Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101346 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ronni Rombe
"Jakarta adalah kota besar dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Selain padat penduduk Jakarta juga berasal dari berbagai daerah dan suku dengan perkembangan yang tinggi. Perkembangan masyarakat ini juga menimbulkan berbagai masalah-masalah sosial yang sebelumnya tidak terpikirkan. Salah satu masalah sosial yang seringkali terjadi adalah masalah perkelahian antar pelajar. Dari statistik terlihat bahwa akibat dari perkelahian pelajar inipada tahun 1996 tercatat 73 orang luka ringan, 19 orang Iuka berat,dan 13 orang meninggal, belum lagi kerusakan-kerusakan fasilitas umum lainnya. Umumnya perkelahian yang dilakukan oleh para peiajar ini terjadi karena hal yang sepele, tetapi adanya nilai solidaritas yang tinggi yang ditampilkan melalui tingkah laku konform dalam kelompok kemudian memperkuat tingkah laku mereka. Yang jadi pertanyaan kemudian adalah apakah mereka ini terlibat perkelahian pelajar hanya untuk diterima oleh kelompoknya atau mereka berkelahi memang karena kemauan sendiri dan kebetulan sesuai dengan keinginan kelompok mereka.
Pada masa remaja ini memang ada dorongan yang kuat dari dalam diri remaja untuk dapat diterima oleh kelompok teman sebayanya. Tingkat kesetiakawanan mereka lebih tinggi pada teman sebaya daripada kepada lembaga (SMU/Sekolah). Hal ini mendorong mereka untuk konform dengan harapan dan tuntutan kelompok yang mereka terima. Keinginan untuk konform ini didasari juga oleh adanya norma yang berlaku didalam kelompok dan ketakutan akan sanksi yang akan diberikan kelompok bila individu melanggar norma tersebut.
Konformitas merupakan perubahan tingkah laku dari individu sehingga makin menyerupai tingkah laku kelompok. Konformitas mempunyai 2 bentuk yaitu Acceptance dan Compliance. Pada bentuk konformitas compliance individu bertingkah laku sesuai dengan tekanan kelompok, sementara secara pribadi ia tidak menyetujui tingkah laku lersebut, sedangkan pada bentuk konformitas acceptance, tingkah laku dan keyakinan individu sesuai dengan tekanan kelompok yang diterimanya.
Dalam kaitannya dengan harga diri, individu yang mudah terpengaruh, mudah terbawa arus, tidak memiliki keberanian menolak ajakan teman serta takut kehilangan kawan dikatakan memiliki harga diri yang rendah. Tingkat kesetiakawanan mereka yang tinggi lebih didasari adanya rasa takut dianggap tidak konform dengan tuntutan dan harapan kelompoknya.
Harga diri merupakan penilaian individu terhadap diri, yang kemudian diekspresikan dalam sikap terhadap dirinya tersebut. Harga diri juga dapat diartikan sebagai penilaian antara 2 kemampuan pengenalan diri, yaitu pengenalan seseorang akan kualitas dirinya yang sesungguhnya (actual self ) dan pandangan tentang bagaimana orang tersebut seharusnya (ideal self). Keseimbangan antara actual self dan ideal self ini menentukan bagaimana individu menilai dirinya.
Berdasarkan uraian diatas, maka dikatakan bahwa individu yang menampilkan konformitas compliance memiliki harga diri yang lebih rendah daripada individu yang menampilkan konformitas acceptance, karena mereka kurang berani menampilkan diri mereka yang sesungguhnya (actual self-nya rendah), kurang memiliki penghargaan yang baik terhadap diri dan mudah untuk mengikuti tekanan kelompok.
Didalam penelitian ini yang ingin dikaji adalah bagaimana hubungan antara bentuk konformitas yang ditampilkan remaja yang terlibat perkelahian pelajar dengan tingkat harga diri yang mereka. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah apakah ada hubungan antara tingkat harga diri dengan bentuk konformitas siswa SMU dalam perkelahian pelajar?
Penelitian ini dilakukan di Jakarta terhadap 60 responden. Sampel penelitian ini adalah siswa SMU pelaku perkelahian pelajar, dengan rentang usia antara 15-I9 tahun, dan pernah terlibat dalam perkelahian pelajar dalam 6 bulan terakhir. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur konformitas yang dikonstruk sendiri oleh peneliti dan Self Esteem Inventory dari Coopersmith.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara bentuk konformitas dengan tingkat harga diri yang dimiliki oleh individu, Walaupun demikian terlihat bahwa frekuensi tinggi pada subyek dengan bentuk konformitas acceptance juga dimiliki oleh subyek dengan tingkat harga diri tinggi dan frekuensi rendah terlihat pada subyek dengan tingkat harga diri rendah pula, sedangkan pada bentuk konformitas compliance tidak terlihat adanya perbedaan tersebut."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2283
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Mira Mariah Melati
"Fesyen dan remaja hampir tidak dapat dipisahkan. Ketika penulis sedang berjalan-jalan di mal, sering terlihat remaja-remaja yang jalan atau duduk kelompok, dan umumnya mereka mengenakan pakaian yang sejenis. Sehingga timbul pertanyaan dibenak penulis, mengapa mereka berpakaian seperti itu? Apakah mereka menunjukkan perilaku konform? Kalau tidak mungkinkah mereka semua memiliki selera berpakaian yang sama? Apakah karena usia mereka yang masih remaja? Apakah ada hubungannya dengan perkembangan identitas dan diri mereka? Sehingga penulis tertarik untuk mengadakan penelitian ini, untuk, melihat apakah ada hubungan antara harga diri dengan konformitas dalam hal fesyen pada remaja.
Untuk melihat hubungan tersebut, digunakan dua alat ukur berbentuk kuesioner, yaitu kuesioner harga diri yang merupakan adaptasi dari Self Esteem Inventory (SEI) dari Coopersmith (1967), dan kuesioner konformitas yang disusun sendiri oleh penulis untuk melihat tingkat konformitas remaja dalam hal fesyen. Sebelum digunakan, alat tersebut diujicobakan dahulu, dan diperoleh koefisien alpha sebesar 0,7655 untuk SEI dan 0,7719 untuk kuesioner konformitas. Untuk meningkatkan reliabilitas alat, beberapa item dieliminir. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik nonprobability sampling dengan teknik incidental sampling. Jumlah subyek pada penelitian ini adalah 165 subyek yang berusia antara 16 sampai 20 tahun.
Dari hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara harga diri dengan konformitas dalam hal fesyen pada remaja, sehingga Ho diterima. Disimpulkan juga bahwa remaja memang konformis, dalam hal ini, konformis salam hal fesyen, tanpa ada hubungan dengan tingkat harga dirinya.
Hasil ini bisa terjadi karena beberapa hal, seperti; kurang sempurnanya alat ukur yang tidak mencakup seluruh aspek-aspek konformitas, atau harga diri yang belum stabil dari subyek penelitian sehingga gambaran harga diri yang didapat kurang sempurna. Sebaiknya dilakukan beberapa perbaikan pada alat ukur jika hendak mengadakan penelitian lanjutan. Juga dapat dikaitkan dengan beberapa variabel lain yang mungkin mempunyai hubungan dengan konformitas dalam hal fesyen."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretha T. Kuera
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S2605
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uzlifatil Jannah
"Remaja yang sering menggunakan internet melalui media sosial akan lebih rentan terhadap cyberbullying daripada remaja yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses internet. Salah satu tantangan yang perlu dihadapi remaja di internet tersebut yakni rentan menjadi korban cyberbullying (perundungan maya). Cyberbullying sangat berdampak terhadap korban karena dampak yang ditimbulkan memengaruhi keadaan psikologis dan mental korban, salah satunya self-esteem (harga diri). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara cyberbullying dengan self-esteem pada remaja di Kota Depok, Jawa Barat. Desain penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan menerapkan desain analitik korelasi menggunakan pendekatan cross-sectional. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah anak usia remaja (11-20 tahun) yang berjumlah 348 responden dan diambil menggunakan multistage cluster sampling. Instrumen yang digunakan adalah Revised Cyber Bullying Inventory (RCBI) dan Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). Hasil penelitian menunjukkan 53,4% responden berada pada kategori keterlibatan berat sebagai korban cyberbullying serta 70,4% responden memiliki self-esteem tinggi. Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara cyberbullying dengan self-esteem pada remaja di Kota Depok, Jawa Barat (p-value = 0,005; α = 0,05). Peneliti merekomendasikan pada penelitian ini adalah perawat mencegah dampak dari cyberbullying melalui program pendidikan kesehatan tentang dampak negatif cyberbullying pada remaja, sehingga dapat berfokus pada tugas-tugas perkembangan masa remaja.

Adolescents who frequently use the internet through social media will be more vulnerable to cyberbullying than teenagers who do not have the ability to access the internet. One of the challenges that teenagers need to face on the internet is that they are vulnerable to becoming victims of cyberbullying. Cyberbullying is very impactful on victims because the impact caused affects the psychological and mental state of the victim, one of which is self-esteem. This study aims to determine the relationship between cyberbullying and self-esteem in adolescents in Depok City, West Java. The research design used quantitative methods by applying a correlation analytic design using a cross-sectional approach. The samples used in this study were teenagers (11-20 years old) totaling 348 respondents and were taken using multistage cluster sampling. The instruments used were the Revised Cyber Bullying Inventory (RCBI) and the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). The results showed that 53.4% of respondents were in the category of heavy involvement as victims of cyberbullying and 70.4% of respondents had high self-esteem. Chi Square test results show that there is a significant relationship between cyberbullying and self-esteem in adolescents in Depok City, West Java (p-value = 0,005; α = 0,05). The researcher recommends that nurses prevent the impact of cyberbullying through health education programs on the negative impact of cyberbullying on adolescents, so that it can focus on the developmental tasks of adolescents."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindy Atika Rahayu
"ABSTRAK
Remaja yang berada dalam fase pembentukan identitas memerlukan sistem pendukung yang dapat memberikan rasa aman, dalam hal ini adalah kelompok teman. Remaja akan berusaha mencari kelompok teman dengan karakteristik yang sama seperti diri mereka sendiri atau mencoba menunjukkan karakteristik yang dapat diterima oleh kelompok yang mereka inginkan, salah satunya adalah karakteristik agresi verbal. Agresi verbal adalah salah satu perilaku agresif dalam bentuk penghinaan dengan bahasa kasar yang menunjukkan kemarahan, ancaman, sumpah serapah, dan sarkastik untuk melukai dan menyakiti secara emosional dan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan agresivitas verbal dengan harga diri dan depresi pada remaja awal yang merupakan pelaku agresi verbal. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif, cross-sectional, deskriptif-korelatif. Menggunakan teknik purposive sampling, kami merekrut 415 siswa sekolah menengah pertama di Jakarta Indonesia yang telah melakukan agresi verbal. Alat pengukuran dalam penelitian ini adalah Verbal Aggressiveness Scale (VAS), Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES), dan 11-ITEM Kutcher Adolescent Depression Scale (KADS-11); semua telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Dari semua peserta, 55,9% melaporkan melakukan tingkat agresivitas verbal yang moderat, 45,5% memiliki harga diri yang rendah, dan 50,4% mengalami depresi. Agresivitas verbal, harga diri rendah, dan depresi lebih sering terjadi pada remaja perempuan. Hasil uji product-moment Pearson menunjukkan hubungan yang signifikan antara agresivitas verbal dan harga diri (p = 0,000), sedangkan uji Mann-Whitney juga menunjukkan hubungan antara agresivitas verbal dan depresi (p = 0,000). Hasil ini menunjukkan bahwa agresivitas verbal dikaitkan dengan harga diri dan depresi remaja yang melakukan agresivitas verbal. Penelitian ini merekomendasikan institusi pendidikan, institusi kesehatan, dan orang tua untuk lebih memperhatikan insiden agresi verbal pada remaja, terutama pada remaja awal.

ABSTRACT
Teenagers who are in the phase of identity formation need a support system that can provide a sense of security, in this case a group of friends. Teenagers will try to find groups of friends with the same characteristics as themselves or try to show characteristics that can be accepted by the group they want, one of which is the characteristics of verbal aggression. Verbal aggression is one of aggressive behavior in the form of insults with abusive language that shows anger, threats, expletive and sarcastic to hurt and hurt emotionally and psychologically. This study aims to determine the relationship of verbal aggressiveness with self-esteem and depression in early adolescents who are verbal aggressors. This research uses a quantitative, cross-sectional, descriptive-correlative design. Using a purposive sampling technique, we recruited 415 junior high school students in Jakarta Indonesia who had committed verbal aggression. Measurement tools in this study are Verbal Aggressiveness Scale (VAS), Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES), and 11-ITEM Kutcher Adolescent Depression Scale (KADS-11); all have been tested for validity and reliability. Of all participants, 55.9% reported moderate verbal verbal aggressiveness, 45.5% had low self-esteem, and 50.4% were depressed. Verbal aggressiveness, low self-esteem, and depression are more common in adolescent girls. Pearson product-moment test results showed a significant relationship between verbal aggressiveness and self-esteem (p = 0,000), while the Mann-Whitney test also showed a relationship between verbal aggressiveness and depression (p = 0,000). These results indicate that verbal aggressiveness is associated with self-esteem and depression in adolescents who carry out verbal aggressiveness. This study recommends educational institutions, health institutions, and parents to pay more attention to the incidence of verbal aggression in adolescents, especially in early adolescents."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marselino Fau
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3255
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Anandiza Syafris
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara tingkat self-esteem dan perilaku cyberbullying atau rundungan siber pada remaja. Penelitian dilakukan berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang menunjukkan hasil yang tidak konsisten mengenai hubungan antara tingkat self-esteem dan perilaku rundungan siber. Dalam pelaksanaannya, penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel 195 orang siswa Sekolah Menengah Atas di Jakarta yang usianya berkisar antara 15-17 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat self-esteem dan perilaku rundungan siber r=0,095 dan p=0,185. Hasil lainnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku rundungan siber dan jenis sekolah, di mana perilaku rundungan siber siswa sekolah swasta lebih tinggi dibandingkan dengan siswa sekolah negeri.

This reserach aims to find the relationship between self esteem and cyberbullying offending in adolescence. This research was conducted based on the knowledge that prior studies about cyberbullying perpetrators and self esteem showed inconsistent results. This research involved 195 high school students in Jakarta aged 15 to 17 as participants.
The result shows that there is no significant relationship between self esteem and cyberbullying offending behavior in adolescence r 0,095, p 0,185, and there is a significant relationship between the levels of cyberbullying offending behavior and the type of schools where a higher level of cyberbullying is found in private highschool students.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67149
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haifa Zharfani Shafyra
"Penelitian ini mengenai gambaran harga diri remaja penerima manfaat di Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Putra Utama (PU) 3 Tebet dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga diri tersebut, yang dibahas dari disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial. Harga diri merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia dan dapat mempengaruhi kesejahteraan subjektif individu. Harga diri juga merupakan salah satu bagian penting dari perkembangan aspek sosioemosional pada masa remaja. Di sisi lain, baik anak remaja maupun anak panti asuhan justru seringkali memiliki harga diri yang rendah. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam pada 14 orang informan, yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Terkait waktunya, penelitian ini berlangsung sejak November 2021 hingga Juni 2022. Hasil penelitian menunjukan bahwa 4 dari 5 penerima manfaat di PSAA PU 3 Tebet memiliki harga diri yang cenderung tinggi. Adapun 1 penerima manfaat lainnya memiliki harga diri yang cenderung rendah. Tinggi rendahnya harga diri tersebut ditunjukan dari adanya penilaian positif ataupun negatif terhadap diri mereka sendiri, terutama terkait perasaan diterima, perasaan mampu, dan perasaan berharga. Tingginya harga diri penerima manfaat di PSAA PU 3 Tebet disebabkan karena faktor lingkungan sosial (keluarga, pengasuh, dan teman sebaya) yang seringkali memberi dukungan sosial kepada mereka, serta tingginya tingkat intelegensi yang mereka miliki. Di samping itu, adanya pemenuhan berbagai kebutuhan penerima manfaat sebagai upaya mensejahterakan anak terlantar juga mempengaruhi tingginya harga diri mereka. Adapun faktor yang mempengaruhi rendahnya harga diri informan yaitu adanya permasalahan dengan teman, rendahnya tingkat intelegensi, serta adanya citra tubuh negatif yang mana juga berkaitan dengan faktor usia dan jenis kelamin. Hal ini dikarenakan remaja perempuan seringkali memiliki citra tubuh yang negatif dibanding remaja laki-laki. Dengan demikian, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa harga diri remaja penerima manfaat di PSAA PU 3 Tebet cenderung tinggi dan lebih disebabkan karena adanya hubungan baik dengan orang-orang di sekitar mereka, yang mana hubungan tersebut pada akhirnya mempengaruhi harga diri mereka dari segala aspek, yaitu aspek perasaan diterima, perasaan mampu, dan perasaan berharga. Hasil penelitian ini diharapkan berkontribusi bagi program studi Ilmu Kesejahteraan Sosial, berupa pengayaan mata kuliah Kesejahteraan Anak dan Perlindungan Anak serta Tingkah Laku Manusia dan Lingkungan Sosial.

This research discusses the overview of the adolescent beneficiaries‟s self-esteem at Putra Utama 3 Orphanage Tebet and the factors that influence that self-esteem, based on the discipline of Social Welfare Science. Self-esteem is part of basic human needs and can affect the subjective well-being of individuals. Self-esteem is also an important part of the development of socio-emotional aspects in adolescent. On the other hand, both adolescent and orphans often have low self-esteem. The research was conducted using a qualitative approach with a descriptive type. The data collection method used is in- depth interviews with 14 informants, selected by purposive sampling technique. Regarding the time, this research took place from November 2021 to June 2022. The results showed that 4 out of 5 beneficiaries at PSAA PU 3 Tebet have high self-esteem. The other 1 beneficiary has low self-esteem. The high and low self-esteem is indicated by their positive or negative evaluation of themselves, especially related to feeling of belonging, feeling of competence, and feeling of worth. The high self-esteem of beneficiaries in PSAA PU 3 Tebet is caused by social environmental factors (family, caregivers, and peers), which often provides social support to them, also their high level of intelligence. In addition, the fulfillment of various needs of beneficiaries as an effort to improve the welfare of neglected children also affects their high self-esteem. The factors that influence the benefiaciary low self-esteem are problems with friends, low levels of intelligence, and negative body image which are also related to age and gender factors. This is because adolescent girls often have a negative body image compared to boys. Thus, based on the results of the study, it is known that the self-esteem of the beneficiaries at PSAA PU 3 Tebet tends to be high. This is largely due to the good relationship with their significant others, in which the relationship ultimately affects their self-esteem from all aspects, namely the aspect of feeling belonging, feeling competence, and feeling of worthy. The results of this study are expected to contribute to the Social Welfare Science program, particularly the courses on Child Welfare and Child Protection, also Human Behavior and the Social Environment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahda Febi Wilendari
"Penelitian ini bertujuan untuk membahas hubungan antara dukungan sosial dari orangtua dan self-esteem pada remaja awal anak buruh migran. Metode penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan desain korelasional. Untuk mengukur dukungan sosial dari orangtua dan self-esteem penulis menggunakan alat ukur Child and Adolescent Social Support Scale (CASSS) subskala dukungan orangtua dan Rosenberg's Self-Esteem Scale (RSES). Penelitian ini melibatkan 164 remaja usia 11-16 tahun dengan orangtua buruh migran di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-esteem dan dukungan sosial dari orangtua pada remaja anak buruh migran dengan r=0,264; p=0,000. Dengan demikian dukungan sosial dari orangtua sangat dibutuhkan dalam perkembangan self-esteem yang baik pada remaja awal anak buruh migran.

The purpose of this research is to discusses the relationship between social support from parents and self-esteem among early adolescent with migrant worker parents. This research methodhology using a quantitative study with a correlational design. To measure self-esteem and social support from parents, the author using Child and Adolescent Social support Scale (CASSS) parental support subscale and Rosenberg's Self-Esteem Scale (RSES). Respondents in this research were 164 adolescent, age 11-16 years old in Cilamaya, Karawang, West Java.
The result showed there is a significant positive correlation between self-esteem and social support from parents with r=0,264; p=0,000. In conclusion, social support from parents needed for a good development of self-esteem on early adolescent migrant worker's children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59759
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Tunjung Wijayanti
"Remaja dengan talasemia berisiko memiliki permasalahan psikosial seperti tingkat self-esteem dan kualitas hidup. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat self-esteem dan kualitas hidup remaja talasemia di rawat jalan IPT KIA Kiara RSCM. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Data diambil dengan teknik consecutive sampling terhadap 108 remaja talasemia di rawat jalan anak. Hubungan tingkat self-esteem dengan kualitas hidup dianalisis menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara tingkat self-esteem dengan kualitas hidup remaja talasemia (P-value 0,000 dan r= 0,526). Mayoritas remaja memiliki tingkat self-esteem dan kualitas hidup yang rendah. Rekomendasi terkait penelitian ini adalah perlunya layanan konseling psikososial bagi remaja talasemia untuk meningkatkan self-esteem.

Adolescents with thalassemia are at risk for psychosocial issues related to their self-esteem and quality of life. This study aims to determine the association between the level of self-esteem and quality of life among thalassemia adolescents in outpatient IPT KIA Kiara RSCM. This quantitative study used a cross-sectional approach and collected data through consecutive sampling of 108 adolescents in the pediatric outpatient. The results shown there was a quate strong association between the level of self-esteem with the quality of life of thalassemia adolescents (P-value 0,000 and r= 0.526). Based on these results, it is recommended that psychosocial counseling services be provided to improve the self-esteem of thalassemia adolescents."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>