Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121872 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta : Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wllayah , 2003
305.809 598 IND b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Prapto Yuwono
"Hukum Jawa dalam konteks masyarakat Jawa abad ke-18 memiliki ciri-ciri: (1) hukum yang lahir akibat adanya perjanjian Giyanti (1755), yang membagi kerajaan Mataram menjadi dua; Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, (2) hukum yang berisi norma-norma, aturan-aturan, dan undang-undang yang menyangkut kepentingan kedua kerajaan (bilateral) mengenai kemasyarakatan, pengawasan keamanan, perpajakan, hubungan birokrasi, pertanahan, peradilan. dan sebagainya, (3) hukum yang dalam perkembangan selanjutnya diberlakukan juga untuk wilayah Mangkunegaran (perjanjian Salatiga, 1757) dan Pakualaman (tahun 1812). Hukum Jawa tersebut adalah (1) Nawala Pradata Dalem (Surat Peradilan Raja), (2) Angger Sadasa (Undang-Undang Sepuluh), (3) Angger Agerrg (Undang-Undang Tertinggi), (4) Angger Redi (Undang-Undang Pekerja Gunung) dan (5) Angger Arubiru (Undang-Undang Gangguan Ketentraman).
Pemberlakuan hukum Jawa seperti itu tampaknya tidak mempertimbangan eksistensi dan perkembangan masing-masing kerajaan. Dengan kata lain, secara hipotesis, tidak terjadi perubahan struktur masyarakat Jawa pada waktu itu, meskipun dalam kenyataan, perjanjian Giyanti telah memecah belah kekuasaan Mataram. Pada sisi lain ditunjukkan bahwa pemberlakuan hukum jawa secara hipotesis adalah untuk pengendalian sosial bersama. sebagai akibat perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat Jawa di kerajaan masing-masing.
Kedua permasalahan tersebut menarik untuk dibahas, terutama melalui pemahaman struktur hukum Jawa yang dikaitkan dengan konteks ruang dan waktu di mana hukum itu diberlakukan. Pemahaman seperti itu akan menjawab tentang bagaimanakah sistem hukum Jawa yang berlaku pada waktu itu. Membicarakan sistem hukum berarti juga membicarakan dinamika struktur hukum yang bersangkutan dikaitkan dengan fungsi lembaga-lembaga lain di luar yang dianggap ikut menentukan dinamika struktur hukum yang dimaksud. Dengan latar belakang itu maka ditetapkanlah tujuan penelitian adalah (1) menganalisis struktur hukum Jawa sebagai upaya memahami fungsi unsur-unsurnya, (2) memahami sistem hukum Jawa dalam kaitannya dengan konteks sosial budaya masyarakat Jawa pada waktu itu, dan (3) merumuskan secara jelas postulat-postulat hukum Jawa atau anggapan-anggapan dasar mengenai hukum yang dianut masyarakat Jawa pada waktu itu.
Berkenaan dengan permasalahan dan tujuan penelitian itu dan dikaitkan dengan "karakter" hukum Jawa, maka pendekatan yang dipergunakan adalah antropologi hukum dan sejarah. Pendekatan antropologi hukum dipergunakan untuk mencari gambaran bagaimana hukum mempertahankan pranata-pranata yang ada dalam masyarakat, bagaimana masyarakat merumuskan pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum, sehubungan dengan cita-cita mengenai apa yang baik dan buruk menurut anggapan dalam kebudayaan yang bersangkutan. Pendekatan sejarah dipergunakan untuk mencari gambaran bagaimana proses perubahan pola dan aspek-aspek hukum Jawa dalam kurun waktu sejak penyusunan hukum Jawa (1755) sampai pada suatu batas hipotesis saat hukum Jawa kehilangan fungsinya lagi karena hegemoni politik kolonial Belanda (1830).
Setelah dilakukan analisa terhadap permasalahan-permasalahan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa (1) Hukum Jawa merupakan sistem yang berfungsi untuk pengendalian sosial bersama, masyarakat Jawa yang sedang mengalami perubahan akibat perjanjian Giyanti (1755), (2) Berfungsinya sistem hukum Jawa tersebut sangat didukung oleh berfungsinya unsur-unsur hukum yakni otoritas, maksud untuk diberlakukan secara universal, obligatio dan sanksi, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Jawa pada waktu itu, dan (3) Sistem hukum Jawa yang diberlakukan pada waktu itu, dikatakan berhasil dan relevan karena terbukti dapat memberikan kontribusi ikut melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Jawa dengan mempertahankan nilai-nilai, pranata-pranata, lembaga-lembaga dan pandangan-pandangan hidup Jawa hingga bertahan sampai saat ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kapita, Oe H.
Waingapu: Gereja Kristen Sumba, 1976
306 KAP m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Woro Aryandini Sumaryoto
"Studi ekologi mengajarkan adanya hubungan antara suatu spesies dengan lingkungannya secara keseluruhan, dan hubungan saling ketergantungan dari semua bagian bumi dalam hubungan sistemik: lapisan bawah geofisik, atmosfir dan iklim, tanaman dan binatang. Juga ternyata bumi tergantung pada matahari sebagai sumber energinya dan bulan yang berpengaruh terhadap pasang surut air (Campbell 1985:6; 194-195).
Untuk menerangkan bagaimana bentuk hubungan saling ketergantungan itu, diambil sebagai unit dasar analisis adalah ekosistem, yang dapat didefinisikan sebagai suatu kawasan alam yang terdiri atas organisme hidup dan unsur-unsur inorganik yang berinteraksi untuk mempertukarkan materi. Sebagai contoh dapat diambil suatu ekosistem hutan atau kolam, dimana diperlihatkan hubungan timbal batik dan adanya ketergantungan satu soma lain antara spesies binatang dan tanaman, demikian juga pada bahan kimia inorganik dalam lingkungan itu (Ibid.:7 mengambil dari Odum 1971).
Dalam ekosistem itu terdapat suatu keseimbangan yang dinamakan homeostatic, yaitu kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan (Reksasoedarmo, Kartawinata dan Soegiarto 1986:15). Lebih lanjut Odum mengatakan " By steady-state, we mean a self-adjusting equilibrium or balance condition relatively immune to at least small-scale disturbances ("Dengan keadaan seimbang, kita maksudkan suatu ekuilibrium yang menyelaraskan diri atau kondisi seimbang yang relatif tahan paling tidak terhadap goncangan-goncangan berskala kecil") (Odum 1983:4). Odum juga menjelaskan bagaimana setiap unsur dalam ekosistem itu menduduki habitat dan relungnya masingmasing (Campbell 1985:8;14).
Sedang ekologi manusia mempelajari adanya hubungan yang erat antara manusia dan lingkungan (termasuk faktor-faktor seperti iklim, tanah), dan pertukaran energi dengan makhluk hidup lainnya, termasuk tanaman, binatang, dan kelompok manusia lainnya (Ibid.:6-7). Dan ekologi budaya mempelajari bagaimana cara kebudayaan suatu kelompok manusia beradaptasi dengan sumberdaya lingkungannya dan terhadap eksistensi dari kelompok manusia lainnya (ibid.:7; Steward 1977:43)."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Henry Guntur
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1990
390 TAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, M.A.
Jakarta: Balai Pustaka, 1987
R 305.895981 MAR k (1)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Anggraini Oktavia
"Ikatan-ikatan pada struktur sosial dan budaya masyarakat Saniangbaka yang berdasarkan kepercayaan anggotanya telah mampu menciptakan kekuatan sosial-ekonomi pada masyarakat Saniangbak secara keseluruhan. Pembahasan dalam penelitian ini difokuskan pada Kapital Sosial yang tertambat pada struktur sosial masyarakat Minangkabau, yaitu dalam bentuk organisasi warga Saniangbaka di Jakarta. Dalam membahas hal tersebut diteliti a). Apakah struktur sosial dan budaya Minangkabau berpengaruh terhadap struktur dan organisasi IWS di Jakarta, b). Apakah dari struktur sosial dan budaya Minangkabau dan struktur organisasi IWS di Jakarta itu muncul kapital-kapital sosial yang fungsional, c). Apakah dari struktur budaya itu muncul kapital-kapital budaya.
Adapun tujuan penelitian pada tesis ini adalah sebagai berikut: a). Untuk mengidentifikasi kapital sosial yang tertambat pada struktur sosial Minang dan organisasi IWS, b). Untuk mengidentifikasi kapital budaya Minang dan organisasi IWS, c). Untuk mengidentitikasi fungsi kapital sosial bersama kapital-kapital lainnya dalam mencapai tujuan-tujuan orang Saniangbaka di Jakarta.
Kajian ini di teliti dengan menggunakan kerangka berfikir tentang ikatan struktur sosial-budaya masyarakat Saniangbaka mengenai kapital sosial sebagai suatu nilai Mutual Trust (kepercayaan) antara anggota masyarakat terhadap pemimpinnya. Kapital sosial didefinisikan sebagai institusi sosial yang melibatkan jaringan (networks), norrna-norma (norms), dan kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong pada sebuah kolaborasi sosial (koordinasi dan kooperasi) untuk kepentingan bersama. (Putnam: 1993) Putnam ( l993B: 3) juga melihat bahwa struktur sosial dalam bentuk jaringan "Civic Engagement" dapat mernfasilitasi koordinasi dan komunikasi, serta komunitas. Jaringan Civic Engagement seperti: relasi-relasi ketetanggaan, koperasi-koperasi, perkumpulan massa partai, kelompok-kelompok olahraga, dan assosiasi-assosiasi yang Iain, menggambarkan interaksi horizontal yang intensif. Sebab itu, secara hipotetik Putnam (1993a: 173) menyatakan semakin padatjaringan-jaringan di dalam komunitas, semakin mungkin warga warga bekerja sama untuk memperoleh manfaat secara bersama-sama (mutual benefit).
Pendekatan penelitian kali ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada warga Saniangbakar di Jakarta yang berasal dari Saniangbaka Kabupaten Solok-Sumatera Barat. Penggalian data dan informasi dilakukan pada organisasi masyarakat Saniangbaka di Jakarta yaitu dalam organisasi Ikatan Warga Saniangbakar (IWS). Kelompok-kelompok yang berada dalam organisasi tersebut dijadikan subjek penelitian karena mereka tergabung dalarn Ikatan Warga Saniangbakar yang telah lama menjalani semua aktifitas masyarakat Saniangbakar di Jakarta.
Dalam penelitian ini, dipilah yang menjadi informan dalam melengkapi informasi tentang Warga Saniangbakar di Jakarta Adapaun Informan yang dituju terbagi atas dua yaitu informan kunci (key informan) dan informan biasa. Informan Kunci dilakukan dengan metode wawancara mendalam (indepth inrerview) Pengumpulan data penelitian yang dilalcukan pada metode kualitatif. Pertama, data atau informasi yang di dapat melalui wawancara mendalam (indepth Interview). Kedua. peneliti juga melakukan pengarnatan lapangan atau observasi untuk menambah informasi. Untuk menambah informasi dilakukan wawancara dengan melakukan kuisioner dan pengamatan yang mana peneliti ikut berperan serta. Dengan didapatkannya data lapangan, maka kemudian dilakukan analisa data hasii penelitian mulai dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Huberman dan Miles, 1994: 428-429). Data yang ada dipilah-pilah, hasil penelitian kemudian dikelompokkan kedalam pola-pola, kategori-kategori, atau tema-tema tertentu (Creswell, 1994: 154).
Hasil penelitian didapat bahwa struktur sosial-budaya yang melekat kuat pada individu-individu dalam masyarakat Saniangbaka, memunculkan kapital-kapital yang berfungsi sebagai pemersatu dan pendorong kesejahteraan masyarakat Saningbakar. Jadi masih ada struktur sosial-budaya pada masyarakat Saniangbaka di perantauan. Jaringan-jaringan yang terbentuk, berbentuk jaringan kerjasama anggota-anggota Ikatan Warga Saniangbaka, baik dengan anggotanya sendiri maupun dengan anggota organisasi dan masyarakat lain secara informal ataupun formal, seperti: Perdagangan dan organisasi yang berperan rneningkatkan kesejahteraan anggota Ikatan warga Saniangbaka. Kapital sosial masyarakat Saniangbaka juga membentuk kapital fisik, kapital Manusia dan kapital-kapital lainnya: Agama, bahasa dan perdagangan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sisva Maryadi
Yogyakarta: Diva Press, 2018
390.598 36 SIS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Doni Arinova
"Keris bukan hanya menjadi sebuah senjata tradisional namun keris merupakan simbol yang memiliki makna lebih dalam. Dalam skripsi ini interpretasi simbol menjadi sebuah kajian yang paling penting dan pada penelitian terbatas dalam keris Jawa. Keris merupakan simbol yang merepresentasikan konsep kesadaran yang dibangun bedasarkan pemahaman manusia Jawa. Dalam hal ini gerak dinamika perubahan zaman maka pemahaman juga akan mempengaruhi kesadaran dalam pemahaman mengenai interpretasi simbol. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keris merupakan simbol yang berdasarkan reperesentasi kesadaran manusia Jawa.

Keris not only became traditional dagger but can be a symbol wih a deep meaning. In this script an interpretation symbol became research material and limited in javanese keris. Keris was build from concept of javanese people to representation of their mind. In this research a dynamic movement has influence for interpretation meaning of the symbol . The results of this research describe keris have a symbol based on representation of Javanese Consciousness."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S54898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwardi Endraswara, 1964-
"Javanese customs and traditions"
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2009
398.209 598 SUW m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>