Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10804 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Casparis, J.G. (Johannes Gijsbertus) de
Bandung : Masa Baru, 1956
959.8 CAS s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alexander Arifa
"Pada isi prasasti sima dari masa Jawa Kuna terdapat sapatha atau baris kutukan, yakni sebuah wacana yang berisikan seruan sumpah kepada dewa-dewa atau roh-roh agar memberikan perlindungan terhadap tanah sima yang ditetapkan oleh raja, beserta mantra kutukan bagi orang-orang yang berniat jahat terhadap tanah tersebut. Penelitian ini meneliti mengenai beberapa hewan yang disebutkan dalam sapatha prasasti sima sebagai ancaman bagi siapa yang melanggar, khususnya pada prasasti-prasasti sima yang berasal dari Kerajaan Mataram Kuno pada awal abad X Masehi. Penyebutan hewan dalam sapatha merupakan fenomena yang tidak biasa, jarang ditemui, namun ada di beberapa prasasti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ragam hewan yang disebutkan dalam bagian sapatha prasasti sima awal abad X Masehi, mengetahui alasan dipilihnya hewan-hewan tersebut, dan mengetahui kemungkinan adanya keterkaitan antara kuasa raja dengan penghukuman melalui fauna dalam sapatha prasasti sima. Metode yang digunakan dalam penelitian: tahap pengumpulan data yang merupakan tahap pengumpulan semua sumber data yang dibutuhkan, tahap pemrosesan data yang merupakan tahap pemrosesan dan penganalisisan semua data, dan tahap interpretasi data yang merupakan tahap pengaitan semua data yang sudah diproses dengan konsep pengetahuan yang diusulkan, yakni teori kekuasaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa hewan dalam sapatha merupakan hewan buas serta dianggap suci. Tujuannya sebagai pemberat bahwa sapatha adalah alat kontrol sosial beserta cerminan kuasa raja yang dilakukan raja dengan menggunakan pendekatan ketakutan berbasiskan pengendalian pikiran atas lingkungan sekitar ditambah dengan pengetahuan beberapa binatang yang telah dikenal dalam konsep religi Hinduisme serta kebudayaan lokal yang dipakai agar tidak ada pihak yang berbuat diluar perintah raja.

On sima inscriptions from Ancient Javanese era, there is sapatha or cursing passage which is a small paragraph that consists of oaths to gods and deities to protect the land of sima that had been established by the king, along with spells or curse that was addressed to wrongdoers. This research discusses about some animals that were mentioned in sapatha of the sima inscriptions, especially incriptions that dated from Ancient Mataram Kingdom on early 10th Century AD. This was quite rare and uncommon phenomenon but were available in some inscriptions. Aims of this research are to identify the variety of animals that is mentioned on Sapatha of Sima Inscriptions from Ancient Mataram Kingdom on early 10th Century AD, to discover the reasons behind the chosen animals, and to know the possibility if there was a connection between the power of king and the chosen animals. Research method that is used: first, data-gathering step which collects all the data needed, data-processing step which analyzes all data that has been collected, data-interpreting step which all the data that has been analyzed be interpreted under the power-relation concept. The result of this research shows that animals are categorized as wild and sacred animals. The aim mentioning these animals is to emphasize that sapatha is a tool for controlling society and showing king’s power by using fear-based on mind-control over the environment approach added with the knowledge of the animals on Hinduisme and local belief concept so that no one will disobey the king"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lisda Meyanti
"Makalah ini membahas prasasti-prasasti timah yang ditemukan di Sungai Batanghari. Prasasti yang akan diteliti sebanyak empat lempeng yang disimpan di eks-BPCB Sumatera Barat (BPK Wilayah III) dan eks-BPCB Jambi (BPK Wilayah V). Fenomena penemuan lebih dari seratus lempeng prasasti timah di sungai-sungai di Sumatra menjadi awal penentuan permasalahan penelitian, yaitu bagaimana keterkaitan prasasti timah dengan Sungai Batanghari. Permasalahan ini dikaji dengan memperhatikan perilaku religi berupa pemberian persembahan (offering) kepada Sungai Batanghari. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa langkah penelitian, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan interpretasi data. Penelitian ini menghasilkan pengetahuan sejarah lokal tentang penggunaan prasasti sebagai alat untuk membentengi diri dari gangguan makhluk jahat dan menjaga keselarasan alam. Prasasti timah dan Sungai Batanghari memiliki hubungan yang erat, yaitu prasasti sebagai benda persembahan dan sungai sebagai tempat “penyimpanan” benda-benda yang dipersembahkan tersebut. Hasil penelitian ini akan menjadi referensi sejarah Sumatra, sumber motivasi bagi masyarakat sekitar DAS Batanghari, dan acuan bagi para pemangku kepentingan sehingga objek-objek yang diduga cagar budaya dari Sungai Batanghari dapat lestari.

This paper discusses tin plate inscriptions found on the Batanghari River. There are 4 inscriptions that will be examined which are kept at the ex-BPCB West Sumatra (BPK Region III) and the ex-BPCB Jambi (BPK Region V). The phenomenon of finding more than a hundred tin plate inscriptions in rivers in Sumatra became the beginning of a research problem: how the tin inscriptions are related to the Batanghari River. This problem is studied by paying attention to religious behaviour in the form of offering to the Batanghari River. This research was conducted through several research steps: data collection, data processing, and data analysis. This research produces local historical knowledge about the use of inscriptions as a tool to fortify oneself from evil creatures and maintain harmony in nature. Tin plate inscriptions and the Batanghari River have a close relationship: the inscription as an offering and the river as a "storage" of the ceremonial objects. The results of this research will become a reference for the history of Sumatra, a source of motivation for the people around the Batanghari watershed, and a reference for stakeholders so that objects suspected of being cultural heritage from the Batanghari River can be preserved."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Aryanto
"Prasasti sebagai sumber sejarah kuna mempunyai kualitas yang tinggi, dan merupakan sumber yang dapat dipercaya, karena apabila diteliti dengan seksama isinya dapat memberikan gambaran yang amat menarik tentang struktur kerajaan, birokrasi, kemasyarakatan, perekonomian, agama, kepercayaan, dan adat istiadat di dalam masyarakat Indonesia Kuna. Sejumlah besar prasasti banyak yang belum diteliti secara tuntas. Sebagian besar prasasti diterbitkan dalam bentuk alih aksaranya raja, itu pun tidak seluruhnya lengkap. Beberapa diantaranya dilengkapi dengan terjemahan, namun telaah atas isinya belum banyak dilakukan. Prasasti Munggut telah lama ditemukan dan muncul pertama kali dalam satu laporan yang terbit pada tahun 1887, namun hingga saat ini belum ada yang membahasnya secara khusus dan tuntas. Sehubungan dengan hal tersebut maka suatu kajian awal terhadap prasasti merupakan tema dalam skripsi ini. Mengingat pentingnya prasasti sebagai salah satu sumber sejarah kuna dan sekaligus berfungsi sebagai historiografi, maka harus dilakukan telaah terhadap isi prasasti Munggut, yaitu mencoba mengetahui latar belakang sebab-sebab dikeluarkannya prasasti Munggut oleh raja Airlangga, dan juga mencoba memberikan gambaran aspek-aspek kehidupan masyarakat pendukungnya saat prasasti Munggut ini dikeluarkan. Tetapi yang lebih penting pada awal penelitian skripsi ini adalah memecahkan persoalan pertanggalan yang dibaca secara berbeda-beda oleh beberapa sarjana. Apakah prasasti Munggut ini dikeluarkan tahun 944 S atau 955 S. selain itu ada hal yang menarik di dalam prasasti Munggut ini, yaitu penyebutan tanda rakryan ri pakirakiran makabehan sebagai golongan pejabat. Penyebutan itu tidaklah umum pada masa Airlangga, dan diketahui pula bahwa belum ada prasasti Airlangga lainnya yang telah diterbitkan hasil penelitiannya menyebutkan istilah tersebut. Hasil pembahasan yang dikemukakan dalam skripsi ini menyatakan bahwa prasasti Munggut memiliki angka tahun 944 S. hal ini didasarkan pada hasil pengajian terhadap fisik prasasti dan isi prasasti, yang lazim disebut dengan kritik ekstern dan intern, suatu bagian dari urutan metode penelilian yang biasa digunakan dalam ilmu sejarah, Sedangkan masalah penyebutan istilah tanda rakryan ri pakirakiran yang disebut dalam prasasti Munggut kemungkinannya merupakan bentuk istilah baru yang belum umum digunakan pada masa Airlanngga, terutama prasasti-prasastinya. kemungkinan lain muncul dari penyebutan istilah tanda ri pakirakiran tersebut, yaitu bahwa istilah itu telah dipergunakan terlebih dahulu oleh masyarakat Bali Kuna yang merupakan tanah asal kelahiran Airlangga untuk kemudian dibawa dan diperkenalkan oleh Airlangga ke tanah Jawa, khususnya Mataram Kuna pada masa pemerintahannya. Hal ini didapatkan melalui perbandingan terhadap prasasti-prasasti dari masa Bali Kuna. Namun hal ini masih perlu banyak diteliti kembali, karena masih diperlukan banyak waktu untuk dapat membuktikan apakah ada prasasti lain dari masa Airlangga yang juga menyebutkan istilah tanda rakryan ri pakirakiran. Masalah itu nantinya akan menimbulkan satu masalah baru yang menunggu waktu untuk pembahasan lebih lanjut"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11526
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwinsyah
"Sumber utama yang dapat mendukung penyusunan sejarah kuna Indonesia adalah sumber-sumber tertulis. Prasasti sebagai salah satu sumber tertulis merupakan sumber yang mengungkapkan informasi di berbagai hal yang ada pada kehidupan masyarakat jaman dahulu. Dengan mempelajari tulisan-tulisan kuna di dalamnya, informasi tentang masa lalu dapat diungkap. Isi dari prasasti biasanya memuat keterangan yang berkisar pada peringatan suatu kejadian. Ada beberapa macam prasasti seperti penetapan sima, jayapattra, jayasong, rajaprasasti dan suddhapattra. Pada umumnyya prasasti yang banyak ditemukan berupa penetapan sima. Prasasti jenis ini di masa lalu merupakan peristiwa yang sangat panting menyangkut status tanah yang dipertahankan terus secara turun temurun. Prasasti Kawambang Kulwan 913 S merupakan jenis prasasti penetapan sima. Prasasti ini ditemukan di desa sendang Kamal, kecamatan Maospati, Madiun dan kini tersimpan di Museum Nasional dengan nomor D.37. Prasasti ini telah dibaca oleh J.L.A. Brandes walaupun hanya 12 baris bagian awal pada sisi depan. Bentuk dasar dari prasasti Kawambang Kulwan ini berupa batu padas dengan bentuk blok berpuncak lancip dengan tinggi 187, lebar 105 dan tebal 92 cm. Huruf yang dipahatkan terdapat di seluruh sisi dengan huruf dan bahasa Jawa kuna dan pada bagian bawah dihiasi dengan pahatan hiasan bunga padma. Banyak kerusakan di beberapa bagian prasasti ini yang menyebabkan kesulitan dalam pembacaan dan sedikit mendapat informasi dari isi prasasti tersebut. Hasil pembacan Brandes yang hanya sebanyak 12 baris menjadi perhatian penulis untuk melakukan penelitian terhadap prasasti Kawambang Kulwan ini untuk diteliti lebih lanjut Riwayat dan isi prasasti ini sebagai berikut : sekitar 70 tahun setelah masa pemerintahan Sindok dari Mataram, diantara kurun waktu tersebut tidak didapat informasi mengenai pemerintahan raja-raja di rentang waktu tersebut, hingga munculnya pemerintahan raja Airlangga. Prasasti Kawambang Kulwan berada di kurun waktu yang kosong itu, dengan angka tahun 913 S. Walaupun nama raja pada prasasti ini tidak terbaca tetapi dari angka tahun dan sumber data lain yang mendukung seperti kitab Wirataparwa yang ditulis tahun 918 S menyebut diantara tahun tersebut diperintah oleh raja Dharmmawangsa Teguh. Seperti telah diketahui bahwa raja ini tewas dibunuh dalam serangan raja Wurawun dalam suatu pralaya, kisah ini tertulis dalam prasasti Pucangan yang dikeluarkan oleh raja Airlangga. Prasasti yang dikeluarkan oleh raja Dharmmawangsa Teguh sedikit sekali dan banyak yang rusak sehingga sulit digambarkan bagaimana masa pemerintahan raja tersebut. Informasi yang didapat pada prasasti Kawambang Kulwan adalah berupa penetapan sima di desa Kawambang Kulwan yang berupa sima swatantra dari sri maharaja (Dharmmawangsa Teguh) yang diteruskan oleh Pu Dharmmasanggramawikranta dan diterima oleh Samgat Kanuruhan Pu Burung tentang pendirian bangunan suci untuk dewa Siwa dan adanya ajaran kitab Siwasasana. Upacara tersebut dihadiri oleh para samgat dari berbagai daerah di sekitar desa Kawambang Kulwan. Prasasti berhenti pada bagian pemberian hadiah, tidak tertutup kemungkinan terdapat kelanjutan dari isi prasasti ini di bagian batu yang lain. Penulis melihat masih banyak yang belum terungkap dari isi prasasti Kawambang Kulwan ini baik dari segi aspek kehidupan masyarakat, sosial, ekonomi dan sebagainya belum terjawab semua. Penelitian lebih lanjut masih terbuka untuk mengkaji lebih dalam prasasti Kawambang Kulwan ini"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11828
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lely Endah Nurvita
"Masa pemerintahan Tribhuwana dapat dikatakan merupakan titik awal kejayaan kerajaan Majapahit. Dalam masa pemerintahannyalah muncul tokoh-tokoh yang sangat terkenal dalam sejarah dan berperan penting atas kejayaan Majapahit. Tokoh_tokoh yang dimaksud adalah Hayam Wuruk, Gajah Mada, dan Prapanca. Selama 22 tahun Tribhuwana memegang tahta, telah ditemukan 7 buah prasasti termasuk prasasti Palungan yang berangka tahun 1252 Saka (1330 M). Prasasti Palungan ini menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuna. Prasasti tersebut pernah diteliti sebelumnya oleh N.J. Krom pada tahun 1913 dan L.Ch. Damais tahun 1955. Penelitian sementara yang telah dilakukan oleh Krom menghasilkan tanggal dikeluarkannya prasasti, sedangkan penelitian Damais menghasilkan 3 baris alih aksara dari keseluruhan barisnya sehingga informasi yang dapat diperoleh sangat sedikit. Informasi tersebut adalah unsur-unsur pertanggalan dan nama raja yang mengeluarkan. Akan tetapi untuk menyusun sebuah kisah sejarah dibutuhkan unsur waktu, tokoh, peristiwa, dan tempat. Keempat unsur tersebut belum Iengkap digali dan diteliti lebih mendalam. Untuk dapat mengetahui empat unsur pokok sejarah prasasti Palungan di atas, maka dilakukan alih aksara dan alih bahasa terhadap prasasti Palungan yang menghasilkan lengkapnya keseluruhan isi prasasti dan keempat unsur pokok sejarah. Selain itu untuk mengetahui apakah data ini layak atau tidak, maka data harus diuji dengan serangkaian tahap analisis yang dimulai dengan tahap Heuristik, kemudian dilanjutkan Kritik Teks ( Ekstem dan Intern ), Interpretasi, dan terakhir Historiografi. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa prasasti Palungan yang berangka tahun 1252 Saka ini ditulis sesuai dengan jamannya dan bukan merupakan prasasti tiruan atau palsu sehingga Iayak untuk dijadikan sebagai data Sejarah Kuna Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11782
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fifia Wardhani
"Prasasti Salingsingan II berangka tahun 804 S dan berisi tentang Sima, yaitu peresmian sawah untuk bhatara di Dihyan. Terdapat penyebutan tokoh pu Padmanabhi sebagai istril selir Sri Maharaja Rakai Kayuwani dan merupakan anak dari seorang pejabat keagamaan atau penguasa daerah Tgan Rat yang bernama dark acaryya Widyasiwa. Informasi ini diperoleh dari transkripsi sementara yang pernah dibuat oleh Boechari dan belum pernah terbit (Soemadio, 1993: 242, cat. 260). Transkripsi sementara yang dibuat oleh Boechari tidak diketahui keberadaannya. Oleh sebab itu informasi yang diperoleh dari transkripsi tersebut perlu ditinjau kembali. Untuk menyusun kisah sejarah yang lengkap dalam suatu prasasti dibutuhkan 4 aspek pokok, yaitu waktu, tempat, tokoh, dan peristiwa yang dapat dijumpai dalam isi suatu prasasti. Akan tetapi pada prasasti Salingsingan II keempat aspek pokok tersebut belum diungkap secara maksimal. Oleh karena itu dibutuhkan serangkaian tahap analisis dan pembacaan kembali dengan harapan diperoleh alih aksara dan alih bahasa beserta catatan-catatannya yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya agar isi prasasti Salingsingan II dapat diungkap semaksimal mungkin guna menunjang penyusunan sejarah kuna Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode yang lazim digunakan dalam ilmu Sejarah, yaitu: 1.Heuristik yang merupakan tahap pengumpulan data 2. Kritik yang merupakan tahap pengolahan data 3. Interpretasi dan Historiografi yang merupakan tahap penafsiran berupapenjelasan data yang diperoleh dari hasil pembacaan dan pembahasan atas isi prasasti Salingsingan II dalam bentuk kisah sejarah yang lengkap. Data utama dalam penelitian ini adalah prasasti Salingsingan II 804 S yang termasuk ke dalam rentangan masa pemerintahan rakai Kayuwani. Data pembantu adalah semua prasasti yang berasal dari masa pemerintahannya (778-804 S) dan beberapa prasasti dari masa rakai Watukura dyah Balitun dan raja Sindok. Selanjutnya digunakan data pustaka untuk menunjang pengkajian masalah penelitian. Hasil penelitian ini adalah: Pembacaan angka tahun 804 Saka adalah benar, n Prasasti Salingsingan II tidak menyebutkan dalam kalimat-kalimatnya bahwa pu Padmanabhi itu adalah selir raja rakai Kayuwani Dalam prasasti hanya tertulis rakryan winihaji, bukan rakryan winihaji maharaja rakai Kayuwani, Tidak ada dalam kalimat-kalimat prasasti Salingsingan II bahwa rakryan winihaji pu Padmanabhi adalah anak dari San Pamgat Tga[n] Rat dan Acaryya Widyasiwa"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11815
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ken Bimo Ramadhana
"Skripsi ini mengkaji upaya legitimasi kekuasaan raja-raja Majapahit berdasarkan n?m?bhi?eka nama gelar beserta uraiannya yang dicantumkan di dalam isi prasasti dalam kaitannya dengan kondisi politik, sosial, dan keagamaan pada masa prasasti tersebut dikeluarkan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian arkeologi dan epigrafi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gelar yang digunakan oleh raja-raja Majapahit memiliki makna tertentu dan berkaitan dengan kondisi politik, sosial, dan keagamaan pada masa pemerintahan raja yang bersangkutan.

This undergraduate thesis studied the legitimation to Majapahit monarchs'authority based on their n m bhi eka coronation name and the complimentary included in the Majapahit Era inscriptions and the connection between said legitimation to the kingdom's political, social, and spiritual condition by the time the inscriptions were published. This research used archaeological and epigraphical methods. The result shows that indeed there was a connection between particular monarch's legitimation and the kingdom's political, social, and spiritual condition.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Proyek Pengembangan Museum Nasioal, 1985/1986
709.92 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Achadiati Ikram, 1930-
Jakarta: Museum Nasional Indonesia, 2015
411 ACH i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>