Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128598 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prabowo Bayu Waskito
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1986
S2112
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Yudha Ninggar
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
S2519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunda Sri Sugiri
"Pada tanggal 22 Desember 1995, Presiden Republik Indonesia mencanangkan kemitrasejajaran wanita dan pria sebagai suatu Gerakan Nasional. Dikatakan bahwa: dengan kemitrasejajaran pria dan wanita yang harmonis, kita bangun bangsa Indonesia yang maju dan sejahtera lahir dan batin. Wanita sebagai warga negara mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria di segala bidang. Namun pada kenyataannya masih banyak ditemukan ketidak sejajaran antara wanita dan pria. Kemitrasejajaran pria dan wanita masih perlu disosialisasikan, dimulai dari keluarga sebagai pranata sosial terkecil sampai pranata yang terluas, yaitu masyarakat. Penelitian ini menitikberatkan pada relasi jender suami istri di dalam keluarga. Selain itu juga ingin diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi seorang individu (informan) terhadap pandangan dan sikap serta prilakunya tentang kemitrasejajaran wanita dan pria. Untuk melihat apakah posisi suami istri setara dalam relasi perkawinannya, pembagian kerja di dalam rumah tangga dan proses pengambilan keputusan serta posisi tawar (bargaining position) istri dalam proses tersebut, menjadi perhatian dalam penelitian ini. Empat (4) orang informan dipilih dengan kriteria sudah menikah, dalam kelompok usia dewasa muda, dan mahasiswa Universitas Indonesia.
Untuk memahami informan dan dalam menganalisis temuan lapangan, dipakai teori Sistem Ekologi, teori Sistem Keluarga dan teori Belajar Sosial. Dari keempat informan, tampaknya pembagian kerja tidak terlalu kaku dalam pelaksanaannya, dalam artian sebagai suami istri pembagian kerja di dalam keluarga tidak lagi berdasarkan jender, tetapi berdasarkan kesepakatan dan melihat situasi serta kondisi pasangannya masing-masing. Sedang posisi tawar istri oleh keempat informan dirasakan setara, karena mereka diikut sertakan pada proses pengambilan keputusan, di dengar pendapatnya dan memutuskan segala hal di dalam keluarga bersama-sama. Mereka merasa di hargai walaupun tidak mempunyai penghasilan sendiri.
Keluarga orientasi, orang tua, pendidikan, media komunikasi dan pasangan hidup beserta keluarganya merupakan faktor yang mempengaruhi pandangan dan sikap informan terhadap konsep kemitrasejajaran. Konsep kemitrasejajaran pria dan wanita sebagai suami istri yang saling menghargai, saling membantu dengan menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya masing-masing, sudah mulai diterima, dipahami dan diwujudkan, tetapi masih berada dalam proses transisi. Artinya masih dengan batasan-batasan tertentu, sesuai dengan tatanan keluarganya masing-masing."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Lusi Anggari
"Perubahan dan paradox sudah menjadi ciri khas bangsa Amerika. Hal ini terjadi di berbagai aspek kehidupan baik dalam level individu, masyarakat, maupun pemerintah. Ketiganya merupakan sebuah kesatuan sistem yang saling terkait, sehingga perubahan di dalam salah satu variabel sistem tersebut akan merembet pada variabel lainnya. Peran dan identitas laki-laki merupakan satu titik dalam aspek sosial kebudayaan Amerika yang masuk dalam arus perubahan tersebut. Hal ini akan membawa pengaruh penting pada masyarakat karena keluarga merupakan lembaga yang berisikan nilai dan norma budaya yang membentuk nilai dan norma budaya kelompok ataupun lapisan sosial masyarakat tertentu secara keseluruhan.
Selama ini berbagai bahasan tentang jender lebih banyak fokus pada perempuan dan umumnya dari perspektif perempuan Dan sungguh merupakan sesuatu yang menarik ketika Mrs. Doubt Fire dan Junior menampilkan hal yang berbeda yakni permasalahan laki-laki dan dari sudut pandang laki-laki.
Tesis ini menunjukkan bahwa di era 1990an terjadi perubahan peran laki-laki dalam keluarga dari breadwinner menjadi caregiver. Perubahan peran ini disokong oleh perubahan identitasnya sebagai sensitive men dan involved father atau sebutan lain yang senada yang pada dasarnya mengangkat dan menekankan pada aspek kepekaan emosi sebagai karakter yang ideal di masa itu menggantikan aspek materiil. Faktor ekonomi dan liberasi perempuan ternyata menjadi penyebab dan pendorong perubahan peran laki-laki ini. Media massa, dalam hal ini film menampilkan stereotip laki-laki baru ini sebagai figur ideal era 1990an, namun perubahan ini terhambat oleh ambivalensi perempuan dan pemerintah yang bisa dilihat sebagai sebuah paradoks demokrasi Amerika.
Rangkaian dari perubahan ini adalah redefinisi "motherhood" yang menekankan pada aspek financial support, dan keluarga yang lebih fokus pada fungsi daripada bentuk.

Changes and paradox always go hand in hand. They are present in all three levels in society i.e. individual, community, and state. The relation of those three aspects then marks the American core values. Changes themselves do not stand-alone and are believed to generate further changes in related areas.
The prevalent phenomenon in the life of the American white, middle class men in 1990s was the degrading trend of the breadwinning role due to both economic as well as social factors. As a result, fathers entering the private sphere increase from time to time. Men's new role in domestic area is well supported by their newly defined identity as new men, sensitive men, involved father and the lie which put a greater emphasis on emotional rather than material aspect as the determining factor of happiness and success in life. Media, especially films, play the role as the "major socializing influence" which is also the case with Mrs. Doubt fire and Junior.
Despite the fact that more and more men have trudge into the domestic area, the problems remain. Ambivalence in the part of women and institution are the major cause. The push and pull over women's striving for equality and preserving their "motherhood" on one side, and the shift in the ruling power from conservatives to liberal represented by the Democratic party on the other one impede men's equality with women in the private sphere. Then, it can be said that ambivalence is a paradox to.
Finally, men's changing role requires a change in women's in the form of redefined motherhood. This time, women's new role will consider putting emphasis on financial support for the dependants. As for family, focus will be directed towards function than forms.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chung, Kumala Sari Dewi
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2699
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Tapi Juliana
"Manusia dilahirkan dengan dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Setiap' jenis kelamin memiliki ciri-ciri fisik dan karakteristiknya tersendiri. Ciri-ciri fisik adalah ciri-ciri yang terlihat pada tubuh, sedangkan karakteristik adalah ciri-ciri secara psikologis yang memunculkan sifat yang berbeda. Pada orang laki-laki sifat tersebut dikenal dengan maskulin dan pada orang perempuan dikenal dengan feminin, kedua karakteristik tersebut lebih dikenal dengan istilah sex-role orientation. Setiap manusia memiliki persepsi sendiri terhadap sex-role-nya masing-masing dan persepsi inilah yang akan mengarahkan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Dunia olahraga adalah salah satu dunia kaum laki-laki, yang identik dengan unsur kompetisi dan aktivitas fisik di dalamnya. Menurut teori, hanya sex-role maskulin dan androgin yang dapat bertahan dalam aktivitas olahraga. Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa mereka yang sukses di dunia olahraga adalah mereka yang menunjukkan karakter maskulin atau androgin, baik ia seorang lakilaki ataupun seorang perempuan. Jadi perempuan-perempuan yang berkecimpung di dunia olahraga biasanya memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan menampilkan karakteristik maskulin dan androgin.
Selain kemampuan berkompetisi dan aktivitas fisik, olahraga juga membutuhkan perilaku achievement untuk berprestasi. Perilaku achievement tersebut mendasari sang atlet untuk melakukan usaha-usaha berlatih menuju ke prestasi yang ingin dicapai. Orientasi apa yang dipilih oleh sang atlet menentukan keberhasilannya dalam mencapai prestasi terbaiknya.
Achievement goal orientation merupakan alasan atau tujuan mendasar seseorang untuk menunjukkan kemampuannya dalam suatu kegiatan pencapaian prestasi. Ames & Archer (1988) mengemukakan dua jenis goal orientation, yaitu taskoriented dan ego-oriented. Atlet yang cenderung mengarah pada task-oriented lebih mementingkan proses berlatih, peningkatan pemahaman dan keterampilan, dan fokus pada pengembangan kemampuan yang berhubungan dengan performa masa lalu. Sedangkan atlet yang cenderung mengarah pada ego-oriented hanya memfokuskan pada hasilnya saja dan menggunakan perbandingan dengan individu lain di lingkungannya.
Dari penelitian-penelitian terdahulu, diketahui bahwa task-oriented adalah orientasi yang paling ideal untuk menghasilkan perilaku dan motivasi yang adaptif dalam belajar. Demikian juga di dunia olahraga, pemantapan task-oriented atletatlet penting untuk menghasilkan motivasi untuk berlatih dan perilaku berprestasi.
Dari hasil penelitian di luar negeri, pada atlet perempuan ditemukan bahwa mereka lebih termotivasi secara instrinsik {task-oriented) daripada atlet laki-laki. Mereka melakukan kegiatan olahraga untuk kepuasan diri sendiri bukan untuk membuktikan sesuatu kepada orang lain. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara sex-role orientation dengan achievement goal orientation pada atlet perempuan di Indonesia, dalam hal ini atlet sofbol. Pemilihan cabang olahraga sofbol dikarenakan sofbol adalah olahraga kompetitif berbentuk permainan dengan kelompok, yang merupakan ciriciri olahraga maskulin, namun biasa diperuntukkan bagi kaum perempuan.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa lebih dari setengah dari jumlah subyek (55,55%) memiliki orientasi androgin dan maskulin, sesuai dengan penelitian sebelumnya. Diketahui juga sex-role orientation atlet perempuan berhubungan dengan achievement goal orientation atlet tersebut. Atlet perempuan yang berorientasi feminin, maskulin dan androgin memiliki kecenderungan mengarah pada task-oriented pada performa berlatih ataupun bertandingnya. Hasil lain diketahui bahwa orientasi maskulin memberikan sumbangan terbesar terhadap varians task-oriented pada atlet perempuan tersebut. Hasil penelitian ini belum dapat dikatakan maksimal, karena masih banyak kelemahan-kelemahan di sana-sini. Walau begitu diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi penelitian-penelitian selanjutnya, juga penerapan praktis di bidang olahraga, khususnya pada cabang sofbol."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lips, Hilary M.
Boston: McGraw-Hill, 2008
305.3 LIP s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Archer, John
New York: Cambridge University Press, 2002
155.33 ARC s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring Pandia, Weny Savitri
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bornstein, Robert F
APA: Washington D.C, 2002
150.195 PSY
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>