Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118033 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989
306.4 TEK
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ranti Putriani
"Tesis ini membahas tentang adanya kesadaran bahwa pengetahuan dan kemampuan diri untuk memutuskan suatu pilihan sejatinya memberikan kesempatan kepada manusia untuk mampu mempertimbangkan konsekuensi yang harus dipikul sebagai sebuah tanggung jawab. Tujuan dari penelitian tesis ini adalah untuk memaparkan panorama pandangan tentang konseptualisasi takdir dari perspektif teologi dan filsafat, serta memberikan pencerahan praktis dan teoritis terhadap orang yang dalam situasi bingung karena mengalami kontradiksi tentang kebebasan dan keterbatasan. Metode penelitian yang digunakan adalah fenomenologi hermeneutik. Temuan dari penelitian ini adalah adanya permasalahan konseptualisasi dan bahasa dalam kaitannya dengan terminologi takdir. Sedangkan kesimpulan yang bisa diambil adalah bahwa takdir merupakan sebuah fenomena metafisik yang memang ada dalam masyarakat yang beragama, namun demikian kebebasan yang dimiliki tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak bertanggung jawab terhadap putusan pilihan kehendak bebasnya.

This thesis discusses about the awareness of human being whose self-knowledge and ability can decide on particular option where its essence is to provide an opportunity to be able to consider all consequences as for their responsibility. The purpose of this thesis is to present a panoramic view of conceptualization of destiny from theology and philosophy perspectives, as well as providing practical and theoritical enlightment of the people who are in confused situation due to the contradictions between freedom and determination. The methodology of this thesis is hermeneutics phenomenology. The findings of this study is the conceptualization and language issues related to the terminology of destiny. The conclusion which can be drawn is that destiny is a metaphysical phenomenon that exists in community that value religion or belief system, but even so freedom can not be used as a reason not to being responsible for any decisions of human freewilled choices.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T41913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryand
"Kebebasan beragama/berkeyakinan pada dasarnya merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable rights). Dalam hukum Indonesia pemenuhan hak atas kebebasan beragama tiap warga negara secara langsung dijamin oleh konstitusi. Meskipun telah mendapat jaminan langsung dari konstitusi, pada prakteknya pelanggaran terhadap kebebasan beragama masih kerap terjadi. Keberadaan Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama ditengarai sebagai salah satu faktor yang mendorong terjadinya berbagai pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia. Secara substasnsi, Undang-Undang tersebut memberikan pengakuan tehadap enam agama sebagai agama resmi. Tulisan ini dibuat dengan pendekatan normatif yang dimaksudkan untuk menelaah keseuaian norma dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dengan doktrin serta prinsip-prinsip HAM tekait kebebasan beragama. Selain itu, studi empiris dengan juga dilakukan untuk memperlihatkan dampak riil dari pengaturan dalam Undang-Undang tersebut. Dengan pendekatan demikian, dapat dilihat bahwa Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 memuat ketentuan pengaturan yang secara substansial bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM terkait kebebasan beragama. Selain itu, ditemukan bahwa dalam prakteknya ketentuan dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 serta peraturan atau kebijakan turunannya memicu berbagai tindakan diskriminatif dan pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama terutama bagi para pemeluk agama/kepercayaan yang tidak diakui oleh negara.

Religious freedom is one of the right that can not be reduced under any circumstances (non-derogable rights). Under Indonesian law, the fulfilment of religious freedom rights of every citizen are guaranteed by the constitution. Despite enjoying direct guarantee from the constitution, in practice, violations of religious freedom still occur frequently. The existence of the Act No. 1/PNPS/1965 on the Prevention of Abuse of Religion and/or Blasphemy is considered as one of the factors that led to religious freedom violations in Indonesia. Substantially, this Act provides recognition to six religions as official religion. This paper is written in a normative approach to look over the suitability of the norms in the Act No. 1/PNPS/1965 on the the Prevention of Abuse of Religion and/or Blasphemy by the doctrine of human rights and the principles of religious freedom. Moreover, empirical studies are also conducted to show the real impact of regulation in the Act. Thus, it can be seen that the regulation on Act No. 1/PNPS/1965 contains provisions that are substantially opposed to the human rights principles related to freedom of religion. Furthermore, it was found that in practice the provision on the Act No. 1/PNPS/1965 and its derivative regulations and policies caused various discriminative actions and violations to the right of religious freedom, especially for the disciples of the religion/beliefs who are not recognized by the state.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JY 6:1 (2013) (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Arsyafira
"Keserasian antara kebebasan dan ketertiban sebagai suatu antinomi atau pasangan nilai dibutuhkan untuk mencapai kedamaian sebagai salah satu tujuan hukum. Harmoni kedua nilai tersebut di alam demokrasi negara hukum Indonesia dapat diupayakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga yang berwenang membentuk hukum, yang di antaranya mengatur kemerdekaan pers sebagai elemen penting demokrasi. Dalam rangka memperoleh keserasian yang dimaksud, adakalanya kemerdekaan pers harus dibatasi untuk mencegah ekses kebebasan. Kemerdekaan pers sebagai wujud hak asasi manusia mensyaratkan pembatasan hukum yang sesuai dengan kaidah hak asasi manusia dan konstitusi, di antaranya dibutuhkan untuk memenuhi tujuan-tujuan absah tertentu necessary for a legitimate aim, seperti untuk melindungi hak dan kebebasan orang lain, dan tanpa merusak esensi hak.
Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan kemerdekaan pers di Indonesia oleh hukum positif yang berlaku telah cukup menyelaraskan nilai-nilai kebebasan dan ketertiban dalam aspek pembatasan peliputan, aksesibilitas informasi publik, independensi lembaga regulasi pers, keleluasaan partisipasi pers oleh swasta, dan kebebasan aktivitas jurnalistik. Sedangkan porsi nilai kebebasan masih belum dapat bersanding secara ideal dengan nilai ketertiban dalam aspek jaminan konstitusional kemerdekaan pers dan kemerdekaan berekspresi dan konsekuensi atas pencemaran nama baik pejabat atau negara. Untuk mengusahakan keselarasan nilai-nilai kebebasan dan ketertiban yang lebih menyeluruh dalam menegakkan kemerdekaan pers, diajukan saran untuk melakukan reformasi legislasi demi meminimalisasi kriminalisasi pers dan mempertegas rumusan jaminan konstitusional bagi kemerdekaan pers untuk mencegah penyelewengan terhadapnya.

The consonance of freedom and order as an antinomy or a pair of values is imperative to achieve peace as one of the objectives of law. The harmony between the two values in the realm of democracy that is occupied by Indonesia as a state that abides to the rule of law can be acquired by the Peoples Consultative Assembly through its legislative capacity, which governs, among others, press freedom as a crucial element to democracy. To obtain said consonance, press freedom may sometimes need to be limited in order to prevent an excess of freedom. Inasmuch as press freedom is a manifestation of human rights, legal restrictions upon it must be imposed according to the conditions prescribed by human rights principles and the constitution, namely a justified necessity to accomplish a legitimate aim, such as to protect the rights and freedoms of others, and the exclusion of restrictions jeopardizing the essence of the right concerned.
This research finds that the legal regulation of press freedom in Indonesia has rather succeeded in harmonizing the two aforementioned values in the aspects of reporting restrictions, public information accessibility, independence of the press regulatory body, press participation of private parties, and freedom of journalism activities. On the other side, order is more dominant than freedom in the aspects of existing constitutional guarantee for press freedom and freedom of expression and penalties for libelling officials or the state. Finally, a reassessment of the current constitutional guarantee for press freedom and a legislative reform aimed at minimizing press criminalization may prove to be effective in facilitating a more holistic coherence between freedom and order in the preservation of press freedom.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aron, Raymond
Jakarta: Yayasan Onbor Indonesia, 1993
323.44 ARO k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Budiman, contributor
Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005
323.4 Bud K
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Yuliawiranti S.
"Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Mengenai pengertian "kemerdekaan pers" itu sendiri di dunia terdapat bermacam-macam konsep dan persepsi yang berbeda, tergantung dari latar belakang, sistem sosial dan sistem politik, serta filsafat yang mendasarinya. Bahwa pelaksanaan kemerdekaan pers di Indonesia yang merupakan salah satu perwujudan hak asasi manusia adalah pelaksanaan yang bersifat partikularistik relatif artinya bahwa pelaksanaan hak asasi manusia dalam konteks kemerdekaan pers ini pemberlakuannya harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, jadi bukan pelaksanaan yang tidak terbatas tetapi pelaksanaan yang bebas bertanggung jawab. Karena terdapat rambu-rambu yang harus ditaati yang membatasi kemerdekaan pers itu sendiri. Rambu-rambu itu adalah pasal 28J Amandemen kedua UUD 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Jurnalistik. Perkembangan kemerdekaan pers di Indonesia pasca berlakunya Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Amandemen UUD 1945 masih belum maksimal karena selama kurun waktu dua tahun terakhir kemerdekaan pers di Indonesia mengalami kemunduran citranya di mata dunia internasional."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Nur Hanifah
"Kebebasan dan ketubuhan merupakan dua hal yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketubuhan dapat dimaknai sebagai sebuah keberadaan eksistensial seperti yang tertuang di dalam novel Un Pays Pour Mourir (2015) karya Abdellah Taïa. Novel ini menceritakan tentang kehidupan tokoh utama yang bernama Zahira, seorang perempuan Maghribi yang bermigrasi ke Paris bersama dengan teman-temannya yang sama-sama berprofesi sebagai pelacur. Hal yang ingin dipaparkan melalui artikel ini adalah bagaimana setiap tokoh menggunakan tubuh mereka untuk mendapatkan kebebasannya sehingga mereka sadar atas eksistensi dirinya dan pada akhirnya dapat menempatkan dirinya sebagai subjek di dunianya. Berdasarkan metode kualitatif, ditemukan bahwa unsur ketubuhan menjadi penggerak fungsi utama di dalam novel ini sekaligus hambatan utama yang dihadapi oleh para tokoh baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sosialnya. Melalui konsep kebebasan dan ketubuhan yang dihadirkan oleh penulis, timbul kesadaran mengenai kebebasan yang mereka miliki atas tubuhnya sehingga masing-masing tokoh akan memahami eksistensinya melalui tubuh yang mereka miliki. Tubuh yang dimiliki oleh seseorang seringkali dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan kebebasan tersebut, baik untuk untuk tetap bertahan hidup dan menikmati kebebasan di dunia, atau dengan mematikan tubuhnya sehingga mendapatkan kebebasan yang abadi atau kematian.

Freedom and body are two things that are related to one another. The body can be interpreted as an existential being as stated in the novel Un Pays Pour Mourir (2015) by Abdellah Taïa. This novel tells about the life of the main character Zahira, a Maghreb woman who migrated to Paris with her friends and worked as prostitutes. This article discusses how each character uses their bodies to get their freedom so that they are aware of their existence and can finally place themselves as subjects in their world. Based on the qualitative method, it was found that the physical element becomes the main issue in this novel as well as the main obstacle faced by the characters both from the family and society. Through the concepts of freedom and body presented by the author, awareness arises about the freedom they have over their bodies so that each character will understand their existence through the bodies they have. A person's body is often used as a tool to get that freedom, either to survive and enjoy freedom in the world, or by turning his body off to get eternal freedom or death."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Dawam Rahardjo, 1942-
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010
323.442 DAW m;323.442 DAW m (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>