Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88640 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edi Roseno
"Perang Kedondong meletus sebagai akibat campur tangan penguasa Belanda dalam urusan keraton, mulai dari soal etika sampai campur tangan dalam penentuan siapa yang akan menjadi sultan, Sejak akhir abad tujuh belas, ketidakpuas_an rakyat Cirebon telah terbentuk akibat politik pemerasan yang dijalankan oleh Belanda, berupa banyaknya pajak yang harus dipikul. Perang Kedondong atau Perang Cirebon (1818) di daerah Cirebon dipimpin oleh Bagus Serit atau Rama Gusti. Tokoh ini menghimpun kekuatan rakyat untuk menyerang benteng dan markas besar Belanda di Palimanan dan membunuh Residen serta orang-orang yang dianggap berkhianat. Perang Kedondong di Cirebon membawa dampak yang luas; kekuasaan dan wilayah sultan-sultan di Cirebon dikurangi, sehingga kerajaan yang sudah kecil itu menjadi semakin sempit. Jumlah kerugian jiwa maupun harta di pihak Bagus Serit, yang sebenarnya cukup besar, tak dapat diketahui dengan pasti karena pada waktu itu belum terasakan pen_tingnva catatan atau dokumentasi. Skripsi ini mendeskrip_sikan dan menganalisis peristiwa-peristiwa panting yang berkaitan dengan Perang Kedondong atau Perang Cirebon, serta hubungan sebab-akibatnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Ayu Lestari
"Skripsi ini membahas tentang tinggalan rel yang tersebar di Kota Cirebon, Jawa Barat yang selanjutnya dapat di rekonstruksi menjadi sebuah jaringan jalan kereta api yang pernah aktif di abad 19. Rekonstruksi tersebut tidak hanya berhenti pada jalur kereta api saja, tetapi juga berlanjut pada muatan kereta api yang dibawa melintasi jalur-jalur tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima jalur kereta api yang terdapat di Kota Cirebon. Jalur-jalur tersebut berpengaruh pada kegiatan perkebunan gula di sekitar Cirebon. Sehingga, industri kereta api dan industri perkebunan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan pada masa pendudukan Belanda di Indonesia.

This thesis explains about the railway remains from Dutch colonial era in Cirebon, West Java. The remains could be reconstructed into a railway network that was used in 19th century Cirebon. The study was conducted to reveal the railway lines and the goods that was freighted tousing the railways.
The result of the study finds that Cirebon had 5 railwaylines which connected the city to other places such as Cikampek, Kadipaten, Cirebon harbor, Semarang, and Kroya. These lines were used to freighting sugar productions from the nearby plantations. Thus, the railway transportation and plantation industry were two things that were related and benefited one another."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S58055
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraeni Marta
"
ABSTRAK
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji beberapa aspek yang berkaitan dengan keberadaan usaha arak gelap, baik yang menyangkut industri ataupun perdagangannya. Dalam usaha mengungkap keberadaan industri arak gelap, penulis mengungkap juga pabrik arak legal sebagai pembanding, yang ditujukan untuk memperjelas pengkajian tema tersebut di atas. Segi-segi yang akan dibahas dalam Skripsi ini ialah; Asal-usul, kebiasaan, dan perkembangan minuman arak di Cirebon; profil usaha arak gelap di Cirebon; serta kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah kolonial terhadap minuman keras.
"
1997
S12523
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soeranto Soetanto
"Dalam rangka turut mempertahankan serta mengamankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD' 45, maka perlu kiranya kita mempelajari pengalaman masa lampau. pengalaiaan masa lampau telah menunjukkan bahwa selama dalam masa Republik ini Negara Republik Indonesia beberapa kali rnenghadapi ujian yang; memerlukan banyak korban jiwa maupun :material.Ujian mana telah dibuktikan oleh tindakan-tindakani golongan kiri yang berusaha menumbangkan negara RI yang berdasakan Pancasila dan UUD' 45 dan menggantinya dengan bentuk lain. Salah satu di.antara tindakan-tindakan uaaha menumbangkan Negara Republik Indonesia adalah tindakan penghianatan yang dilakukan oleh kaun komunis Indonesia, PKI. Selama dalam masa Republik ini sebagamana yang; telah umum ketahui, PKI telah dua kali menghianati bangsa dan Negara Republik Indonesia dua kali mereka melakukan aksi pemberontakan untuk menumbangkan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Paricasila dan UUD' 45 untuk kemudian akan menggantinya dengan bentuk negara yang lain, negara komunis. Memang selama ini masyarakat umumnya hanya mengenal dua peristiwa pemberontakan PKI di Indonesia dalam masa Republik ini yakni peristiwa Madiun (1948) dan peristiwa G30S/PKI (1965)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1981
S12548
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diding Sarifudin
"Cakupan kegiatan keperawatan komunitas di Kabupaten Cirebon masih rendah, sedangkan perawat sebagai peiaksananya merupakan tenaga kesehatan terbanyak dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya Perawat melakukan asuhan keperawatan komunitas seharusnya dengan pendokummentasian atau pencatatan yang merupakan panduan sehingga kegiatannya terarah dan terpadu sesuai dengan masalah yang ditemukan. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui kualitas pencatatan asuhan keperawatan komunitas di Kabupaten Cirebon tahun 2006 dan faktor-:fuktor yang mempengaruhinya.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan cross-sectionaL Data dikumpulkan dari 7I perawat puskesmas dengan menggunakan perhitungan besar sampel Lot quality assurance sampling (I:QAS-Lot) secara sistematic random sampling, selain dilak:ukan wawancara juga dilakukan pemerik:saan catatan asuhan keperawatan masing-masing responden 5 dokumen. Penelitian dilakukan pada bulan September 2006 dengan menggunakan analisis univariat dan analisis jalur (path analysis).
Dari data yang dikumpulkan diperoleh kualitas pencatatan dengan baik sebesar 59,2 %. Hasil pemodelan dengan analisis jalur temyata kepemimpinan merupakan variabel utama yang mempunyai pengaruh sebesar 46,8 % terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan, variabel lain yang mempunyai pengaruh terhadap kualitas pencatatan asuhan keperawatan adalah pengetahuan sebesar 3 I %, sikap sebesar 17,6 %, imhalan sebesar 11,6 %, dan variabe1 masa kelja melalui sikap sebesar 4%.
Kepemimpinan kepala puskesmas mampu meningkatkan lrualitas pencatatan asuhan keperawatan yang dilakukan karyawannya, selain itu kepemimpinan dapat meningkatkan pengetahuan, mengatur imbalan yang diberikan, dan dapat merubah sikap karyawannya. Bagi Dinas Kesehatan yang mempunyai kewajiban membina : kepala puskesmas maka harus selalu membina dan mengevaluasi kinelja kepala puskesmas.

Scope of community nursing activity in district of Cirebon has undervalued. In fact, number of nurse resources there larger than another medical profession. They to be organized in community nursing activity and nursing activity record-keeping as principal guide, they will working in systematic way and well integrated according to the problem raised from public health service. This research aim to determine the quality of community nursing activity record-keeping in district of Cirebon for year of 2006 and the influencing factors within.
Research belong to quantitative research with cross-sectional design. Data collecting using Lot quality assurance sampling (LQAS-Lot) with systematic random sampling method by surveying and interviewing 71 nurse from local public health services, including checking of 5 document from each respondent's nursing record.' Research taken during september 2006 and using univariat analysis and path analysis.
The result shows the quality of record-keeping which noticed as good are 52,2 % in value. Modelling result from path analysis put leadership as main variable which influence the quality of nursing record-keeping at 46,8%. Another variable which having influence on quality of nursing record-keeping are nurse's knowledge at 31%, nurse's attitude at 17,6%, rewards at 11,6% and working period at 4%.
Leadership skills of local public service's head can improve the quality of record-keeping of community nursing activity by its employees (nurses). Besides,and change in attitude. District public health service which has responsibility in training and developing officer to become head of local public health service should control and monitor their working performance continuously leaderships skills direct to improvement of knowledge, remuneration management, and change in attitude. District public health service which has responsibility in training and developing officer to become head of local public health service should control and monitor their working performance continuously.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T29167
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwin Umi Latifah
"Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang bersumber dari virus arbovirus ditransmisikan oleh nyamuk Aedes sp yang menular keseluruh dunia
termasuk Indonesia. Penyakit ini bersifat endemis di beberapa wilayah seperti
Jawa Barat salah satu diantaranya adalah kabupaten Cirebon yang kasusnya selalu
ada di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara spasial
kejadian penyakit demam berdarah dengue di kabupaten Cirebon pada tahun
2014-2018. Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi ekologi yang
dimana menganalisis secara populasi antara variabel iklim (suhu udara,
kelembaban udara, curah hujan, dan kecepatan angin), kepadatan penduduk, dan
angka bebas jentik dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini
menggunakan analisis hubungan grafik, analisis statistik yaitu uji statistik uji
korelasi, dan analisis spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya
hubungan signifikan secara statistik antara kepadatan penduduk dengan kejadian
penyakit demam berdarah dengue. Untuk variabel lain dalam penelitian ini tidak
menunjukkan adanya hubungan secara signifikan. Hasil analisis spasial
menunjukkan tidak adanya hubungan antara variabel angka bebas jentik dengan
kejadian penyakit demam berdarah dengue dan adanya hubungan yang lemah
antara variabel kepadatan penduduk dengan kejadian penyakit demam berdarah
dengue. pemerintah Kabupaten Cirebon secara keseluruhan adalah mengadakan
kerjasama yang lebih baik antara Dinas Kesehatan, Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, badan pusat
statistik untuk membuat regulasi terkait penanganan demam berdarah dengue dan
mengajak masyarakat untuk melakukan program-program pencegahan penyakit
demam berdarah dengue.

Dengue hemorrhagic fever is a arbovirus disease transmitted by Aedes sp.
throughout the world including Indonesia. This disease is endemic in several
regions such as West Java, one of regions is Cirebon regency whose cases are
always in the region. This study aims to spatially analyze the incidence of dengue
fever in Cirebon regency in 2014-2018. This study uses an ecological study
design, which analyzes the population between climate variables (air temperature,
relative humidity, rainfall and wind speed), population density, and larval free
numbers using secondary data. This study uses graphical relationship analysis,
statistical analysis that is statistical test correlation test, and spatial analysis. The
results showed that there was a statistically significant relationship between
population density and the incidence of dengue fever. For other variables in this
study did not show a significant relationship. The results of spatial analysis
showed that there was no relationship between larval free variables with the
incidence of dengue fever and has weak relationship between population density
variables and the incidence of dengue fever. Cirebon Regency government must
establishing better cooperation between the Health Office, the Meteorology,
Climatology and Geophysics Agency, the Population and Civil Registry Agency,
the statistical center to make regulations regarding the handling of dengue fever
and to encourage the public to doing prevention programs dengue hemorrhagic
feve
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ficky Utomo
"Penelitian ini membahas mengenai Kegagalan Upaya Pemekaran Daerah di Indonesia (Studi Kasus Gerakan Presidium Pembentukan Provinsi Cirebon Dalam Upaya Pemekaran Provinsi Cirebon Periode Tahun 2000-2018). Penelitian ini menggunakan Teori Gerakan Sosial, Teori Political opportunity structure, Teori Resources mobilization theory, dan Teori Collective Action Frames di dalam membedah persoalan penelitian yang diajukan perihal apa penyebab gerakan pemekaran Provinsi Cirebon ini mengalami kegagalan. Dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan studi pustaka dan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam. Peneliti beragumen bahwa gerakan pemekaran Provinsi Cirebon ini memenuhi semua prasyarat untuk diakui sebagai sebuah gerakan sosio-politik. Peneliti juga berargumen bahwa di dalam kesempatan struktur politik, organisasi Presidium Pembentukan Provinsi Cirebon (P3C) mengalami keadaan yang disebut sebagai kurvalinier dalam hubungannya dengan struktur politik dan kemunculan gerakan sosial. Peneliti juga berargumen bahwa terjadi instabilitas jejaring elit di dalam pengupayaan pemekaran Provinsi Cirebon ini. Karena disatu sisi gerakan ini disupport oleh beberapa pihak elit, namun di sisi yang lain beberapa elit dilain pihak menolak atau membiarkan gerakan ini dalam situasi yang tidak jelas, dan elit yang membantu pun tidak terlalu signifikan membantu. Dan di dalam pengupayaan pemekaran Provinsi Cirebon, peneliti berargumen bahwa para aktivis penggerak tidak mengalami represi dari negara. Sedangkan di dalam upaya memobilisasi sumberdaya, organisasi P3C dan para elit keraton Cirebon terhalang oleh kondisi finansial yang tidak cukup namun di dalam pengelolaan organisasinya berjalan dengan cukup baik dan tidak menjadi halangan. Dan terkahir, dari sisi framing, peneliti berargumen bahwa aktivitas agitasi dan framing di dalam organisasi ini dapat berjalan dengan baik, baik itu dengan media seminar, demonstrasi, maupun lewat berbagai terbitan tulisan di media.

This study discusses the Failure of Regional Expansion Efforts in Indonesia (Case Study of the Presidium Movement for the Establishment of the Province of Cirebon in the Efforts to Expand Cirebon Province for the Period of 2000-2018). This research uses Social Movement Theory, Political Opportunity Structure Theory, Resource Mobilization Theory Theory, and Collective Action Frames Theory in dissecting the research problems raised regarding what causes the Cirebon Province regional divergence movement to fail. By using a qualitative method that is by library research and collecting data through in-depth interviews. The researcher argues that the Cirebon Province regional divergence movement fulfills all the prerequisites to be recognized as a socio-political movement. The researcher also argues that on the occasion of political structure, the organization of the Presidium for the Establishment of the Province of Cirebon (P3C) experienced a condition called curvalinier in relation to political structure and the emergence of social movements. Researchers also argue that there is instability in elite networks in the efforts to expand the Cirebon Province. Because on the one hand this movement is supported by some elite parties, but on the other hand some elites on the other hand reject or leave this movement in unclear situations, and the elite who help is not too significant to help. And in seeking the expansion of the Cirebon Province, researchers argued that activist activists did not experience repression from the state. Whereas in the effort to mobilize resources, the P3C organization and the elite of the Cirebon palace were hindered by inadequate financial conditions but in managing their organizations well and did not become a hindrance. And finally, in terms of framing, researchers have argued that agitation and framing activities within this organization can run well, be it through media seminars, demonstrations, or through various writing publications in the media."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T55233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Syatori
"Penelitian ini adalah kajian tentang gerakan perlawanan rakyat Cirebon 1802-1818. Setelah dilakukan kajian secara mendalam, penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa gerakan perlawanan rakyat Cirebon ini terjadi dalam empat periode selama rentang waktu 16 tahun mulai 1802 hingga 1818. Periode pertama terjadi pada 1802. Tokoh utama gerakan ini adalah Bagus Sidong, Bagus Arisim, Bagus Suwasa, dan Bagus Rangin. Periode kedua terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels. Tokoh utama gerakan perlawanan pada periode ini masih sama dengan periode sebelumnya, yakni Bagus Rangin yang menolak untuk berunding. Periode ketiga terjadi pada masa pemerintahan Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles. Pada periode ini, gerakan perlawanan masih dipimpin oleh tokoh yang sama, Bagus Rangin. Periode keempat gerakan perlawanan terjadi pada 1816-1818. Periode gerakan perlawanan ini terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama pada 1816-1817 dan tahap kedua pada 1818. Perlawanan tahap kedua juga terjadi dalam dua fase, pada Januari-Februari 1818 dan Juli-Agustus 1818. Gerakan perlawanan 1816-1817 bermula di Keresidenan Krawang. Tokoh utama gerakan perlawanan ini adalah Bagus Jabin, putera Bagus Sanda, pamannya Bagus Rangin. Selain Bagus Jabin, tokoh lainnya adalah Bagus Bulun, pamannya, Bagus Urang, kakenya, dan beberapa anggota keluarganya yang lain seperti Bagus Wangsa, Bagus Asidin, Bagus Brata, Candra Wijaya dan Talok. Semuanya adalah saudara atau saudara tiri Bagus Jabin. Sebab-sebab yang melatar belakangi gerakan perlawanan ini berbeda-beda pada setiap fase. Akan tetapi, perbedaan latar belakang itu bisa ditarik benang merah bahwa semuanya disebabkan oleh kebijakan pemerintah kolonial yang diambil pada setiap periode terjadinya peristiwa. Pada periode pertama, sebab utama terjadinya pergolakan adalah karena kebijakan pemerintah yang mencampuri urusan internal keraton Cirebon dalam suksesi pergantian Sultan. Selain itu, faktor lain yang tidak kalah penting adalah karena kebijakan pemerintah terkait persewaan desa yang melibatkan orang-orang Cina, yang pada akhirnya memberatkan dan menyengsarakan rakyat. Pada periode kedua, latar belakang terjadinya pergolakan juga disebabkan karena Daendels belum memenuhi tuntutan rakyat. Sementara itu, latar belakang terjadinya pergolakan pada periode ketiga, terutama karena berbagai kebijakan Raffles yang menekan dan beban berat yang dirasakan oleh rakyat, terutama kebijakan tentang penjualan tanah, pemborongan/persewaan monopoli, dan kerja wajib. Sebab utama gerakan perlawanan pada periode keempat juga sangat terkait dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang berakhir dengan perlakukan yang dialami penduduk baik di tanah pemerintah maupun di tanah partikelir, sehubungan dengan kerja wajib dan penyetoran wajib yang dipungut dari mereka. Pemerintah masih membiarkan praktek-praktek lama orang Cina berupa persewaan desa-desa Sultan dan penjualan kredit terhadap penduduk. Di Indramayu dan Karawang para pemilik tanah-tanah partikelir menuntut hasil panen yang melebihi kemampuan penduduk, bahkan dituntut melakukan kerja wajib tanpa upah. Kata Kunci: Gerakan perlawanan, rakyat Cirebon. Bagus Rangin, Bagus Jabin, Bagus Serrit, Bantarjati, Kedongdong.

This study considers about the Ressistance Movement of Cirebonese People from 1802 to 1818. After considering deeply, this study has been concluded that this movement happened in four periods it had been six teen years from 1802 to 1818. The first period happened in 1802. The main actors of this movement were Bagus Sidong, Bagus Arisim, Bagus Suwasa, and Bagus Rangin. The second period happened when General Governor Daendels administered Cirebon. The main actors were actually the same as the previous period, Bagus Rangin. He definitely refused to confer with. The next period happened when Cirebon was administrating by Sir Thomas Stamford Raffles. In this period, Bagus Rangin still leaded the movement. The last period was from 1816 to 1818. However, this ressistance movement is divided into two phases the first phase was from 1816 to 1617 and the second phases was in 1818. In the second phase, the movement is divided into two stages the first stage was on January ndash February in 1818, and the second stage was on July ndash August 1818. This last movement had begun in Keresidenan Krawang. The main actors on this movement were Bagus Jabin, the son of Bagus Sanda, Bagus Rangin rsquo s uncle. Besides Bagus Jabin, the other ones were Bagus Bulun and his uncle, Bagus Urang and his grandfather and other members of family Bagus Wangsa, Bagus Asidin, Bagus Brata, Candra Wijaya and Talok. All of them were brothers and brothers in law of Bagus Jabin. The grounded causes of these ressistance movements were actually different in every single phase. However, the different background can be considered that, all these movements were caused of the colonial policy taken in every single period of evidence. In the first period, the main causes happened when the colonial policy officiously meddled with internal business of Cirebon Palace in taking role of changing Sultan. The other significant problem was caused of the policy related to hiring villages which involved Chinese people, in which eventually, burdened native people. In the second period, the problem grounded was caused of General Governor Daendels un filled the native people in need. Meanwhile, in the next period, the problem grounded was caused of the policy taken by Raffles, in which pressing upon the people. Particularly, the policy about land selling, monopoly hiring, and obligatory working. The main problem of the last movement was also related to the government policy, in which finally the treatments suffered by the people, even in government or private territory, in relation to obligatory working and paying taken from them. The government still allowed the old schools practiced by Chinese people, as hiring Sultan rsquo s villages, and selling lands on credit to them. In Indramayu and Karawang, the owners of private lands demanded harvest over the capability, even obligated working without commission."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D1703
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuswati
"Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dalam bentuk kegiatan pokok yang salah satu di antaranya adalah pelayanan laboratorium sederhana dasar.
Kabupaten Cirebon merupakan salah satu kabupaten di propinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk pada tahun 1998 sebanyak 1,870.877 jiwa, memiliki 42 Puskesmas, semua Puskesmas telah memiliki sarana laboratorium sederhana dan petugas pelaksana laboratorium telah dilatih baik tingkat dasar maupun tingkat lanjut. Namun demikian bila dilihat dari hasil cakupan pelayanan laboratorium masih sangat rendah, bila dibandingkan dengan cakupan program pokok Puskesmas yang lain, sedangkan cakupan jumlah hasil pemeriksaan laboratorium merupakan pengukuran terbaik untuk penilaian kinerja.
Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja tenaga pelaksana teknis laboratorium Puskesmas. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan studi "Cross Sectional". Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas laboratorium Puskesmas yang ada. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas laboratorium Puskesmas yang ada di Kabupaten Cirebon. Sampling dalam penelitian ini tidak dilakukan, karena seluruh populasi dimanfaatkan untuk dianalisis (total populasi).
Pengumpulan data dengan wawancara melalui kuesioner untuk variabel independen dan untuk variabel dependen berupa data sekunder dari laporan bulanan Puskesmas. Yang termasuk variabel dependen adalah kinerja tenaga pelaksana terknis Puskesmas, dan yang termasuk variabel independen adalah jenis kelamin, umur, pendidikan, pelatihan, lama kerja, motivasi, dan persepsi peran yang tergabung dalam faktor internal individu. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal individu adalah variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur organisasi, dan desain pekerjaan. Pengolahan data dengan menggunakan program Epi Info V.6.0 dan SPSS for Windows V.10.01.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja petugas laboratorium Puskesmas sebesar 45,2%. Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan kinerja petugas laboratorium adalah pelatihan, sumber daya dan keteraturan imbalan. Hasil lain dari penelitian ini adalah variabel kepemimpinan, ternyata berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja tetapi kepemimpinan yang baik akan meningkatkan ketersediaan sumber daya dan sistem imbalan yang baik.
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah diharapkan agar pelatihan tingkat lanjut bagi petugas terus dilaksanakan secara bertahap. Dinas Kesehatan agar mendorong penyediaan sumber daya seperti peralatan dan reagensia serta Kepala Dinas Kesehatan perlu mengadakan pelatihan penyegaran tentang kepemimpinan.

Community health center or called Puskesmas is an organizational unit with functions to develop community health: establish community participation on health activities; and provide basic health services including basic laboratory service.
Cirebon District is one of districts within Java Province with total population of 1.870.877 in 1998. There are 42 Puskesmas supplied with basic laboratory service. All puskesmas have laboratory technical staff that is well-trained in basic and advanced training. However, the performances of the laboratory service, which is measured by number of laboratory examinations per-month, are very low in comparison to other services in the puskesmas.
This study had objective to examine factors related to the performance. For that purpose, this study used a cross sectional research design. Population is all laboratory technical staff at Cirebon District, which also the sample the sample of the study (total sample).
Data are collected using structured interviews and examining monthly report for the performance. Independent variables are age, sex, level of education, training experiences, work experience measured by length of work, motivation level, and role perception. These are called internal factors. While external factors are laboratory resources and facilities, leadership index, incentives system, structure of puskesmas, and job design. Collected data were analyzed using Epi Info version 6 and SPSS version 10,01.
This study showed that the level of performance is only at 45,2% , which only increase slightly to the previous report ( 36,94 % in 1997). Furthermore, this study shown that training experiences, laboratory resources and facilities and continuity of incentives are factor related significantly to the performance. Leadership factor is found as an important factor related to laboratory resource availability and incentive system.
This study recommends that laboratory technical staff should be given appropriate training at advance level. District Health Office should always maintain laboratory resources and facilities at certain quality. Furthermore the office should plan leadership training for puskesmas' head.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T10403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eyo Karmulya
"Kartu Sehat adalah kartu jaminan pemeliharaan kesehatan bagi keluarga miskin yang dapat digunakan untuk mendapatkan paket pelayanan kesehatan secara cuma-cuma di sarana pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran pemanfaatan kartu sehat dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatannya, serta mencari faktor yang paling signifikan terhadap pernanfaatan kartu sehat. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan studi " Cross Sectional ". Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang mendapatkan kartu sehat di wilayah kerja Puskesmas Kejaksan. Jumlah responden terpilih sebesar 204 orang. Faktor-faktor yang diteliti meliputi faktor predisposisi (pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi sakit dan jumlah anggota keluarga), faktor memungkinkan (ketersediaan pelayanan, jarak, sarana transportasi, dan biaya transportasi), faktor menguatkan (sikap petugas kesehatan dan kader kesehatan) dan faktor kebutuhan pelayanan kesehatan. Pengolahan data dengan menggunakan program SPSS for windows versi 10.01.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan kartu sehat di wilayah kerja Puskesmas Kejaksan sebesar 42 % dan yang tidak memanfaatkan kartu sehat sebesar 58 %. Hasil analisis dengan menggunakan chi-square diperoleh faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan pemanfaatan kartu sehat adalah pengetahuan, persepsi sakit, ketersediaan pelayanan kesehatan, kader kesehatan dan kebutuhan pelayanan kesehatan.
Analisis multivariat pada penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang sangat berhubungan dengan pemanfaatan kartu sehat. Dari analisis multivariat ini bahwa faktor pengetahuan, sikap responden, persepsi sakit, ketersediaan pelayanan kesehatan dan jarak mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemanfaatan kartu sehat. Variabel yang paling signifikan terhadap pemanfaatan kartu sehat adalah ketersediaan pelayanan kesehatan.
Disarankan dalam era desentralisasi, Pemerintah Daerah bersama DPRD melalui Dinas Kesehatan perlu mengupayakan bentuk konkrit untuk mensubsidi pelayanan kesehatan bagi golongan miskin dalam menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan. Mampu membuat perencanaan program JPS-BK yang dapat disatukan dengan program sosial lainnya (integrated) dengan memperhatikan sumberdaya yang tersedia. Disarankan juga adanya peninjauan kembali penetapan wilayah berlakunya kartu sehat dengan mempertimbangkan kemudahan pencapaian tempat pelayanan, selain itu perlu adanya peningkatan pengetahuan bagi kader kesehatan tentang tujuan dan manfaat kartu sehat serta meningkatkan persepsi sakit masyarakat. Penelitian lanjutan diperlukan dengan rancangan penelitian gabungan antara kuantitatif dengan kualitatif.

Health card is a guarantee health care card for the poverty. which can use to get a free health service package at the public health service centre as the local government already maintain. The aim from this research is to have a view of the utilization health card and the relation factors by the usage, and to look the most significant factor for utilization health card. This research is a quantitative method using a " crops sectional " study design. In this research population are the head of family who got a health card at the Kejaksan health service centre district . The choosen respondence quantity were 204 people. The factors which had been researched , predisposition factors involved education, knowledge, act, sick perception and a quantity of family member. Enabling factors involved health service facility, distance, transportation media and transportation fee, reinforcing factors involved provider behaviour and health cadre and health service needs factors. The data processing by using SPSS program for window 10.01 version.
Result of research showed utilization health card at the Kejaksan health service centre district are 42 % and who didn't utilization of health card are 58 %. The analysis result by using chi-square have factors are correlated with the utilization of health card are knowledge, disease perception, and health service facility, health cadre and health service needs.
Multivariate analysis was use in this research are aim to find most related factors with utilization health card. From this mukivariale analysis that knowledge factors, respondence attitude, disease perception, health service facility and distance, were found significantly related to the utilization health card. The most significant variable for utilization health card is health service facilities.
In desentralization era suggested, the local government together with DPRD through Health Departement needs to work out the concrete shape to afford health service for poverty in order to guarantee the availability of health service. Able to make The Sosial Safety Net plan program which can be unified by another Social Program ( integrated ) concern by the resources. Also suggested to reorganization of the geographical coverage of the health card by considering the case of service location achievrnent, besides that it's very important there's a knowledge increasing for the health cadre about the purpose and aim of health card and increasing perception about disease. The advanced research needed by researched combination design between quantitative and qualitative.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T 10711
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>