Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 229291 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinaga, Rudianto Salmon
"Hubungan kemitraan sebagai salah bentuk hubungan kerjasama antara pekebun kelapa sawit dengan perusahaan sebagai pemilik modal dan teknologi didasarkan pada suatu perjanjian yang dikenal sebagai perjanjian kemitraan inti plasma perkebunan kelapa sawit. Dalam implementasinya banyak terjadi kecurangan yang dilakukan perusahaan dalam hubungan ini. Notaris sebagai pejabat pembuat akta memiliki fungsi pengawasan yang dapat menutup peluang terjadinya kecurangan dengan cara menciptakan atau membuat perjanjian yang baik dengan pertimbangan-pertimbangan akibat hukum yang muncul dari perjanjian. Oleh karena itu sebaiknya perjanjian kemitraan perkebunan kelapa sawit dibuat dihadapan notaris agar tercapai keseimbangan dalam hubungan kemitraan perkebunan kelapa sawit.

Partnerships as one form of cooperative relations between oil palm planters with the company as the owners of capital and technology is based on an agreement known as the plasma core partnership agreement palm oil plantations. In the implementation of fraud by many companies in this relationship. Notary as an official deed maker has a supervisory function that could cover the possibility of fraud by creating or making good agreement with considerations of legal consequences that arise from the agreement. Therefore should the oil palm plantation partnership agreement made before a notary in order to achieve a balance in the partnership of oil palm plantations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28609
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devis Dersi Anugrah
"Dalam melakukan suatu usaha harus menerapkan prinsip-prinsip persaingan usaha sehat seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu tidak melakukan monopoli, monopsoni, penguasaan pasar dan sebagainya. Tetapi dalam Pasal 50a menyatakan bahwa 'ketentuan dalam undang-undang ini dapat dikecualikan apabila perbuatan dan/atau perjanjian tersebut bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku'. Apabila perbuatan dan/atau perjanjian yang dimaksud tersebut merupakan suatu perbuatan untuk melakukan suatu kegiatan usaha dalam hal umum maka ketentuan tersebut tidak menjadi masalah, tetapi apabila perbuatan dan/atau perjanjian tersebut merupakan melakukan suatu kegiatan usaha dalam bidang kemitraan maka hal tersebut akan menyebabkan suatu masalah yaitu terjadinya pertentangan antara Pasal 50a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 menyatakan bahwa 'Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan'. Sehingga berdasarkan hal tersebut dalam tesis ini akan dibahas mengenai perjanjian kemitraan inti plasma di Indonesia, kesesuaian perjanjian kemitraan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha sehat, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kemitraan sektor perkebunan.

In performing an business must apply the principles business competition healthy as regulated in the law number 5 years 1999 on prohibition of monopoly and unfair business competition that is they did not do monopoly, as having only one buyer, mastery market and so on. But in article 50a stated that 'a provision in a law this could be exempted when deeds and / or agreement was aimed to implement laws and regulations'. When deeds and / or agreement referred to this is a deed to perform a business activities in terms of common so this regulation was not be a problem, but when deeds and / or agreement was done a business activities in the field of partnership so that this will cause a problem that is the difference between article 50a the act of number 5 years 1999 on prohibition of monopoly and unfair business competition with act number 20 years 2008 on micro business, small and medium. On bill number 20 years 2008 stated that 'partnership is cooperation in entanglement business, either directly or indirectly, based on the principle need each other, trust, strengthen, and profitable'. So based on such statement in this will be discussed in the partnership agreements the nucleus plasma in Indonesia, conformity partnership agreements with the principles business competition healthy, and supervision with the implementation of the partnership the agricultural sector."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45168
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adam Hafiza
"Sektor usaha yang pada saat ini sedang berkembang di kalangan masyarakat adalah usaha peternakan, yang salah satunya adalah peternakan ayam. Kemitraan dapat menjadi solusi terhadap kurang berkembangnya pelaku usaha peternakan yang dapat membantu meningkatkan peran pelaku usaha peternakan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan hukum antara PT. Charoen Pokhand  Indonesia  dan mitra peternak ayam dalam perjanjian kemitraan dan bagaimana pelaksanaan perjanjian kemitraan antara Perusahaan inti dengan mitra peternak ayam. Metode yang digunakan pada penyusunan penelitian ini deskriptif-analitis, dalam hal ini akan diinventarisir peraturan yang berlaku mengenai kemitraan dalam intensifikasi ternak unggas, inventarisasi ini dilakukan melalui proses klasifikasi yang logis dan sistematis, dan dengan cara menemukan hukum yang dalam hal ini diawali dengan mendiskripsikan masalah-masalah yang menyangkut perlindungan hukum inti dan plasma, kemudian membantu mencarikan pemecahnya dengan kritis pada perangkat norma-norma hukum positif yang ada. Pola kemitraan yang diterapkan oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia yaitu pola kemitraan Inti Plasma yaitu pola kemitraan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah atau besar ini berkedudukan sebagai inti dan usaha kecil sebagai plasma. Dalam perjanjian inti plasma dalam ternak ayam terdapat dua pihak yang saling terlibat, yaitu pihak perusahaan sebagai inti, sedangkan pihak peternak sebagai plasma. Berdasarkan perjanjian kerjasama antara PT. Charoen Pokhpand Indonesia dan peternak, kedua belah pihak telah menyebutkan tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam kerjasama tersebut dan pelaksanaan dari perjanjian kemitraan inti plasma. Perjanjian kerjasama kemitraan pada budidaya peternakan ayam yang diterapkan di PT. Charoen Pokphand Indonesia telah memenuhi asas kekuatan mengikat, asas kebebasan berkontrak, serta syarat sahnya terbentuknya perjanjian. Demikian juga dengan bentuk perjanjian telah memadai. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dapat diketahui bahwa Peternak plasma sangat terbantu dengan adanya kemitraan ini memperoleh berupa permodalan, sarana produksi serta bimbingan secara teknis kepada para peternak. Namun demikian, perjanjian kerjasama kemitraan tersebut belum sepenuhnya berjalan memenuhi asas keseimbangan dan asas itikad baik, diperlukan keterlibatan pemerintah dalam memberikan bimbingan dan bantuan teknis kepada peternak ntuk menyelesaikan konflik antara perusahaan inti dengan peternak plasma

The business sector currently experiencing growth among communities is the livestock industry, one of which is poultry farming. Partnership can be a solution to the underdevelopment of livestock business actors, which can help enhance the role of livestock business actors. The problem in this research is how the legal relationship between PT. Charoen Pokhand Indonesia and chicken farm partners in partnership agreements and how the implementation of partnership agreements between the Core Company and chicken farm partners. The method used in the preparation of this research is Descriptive-Analytical, in which regulations regarding partnerships in poultry intensification will be inventoried. This inventory is carried out through a logical and systematic classification process, and by finding the law which starts by describing the problems related to the legal protection of core and plasma, then helping to find solutions critically on the positive legal norms available. The partnership pattern applied by PT. Charoen Pokphand Indonesia is the Core Plasma partnership pattern, which is a partnership pattern between small entrepreneurs and medium or large entrepreneurs, with the latter being the core and the former being the plasma. In the core plasma cooperation agreement in chicken farming, there are two parties involved, namely the company as the core, and the farmers as the plasma. Based on the cooperation agreement between PT. Charoen Pokhpand Indonesia and farmers, both parties have mentioned the rights and obligations of both parties in the cooperation and the implementation of the core plasma partnership agreement. The partnership cooperation agreement in chicken farming applied by PT. Charoen Pokphand Indonesia has fulfilled the principles of binding strength, freedom to contract, and the requirements for the formation of a valid agreement. Likewise, the form of the agreement is adequate. Based on the results of interviews conducted by the author with respondents, it can be seen that plasma farmers are greatly assisted by this partnership, obtaining capital, production facilities, and technical guidance for farmers. However, the partnership cooperation agreement has not fully met the principles of balance and good faith, government involvement is needed to provide guidance and technical assistance to farmers to resolve conflicts between the core company and plasma farmers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ermanto Fahamsyah
"Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu mengacu kepada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan dan keputusan pengadilan. Penelitian kepustakaan tersebut dilanjutkan dengan penelitian lapangan melalui wawancara dan peninjauan ke dua desa di Lebak, Banten. Yang menjadi permasalahan dalam disertasi ini adalah apakah perjanjian-perjanjian dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan di Lebak, Banten adil bagi petani peserta? Apakah Pola Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan dapat membawa kesejahteraan yang kontinu kepada petani peserta di Lebak, Banten? Faktor-faktor apakah yang menyebabkan Pola Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan di Lebak, Banten akhirnya tidak berhasil? Usaha-usaha apakah yang perlu dilakukan agar Pola Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan membawa keuntungan baik untuk perusahaan inti maupun petani peserta di Lebak, Banten? PIR Perkebunan dilaksanakan untuk membangun petani perkebunan yang sejahtera dan mandiri melalui peningkatan pendapatan dan taraf hidup. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan melalui mekanisme yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan perjanjian. Pola PIR Perkebunan dalam pelaksanaannya mengalami hambatan-hambatan atau kesulitan-kesulitan. Di samping ada PIR Perkebunan yang berhasil, tetapi ada pula yang mengalami kegagalan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perjanjian dalam Pola PIR Perkebunan yaitu perjanjian pembelian-pembayaran hasil panen dan kredit petani peserta dibuat dalam bentuk standar dengan tujuan untuk memperhatikan asas keseimbangan, tetapi dalam pelaksanaannya tidak selalu tercapai. Perjanjian mengenai pengelolaan kebun dan kredit petani peserta dibuat dalam bentuk perjanjian standar dan isinya belum sepenuhnya adil bagi petani peserta. Sementara perjanjian kredit dibuat dalam bentuk standar, tetapi dalam perjanjian tidak ditemukan unsur-unsur yang memberatkan petani peserta. Selanjutnya Perjanjian Produksi dan Jual Beli buah kelapa sawit semula dibuat untuk memberikan keuntungan bagi perusahaan inti dan petani peserta, tetapi perjanjian tersebut belum sepenuhnya adil bagi petani peserta. PIR Perkebunan akhirnya tidak dapat membawa kesejahteraan yang kontinu kepada petani peserta di Lebak yang ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pendapatan petani peserta dan beberapa mengalihkan tanah perkebunan. Pola PIR Perkebunan yang mempunyai tujuan mulia ternyata gagal membawa kesejahteraan kepada petani peserta di Lebak karena tidak berjalannya mekanisme dalam Pola PIR Perkebunan. Usahausaha yang perlu dilakukan agar PIR Perkebunan dapat membawa keuntungan bagi perusahaan inti dan petani peserta di Lebak diantaranya harus dilakukan perbaikan tugas dan peran perusahaan inti serta petani peserta, kelembagaan petani peserta harus dibentuk dan diperkuat, serta kemitraan antara perusahaan inti dan petani peserta harus diperbaiki.

This research utilizes the legal normative research methodology which is based on legal norms within regulations and courts decision. In addition to that, library research is complemented by field research through interviews and observation to the two villages in The Regency of Lebak, Banten Province. Specifically, the main research questions for this research are whether the agreements within The Nucleus Estate Smallholder Plantations are impartial for its farmer members? Other questions that will be evaluated are whether The Nucleus Estate Smallholder Plantations could bring continuous social prosperity for its farmers in Lebak, Banten? Moreover, which factors are influencing the failures of The Nucleus Estate Smallholder Plantations in Lebak, Banten? More importantly, what efforts need to be made so that The Nucleus Estate Smallholder Plantations could be beneficial for its own good and also the its farmers in Lebak, Banten? Nucleus Estate Smallholder Plantations are designed to create a prosperous and self-sufficient farmers through increasing their wages and living conditions. These objectives are pursued through the establishment of a mechanism which are managed through existing regulations and agreement. During its implementation, the pattern of Nucleus Estate Smallholder Plantations encountered obstacles and difficulties whereas in spite of several successful NES Plantations, there are also those that failed. The result of this research has shown that the agreements within The Nucleus Estate Smallholder Plantations namely, the agreement on the buying-payment of harvest results and farmers credit are made with equality in concept but it failed to achieve its intended goals during its implementation. In addition to that, the agreement on the management of plantations and farmers credit are made in the form of standard agreements in which its contents does not serve the interest of the farmers. At the same time, the credit agreements are created in the standard forms but it is not found to have a negative impact on the farmers. Furthermore, the agreement on production and selling of palm oil are originally designed to benefit for the nucleus estate and its farmers, but as this research has shown it has not created a fair and just impact for its farmers. As a result, The Nucleus Estate Smallholder Plantations could not create continuous social prosperity for the farmers in Lebak as shown by the low income of the farmers and several plantation lands issues. The noble goal of The Nucleus Estate Smallholder Plantations in the end has not been beneficial on the farmers in Lebak due to the failed mechanism within The Nucleus Estate Smallholder Plantations. Therefore, efforts need to be made so that The Nucleus Estate Smallholder Plantations could create a positive output for the nucleus estate and the farmers in Lebak, these reforms can be made in the form of improving the scope of task and roles of nucleus estate and its farmer?s members, the strengthening of the farmer?s institutions and improving the partnership model between nucleus estate and its farmer?s members in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
D1421
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erliena Irawati
"Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan per kapita penduduk Indonesia, kebutuhan akan hasil-hasil peternakan juga meningkat. Sektor agribisnis peternakan mengalami perkembangan yang pesat. Pola Inti-Plasma merupakan salah satu bentuk kemitraan yang diterapkan di sektor peternakan, termasuk dalam budidaya peternakan ayam. Penggunaan Pola Inti-Plasma semakin menguat setelah krisis yang melanda Indonesia pada kurun waktu 1997-1998 yang juga telah memukul sektor peternakan. Hal ini merupakan manifestasi dari adanya kehendak dari para peternak untuk mencari rasa aman dari fluktuasi harga meskipun keuntungan yang diperoleh relatif lebih sedikit. Perjanjian kerjasama kemitraan yang dibuat antara perusahaan inti dengan peternak plasma harus mengacu pada aspek-aspek hukum perjanjian, baik asas-asas hukum perjanjian, syarat sahnya perjanjian, bagian-bagian atau unsur-unsur perjanjian, serta bentuk perjanjian. Dari studi kasus ini diketahui bahwa perjanjian kerjasama kemitraan pada budidaya peternakan ayam yang diterapkan di PT. CAS telah memenuhi asas konsensualisme, asas kekuatan mengikat, asas kebebasan berkontrak, serta syarat sahnya terbentuknya perjanjian. Demikian juga dengan bentuk atau anatomi perjanjian telah memadai. Namun demikian, perjanjian kerjasama kemitraan tersebut belum sepenuhnya memenuhi asas keseimbangan dan asas itikad baik. Guna memenuhi kedua asas tersebut, diperlukan keterlibatan pemerintah dalam memberikan bimbingan dan bantuan teknis kepada peternak dan menetapkan mekanisme arbitrase untuk menyelesaikan konflik antara perusahaan inti dengan peternak plasma. Selain itu, diperlukan juga keyakinan perusahaan inti untuk menerapkan jaminan kepada peternak plasma.

Along with the increasing of numbers and income per capita of Indonesia's population, the need for the livestock’s product is also increases. Livestock agribusiness sector experienced rapid development. The Pattern of Nucleus-Plasma is one of form of partnership that is also applied in the livestock sector, including in chicken farming. The Pattern of Nucleus-Plasma increasingly used after the crisis that hit Indonesia in the period of 1997-1998, that had also strike the livestock sector. This is a manifestation of the willingness of chicken farmers to seek security from price fluctuations despite the benefits are relatively few. Partnership Agreement made between the nucleus-company and plasma-farmers should refer to the legal aspects of the agreement, namely the principles of contract law, the validity requirements of the agreement, the parts or elements of the agreement, and the form of agreement. From the case study, it is found that the partnership agreement on chicken farming applied in PT. CAS has fulfilled the principle of consensus, the principle of the binding force, the principle of freedom of contract, as well as the validity requirements of the agreement. Likewise, the form or anatomy of agreement is adequate. However, the partnership agreement does not fully comply with the principle of balance and the principle of good faith. To meet the last both principles of contract law, it is necessary for government to involve in providing guidance and technical assistance to farmers, and establish an arbitration mechanism to resolve the conflict between the nucleuscompany and plasma-farmers. In addition, the nucleus-company should confidence to require a warranty to plasma-farmers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Bella Nurhadisya
"Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan industri kelapa sawit, salah satu upaya untuk meningkatkan potensi tersebut adalah melalui kemitraan inti plasma, dimana terdapat pihak perusahaan inti dan petani plasma yang saling bermitra dengan adanya hubungan saling ketergantungan dan menguntungkan. Namun, dalam implementasinya kerap kali terjadi permasalahan hukum ranah persaingan usaha diantara pelaku usaha yang bermitra tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini Penulis memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman dan informasi kepada masyarakat luas mengenai perspektif hukum persaingan usaha terhadap permasalahan hukum yang terjadi dalam perjanjian kemitraan inti-plasma perkebunan kelapa sawit. Pada prakteknya, salah satu permasalahan hukum yang terjadi adalah pada kemitraan inti plasma antara PT. Multi Prima Entakai yang diduga melakukan penguasaan pasar yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat terhadap petani plasma dalam Koperasi Renyang Bersatu. Dalam kasus ini, PT. Multi Prima Entakai selaku perusahaan inti tidak transparan dalam memberikan rincian penggunaan dana dan penentuan angka kredit untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit, sehingga mengakibatkan para petani plasma hanya menerima tagihan pembayaran kredit sampai terlilit hutang tanpa adanya kejelasan penggunaan dana. Dalam menganalisis kasus ini, Penulis menggunakan penelitian deskriptif analitis melalui pendekatan kualitatif, yaitu dengan memberikan pemahaman lebih lanjut terkait pengaturan kemitraan inti plasma dalam perundang-undangan di Indonesia, lalu memberikan penjabaran kasus, menjelaskan penerapan Pasal UU No. 5 Tahun 1999 terhadap kasus tersebut, serta memberikan rekomendasi agar implementasi kemitraan inti plasma sejalan dengan hukum persaingan usaha. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Penulis, PT. Multi Prima Entakai terbukti melakukan penguasaan pasar berupa praktek diskriminasi sebagaimana dilarang oleh ketentuan Pasal 19 huruf d UU No. 5 Tahun 1999.

Indonesia has great potential to develop the palm oil industry, one of the efforts to increase this potential is through the inti plasma partnership, where there are companies and palm oil planters who partner with each other in a relationship of mutual dependence and benefit. However, in its implementation, there are often legal issues in business competition among the partner business actors. Therefore, in this research, the author aims to provide understanding and information for the wider community regarding the competition law perspective of legal issue that occur in the inti plasma partnership agreement of palm oil. In practice, one of the legal problems that occur is the inti plasma partnership between PT. Multi Prima Entakai and Cooperative of Renyang Bersatu, which is suspected that could lead to market control that causes monopoly practice and/or unfair competition over the palm oil planters in Koperasi Renyang Bersatu. In this case, PT. Multi Prima Entakai as the core company is not transparent in providing details on the use of funds and determination of credit figures for the development of oil palm plantations, it is resulting in palm oil planters only receiving payment bills until they are in debt without any clarity on the use of funds. In the analysis of this case, the author uses analytical descriptive research through a qualitative approach, specifically by providing further understanding of the regulation of inti plasma partnership in Indonesian law, providing a case description, then explaining the application of Article Law no. 5 of 1999 on the case, and provide recommendations so that the implementation of the inti plasma partnership is according to competition law. Based on the results of research conducted by the author, PT. Multi Prima Entakai is proven to have controlled the market in the form of discrimination practices by the provisions of Article 19 letter d of Law no. 5 of 1999"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufan Maulana Pamungkas
"Peraturan Menteri Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan memberikan kewajiban bagi perusahaan perkebunan yang telah memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) untuk membangun lahan perkebunan bagi masyarakat sekitar sebesar 20% dari luas lahan yang diusahakan oleh perusahaan. Namun pelaksanaan dari ketentuan ini tidak sepenuhnya berjalan dengan baik karena ada beberapa perusahaan yang tidak menjalankannya dan tidak memiliki iktikad baik pada saat membangun kebun bagi masyarakat tersebut. Petani yang dalam hal ini memiliki posisi tawar yang lebih rendah dari pada Perusahaan sering kali menjadi pihak yang selalu dirugikan karena kurangnya pemahaman serta kemampuan dalam mengelola perkebunan. Oleh karena itu Petani butuh suatu badan hukum yang berfungsi untuk melindungi kepentingan para petani dari iktikad tidak baik perusahaan. Kerjasama dalam bidang perkebunan antara Perusahaan dengan Koperasi yang sering kali digunakan adalah pola kemitraan inti plasma dimana perusahaan memiliki lahan perkebun sendiri (inti) dan begitu juga dengan petani (plasma). Kemitraan inti plasma terbagi menjadi 3 yaitu pola PIR Trans, KKPA dan Program Revitalisasi Perkebunan. Salah satu Perusahaan yang bergerak dibidang agribisnis yaitu P.T Sumber Indah Perkasa yang berada di kabupaten Tulang Bawang, Lampung juga melakukan kemitraan inti Plasma dengan Koperasi Krida Sejahtera dengan pola KKPA dimana terdapat kredit pinjaman dari bank untuk petani yang telah dikuasakan kepada Koperasi Krida Sejahtera.

In Ministerial Regulation Number: 26/Permentan/OT.140/2/2007 on Plantation Business Licensing Guidelines provide liability for plantation companies that have business licenses Plantation to establish plantations for people around 20% of the area of land cultivated by the company . However, implementation of these provisions are not completely worked well because there are some companies that do not run and do not have the time to build good will for the community garden. Farmers who in this case has a lower bargaining position of the company is often a party that always disadvantaged because of a lack of understanding and ability to manage the estate. Therefore, farmers need a legal entity that serves to protect the interests of the farmers of faith is not good company. Cooperation in the field of oil between the Company and Cooperative frequently used plasma core is a partnership where the company has its own plantation land (core) and so does the farmer (plasma). Plasma core partnership is divided into 3 PIR pattern Trans, KKPA and Plantation Revitalization Program. One of the Company engaged in agribusiness, PT Sumber Indah Perkasa located in the district Of Tulang Bawang, Lampung also doing core partnership with the Cooperative of Krida Sejahtera of Plasma Prosperous KKPA pattern where there is a loan from a bank loan for farmers who have been authorized to Cooperative Activities of Prosperity."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Oliviana Magdalena
"Tulisan ini menganalisis bagaimana pengaturan dan penegakan hukum kemitraan khususnya pada pola inti plasma di sektor perkebunan kelapa sawit melalui Putusan Perkara KPPU No. 03/KPPU-K/2021. Tulisan ini disusun dengan menggunakkan metode penelitian doktrinal. Pelaksanaan kemitraan merupakan upaya pemerintah untuk memberdayakan dan mengoptimalkan peran UMKM dalam produktivitas usaha perkebunan terhadap perekonomian nasional. Bahkan, kemitraan juga diatur sebagai kewajiban hukum bagi perusahaan untuk mendapatkan izin usaha perkebunan. Namun dalam prakteknya, hubungan kemitraan melahirkan berbagai permasalahan hukum, mulai dari diferensiasi aturan hukum yang saling bertentangan hingga sistem perkebunan yang bersifat kapitalistik sehingga berfokus pada kepentingan perusahaan semata. Lemahnya posisi tawar dari UMKM mengakibatkan aset, kegiatan usaha, dan kekayaannya dikuasai atau dimiliki oleh perusahaan mitra usahanya. Untuk itu, eksistensi lembaga independen yang berpihak pada UMKM merupakan hal penting untuk melindungi kepentingan dan haknya dari penyalahgunaan posisi dominan perusahaan. Dalam hal ini, KPPU telah diberikan kewenangan untuk mengawasi dan menjatuhkan sanksi administratif pada perusahaan yang terbukti melanggar kemitraan. Namun sayangnya, penegakan hukum tersebut belum dapat diupayakan secara maksimal akibat dualisme peraturan sektoral yang berlaku. Sebagaimana pada Putusan Perkara KPPU No. 03/KPPU-K/2021, Majelis Komisi telah menjatuhkan sanksi administratif pada Terlapor PT Suryabumi Tunggal Perkasa (“PT STP”) yang terbukti menguasai Koperasi Tri Hampang Bersatu (“Kopbun THB”) sesuai Pasal 35 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2008 (“UU UMKM”). Namun dalam putusan a quo, Majelis Komisi tidak menjatuhkan sanksi administratif dan bahkan menggantungkan pemenuhan hak Kopbun THB pada keputusan lembaga eksternal. Adapun hasil penelitian ini sejatinya menunjukkan ketentuan hukum yang ada belum cukup memprioritaskan perlindungan UMKM. Celah hukum tersebut juga sering didalilkan oleh perusahaan untuk tidak memenuhi kewajiban hukumnya pada UMKM. Bahkan, diferensiasi aturan juga melemahkan peran dan kewenangan KPPU dalam menegakkan hukum kemitraan di Indonesia.

This paper analyzes the regulation and enforcement of partnership law, particularly the core-plasma partnership model in the palm oil plantation sector, through KPPU Case Decision No. 03/KPPU-K/2021. This study employs a doctrinal research method. The implementation of partnerships is a government effort to empower and optimize the role of MSMEs in enhancing plantation business productivity and contributing to the national economy. Moreover, partnerships are also legally mandated for companies to obtain plantation business permits. However, in practice, partnership relationships give rise to various legal issues, ranging from conflicting legal regulations to a capitalistic plantation system that prioritizes corporate interests. The weak bargaining position of MSMEs results in their assets, business activities, and wealth being controlled or owned by their corporate partners. Therefore, the existence of an independent institution that advocates for MSMEs is crucial to protecting their interests and rights from corporate abuse of dominant positions. In this regard, the KPPU has been granted the authority to oversee partnerships and impose administrative sanctions on companies found to be in violation. Unfortunately, however, law enforcement remains suboptimal due to the dualism of applicable sectoral regulations. As seen in KPPU Case Decision No. 03/KPPU-K/2021, the Commission Panel imposed administrative sanctions on the Respondent, PT Suryabumi Tunggal Perkasa ("PT STP"), which was found to have controlled Koperasi Tri Hampang Bersatu ("Kopbun THB") in violation of Article 35(1) of Law No. 20 of 2008 ("MSME Law"). However, in the said decision, the Commission Panel did not impose additional administrative sanctions and instead made the fulfillment of Kopbun THB's rights contingent on an external institution's decision. The findings of this study indicate that existing legal provisions have not sufficiently prioritized MSME protection. This legal gap is often exploited by companies to evade their legal obligations to MSMEs. Moreover, regulatory differentiation also weakens the role and authority of the KPPU in enforcing partnership law in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bani Indra Budiman
"Kerugian yang terjadi pada kegiatan usaha koperasi, disebabkan oleh bebebrapa faktor diantaranya manajemen koperasi itu sendiri, tindakan intra vires maupun ultra vires, tindakan melawan hukum dan tindakan pidana. Setiap faktor-faktor tersebut menyebabkan potensi kerugian, apabila pengurus dan pihak terkait tidak menangani potensi kerugian tersebut secara maksimal maka akan menimbulkan kerugian. Pengurus sebagai manajemen kegiatan usaha koperasi berperan sangat penting dalam menjalankan kegiatan usaha. Maju mundurnya kegiatan usaha koperasi merupakan tanggung jawab pengurus terutama dalam hal terjadinya kerugian. Kegiatan usaha koperasi dapat dinyatakan mengalami kerugian, apabila potensi kerugian yang ada secara akuntansi memenuhi kriteria untuk dinyatakan sebagai kerugian dan atau dinyatakan dalam Rapat Anggota. Penyelesaian pertanggung jawaban Pengurus atas kerugian koperasi perlu diatur secara tegas oleh ketentuan peraturan, sehingga tanggung jawab pengurus dan pihak-pihak yang terkait dengan kerugian koperasi dapat dimintakan pertanggung jawaban yang proporsional dengan segala konsekwensinya.

Damage caused to the cooperative business activities, caused by several factors, including cooperative management itself, the action intra vires or ultra vires, unlawful and criminal actions. Each of these factors lead to the potential loss, if the treatment or the role of the board and related parties are not maximal, then cause harm. Board as co-operative management of business activities were instrumental in running the business. responsibilities of the board on the loss is very important, and cooperative losses can be expressed at a disadvantage, if the potential loss is stated in the Meeting of Members. Governing the Settlement of liability for damages need to be determined by the provisions of the regulations, so that the responsibility of the board layout can be accounted for as well as the parties that caused the loss of the cooperative.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58218
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>