, karena benih kemerdekaan akan ditanamkan di dalam diri murid_murid. (terjemahan Bahasa pen.) Sedangkan rasa antusias rakyat Semarang ditunjukkan dengan keikut sertaan mereka dalam setiap penyelenggaraan pasar derma oleh murid-murid Sekolah SI Semarang.
Dengan demikian pemenuhan kebutuhan akan biaya dari Sekolah SI Semarang yang baru terbentuk, adalah melalui penyelenggaraan malam pasar derma. Kelompok-kelompok murid memasuki kampung-kampung dengan berselendang merah bertuliskan `Rasa-Merdeka', menyanyikan lagu Internationale, untuk kemudian mengumpulkan uang suka rela dari penduduk. Helihat kenyataan tersebut, reaksi pemerintah setempat adalah dengan melarang diadakannya malam-malam pasar derma berikutnya, dan memberikan peringatan kepada pengurus SI Semarang. Sebagai jawaban atas larangan dan peringatan tersebut, pada 13 November diadakan suatu rapat prates yang dihadiri oleh wakil_wakil dari baedi Qetamo, Sarekat Hindia (pengganti NIP) PK1 dan ST Semarang. Rapat ini kemudian menghasilkan suatu znosi untuk memprotes tindakan pemerintah yang merintangi usaha perluasan pendidikan rakyat. Mosi dikirimkan kepada Gubernur Jenderal, Dewan Rakyat, dan Tweede Kamer .
Mengenai tujuan didirikannya Sekolah SI, Tan Malaka pada artikelnya di Soeara Ra'jat, yang kemudian dijadikan - sebuah brosur berjudul SI Semarang dan Onderwijs (1921) menyebutkan-: 1. memberi cukup banyak jalan (kepada para murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia yang kapitalistis (dengan memberikan pelajaran berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu dan Jawa). 2. memberi hak kepada para murid untuk mengikuti kegemaran mereka dengan membentuk perkumpulan_perkumpulan. 3. mengarahkan perhatian para murid pada kewajiban mereka yang akan datang terhadap jutaan keluarga Pak Kromo. (terjemahan bahasa pen.) Di dalam -formulasinya yang baru tentang maksud tujuan Sekolah SI, Tan Malaka lebih banyak menggunakan istilah yang lebih Marxis, antara lain disebutkan: pengetahuan yang diperoleh di sekolah harus pula menerangkan hubungan-hubungan dan keadaan-keadaan sosial di Hindia, dalam arti Komunis.
Sekolah SI Semarang kemudian dapat mengembangkan dirinya dengan mendirikan sekolah-sekolah kejuruan di awal tahun 1922. Sekolah kejuruan yang merupakan bagian dari Sekolah SI ini, memberikan pendidikan kejuruan kepada murid-muridnya, agar mereka bisa berprofesi di bidangnya, antara lain sebagai petugas koperasi dan tenaga pengajar. Khusus mengenai pendidikan guru diberikan langsung oleh Tan Malaka, dengan maksud akan menjadi tenaga pengajar di Sekolah-sekolah SI. Tan Malaka sendiri menolak guru-guru lulusan sekolah pemerintah, karena selain bergaji tinggi, juga memiliki orientasi yang tidak berakar pada pendidikan rakyat.
Berkembangnya Sekolah SI, paling tidak dikarenakan adanya koordinasi keuangan sekolah oleh sebuah komisi sentral dengan kas sentral. Komisi ini mendapatkan sumber dana yang berasal dari uang sekolah murid-murid dan sumbangan-sumbangan para dermawan. Juga dibentuknya sebuah organisasi yang bertujuan mengumpulkan dana bagi Sekolah SI yang bernama FOSIO (Fonds Oentoek SI Onderwijs), sangat membantu keuangan sekolah terebut.
Melihat kesuksesan Sekolah SI Semarang, R. Kern, seorang penasehat pemerintah untuk masalah-masalah pribumi, menyebutkan beberapa sebab di balik suksesnya sekolah tersebut, yakni: pertama, kurangnya perluasan tempat di HIS. Jika HIS diperluas, barulah dapat melawan kemajuan Sekolah SI. Kedua, bakat Tan Malaka sendiri di bidang organisasi, ditambah dengan pengetahuannya yang luas mengenai pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari bakat Tan Halaka untuk berimprovisasi, mendirikan sebuah sekolah guru untuk memenuhi sendiri kebutuhan guru bagi sekolah SI. Ketiga, adalah uang sekolah yang lebih rendah dari sekolah-sekolah pemerintah, menyebabkan murid-murid datang dari golongan penduduk kota yang setengah terdidik.

"
1990
S12570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Wulandari
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2001
320.958 8 TRI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Nur Alam
"Sarekat Islam mulai tumbuh di Priangan pada tahun 1913 Kehadiran Sarekat Islam di tanah Priangan disambut gembira oleh kalangan kelas menengah, selain itu berkembangnya Sarekat Islam di Priangan menjadi begitu fenomenal dikarenakan Sarekat Islam pada awalnya merupakan suatu gerakan reaktif terhadap situasi kolonial, namun gerakan itu tetap bersumber pada ideologi Islam yang mampu memobilisasi massa secara besar-besaran serta meningkatkan intensitas tindakan-tindakannya. Tesis ini membahas tentang Dinamika Politik Sarekat Islam di Karesidenan Priangan. Penelitian ini menggunakan metode sejarah, menurut Louis Gottschalk tahapan metode sejarah yakni; (1) Heuristik; (2) Kritik; (3) Interpretasi; dan (4) Historiografi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peranan Priyayi dalam Sarekat Islam lokal di Karesidenan Priangan, bertindak membela hak rakyat pribumi, dikarenakan kondisi sosial ekonomi rakyat Priangan pada waktu itu sangat mengkhawatirkan jika penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda terus terjadi, dan kesengsaraan rakyat pribumi tidak akan pernah hilang. Maka dari itu mereka terus berinisiatif dalam pergerakannya mencari berbagai cara, dan memanfaatkan berbagai celah untuk membuat rakyat pribumi merdeka secara total dari cengkraman penjajahan Belanda. Studi tentang Sarekat Islam di daerah Priangan kebanyakan hanya membahas tentang peranan salah satu tokohnya, dan peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di daerah Priangan, Penelitian Tesis ini bertujuan untuk menjelaskan dinamika politik dalam Sarekat Islam lokal di Priangan, dengan melihat pola kepemimpinan para Priyayi dan relasi kuasa yang dibangun untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Berangkat dari tujuan tersebut akan ditemukan sebuah fakta tentang kontribusi dari golongan Priyayi dalam Sarekat Islam lokal di Priangan, Kontribusi kaum Priyayi dalam Sarekat Islam lokal di Priangan sangat berperan sebagai tokoh sentral dan mempunyai daya tarik tersendiri dalam kepemimpinannya. Langkah yang ditempuh para priyayi dalam Sarekat Islam di Karesidenan Priangan ini bertujuan untuk menghilangkan segala bentuk penindasan dan memerdekakan rakyat pribumi, selain itu tujuan dari Sarekat Islam ini untuk mewujudkan Zelfbestuur atau mendirikan pemerintahan sendiri dimana rakyat pribumi bertindak sebagai pemerintahnya dan dikelola untuk mensejahterakan rakyat pribumi

Sarekat Islam began to grow in Priangan in 1913, the presence of Sarekat Islam in Priangan land is welcomed by the middle class, in addition to the development of Sarekat Islam in Priangan become so phenomenal because Sarekat Islam was originally a reactive movement of the colonial situation, but the movement is still sourced to Islamic ideology that able to mobilize mass massively and increase the intensity of his actions. This thesis discusses the political dynamics of Sarekat Islam in the Priangan. The study used the historical method, according to Louis Gottschalk stages of historical method is; (1) Heuristics; (2) criticism; (3) Interpretation; and (4) historiography. The results of this study showed that the role of Priyayi in the local Islamic Sarekat in Priangan, acts defending the rights of indigenous peoples because the social-economic conditions of the Priangan people at the time were very worrying if the suppression committed by the Dutch East Indies colonial government continued to occur, and the misery of the indigenous people will never disappear. Thus they continued to take the initiative in the movement looking for various ways and took advantage of various gaps to make the indigenous people free in total from the Dutch colonization. The study of Sarekat Islam in Priangan area mostly only discusses the role of one of its characters, and the major events that occur in the area of Priangan, this research aims to explain the dynamics of the political in the local Islamic Sarekat in Priangan, by looking at the pattern of the leadership of the Priyayi and power relationships built to gain the trust of the community. Departing from this objective will be found a fact about contributions from the Priyayi group in the Sarekat Islam local in Priangan, the contribution of the Priyayi in the Sarekat Islam local in Priangan is very central to the role and has its attraction in its leadership. The steps taken by the Priyayi in the Sarekat Islam local in Priangan are aimed to eliminate all forms of oppression and liberalize the indigenous peoples, in addition to the purpose of this Sarekat Islam to realize Zelfbestuur or establish self-government where the Indigenous Peoples act like Governments and managed to enrich the indigenous peoples."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Yuliati
"PENDAHULUAN
Sinar Djawa-Sinar Hindia tumbuh dan berkembang sebagai salah satu bentuk ekspresi kesadaran kebangsaan Indonesia. Keberadaannya juga tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan pers Belanda dan Cina, yang keduanya adalah perintis dunia persuratkabaran di negeri ini. Kota Semarang, dengan ciri perkotaannya perdagangan, sarana komunikasi, sekolah, penduduk yang padat, dan pergerakan politik, juga merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan dalam melihat pertumbuhan surat kabar ini.Pergerakan nasional dan pers bumi.putera dapat dika¬takan sebagai dua bidang kegiatan bangsa Indonesia yang hidup berdampingan secara simbiotik, ada saling ketergan¬tungan, yang satu sukar mempertahankan eksistensinya tanpa yang lain. Segera setelah SI Semarang berdiri, diperlukan adanya medium untuk menyalurkan ide-ide serta aktifitas pergerakkannya, agar dapat mensosialisasikan kesadaran social, ekonomi dan politik di kalangan rakyat. Meskipun telah ada kesempatan untuk mengadakan rapat-rapat, pertemuan-pertemuan, tetapi kesempatan itu masih terbatas, sedang forum yang tersedia oleh pers adalah kontinyu dan intensif, sehingga penanaman kesadaran dapat terlaksana secara lebih efektif. Itu dapat diketahui dari banyaknya artikel kiriman pembaca yang dimuat dalam surat kabar ini yang pada umumnya triemhahas hambatan-hambatan yang dialami."
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Suwasono
"Lahirnya SBII (Sarekat Buruh Islam Indonesia) berawal dari keinginan Partai Masyumi untuk memperkuat basis massanya dari kalangan buruh terutama yang beragama Islam. Sebelum mendirikan SBII, Partai Masyumi telah mendirikan dua anak organisasi Iainnya yaitu STII (Sarekat Tani Islam Indonesia) dan SDII (Sarekat Dagang Islam Indonesia). Keberadaan SBII menjadi semakin penting bagi Partai Masyumi terutama setelah pemilu tahun 1955. Pada pemiiu pertama tersebut realitas di lapangan menunjukkan hal yang sangat ironi dimana sebagian besar kaum buruh ternyata dikuasai oleh SOBSI (Sarekat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) sebuah anak organisasi PKI (Partai Komunis Indonesia) yang merupakan lawan utama Masyumi.
Masyumi dan SBII berpendapat SOBSI hanya memperalat kaum buruh sebagai alat politik semata tapi tidak berupaya untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pada kurun waktu 1947 - 1953 ketika SBII dipimpin oleh Mr. Daljono SBII lebih terfokus pada pembenahan organisasi, tapi hal itu tidak berarti SBII meninggalkan fungsi utamanya sebagai alat perjuangan kaum buruh. Pada tahun waktu ini tercatat SBII melakukan beberapa demonstrasi menuntut perbaikan nasib kaum buruh.
Langkah kontroversial yang ditempuh SBII pada masa kepemimpinan Mr. Daljono adalah menyetujui peraturan pemerintah mengenai larangan pemogokan pada perusahaan vital. Keputusan SBII tersebut telah dikecam berbagai pihak terutarna SOBSI yang secara terang-terangan menuduh SBII sebagai sarekat buruh yang memihak para majikan.
Pengganti Mr. Daljono adalah Jusuf Wibisono yang memimpin SBII tahun 1953 - 1960 pada masa kepemimpinan Jusuf Wibisono permasalahan SBII menjadi semakin kompleks selain berupaya terus memperjuangkan peningkatan kesejahteraan kaum buruh. SBII juga mendapat tekanan terutama dari TNI. Di daerah Sumatra Barat dan Yogyakarta banyak anggota SBII yang ditangkap karena dituduh bersama Masyumi ikut mendalangi pemberontakan PRRI Permesta.
Seiring merebaknya isu akan dibubarkannya Partai Masyumi oleh Presiden Sukarno, SBII berusaha untuk keluar dari Partai Masyumi dan menjadi Sarekat Buruh yang mandiri. Perjuangan ini berhasil, ketika Partai Masyumi dibubarkan oleh pemerintah pada tahun 1960 SBII tidak dibubarkan. SBII kemudian bergabung dengan Front Nasional bentukan Sukarno dan namanya berubah menjadi Gasbiindo (Gabungan Sarekat Buruh Islam Indonesia)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S12743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Anwar
"Gerakan protes petani selalu mewarnai gerak sejarah Indonesia. Dari sekian banyak gerakan protes, pada awal abad ke-20 di Bekasi terjadi gerakan protes petani yang mencapai puncaknya pada tahun 1913. Pada mulanya penulis mengalami kesulitan dalam mengungkap kasus gerakan protes petani ini, karena sebagian besar data arsip tidak ada di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jakarta. Namun berkat bantuan berbagai pihak, arsip tersebut dapat diperoleh dari Algemeene Rijksarscheif, Den Haag, Negeri Belanda. Setelah terhimpun, seluruh data yang telah menjadi fakta tersebut dirangkaikan dan diinterpretasikan, sehingga disusun dalam bentuk tulisan yang deskiptif-analitis.
Penulis menyimpulkan bahwa gerakan protes petani Bekasi 1913 disebabkan oleh ketidakpuasan masyarakat petani umumnya sebagai akibat dari penguasaan tanah secara partikelir dan ketidaksesuaian antara aturan legal dengan pelaksanaannya. Suasana menghimpit ini menimbulkan kemelaratan ekonomi petani. Ketika tuntutan petani ter_sumbat oleh tuan tanah dan aparatnya serta pejabat pemer_intah, tiba-tiba hadir organisasi Sarekat Islam (SI) dengan ideologi penggeraknya. Sehingga menimbulkan proses penyadaran dan gerakan protes petani.
Sebagaimana umumnya gerakan protes petani lain, gerakan protes petani di Bekasi 1913 bersifat arkais (archaic=sementara), setelah ditangani langsung oleh asisen residen Meester Cornelis, Cohen. Namun, karena asisten residen lebih berpihak pada tuan tanah, sehingga pada masa berikutnya nasib petani tetap tidak mengalami perubahan berarti. Petani tetap menjadi objek yang dieksploitasi tuan tanah."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
S12105
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardijani Rasjid
"Sepanjang sejarah penjajahan, Ideologi Islam ternyata merupakan kekuatan sosial yang besar dalam mengadakan perlawanan terhadap kekuasaan asing. Dari perang besar seperti pe_rang Padri, perang Aceh maupun penberontakan petani seperti peristiwa Cilegon, kesemuanya dipimpin oleh pemuka Islam dan digerakkan: oleh. Ideologi Islam. Karena penguasa Belanda di Hindia Be1anda kurang menguasai Islam, maka mereka merasa khawatir terhadap kekuatan kaum muslimin. mereka menganggap bahwa gerakan kaum muslimin ingin mengadakan perlawanan dan memberotak torhadap pemerintah kolonial Belanda. Berdasarkan latar belakang inilah pada tahun 1889 seorang ah1i bahasa Arab dan ahli Islam, Christiaan Snouck Hurgronje diangkat menjadi Penasehat pad:a sabuah kantor yang baru dibentuk untuk menangani masa1ah-masa1ah Arab dan Pribu_mi. Se jak kedatangan Saouck Hurgronje di Indonesia, maka atas nasehatnya, politik terhadap Islam terutama berdasarkan fakta-fakta dan bukan atas rasa takut saja. Dikemukakan bah_wa para pemimpin agama dan orang-orang yang kembali dari naik haji tidak bermiusuhan dan tidak akan memberontak terhadap pemerintah kolonial Belanda. Tetapi Snouck Hurgronje ju_ga memperingatkan bahwa Islam sebagai kekuatan politik dan religius jangan dipandang rendah. Oleh sebab itu _"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S12376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia , 1975
959.8 SAR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>