Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44382 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Samsuri
Malang:: IKIP Malang, 1970.
499.26 SAM t (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Samsuri
Jakarta : PT Sastra Hudaya, 1985
I 499.252 S 33 t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adjat Sakri
Bandung: ITB Press, 1994
499.252 ADJ b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tjio, Tjie Sek
"Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XV pasal 36 mengatakan Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Suatu usaha untuk menaf'sirkan pengertian bahasa Indonesia telah dilakukan oleh Kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan. Sebelum mentjapai suatu rumusan apa jang dimaksud dengan bahasa Indonesia telah ramai diperbintjangkan minderheids nota antara lain berbunji: ... hingga segala jang bertentangan dari tatabahasa Melaju,harus dianggap sebagai bahasa jang tidak baik. (Djawatan Kebudajaan Kem. P.P.KI. , 1955:139) Setelah diadakan permusjawarahan Seksi A Tatabahasa Indo_nesia dan Edjaan Bahasa Indonesia dengan huruf Latin dalam putusan nomor 8 mengatakan: Bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah Bahasa Melaju jang di sesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia sekarang. (Op cit.:175) Pada tanggal 16 Mei 1956 Slametmuljana ketika pidato pe_nerimaan djabatan Guru Besar Universitas Indonesia mengatakan: ... bahwa bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melaju, tetani perkembangan selandjutnja sudah sedemikian djauhnja akibat a_similasinja dengan pelbagai bahasa daerah dan bahasa asing , hingga boleh dikatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa-baru. (Slametmuljana,1956 : 34). Pengertian bahasa Indonesia jang diperkembangkan dari saran-saran diatas dan berdasarkan pendekatan linguistik baru kemudian dilakukan oleh T.W. Kamil dan A.M. Moeliono (1961a : 11) : Bahasa Indonesia setjara strukturil dan dalam perbenda_haraan-kata dasarnja beralaskan Bahasa Melaju. Dalam perkembangannja bahasa Indonesia mengalami kontak dengan beberapa bahasa daerah dan bahasa asing, terutama dalam perbendaharaan kata bukan-dasar. Sebagai akibat dari kontak dengan bahasa daerah, kita mengenal dialek2 bahasa Indonesia. Misalnja, dialek_"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1964
S11081
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ermitati
"ABSTRAK
Ada dua jenis kalimat yang dihasilkan dalam penggunaan bahasa, yakni kalimat sistem (system-sentence) dan kalimat teks (text-sentence). Menurut Lyons (1981; 1995), kalimat yang dituturkan oleh pembicara mengandung makna proposisional dan makna nonproposisional. Makna proposisional bertalian dengan makna yang tersandi dalam ungkapan alami, yang dapat benar atau takbenar bergantung pada kebenaran atau ketakbenaran proposisi yang dinyatakan, sedangkan makna nonproposisional bertalian dengan pengungkapan sikap, keyakinan, atau perasaan pembicara, yang tersandi dalam unsur leksikal atau unsur gramatikal kalimat yang dituturkannya.
Objek penelitian ini adalah kalimat sistem bahasa Indonesia ragam lisan informal, yang dipakai di Jakarta. Dengan menggunakan- metode penelitian deskriptif kualitatif, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan makna nonproposisional yang tersandi dalam unsur leksikal dan unsur gramatikal suatu kalimat. Penelitian ini menggunakan teori makna kalimat Lyons (1995), yang menggabungkan teori makna kalimat Katz-Fodor (1963) dengan teori tindak ujar Austin (1962) dan implikatur konvensiona! Grice (1975).
Dalam penelitian ini saya menemukan bahwa penutur bahasa Indonesia dapat menggramatikalkan keyakinannya terhadap kebenaran suatu proposisi dengan menuturkan kalimat deklaratif berupa komitmen epistemik dan kalimat tak langsung, serta penuturan kalimat interogatif. Sikap pembicara terhadap peristiwa dapat digramatikalkan dengan penuturan kalimat imperatif, sedangkan rasa kagum pembicara terhadap sesuatu dapat digramatikalkan dengan penuturan kalimat eksklamatif. Sikap pembicara terhadap proposisi dan sikap pembicara terhadap peristiwa itu disebut oleh Lyons (1995) sebagai makna subjektif.
Makna subjektif yang tersandi dalam unsur leksikal dapat diklasifikasi menjadi (a) keyakinan pembicara terhadap kebenaran proposisi, (b) keyakinan pembicara terhadap ketakbenaran proposisi, (c) kekurangyakinan pembicara terhadap kebenaran proposisi, dan (d) sikap pembicara terhadap peristiwa. Makna social yang tersandi dalam unsur leksikal dapat diklasifikasi berdasarkan penggunaan (a) pronomina persona kedua, (b) leksem kekerabatan, dan (c) penggunaan eufemisme.
Keyakinan pembicara terhadap kebenaran proposisi disebut praanggapan: Praanggapan berbeda dari perikutan karena perikutan merupakan makna proposisional yang tidak dinyatakan secara eksplisit dalam suatu proposisi. Perikutan dapatdiungkapkan melalui relasi makna antarunsur leksikal pengisis gatra kalimat. Berdasarkan relasi makna antarunsur leksikal, perikutan dapat diklasifikasi menjadi empat, yakni (a) perikutan sepihak, (b) perikutan pertentangan, (c) perikutan timbal balik, dan (d) perikutan kebalikan. Praanggapan dalam bahasa Indonesia diklasifikasi berdasarkan pemicu praanggapan menjadi (a) pemicu praanggapan verba, (b) pemicu praanggapan adverbia, (c) pemicu praanggapan konjungtor, (d) pemicu praanggapan pronomina, dan (e) pemicu praanggapan partikel."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Untung Yuwono
"This study is aimed to explore a construction in Indonesian that contains clause relations linked without any conjunction. The construction is traditionally called asyndetic construction. The discussions about clause relations in Indonesian have been generally emphasized on the use of conjunctions as clause relation markers. Some grammarians have actually also discussed the use of asyndetic construction in Indonesian, such as Mees (1949), Fokker (1951), Lapoliwa (1999), Kridalaksana (l985 and 1999), and Baryadi (2000). However, the discussions were only some parts of the wider topics. It should also be noted that the term of asyndetic construction has not been sharpened during the discussions. This study, therefore, is expected to sharpen the concept.
By applying the Systemic Functional Grammar by Halliday (1994), which underlies the theoretical framework of this study, this study is focused on three discussions- Those are (i) the features of asyndetic construction in Indonesian, (ii) the production rules of asyndetic construction, and (ii) the relation between the use of asyndetic construction and certain language styles, especially journalistic style, which productively use the construction. As the lindings of this study, related to the features of the asyndetic construction, it is found that there are three types of asyndetic construction in Indonesian, which are (i) paratactic-asyndetic construction, (ii) hypotactic-asyndetic construction, and (iii) embedded-asyndetic construction. There are two main rules of the construction production, namely the clause joining and the logical meaning of clause relations. The clause joining shows a strategy of asyndetic construction forming based on the syntactical core functions. The logical meaning of clause relations shows a strategy of clause relation composing between main clause and main clause, dependent clause and dependent clause, and embedded clause and nominal group.
Concerning the features of asyndetic construction in Indonesian, the paratactic-asyndetic construction is formed by three ways, which are linking, juxtaposition, and juxtaposition-linking. The hypotactic-asyndetic construction is formed by subordination. The embedded-asyndetic construction is formed by rank-shifting.
Meanwhile, the logical meaning of clause relations can also be identified. The logical meanings of clause relations in paratactic-asyndetic construction are divided into two groups, which are expansion and projection. The expansion can be divided into (i) elaboration, which covers exposition, exemplitication, and clarification, (ii) extension, which covers addition and polar alternation, and (iii) enhancement, which covers temporal, causal, and conditional relations. The projection can be divided into locution and idea projection. The logical meanings of clause relations in hypotactic-asyndetic construction are also divided into two groups, which are expansion and projection. The expansion is only found in the form of enhancement, which covers temporal, causal, manner, purposive, conditional, and concessive relations. The projection covers both locution and idea projection. The logical meanings of clause relations in embedded-asyndetic construction are divided into expansion an projection. The expansion can be divided into elaboration, which is only found in the fonn exemplification, and enhancement, which is only in the form of purposive relation. The projection is only in the form of idea proj ection, which covers sense and cognition relations.
Related to the language style, this study explores data that is not limited to a certain style. The large ntunber of data obtained from joumalistic style, especially hom printed mass media, shows at least that the asyndetic construction becomes one of the special characteristics of the journalistic style. The high frequency of the construction use in the journalistic style is mainly caused by literal translation, e.g. literal translation from participial construction in English, as the source language, into hypotactic-asyndetic construction in Indonesian, as the target language."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
D500
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Iryani Hastuti
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995
499.221 5 TRI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Junus
Jakarta: Bhratara, 1967
499.2 UMA k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Buha
Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2001
499.252 ARI k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Mara
"Bahasa memegang peranan penting dalam komunikasi. Dengan bahasa, orang dapat menyampaikan pikiran maupun peraaaannya kepada orang lain. Dengan bahasa pula, orang dapat mewarisi, menerima atau menyampaikan pengalaman dan pengetahuan. Bahasa adalah salah satu unsur kebudayaan. Karena di dunia ini tidak ada kebudayaan yang sama, maka tidak pula dijumpai dua bahasa yang seragam benar. Bahasa ber_beda karena sistemnya berbeda, artinya bentuk atau pole bahasa yang satu belum tentu terdapat pada bahasa yang lain (Weinreich, 1967:1-2). Meskipun bentuk atau pola bahasa yang satu berbeda dengan bentuk atau pola bahasa yang lain, seringkali pesan yang disampaikan adalah sama. Misalnya dapat dilihat pada contoh bahasa Prancis dan bahasa Indonesia berikut ini. Dalam bahasa Indonesia (selanjutnya disebut BI) ki-ta mengatakan Saya merindukan ibu, dan untuk menyampai_kan pesan yang sama dalam bahasa Prancis (selanjutnya disebut BP) kita akan mengatakan Ma mere me mangue. Pe_san kedua kalimat di atas sama, tapi cara mengungkapkannya berbeda. Dalam BI yang ditonjolkan adalah saya, se_dangkan dalam BP yang ditonjolkan adalah ibu (Ma mare. Dari contoh di atas jelaslah bahwa BP dan BI adalah dua bahasa yang masing-masing mempunyai sistem maupun strukturnya sendiri. Dalam BP dan BI sering dijumpai adanya bentuk kali_mat negatif, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulisan. Di atas telah dikatakan bahwa BP dan BI memi_liki sistem maupun strukturnya masing-masing, demikian pula halnya dengan struktur kalimat negatif kedua bahasa tersebut. Pada kalimat negatif BP di atas kita lihat bahwa unsur negatifnya ada dua, yaitu ne dan pas yang mengapit verbs. Sedangkan pada kalimat negatif BI terlihat bahwa unsur negatifnya hanya satu, yaitu tidak, yang berada di muka verba."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1981
S14547
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>