Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126162 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Yayasan Tunas Bangsa, 1991
305.892 NON
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dana K. Anwari SB
[Place of publication not identified]: Orayta, [date of publication not identified]
951.095 98 DAN b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Angelina
"Upacara sangjit adalah salah satu rangkaian upacara pernikahan orang Tionghoa keturunan Hakka yang dilakukan sebelum melangsungkan pernikahan. Terdapat acara, barang seserahan, lokasi dan kebiasaan dalam menjalankan upacara sangjit yang diwariskan turun-temurun. Dalam perkembangannya, terjadi perubahan yang dinamis dari waktu ke waktu dalam menjalankan upacara sangjit. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penyederhanaan yang terjadi pada upacara sangjit pada pernikahan Tionghoa yang dilakukan pada tahun 1967 hingga tahun 2020. Penelitian ini termasuk ke penelitian lapangan (field research) dan hasil penelitian dideskripsikan secara kualitatif. Penelitian lapangan ini menggunakan metode wawancara dengan 8 informan yang pernah melakukan upacara sangjit dalam waktu yang berbeda. Hasil penelitian menemukan bahwa terjadi beberapa perubahan lokasi, rangkaian acara, barang seserahan, dan tujuan melakukan upacara sangjit. Lokasi melakukan upacara sangjit yang awalnya rumah keluarga perempuan kini dapat diadakan di tempat umum. Tujuan melakukan upacara sangjit yang awalnya untuk membicarakan tanggal pernikahan juga berubah tidak lagi untuk membicarakan tanggal pernikahan, melainkan menjadi wadah perkenalan dan silahturahmi antara kedua belah keluarga. Secara garis besar, rangkaian acara dan barang seserahan sama, namun tetap ada perubahan yang terjadi.  Sebagian keluarga kini menggabungkan upacara lamaran dengan upacara sangjit.  Barang seserahan yang terkesan sulit tidak lagi dibawa agar lebih praktis.

Sangjit ceremony is one of Chinese Hakka wedding ceremonies which are held before getting married. There are a series of events, offerings, location and customs in carrying out the sangjit ceremony which have been passed down from generation to generation. In its development, there have been dynamic changes from time to time in carrying out the sangjit ceremony. This paper aims to explain the simplifications that occur during the sangjit ceremony at Chinese weddings which were carried out from 1967 to 2020. This research used field research methods and the results of the research were described qualitatively.  This field research used the interview method with 8 Chinese people who had performed sangjit at different times. The results of the research found that there were several changes in location, series of events, offerings, and the purpose of performing sangjit. The location for performing sangjit, which was originally the women's family home, can now be held in a public place. The purpose of doing sangjit ceremony, which was originally to discuss the wedding date has also changed, it no longer to discuss the wedding date, but instead to become a place for introductions between the two families. Broadly speaking, the series of events and items on offerings have not changed much, but there have still been changes. Some families are now combining the engagement ceremony with the sangjit ceremony. Offering items that seem difficult to find are no longer carried so that they are more practical."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1999
305.89 PRI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998
305.895 1 KAP
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, M. Rajab
Jakarta: Pustaka Widyasarana, 1995
302 LUB p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Sukmawati
"Realitas kehidupan masyarakat adalah realitas plural, berubah dan dinamis. Dinamika dapat didorong oleh pluralitas budaya, etnis, agama, ideologi, sosial politik, dan kepentingan ekonomi, dalam masyarakat majemuk ini, konflik sering terjadi. Oleh karena itu, diperlukan Relasi sosial yang baik antara etnis Tionghoa minoritas dengan Pribumi mayoritas. Etnis Tionghoa di Kota Tangerang sudah tinggal sejak abad ke 17, Etnis tionghoa di Kota Tangerang dikenal sebagai sebutan Cina Benteng.
Dari hasil analisis relasi sosial yang terjadi antara etnis tionghoa dengan pribumi di Kota Tangerang dapat berjalan dengan baik karena terjadi proses akulturasi antara dua kelompok etnis Tionghoa dan lokal yang berlangsung melalui relasi sosial yang panjang. Dalam konteks ini, etnis tionghoa mengadopsi nilai-nilai lokal akulturasi. Proses akulturasi merupakan salah satu cara penyesuaian diri untuk dapat diterima dan membangun relasi sosial yang baik antar etnis.
Relasi sosial yang terbentuk antara kelompok Cina benteng dan pribumi memiliki beberapa hal yang membentuknya, seperti ruang, agen, dan intensitas yang terjadi pada setiap kegiatan yang mereka lakukan. Dengan adanya ketiga hal ini maka keberlanjutan akan relasi sosial ini terus terjaga dan berlangsung berulang-ulang.Studi ini menggunakan metode wawancara mendalam, dan dikakukan di Kota Tangerang, Banten.

The reality of community life is plural reality, changing and dynamic. Dynamics can be driven by cultural plurality, ethnicity, religion, ideology, socio political, and economic interests, in this plural society, conflicts are common. Therefore, a good social relation is needed between ethnic Chinese minority and Native majority. The ethnic Chinese in Tangerang City have been living since the 17th century, ethnic Chinese in Tangerang City is known as Cina Benteng.
From the result of analysis of social relation that happened between ethnic Chinese with indigenous in Tangerang City can run well because there is an acculturation process between two ethnic groups Chinese and local that take place through long social relations. In this context ethnic Chinese adopt local values acculturation. The process of acculturation is one way of adjusting to acceptable and establishing good social relations among ethnic groups.
The social relationships formed between cina benteng and indigenous have some of the things that shape them, such as space, agents, and the intensity that occurs in every activity they do. With these three things, the continuity of social relationships is maintained and repeated. This study uses indepth interviews, and is tackled in Tangerang City, Banten.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Leo Suryadinata
Jakarta: Gramedia, 1988
306 LEO ct
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1997
S23140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resink, Gertrudes Johan, 1911-
Jakarta: Bhratara, 1973
959.8 RES n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>